Anda di halaman 1dari 7

BAB 7

MEDIA BARU SEBAGAI MEDIA LINTAS BUDAYA


I.Media baru dan pengaruh budaya
Media baru, khususnya media sosial, seperti facebook, blog, youtube, twitter,
myspace, dan lainnya, telah memungkinkan orang lain di setiap sudut dunia untuk
menyatakan eksistensinya dengan cara tertentu dan selamanya terhubung dengan
dunia maya. Banyaknya media sosial baru secara langsung memberikan pengaruh
positif atau negatif terhadap perkembangan hubungan lintas budaya di dalam
masyarakat virtual melalui jaringan koneksi personal (Boyd dan Ellinson, 2007).
Sementara itu, Elola dan Oscos (2009) berpendapat bahwa dalam studi bahasa
asing dalam konteks komunikasi internasional, pemanfaatan blog tida hanya
menunjukkan efek positif dalam hubungan pembangunan budaya, tetapi juga
meningkatkan derajat kompetensi komunikasi lintas budaya. Menurut keduanya,
media baru tidak hanya digunakan adalam hubungan lintas budaya pada tingkat
personal, tetapi juga untuk membantu meningkatkan hubungan bisnis internasional
(Jackson, 2011).
Menurut Makewan dan Sobredenton (2011), komunikasi bermedia komputer
mendorong kosmopolitanisme virtual yang disebutnya sebagai budaya ketiga virtual.
Terbentuknya ruang budaya ketiga virtual atau budaya baru yang terhibrid merupakan
dampak dari interaksi antara budaya yang satu dan budaya yang lainnya sehingga
terhimpun informasi sosial dan budaya, membentuk komunikasi online, serta
hubungan dan adaptasi lintas budaya. Dengan kata lain, interaksi sosial yang dapat
dilakukan melalui media baru terbukti menjadi unsur kritis yang dapat menentukan
keberhasilan atau kegagalan dalam membina hubungan dan beradaptasi dengan teman
serta kenalan mereka di negara lain ( Chen, 2010).
Pada sisi lain, Sawyer dan Chen (2011) telah melakkan studi tentang
mahasiswa internasional yang menggunakan media sosial dan bagaimana media itu
memengaruhi adaptasi lintas budaya mereka. Studi yang dilakukan Sawyer dan Chen
juga menemukan bahwa akibat pengaruh gegar budaya imigran cenderung
mengandalkan media sosial untuk mencapai keselarasan hubungan lintas budaya
hingga mereka mendapatkan rasa nyaman di lingkungan baru. Seiring dengan
berjalannnya waktu, lambat laun penggunaan media sosial tergeser dengan interaksi
langsung dengan orang-orang dari kebudayaan berbeda untuk membantu erea
terintegrasi secara lebih baik ke dalam budaya baru.
Lebih jauh Crocher (2011) mengajukan sebuah kerangka model teoretis
mengenai integrasi antara teori pemupukan hubungan dan vitalitas kelompok etnik
untuk menggambarkan hubungan antara pembentukan jaringan sosial dan adaptasi
sosial. Di dalam teorinya tersbut, Croher mengemukakan dua proposisi yang
menyatakan bahwa:
1. Selama adaptasi budaya, penggunaan situs-situs jarigan sosial memengaruhi
interaksi imigran dengan budaya yang lebih dominan (out group).
2. Melalui adaptasi budaya, penggunaan situs jaringan sosial akan memengaruhi
komunikasi dalam kelompok para imigran (in gruoup).
II.Penguatan Difusi Inovasi
Dengan merujuk pada studi mengenai penyebaran ie bru (difusi inovasi) yang
pernah dilakukan oleh Roger (1995), sebelumnya, Choi (1993) telah melakukan
penelitian awal mengenai difusi inovasi. Roger menjelaskan bahwa ada lima
karakteristik yang memengaruhi perilaku difusi inovasi, yaitu:
1. Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan kemampuan atau penguasaan atas berbagai sumber daya (politik,
ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi) yang dimiliki suatu masyarakat atau
anggotanya bersifat relatif. Di atas keunggulan yang tinggi masih ada keunggulan
yang lebih tinggi lagi tingkatannya.
2. Kecocokan (kompatibilitas)
Alat atau teknologi komunikasi yang digunakan untuk menjalin relasi tidak
bersifat tunggal dan kaku. Artinya, mesin yang satu bisa digantikan oleh mesin
lainnya.
3. Multihubungan (trialabilitas)
Dengan dukungan teknologi komunikasi, masyarakat memiliki kemampuan
untuk menjalin multihubungan dengan masyarakat dari berbagai latar belakang.
Dengan kemampuan ini, hubungan yang dijalin tidak melulu brsifat bilateral atau
trilateral.
4. Kemampuan observasi (observabilitas)
Dalam situasi dan keterbukaan informasi, masyarakat memiliki kemampuan
observasi yang lebih tinggi untuk mengenal, memperluas, dan memperdalam
pengetahuan serta mengembangkan hubungan.
