Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut who stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (hendro, 2018).
Stroke non hemoragik atau infark adalah cidera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah terjadi akibat pembentukan trombus diarteri
cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain tubuh (padila,
2015).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder (muttaqin, 2016)

B. Anatomi

1. Otak
Otak merupakan pusat kendali fungsi tubuh yang rumit dengan
sekitar 100 millar sel saraf , walaupun berat total otak hanya sekitar 2,5%
dari berat tubuh, 70 % oksigen dan nutrisi yang diperlukan tubuh ternyata
digunakan oleh otak. Berbeda dengan otak dan jaringan lainya. Otak tidak

4
mampu menyimpan nutrisi agar bisa berfungsi, otak tergantung dari
pasokan aliran darah, yang secara kontinyu membawa oksigen dan nutrisi.
Pada dasarnya otak terdiri dari tiga bagian besar dengan fungsi tertentu
yaitu
a. Otak besar, otak besar yaitu bagian utama otak yang berkaitan dengan
fungsi intelektual yang lebih tinggi, yaitu fungsi bicara, integritas
informasi sensori ( rasa ) dan kontrol gerakan yang halus. Pada otak
besar ditemukan beberapa lobus yaitu, lobus frontalis, lobus parientalis,
lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.
b. Otak kecil, terletak dibawah otak besar berfungsi untuk koordinasi
gerakan dan keseimbangan.
c. Batang otak, berhubungan dengan tulang belakang, mengendalikan
berbagai fungsi tubuh termasuk koordinasi gerakan mata, menjaga
keseimbangan, serta mengatur pernafasan dan tekanan darah. Batang
otak terdiri dari, otak tengah, pons dan medula oblongata.
d. Nervus troklearis, bersifat motoris, mensarafi otot- otot orbital. Saraf
pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak
mata.
e. Nervus trigeminus, bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini
mempunyai tiga buah cabang, fungsinya sebagai saraf kembar tiga,
saraf ini merupakan saraf otak besar. Sarafnya yaitu:
1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola
mata.
2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
f. Nervus abdusen, sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.
Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata.
g. Nervus fasialis, sifatnya majemuk (sensori dan motorik) serabut-
serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga
mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom
(parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik

5
wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
h. Nervus vestibulokoklearis, sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar,
membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak.
Fungsinya sebagai saraf pendengar.
i. Nervus glosofaringeus, sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan
cita rasa ke otak.
j. Nervus vagus, sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung
saraf-saraf motorik, sensorik dan para simpatis faring, laring, paru-
paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan
dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius, saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan
muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus, saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya
sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

6
C. Etiologi
Etiologi stroke non hemoragik menurut smeltzer (2018)
1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran
darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan
kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang
dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal
ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik
3. Iskemia suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.

D. Klasifikasi stroke non haemoragik menurut padila, (2015) adalah :


1. Transient ischemic attack (tia) tia adalah defisit neurologik fokal akut yang
timbul karena iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan
cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible iscemic neurological deficit (rind) rind adalah defisit
neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih
dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
3. Stroke in evolution (progressing stroke) stroke in evolution adalah defisit
neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang
berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai
beberapa hari
4. stroke in resolution stroke in resolution adalah defisit neurologik fokal
akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan

7
perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa
hari
5. completed stroke (infark serebri) completed stroke adalah defisit
neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.
sedangkan secara patogenitas menurut tarwoto dkk, (2007) stroke
iskemik (stroke non hemoragik) dapat dibagi menjadi :
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri
serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau
sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau
secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam,
kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya
tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa
hari,minggu atau bulan.
b. stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala
terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya
tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.

E. Manifestasi klinis stroke non hemoragik


Manifestasi yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringannya lesi dan juga topisnya. Manifestasi klinis stroke non hemoragik
secara umum yaitu: (masayu, 2014)
1. Gangguan motorik
2. Gangguan sensorik
3. Gangguan kognitif, memori dan atensi
4. Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
5. Gangguan kemampuan fungsional gangguan dalam beraktifitas sehari-hari
seperti mandi, makan, ke toilet dan berpakaian.

8
Kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma glasgow
yaitu:
Tabel 1 skala koma glasgow
Buka mata (e) Respon motorik (m) Respon verbal (v)
1. Tidak ada respons 1. Tidak ada gerakan 1. Tidak ada suara
2. Respon dengan 2. Ekstensi abnormal 2. Mengerang
rangsangan nyeri
3. Buka mata dengan 3. Fleksi abnormal 3. Bicara kacau
perintah
4. Buka mata spontan 4. Menghindari nyeri 4. Disorientasi tempat dan
waktu
5. Melokalisir nyeri 5. Orientasi baik dan
sesuai
6. Mengikuti perintah

Penilaian skor skala koma glasgow:


a. Koma (gcs=3-8)
b. Konfusi, lateragi atau stupor (gcs= 9-14)
c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (gcs= 15)
Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik
(hemiparese), sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan,
gerakan yang canggung serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf
otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi,
memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan
koordinasi (sidrom serebelar):
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat
seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan
seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam
mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan
lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik
secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi.
3. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya berlawanan
contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan
menghentikan gerakan.

