GLOBALISASI BUDAYA
A.PENGERTIAN GLOBALISASI
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya
ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan
sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh
wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja
(working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang
memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang
akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,
mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan
batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
B. GLOBALISASI BUDAYA
Globalisasi budaya adalah istilah yang muncul tidak lama setelah Uni Soviet ambruk.
Dengan ambruknya Uni Soviet, Perang dingin antara dua Negara adikuasa, Amerika serikat
yang kapitalis dan uni soviet yang komunis, selesai. Menurut sumber-sumber meyakini
adanya persekutuan politik dan ekonomi tingkat global. Perang dingin merupakan rekayasa
tingkat tinggi yang dirancang kekuatan invisible hands dari unsure zionis internasional yang
ada didua Negara adidaya tersebut, yang bercita-cita untuk menguasai seluruh dunia. Dalam
perang dingin, Amerika serikat memandang seluruh dunia sebagai lingkungan pengaruhnya
yang sah, dengan pengecualian lingkungan tertentu diserahkan kepada Uni Soviet, sesuai
kesepakatan dalam konferensi Yalta (secara lebih jelas lihat fleeming, 1961; dan
Horowitz,1965). Perang dingin diciptakan untuk memetakan blok kapitalis dan blok komunis
sehingga dapat diketahui mana Negara yang pro dan kontra terhadap ideolohi tersebut dan
bagaimana menaklukkannya. Ambruknya Uni Soviet pun merupakan rekayasa setelah perang
dingin memberikan hasil
Sejak saat itulah para elite kapitalis dan zionis internasional berkumpul di Washington
Consensus yang menetapkan agenda globalisasi. Itu aspek fundamental yang mampu
mempersatukan budaya adalah fenomena difusi budaya atau penyebaran standar dari budaya
dominan ke budaya subordinat lainnya. Difusi budaya ini terjadi melalui kegiatan
komunikasi, parawisata, perdagangan, bahkan penaklukan buday. Difusi budaya meningkat
secara dramatis sejak kemajuan teknologi transportasi dan telekomunikasi, termasuk jaringan
media berita internasional yang merambah ke seluruh penjuru dunia.Dengan merebaknya
fenomena ini, banyak aspek kebudayaan yang terglobalisasi akibat kuatnya terpaan
globalisasi tersebut.
Menurut Lovell Matthews dan Bharat Thakkar, difusi budaya yang merambah
kedalam lingkungan global dimungkinkan oleh kemampuan komunikasi yang efektif, yang
menjadi sebuah tantangan bagi para pelaku komunikasi tingkat global. Meski terbiasa dengan
kegiatan komunikasi, mereka menemukan perbedaan budaya dan etika sebagai kendala yang
bila tak dipahami bisa menimbulkan kegagalan komunikasi. Sementara itu, menurut
Genevieve Hilton, difusi budaya dapat ditularkan dengan kefasihan budaya berupa
pengetahuan tentang kapan harus mendengar, kapan harus meminta bantuan, hingga kapan
harus berbicara untuk meyakinkan orang dari budaya lain atau mitra global. Kendati
demikian, kefasian budaya tidak berarti menghafalkan setiap nuansa budaya yang secara
potensial dapat mengatasi kendala, rintangan, dan hambatan dalam menembus masyarakat
ekonomi serta budaya tingkat global.
Kefasihan budaya merupakan faktor penting dalam difusi budaya. Pada sektor bisnis
internasional dapat ditemukan betapa komunikasi yang tidak mengindahkan perbedaan
budaya dan etika telah menimbulkan kinerja organisasi yang buruk. Itu berarti para pelaku
bisnis global harus memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi lintas budaya
melampaui batas-batas Negara dengan memahami budaya berbeda atau mitra yang berbeda-
beda secara ekonomi dan budaya untuk melaksanakan misi dan pembangunan nilai yang
dapat diterima secara global.
Dalam sebuah riset yang dilakukan oleh Thomas dan Raflin (2007), ditemukan bahwa
partisipasi komunikasi yang tidak signifikan ditandai rendahnya kemampauan dalam
menangkap nilai budaya dan rendahnya minat untuk berasosiasi (bergaul) serta rendahnya
persepsi terhadap keefektifan manajerial. Indikasi pertama berkaitan dengan masalah lintas
budaya, sedangkan indikasi kedua dan ketiga berkaitan dengan organisasi.