5. Kerumitan (kompleksitas)
Pada gilirn selanjutnya, semua itu tak jarang menimbulkan kerumitan sebagai
konsekuensi dari perubahaan pola interaksi dan kepentingan yang sering melibatkan
aspek karakter yang berbeda-beda, baik yang dibawa oleh budaya individualistik dan
kolektivistik.
III.MEDIA BARU DAN LEBURNYA IDENTITAS BUDAYA
Diskursus mengenai transformasi masyarakat, utamanya yang berhubunngan
dengan teknologi komunikasi, menyiratkan bahwa revolusi komunikasi yang
melahirkan “masyarakat informasi” haruslah dilihat sebagai “masyarakat data”.
Teknologi bukan dipandang sebagai tujun dalam dirinya sendiri, melainkan harus
dilihat sebagai proses komunikasi sosial yang lebih besar.
Konvergensi media baru dan globalisasi telah menimbulkan sedikitnya enam
pengalaman baru yakni pengalaman tekstual, cara baru merepresentasikan dunia,
hubungan baru antara pengguna dan teknologi media baru, konsepsi hubungan antara
masyarakat dan media, serta pola baru organisasi dalam produksi dan distribusi
informasi.
Pemadatan ruang dan waktu yang ditimbulkan oleh konvergensi media baru
dan globalisasi telah menciptakan sebuah cyber space dengan identitas budaa baru di
tengah masyarakat virtual. Identitas budaya baru tersebut boleh jadi tidak mengubah
makna tradisional identitas budaya sebagai hal unik melalui interaksi kelompok
tertentu, namun secara langsung menantang atribut-atribut tradisional identitas budaya
suatu masyarakat, baik secara temporer, teritorial, kontrasitas, interaktivitas, maupun
secara multisitas (Belay, 1996).
Dengan kata lain, identitas budaya yang dipelihara media baru bukan
merupakan produk sejarah (temporalitas) yang terkendali oleh proses pertukaran dan
pemaknaan dari orang-orang yang berinteraksi, baik dalam arti individual maupun
komunal.
Pada akhirnya, identitas budaya baru yang dibentuk media baru menjadi
konsep atau praktik multifaset (multiplisitas) yang akan terus berkembang selaras
dengan dinamika komunikasi antara komunikator dan komunikan di dalamnya.
IV.HUBUNGAN MEDIA BARU DENGAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Sudah cukup banyak pakar terlibat dalam kegiatan investigasi untuk meneliti
hubungan antara media baru dan komunikasi lintas budaya. Tiga topik yang disoroti dalam
penelitian mereka mengenai:
1. Dampak budaya nasional terhadap pembangunan media baru.
2. Dampak media baru terhadap identitas sosial budaya.
3. Dampak media baru, khususnya media sosial, terhadap aspek komunikasi intas
budaya, seperti hubungan lintas budaya, adaptasi lintas budaya, dan konflik lintas
budaya.
Hubungan antara orang dan media dalam konteks budaya yang berbeda dapat
menggambarkan interaktivitas komunikasi bermedia dan dampak budaya yang
ditimbulkan, dan bila dikaitkan dengan globalisasi, hal itu dapat menjelaskan
dinamika komunikasi internasional dalam perspektif budaya serta dampak yanng
ditimbulkan. 
V.DAMPAK MEDIA BARU TERHADAP KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Selain dampak positif, tak dapat dielakkan bahwa media baru juga
menimbulkan dampak negatif bagi komunikasi lintas budaya. Kuang dan Scott (2007)
menemukan banyak informasi personal di dalam blog berupa informasi negatif
tentang hubungan teman dengan teman, bawahan dengan atasan, serta antara pesaing
bisnis. Semua itu cenderung menjadi sebab masalah dalam membangun hubungan
antarmanusia secara antarbudaya dan lintas budaya. Dalam konteks ini, dampak
berupa dekadensi moral dan erosi nilai budaya tak dsinggung.
Secara intrinsik, budaya baru yang dilahirkan media baru menciptakan
kesenjangan abadi (yang sulit didekatkan entah sampai kapan) antara tradisi dan
inovasi dalam sebuah kebudayaan dengan tradisi dan inovasi dalam kebudayaan lain.
Secara ekstrinsik, media baru juga melahirkan kesenjangan komunikasi antara
kelompok etnik dan kebudayaan yang berbeda. Sifat media baru telah menggeser
gramatika budaya tradisional, tema budaya, atau peta budaya ke pola baru sehingga
menghilangkan logika budaya internasional yang tergerus oleh arah budaya baru.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan susunan pola budaya atau
pandangan dunia menuntut setiap budaya tradisonal untuk menyesuaikan diri dengan
perilaku komunikasi dalam masyarakat mereka sendiri dan mempelajari cara interaksi
baru dengan masyarakat lain dari budaya yang berbeda.