9
4. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
5. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan
kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh 13 badan
dalam hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap
yang mantap sehingga bergoyang-goyang.

F. Patofiologi stroke non hemoragik


Setiap kondisi yang menyebab perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksian yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktuyang singkat
kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bahkan
defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana
yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh
darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami
iskemik adalah arteri selebral tengah dan arteri karotis internal. Defisit fokal
permanen dapat tidak diketahui jika pasien pertama kali mengalami iskemik
otak total yang dapat teratasi. Jika aliran darah ketiap bagian otak tersumbat
karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke
jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukan
gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan
oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabakan nekrosis mikroskopik
neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaraan darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, di mana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan
oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak. Peredaraan
intrakranial termasuk peredaraan kedalam ruang subarakhnoid atau ke dalam
jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan
degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri
selebral sehingga peredaraan menyebar dengan cepat dan menimbulkan
perubahan setempat serta iritasi pada pembuluhan darah otak.
Peredaraan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin
trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai
direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan risiko serius yang terjadi sekitar 7-

10
10 hari setelah perdarahan pertama. Reptur ulang mengakibatkan terhentinya
aliran darah ke bagian tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark
jaringan otak, hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan kehilngan
kesdaran, peningkatan tekanan cairan selebrospinal (css), dan menyebabkan
gesekan otak(otak terbelah panjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel
atau hematoma yang merusak jaringan otak. Perubahan sirkulasi css,
obstruksi vena, adanyan edema dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang
membahayakan jiwa dengan cepat, peningkatan sereblum. Di samping itu,
terjadi bradikardia, hipertensi sistemik dan gangguan pernafasan (padang,
2019)

G. Pemeriksaan penunjang
Menurut suciptayani, 2018 beberapa jenis pemeriksaan yang dilakukan
oleh pasien stroke non hemoragik yaitu:
1. Scan dupleks merupakan scan mode-b dan velositometer ultrasonik
doppler yaitu metode pilihan untuk menilai derajat stenosis karotis.
2. Angiografi karotis saat ini sering dilakukan mra, yang lebih aman
darianiografi standar.
3. Ct scan atau mri otak menampilkan adanya infark serebral.

H. Penatalaksanaan stroke non hemoragik


Menurut (padang, 2019 ) penatalaksanaan stroke non hemoragik adalah
sebagai berikut:
1. Terapi umum
a. Letakan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu
bidang: ubah posisi tidur setiap 2 jam :mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil
b. Bebaskan jalan nafas, diberi oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan
hasil analisa gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi
c. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya: jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya
dengan kateter intermiten)
d. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 ml dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi oral hanya jika fungsi
menelannya baik.

11
e. Pantau juga kadar gula darah>150mg% harus dikoreksi sampai batas
gula darah sewaktu 150 ) pantau juga kadar gula darah >150mg% harus
dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin
drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
f. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistol
>220 mmhg, diastol >120 mmhg, mean arteri blood plessure (map)
>130 mmhg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit),
atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal.
g. penurunan tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan yaitu natrium nitropusid, penyekat reseptor alfa-
beta, penyekat ace, atau antagonis kalsium.
h. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistol <90 mmhg, diastol <70
mmhg, diberikan navl 0.9% 250 ml selama 1 jam, dilanjutkan 500 ml
selama 4 jam dan 500 ml selama 8 jam atau sampai tekanan hipotensi
dapat teratasi. Jika belum teratasi, dapat diberikan dopamine 2-
2µg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmhg.
i. Jika kejang, diberikan diazepam 5-20mg iv pelan-pelan selama 3 menit
maksimal 100mg/hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
j. Jika didapat tekanan intrakranial meningkat, diberikan manitol bolus
intravena 0,25-1 g/ kgbb per 30 menit dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgbb per 30 menit setelah 6 jam selama 3- 5 hari.
2. Terapi farmakologis
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan antikoagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-
pa (recombinant tissue plasminogen activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikoin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

I. Komplikasi
Komplikasi stroke non hemoragik menurut (padang, 2019) yaitu :
1. Dini (0-48 jam pertama)
Dapat menyebabkan edema serebri. Defisit neurologis cenderung
memberat, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial (tik),

12
herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian. Infark miokard adalah
penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
3. Jangka pendek (1-14 hari)
a. Pneumonia akibat mobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru, cendrung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali terjadi
pada saat penderita mulai mobilisasi
d. Stroke rekuren dapat terjadi setiap saat
4. Jangka panjang (>14 hari)
a. Stroke rekuren
b. Infark miokard
c. Gangguan vaskuler lain: penyakit vaskuler perifer

J. Konsep keperawatan stroke non hemoragik


Menurut (wiyaja & putri 2013 dalam nggebu, 2019) anamnesa
pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua 40 -70 tahun
(smeltzer & bare 2013 dalam nggebu, 2019). Jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam mrs, nomor
register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan
atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intrakranial. Kekeliruhan, perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.