Hasil riset ini selanjutnya memberikan saran bahwa menguasai budaya yang berbeda-
beda dapat membimbing perilaku yang dapat diterima sebagai pendekatan efektif untuk
meningkatkan interaksi lintas budaya dalam settingpergaulan dan bisnis global.kecakapan
komunikasi merupakan satu hal yang vital untuk menjelaskan jati diri dan kualitas gagasan,
juga menentukan untuk menjelaskan produk dan jasa secara meyakinkan. Hal ini merupakan
keunggulan kompetitif dalam persaingan global.Hasil penelitian ini tidak hanya bermanfaat
bagi para pelaku bisnis internasional belaka, melainkan juga bagi setiap pemerintahan negara
dalam upaya melancarkan kegiatan diplomatiknya dengan Negara lain.
GLOBALISASI BUDAYA
Akhir-akhir ini banyak ilmuwan social menaruh perhatian pada fenomena globalisasi
budaya,Pertanyaannya: apakah keragaman kebudayaan didunia ini bisa menyatu atau
dipersatukan? Jika ya, bagaimana budaya tersebut mengakomodasi keragaman budaya dunia?
Apakah budaya Negara-negara maju mampu mengooptasi budaya-budaya lain dibanyak
Negara berkembang? Lebih jauh lagi, bagaimana hubungan budaya yang ada didunia dengan
otonomi Negara bangsa? Apakah intensifikasi komunikasi global mampu menoleransi
budaya-budaya lain?
Para ilmuan telah mengadakan eksplorasi dan menemukan munculnya budaya ketiga
untuk tidak mengatakan globalisasi budaya yang ditandai dengan munculnya pasar uang,
bursa efek, blok ekonomi, hokum internasional, dan konglomerasi media yang bermain
bagaikan orchestra yang dipimpin oleh dirigen untuk menghibur, namun tidak
menenteramkan. Artinya, semua itu diciptakan sebagai sebab dan sekaligus akibat untuk
mempertahankan serta mengembangkan homogenesasi global.
Globalisasi budaya yang dapat diartikan sebagai sebuah konsep yang digunakan untuk
menjelaskan tentang mendunianya berbagai aspek kebudayaan yang didalamnya terjadi
proses dominasi. Dalam pengertian tersebut,Globalisasi budaya sering diidentikan dengan
proses “penyeragaman budaya”, bahkan ada yang menyebutnya “imperialism budaya”.
Globalisasi budaya juga diwujudkan melalui ekspansi pertunjukan seni music dan
penyanyi terkenal. Musik dan lagu asing, khususnya dari Barat, banyak diekspor kenegara-
negara berkembang, tak kecuali Indonesia. Grup music dan penyanyi asing pun banyak
melakukan pementasan di Negara-negara berkembang. Hamper setiap tahun Indonesia,
misalnya tidak pernah sepi dalam pementasa grup musikdan penyayi asing. Kehadiran
mereka tentu saja membawa pengaruh yang tidak sepenuhnya positif. Pengaruh negative
biasanya ditampilkan dari penampilan gaya dan gambar yang fantastis dan memukau
sehingga mudah diserap oleh khalayak. Hal tersebut merupakan produk budaya barat yang
kerap berpotensi mengancam nilai-nilai budaya tuan rumah. Pada 2014,penyanyi asal
amerika serikat, Lady Gaga,ditolak masuk keindonesia,khususnya ditolak oleh komunitas
religious,karena Lady Gaga dikenal sebagai ateis dan penyembahan setan.
Globalisasi budaya lebih jauh juga disusupkan melalui mode busana. Akibat
gempuran budaya mode ini, Masyarakat Negara berkembang banyak meninggalkan mode
busana budayanya sendiri, dan berganti mengenakan mode busana budaya ala budaya barat
yang minim yang mempertontonkan bagian-bagian tubuh yang menurut budaya tuan rumah
bertentangan dengan nilai budaya local. Di ruangan public sekarang ini banyak kita saksikan
remaja putri mengenakan aneka mode busana budayanya yang memamerkan bagian dada,
punggung, perut, paha,dan pinggul yang lazim dikenakan oleh mereka yang berbudaya barat.