Selain itu, dampak paling mencolok adalah timbulnya konflik lintas budaya
dan kekerasan lintas budaya antara budaya baru yang ingin mendominasi dan budaya
tradisional-konservatif yang ingin bertahan. Pada sisi lain, budaya yang reseptif-
terbuka cenderungn melakukan proses adaptasi lintas budaya.
VI. KONFLIK LINTAS BUDAYA
Media baru menyediakan suatu alat yang kuat untuk membangun citra mereka
sendiri bagi masyarakat dan pemerintah, untuk mendefinisikan dan membuat definisi
ulang tentang makna-makna pesan yang mereka gunakan dalam komunikasi untuk
mengatur agenda komunikasi, serta membingkai informasi, pesan, dan sebagainya.
Karena tata aturan media baru tidak seragam, perspektif dan pembatasan praktis
media di masyarakat apapun dipenngaruhi oleh orientasi nilai budaya mereka. Bentuk
representasi media yang berbeda cenderung mencerminkan asimetri komuikasi lintas
budaya, baik pada tingkat interpersonal, kelompok, maupun bangsa (Hothier, 2011).
Oleh karena itu, media baru berpotensi menimbulkan konflik linntas budaya.
Mengenai kasus konflik teranyar yang menimpa hubungan Google dengan
China, Google menarik diri dari Chin menyusul munculnya analisis tentang
pembingkaian berita (news framing) yang melibatkan China Daily dan Wall Street
Journal. Kuang (2011) berpendapat bahwa konflik tersebut terjadi akibat tema-tema
yang mendominasi China Daily mengkritik Google dan pemerintah Amerika Serikat.
Temuan Kuang tersbut menunjukkan bahwa agen berita sering mencerminkan agenda
serta kepentingan dan nilai-nilai bangsa dan negara masing-masing. Hal ini pada
akhirnya memercikkan api konflik lintas budaya dan pernyataan ‘tampar muka’ kedua
negara di depan mata masyarakat internasional.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara media baru dan
komunikasi lintas budaya sangat erat kaitannya dalam perspektif kontekstual global.
Semua ini terjadi akibat karakteristik spesifik media baru yang secara signifikan
berbeda dari karakteristik media internasional
Studi ini mengkaji dampak positif dan negatif media baru terhadap
komunikasi lintas budaya. Pecahnya konflik lintas budaya ini mendorong konsekuensi
tentang perlunya studi lebih lanjut yang berhubungan dengan pengaruh nilai budaya
terhadap media baru.
VII .ADAPTASI LINTAS BUDAYA
Komunikasi dan interaksi merupakan faktor kunci yang memengaruhi cara
media sosial menimbulkan dampak pada adaptasi lintas budaya. Itu berarti selain
konflik lintas budaya, media baru juga berpotensi mengundang terjadinya daptasi
lintas budaya. Sisi positif dari media baru adalah timbulnya dampak terhadap adaptasi
lintas budaya (Rebecca Sawyer, 2011). Media tersebut membawa konteks yang di
dalamnya masyarakat dunia dapat berkomunikasi, bertukar gagasan, berbagai
pengetahuan dan berinteraksi satu sama lain dengan mengabaikan ruang dan waktu
yang memisahkan mereka. Komunikasi semacam ini dapat membawa dampak
adaptasi lintas budaya untuk memperkaya nilai dan identitas budaya baru.
Adaptasi lintas budaya mencakup proses memajukan saling pengertian melalui
interaksi guna meningkatkan tingkat kecocokan sosial sehingga kebutuhan lingkungan
budaya baru dapat dipenuhi. Pada skala tertentu, melalui media sosial baru, telah
terjadi komunikasi lintas budaya yanng mengintegrasikan budaya tuan rumah dan
budaya tamu melalui adaptasi dan perawatan hubungan yang semakin harmonis. Dari
pola hubungan semacam ini diyakini bahwa hal ini dapat memengaruhi atau dapat
menimbulkan adaptasi lintas budaya dan pada akhirnya pembentukan identitas budaya
baru.
Tahap-tahap adaptasi lintas budaya, menurut Risgar dalam Chen dan Starosta
(2005), penting untuk diperhatikan ketika terjadi koneksi melalui pemanfaatan media
sosial. Ada empat tahapan koneksi, yaitu:
1. Tahp bulan madu.
2. Tahap krisis
3. Tahap penyesuaian.
4. Tahap adaptasi bikulturalisme atau multikulturalisme.
Dalam proses lintas budaya, komunikasi ditunjukkan unntuk saling
mempelajari dan hidup saling memberi makna. Pengetahuan tentang hal ini penting,
terutama bagi budaya tuan rumah untuk memengaruhi emosi orang dari budaya tamu
sehingga mereka bersedia melakukan penyesuaian, Pengaturan emosi tersebut akan
memungkinkan individu untuk berpikir dengan jelas tentang insidien-insiden lintas
budaya sehingga tanpa kesulitan mampu mengatur pertahanan psikologis.

