0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
14 tayangan3 halaman
Angkatan Pujangga Baru muncul pada tahun 1933 untuk menggantikan Angkatan Balai Pustaka sebelumnya. Angkatan ini dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane, dan menerbitkan karya-karyanya melalui majalah Pujangga Baru. Angkatan ini menekankan semangat kebangsaan dan budaya baru dalam gaya romantis.
Angkatan Pujangga Baru muncul pada tahun 1933 untuk menggantikan Angkatan Balai Pustaka sebelumnya. Angkatan ini dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane, dan menerbitkan karya-karyanya melalui majalah Pujangga Baru. Angkatan ini menekankan semangat kebangsaan dan budaya baru dalam gaya romantis.
Angkatan Pujangga Baru muncul pada tahun 1933 untuk menggantikan Angkatan Balai Pustaka sebelumnya. Angkatan ini dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane, dan menerbitkan karya-karyanya melalui majalah Pujangga Baru. Angkatan ini menekankan semangat kebangsaan dan budaya baru dalam gaya romantis.
1. Jelaskan konsep/ciri-ciri Sastra Nasional Indonesia?
Sastra Indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya
sastra di Asia Tenggara. Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah politik di wilayah tersebut. Tatkala gagasan sastra di Indonesia sendiri merujuk pada seantero kesusastraan yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia yang dapat menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing, istilah sastra Indonesia merujuk hanya kepada kesusastraan dalam bahasa Indonesia yang bahasa akarnya berdasarkan bahasa Melayu (di mana bahasa Indonesia adalah satu turunannya).[1] Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura.
2. Jelaskanlah pentingnya dan tujuan dibuatnya Angkatan Sastra!
Tujuan angkatan sastra adalah untuk memudahkan pengembangan sejarah sastra, selain itu periode sastra menjadi penting untuk penciptaan karya sastra baru oleh sastrawan. Para sastrawan dapat melihat cakrawala sastra dari lahirnya hingga sekarang dengan jelas. Mereka akan dapat melihat dan menghayati sifatsifat atau ciri- ciri di setiap periode atau masa angkatan. Dengan demikian mereka akan selalu menciptakan karya sastra yang baru yang menyimpang dari ciri-ciri sastra yang telah ada, baik dalam ekpresi seni, konsep seni, struktur estetiknya, maupun dalam bidang masalahnya, pandangan hidup, filsafat, pemikiran dan perasaannya.
3. Bagaimana latar belakang sejarah Angkatan Balai Pustaka?
Balai Pustaka lahir sebagai reaksi dari keresahan Pemerintah Hindia Belanda pada zaman itu terhadap banyaknya koran-koran atau bacaan yang berkembang pada masyarakat luas. Kritikan dan protes banyak dihadirkan oleh pihak bumiputra untuk menentang kekuasaan Belanda waktu itu. Hasilnya, berdirilah "Commissie voor de Volkslectuur" (Komisi Bacaan Rakyat, KBR) pada 1908, yang kelak menjadi Balai Pustaka. KBR saat itu menerbitkan buku-buku dan majalah yang dianggap "aman" oleh Pemerintah Hindia Belanda. Tak disangka, pilihan berupa buku asing yang diterjemahkan, justru membantu pikiran rakyat Indonesia menjadi lebih terbuka. Lembaga ini dibangun sebagai konsekuensi politik etis yang mendirikan sekolah bagi kaum Bumi Putera Angkatan Balai Pustaka adalah nama yang diberikan kepada pengarang yang dianggap sangat produktif menerbitkan karyanya oleh Penerbit Balai Pustaka pada tahun 1920-an. Diantaranya adalah Nur Sutan Iskandar, Abdul Muis, Marah Rusli, Muhammad Kasim, dan Merari Siregar. Angkatan ini juga dinamakan Angkatan Siti Nurbaya karena novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli merupakan puncak karya sastra pada zaman itu. Novel Siti Nurbaya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi yang kaku.[1] Kebanyakan penulis pada zaman itu berasal dari Minangkabau sehingga persoalan yang dikemukakan sangat kental dengan budaya lokal Minangkabau. Angkatan Balai Pustaka juga disebut dengan angkatan 20-an yang lebih banyak menuliskan tentang persoalan adat yang kaku, kebebasan individu yang terkungkung, penindasan hak perempuan serta kesewenangan kaum tua (adat) terhadap kaum muda
4. Bagaimanakah peranan Amir Hamzah dalam Angkatan Pujangga Baru?
Amir Hamzah lahir sebagai seorang manusia penyair pada 28 Februari 1911 di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara. Ia seorang sastrawan Pujangga Baru. Pemerintah menganugerahinya Pahlawan Nasional. Anggota keluarga kesultanan Langkat bernama lengkap Tengku Amir Hamzah Indera Putera, ini wafat di Kuala Begumit, 20 Maret 1946 akibat revolusi sosial di Sumatera Timur. Sebagai seorang keluarga istana (bangsawan), ia memiliki tradisi sastra yang kuat. Menitis dari ayahnya, Tengku Muhammad Adil, seorang pangeran di Langkat, yang sangat mencintai sejarah dan sastra Melayu. Sang Ayah (saudara Sultan Machmud), yang menjadi wakil sultan untuk Luhak Langkat Bengkulu dan berkedudukan di Binjai, Sumatra Timur, memberi namanya Amir Hamzah adalah karena sangat mengagumi Hikayat Amir Hamzah. Sejak masa kecil, Amir Hamzah sudah hidup dalam suasana lingkungan yang menggemari sastra dan sejarah. Ia bersekolah di Langkatsche School (HIS), sekolah dengan tenaga pengajar orang-orang Belanda. Lalu sore hari, ia belajar mengaji di Maktab Putih di sebuah rumah besar bekas istana Sultan Musa, di belakang Masjid Azizi Langkat. 5. Jelaskanlah latar belakang sejarah Angkatan Pujangga baru! Angkatan Pujangga Baru adalah angkatan yang hadir untuk menggantikan angkatan Balai Pustaka yang berjaya sebelumnya.[1] Angkatan ini diberi nama Angkatan Pujangga Baru karena angkatan ini dipublikasikan lewat majalah Pujangga Baru.[1] Angkatan Pujangga Baru terbentuk tahun 1933. Angkatan Pujangga Baru merupakan sebuah angkatan sastra yang muncul pada tahun 1933 di bawah pimpinan Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane.[2] Angkatan ini mendasarkan diri pada semangat kebangsaan dan pembentukan budaya bam dalam gaya romantic.[2] Secara resmi muncul bersamaan terbitnya majalah mereka, Poedjangga Baroe, pada bulan Mei 1933.[2] Kebanyakan karya angkatan ini berupa puisi baru yang bentuknya berbeda dengan puisi sebelumnya, misalnya syair dan pantun.[2] Para sastrawan yang menulis jauh sebelum tahun 1933 adalah Muhammad Yamin(Tanah Air, 1922), Sanusi Pane (Pancaran Cinta, 1925), Roestam Effendi (Percikan Permenungan, 1926), A. Rivai Yogi (Puspa Aneka, 1931).