Satu hal lain yang paling berbahaya adalah ekspor ideology materialism,
konsumerisme,ideology dan nilai-nialai budaya barat lainnya atas nama
riberalisasi,demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Nilai-nilai tersebut lebih banyak
mengandung pengaruh destruktif daripada konstruktif. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia
sempat dihebohkan oleh gerakan jaringan islam liberal ( JIL) yang diusung oleh Ulil Absar
Abdallah dan gerakan yang menanamkan diri sebagai gerakan urus utama gender
(baca;perempuan) yang dipeloporoi oleh Dr. Musida Mulia. Untuk Semntara ini, dua gerakan
tersebut surut dari permukaan,konon karena sedang tidak dibutuhkan oleh sponsornya dari
amerika serikat sehingga bantuan dananyapun dihentikan.gerakan yang bertentangan dengan
nilai agama dan budaya yang dianut mayoritas bangsa Indonesia juga telah menyusup
kelingkungan lembaga Negara,seperti kementrian agama.
Dengan mengusung magnet liberalisasi dan hak-hak asasi manusia, diindonesia kini
juga sudah mulai menjalar virus dan gaya hidup berpasangan dengan sesame jenis. Beberapa
komunitas kecil gay dan lesbian terdapat dikota metropolitan,seperti Jakarta. Nialai-nilai
budaya barat,seperti gay dan lesbian yang dilindungi secara hukum di amerika serikat dan
sejumlah Negara eropa, jelas bertentangan dengan nilai agama dan budaya yang dianut
mayoritas masyarakat Indonesia. Pada pertengahan 2012,tokoh komunitas lesbian asal
amerika utara, irsad manjidi,bertandang ke Indonesia untuk berkampanye tentang hak hidup
lesbian dan gay diatas dunia. Kedatangannya tersebut diterima oleh komunitas yang
menanamkan diri komunitas salihara yang berhaluan liberalis,tetapi ditolak oleh hamper
seluruh komunitas agama karena kedatangannya bertujuan untuk virus budaya yang
membahayakan nilai budaya dan agama.meski di bungkus dengan cara di bedah buku karya
majid yang berjudul liberty and love, umat islam diindonesia dapat dengan mudah
menangkap misi yang dibawanya, yaitu untuk menyebrang virus kebebasan bercinta dengan
sesame jenis. Salam rushdi,pengarang buku the satanic verses,melalui karyanya ia pun
menyandang misi merusak ajaran agama islam.menurut sejumlah pakar politik komunikasi,
keberanian mandji masuk kedalam lingkungan islam Indonesia dan rushdi memutar balikkan
ayat-ayat AL-Quran yang diimani umat islam disebabkan adanya kekuatan besar setingkat
Negara yang mendukung dibelakangnya. Mandji dilindungi pemerintah kanada, sedangkan
rushdi didukung pemerintah inggris.
Fenomena penggerogotan nilai-nilai budaya dan agama semacam itu tidak hanya
melanda di Indonesia. Glynn,Hohm,dan stewart (2011),dalam karyanya yang berjudul Global
social problems,menjelaskan bahwa interaksi sosial ditengah masyarakat internasional
membantu mempercepat tercapainya tujuan globalisasi budaya. Kebiasaan-kebiasaan barat
hendak dan tengah diajarkan ke budaya-budaya lain diseluruh dunia.hal ini sangat mudah
dilihat dari mode busana.bahkan difiji ada fenomena yang unik,bentuk tubuh ramping atau
langsing,seperti miss Universe, dianggap sebagai mode.orang Fiji yang berat badannya
mencapai 200 pon atau lebih,gemar berdiet hingga tubuhnya tampak menarik untuk di
perlihatkan kepada orang lain dengan berpakaian minim.hal tersebut jelas merupakan salah
satu pengaruh pemilihan ratu kecantikan yang menjadi salah satu ikon budaya barat yang
lebih menekankan aspek lekuk tubuh dan cara berpakaian minim kaum wanita.
Tidak lama setelah tercapai Washington Consensus dengan agenda pokok globalisasi
dalam segala bidang,atas desakan Amerika serikat,PBB mencanaka Millenium Development
Goal (MDG) yang antara lain menerima liberalisasi ekonomi dan perdagangan dalam
lingkungan pasar bebas dunia atau tegasnya menerima berlakunya system tunggal ekonomi
global.Group 7 yang merupakan kelompok tujuh Negara kapitalis raksasa dunia segera
mengembangkan sayap menjadi G-20.Semua perkembangan tersebut merupakan konsekuensi
dari globalisasi, termasuk globalisasi budaya, yang secara luas dikenal sebagai imperialism
budaya.
Imperialisme budya atau koloniasi budaya, menurut beberapa pengkritik
globalisasi,,dipandang sebagai anacaman terhadap identitas budaya bangsa-bangsa
sebagaimana dinyatakan Glynn,Hohm, dan Stewart (2011) bahwa banyak masyarakat di
dunia sangat mengkhawatirkan pertumbuhan kebudayaan barat di berbagai Negara karena
menjurus pada munculnya pemerintahan tunggal dunia pada saatnya nanti.