Dibandingkan dengan mereka yang sempit wawasan komunikasinya, individu


yang telah mengalami hubungan budaya yang berbeda lebih piawai dalam
melancarkan dan mengganti-ganti gaya komunikasi lintas budayanya sehingga orang
lainbisa dengan mudah memahami pesan dan informasi yang disampaikannya.

Menurut Chen (2005), ada empat dimensi dala kompetensi ini, yaitu:
1. Global mindset, berarti kemampuan untuk terbuka dalam melibatkan perluasan
perspektif dan penonjolan pikiran yang berbeda dalam memahami cara-cara hidup
(way of life) yang berbeda.

2. Pemetaan budaya, yaitu pembandingan antara budaya sendiri dengan budaya lain
dalam upaya memeriksa persamaan dan perbedaan budaya.
3. Pembukaan diri, merupakan proses mentransformasi dan menggerakkan diri dari
tinngkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi pada tangga-tangga
pembangunan keadaan insani.
4. Penyatuan diri dalam interaksi lintas budaya, berarti menyumbangkan pencapaian
tujuan akhir dari penciptaan untuk kerja dari interaksi budaya dengan kecakapan dan
kecerdasan.
Keefektifan dan kewajaran merupakan dua aspek penting dalam proses
penyatuan diri agar menjadi luwes dan mampu mengelola interaksi serta perubahan.
Berpikir global telah menjadi bagian integral dalam kehidupann sehari-hari
masyarakat global, sebagaimana mereka semakin terinterkoneksi dan saling
bergantung dengan perbedaan budaya di seluruh dunia (Vicere, 2004).
TUGAS KE-7
1. Jelaskan yang dimaksud media baru dan pengaruh budaya
2. Sebutkan dua proposisi menurut Crocher (2011)
3. Jelaskan lima karakteristik yang memengaruhi perilaku difusi inovasi
4. Jelaskan yang dimaksud media baru dan leburnya identitas budaya
5. Jelaskan yang dimaksud hubungan media baru dengan komunikasi lintas
budaya
6. Jelaskan dampak media baru terhadap komunikasi lintas budaya
7. Jelaskan yang dimaksud dengan konflik lintas budaya dan kekerasan lintas
budaya
8. Jelaskan empat dimensi menurut Chen (2005) dalam kompetensi komunikasi
global yang melibatkan aspek kognitif,efektif dan behavioral.

Anda mungkin juga menyukai