13
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (b1-b6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan b3 (brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat

14
kesadaran compos metris, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak
ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan
dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmhg).
3) B3 (brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian b3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan
oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (bone)
Stroke adalah penyakit umn dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang

15
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuhh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan o2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan
dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian gcs sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien
dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10) Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage
yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
11) Kemampuan bahasa

16
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
h. Pengkajian saraf kranial
Menurut (nggebu, 2019) pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial i - xii.
1) Saraf I
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

2) Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV dan VI
Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada tubuh.
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit
5) Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan

17
rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus
6) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan saraf X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
9) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
Pengecapan normal
i. Pengkajian sistem motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (umn) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
umn bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada umn di sisi berlawanan dari otak.
1) Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuhh adalah tanda yang lain.

2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.


3) Tonus otot. Didapatkan meningkat.
2. Diagnosis keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d mengeluh sulit
menggerkan ekstremitas, kekuatan otot menurun dan fisik lemah
b. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial d.d tingkat kesadaran menurun dan
gelisah
c. Resiko jatuh d.d kekuatan otot menurun
d. Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d embolisme
3. Intervensi
No SDKI SLKI SIKI
1 Resiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen

18
serebral tidak efektif keperawatan selama 2x24 peningkatan
berhubungan dengan jam jam diharapkan perfusi intrakranial
1. Embolisme serebral meningkat dengan Observasi
2. Hipertensi kriteria hasil: 1.Identifikasi penyebab
3. Hiperkolesteronemia 1. Tingkat kesadaran peningkatan tik
meningkat 2.Monitor tanda /gejala
2. Tekanan intra kranial penimgkatan tik(mis:
menurun tekanan darah
3. Sakit kapala menurun meningkat,tekanan nadi
4. Nilai rata-rata tekanan melebar, bardikardia, pola
darah membaik napas ireguler, kesadaran
5. Tekanan darah diastolik menurun
membaik 3.Monitor status pernapasan
6. Gelisah menurun 4.Monitor intake dan output
cairan
5.Monitor cairan serebra
spinalis (mis warna,
konsistensi)
Terapeutik
1.Meminimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
2.Berikan posisi semi fowler
3.Cegah terjadi kejang
4.Hindari penggunaaan cairan
iv hipotonik
5.Atur ventilator agar paco2,
optimal
6.Mempertahankan suhu
tubuh normal
Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberiaan
sedasi dan anti konvulsan
jika perlu
2.Kolaborasi pemberian

19
diuretik osmosis jika perlu
3.Kolaborasi pemberiaan
pelunak tinja jika perlu

2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


Berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 Mengidentifikasi dan
1.Agen pencedera jam diharapkan nyeri klein mengelola pengalaman
fisiologis (Inflamasi, menurun dengan kreteria sensorik atau emosional yang
iskemik, neoplasma) hasil : berkaitan dengan kerusakan
2.Agen pencedera 1. Keluhan nyeri menurun jaringan atau fungsional
kimiawi (terbakar, 2. Meringis menurun 1. Observasi
bahan kimia iritan) 3. Sikap protektif menurun 1. Identifikasi lokasi,
3.Agen pencedera 4. Gelisah menurun krakteristik, durasi,
fisik (abses, 5. Menarik diri menurun frekuensi kualitas,
amputasi, terpotong, 6. Diaphoresis menurun intensitas nyeri
prosedur operasi, 7. Ketegangan otot 2. Identifikasi skala nyeri
truma, latihan fisik menurun 3. Identifikasi respon nyeri
berlebihan) dan verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sdh diberikan
6. Monitor efek samping
penggunaan analgesik
2. Terapeutik
1. Berikan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri mis:
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback , terapi pijat,
aroma terapi, tehnik
imajinasi terbimbing,

20
kompres hangat/ dingin,
terapi bermain.
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
misal; suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan neri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan tehnik non
farmakologi untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Pecegahan Jatuh


dibuktikan dengan keperawatan selama 1x24 Observasi
1. Usia > 65 th jam jam diharapkan resiko 1. Identifikasi faktor resiko
2. Riwayat jatuh jatuh menurun dengan jatuh (mis. Usia >65 th,
3. Penurunan tingkat kriteria hasil: penurunan kesadaran)
kesadaran 1. Jatuh dari tempat tidur 2. Identifikasi risiko jatuh
4. Kekuatan otot menurun setidaknya sekali setiap
menurun 2. Jatuh saat dipindahkan shift atau sesuai dengan

21
menurun kebijakan institusi
3. Jatuh saat dari kamar 3. Identifikasi faktor
mandi menurun lingkungan yang
meningkatkan risiko
jatuh(mis lantai licin)
Terapeutik
1. Orientasi ruangan pada
pasien dan keluarga
2. Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
3. Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan unutuk berpindah
2. Anjurkan menggunkan
alas kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh

22

Anda mungkin juga menyukai