Perspektif alternative dari globalisasi budaya adalah bahwa proses ini berpotensi
menimbulkan reaksi yang disebut oleh Samuel P. Huntington,dalam tesisnya, sebagai Clash
of civilization. Reaksi tersebut muncul berdasarkan fakta bahwa ketika dunia semakin
mengecil dan saling berhubungan (interconnected) interaksi antara masyarakat dari latar
belakang budaya yang berbeda akan menyuburkan kesadaran peradaban yang justru akan
memeperkuat perbedaan.menurut Huntington, dalam bentrokan peradaban ini ,Amerika
serikat dihadapkan dengan tantangan yang ditampikan islam, Kong Hu Cu,Tao dan Hindu.
Alih-alih mewujudkan harmoni melalui komunikasi litas budaya global. Perbedaan-
perbedaan budaya yang ada di dunia malah diperuncing oleh proses globalisasi budaya
sebagai sumber konflk.
Globalisasi budaya yang merujuk pada Transmisi pikiran, gagasan ,dan nilai- nilai
budaya melintasi Negara-negara di dunia.proses globalisasi budaya ditandai dengan
penusupan budaya yang disebarkan melalui internet gempuran budaya pop, dan pariwisata
internasional. Sirkulasi budaya yang dibawa melalui saran tersebut memungkinkan setiap
individu untuk mengambil bagian dalam hubungan sosial yang luas yang melampaui bata-
batas Negara.terciptanya dan meluasnya hubungan sosial semacam itu tidak hanya di dukung
oleh difusi budaya dan difusi teknologi informasi,tetapi juga di dorong tingkat kekayaan
material.
Perlu ditekankan bahwa siswa yang masih dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan sangat rentang dipengaruhi oleh kebudayaan global. Beberapa kasus yang
terjadi disekolah, mulai dari metode pakain dan metode rambut sampai dengan perilaku
meniru budaya asing. Dengan mudah diserap tanpa memikirkan akibatnya. Pergesaren
perilaku yang mengarah pada peniruan budaya asing cepat atau lambat akan membawa
dampak negatif bagi perkembangan proses belajar dan prestasi mereka. Tidak sedikit kita
menirukan pada siswa kelihatan santai dalam belajar, bahkan cenderung menjadi malas
karena mereka lebih asik menggunakan smartphone untuk mengakses situs-situs gelap atau
sekedar chating dengan teman kencangnya . Mesing-mesing penggerak globalisasi seperti,
komputer, internet, dan handphone dapat menyebabkan kecanduaan pada diri siswa sehingga
menurunkan konsentrasi serta prestasi belajar. Para pelajar masa kini lebih asik menggunakan
smartphone dari pada membaca buku.
Siapapun, tak terkecuali pada guru, tentu tahu bahwa informasi yang bermuatan
negatif banyak bertebaran di internet, seperti rasisme, kebencian, kejahatan, kekerasan,
pornogarafis, serta pornoaksi, dan sejenisnya. Barang-barang konsumeris yang terlarang,
seperti viagra, alkohol,dan narkoba juga banyak ditawarkan melalui internet. Semua itu
berpotensi merangsang siswa untuk membuat negatif. Pelecahan dan pelanggaran seksual,
bahkan perkelahian serta kekerasan dikalangan para pelajar bukan rahasia. Pertanyaan:
kemana nalar pendidik seorang guru yang memberi tugas siswa untuk mengakses
pengetahuan dari internet tanpa pendampingan atau kontrol? Apakah siswa atau siswa orang
tua siswa yang dapat tugas itu patut disalahkan? Fakta ini menunjukan bahwa globalisasi
budaya yang dapat membawa dampak negatif itu mudah diterima ole masyarakat negara
berkembang yang lebih banyak bersikap permisif dari pada bersikap kritis.
Tidak dipungkiri bahwa globalisasi budaya telah memberikan dampak positif dalam
kehidupan masyarakat. Hal ini bias ditemukan dari semakin terbukanya peluang usaha dan
bisnis yang bias dimanfaatkan masyarakat. Pengaruh positif lainnya, tidak sedikit masyarakat
mengalami perubahan dalam semangat dan etos kerjanya, bahkan budaya kerja dan budaya
perusahaan serta unsur budaya lainnya yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibawa oleh globalisasi budaya yang memanfaatkan
teknologi komunikasi juga telah mendorong masyarakat untuk meningkatkan penguasaannya
atas ilmu dan teknologi.
Akan tetapi keterbukaan informasi tanpa batas juga memberikan pengaruh berupa
terkikisnya nilai-nilai budaya local yang luhur. Sebagai contoh, di Indonesia yang
masyarakatnya terkenal dan bijaksana, telah berubah menjadi masyarakat yang konsumtif,
suka bermewah-mewahan, sewenang-wenang, kehilangan rasa malu dan kepekaan social,
singkatnya abai terhadap etika social dan nilai-nilai budaya yang semula dianutnya. Kasus-
kasus kekerasan, kesewenangan aparat dan birokrasi, maraknya korupsi dan sikap busuk
politisi
Yang tak peduli terhadap aspirasi rakyat menjadi ‘rahasi umum’ yang banyak
dibicarakan . Para sosiolog menyebut kasus-kasus tersebut sebagai fenomena berjangkitnya
patologi social yang merusak sendi-sendi budaya masyarakat dan bangsa. Semua itu
merupakan akibat yang tidak bias dilepaskan dari globalisasi budaya yang banyak
melontarkan pengaruh dan nilai-nilai materialisme, kapitalisme, sekularisme, dan hedonisme.
Dengan adanya pengaruh tersebut, tidak berlibihan untuk dikatakan bahwa di tengah
arus globalisasi budaya, eksistensi budaya bangsa menjadi sebuah taruhan bila pemerintah
tidak mengambil kebijakan untuk menangkal atau menolaknya, dan melindungi keutuhan
budaya nasional. Begitu juga bila masyarakat Indonesia tidak lagi memiliki kebangsaan atas
budaya nasionalnya sendiri, hanya tinggal diam atau membiarkan globalisasi budaya itu
bergulir tanpa kendali. Bukan mustahil bila pada suatu saat kelak, budaya nasional Indonesia
akan punah dan musnah dari tanah airnya.
Secara spesifik ada kepercayaan dalam dunia politik bahwa internet menampilkan
ancaman besar terhadap memerintah otoriter. Para pemimpin politik AS telah
memperlihatkan keyakinan ini, seperti presiden George Bush pernah menyatakan bahwa
internet akan membawa kebebasan bagi negeri China. Presiden Bill Clinton juga
menyampaiakan pikirannya yang terkenal diseluruh dunia bahwa internet secara inheren
menjadi kekuatan demokrasi. Menteri pertahanan AS, Collin powel, juga menyatakan bahwa
bangkitnya demokrasi dan kekuatan revolusi informasi akan memeberikan pengaruh dalam
percaturan internasional. Para pebisnis dan komentator media massa sependapat bahwa virus
kebebasan yang disebarkan oleh kerja teknologi elektronik telah menjalar ke seluruh dunia
dengan segala dampaknya. Wartawan Robert Right menyatakan bahwa perlawanan terhadap
logika politik internet menyimpan potensi konflik berbahaya dalam satu atau dua dasarwarsa
mendatang. Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat, Ronald, Reagen, menyiarkan
perkataannya pada 1989 bahwa rezim otoriter akan tumbang dari dunia dengan
berkembangnya komunikasi elektronik.
Sejak saat itu, dunia memang mengalami perubahan mencolok. Telak banyak
peristiwa terjadi, sebagaiamana yang diprediksikan, bahwa ketika kekuasaan microchip
tampil memainkan peranan menentukan, hubungan antara kemajuan teknologi dan
demokratisasi menjadi asumsi yang kuat dalam pemikiran banyak orang di seluruh belahan
dunia. Meski dilontarkan di tengah keruntuhan optimisme era informasi yang pada waktu itu
dikhawatirkan akan menuai banyak pertentangan. Pernyataan Ronald Reagan dan George
Bush tersebut tersebut di kemudian hari terbukti dalam kenyataan. Republik Rakyat China
yang semula tertutup, berubah menjadi semakin terbuka, dan geliat demokratisasi kian
menguat di negara-negara monarki di Timur Tengah dan pemerintahan otoriter di kawasan
lainnya. Ketika teknologi komputer makin maju dan komunikasi digital kian meluas,
masyarakat di seluruh dunia pada umumnya tambah bergairah dalam melakukan interaksi
antarpribadi maupun antarkelompok, semakin berani menuntut hak-haknya. Pada gilirannya,
hal tersebut memengaruhi pemerintahan untuk menunjukan kinerja pelayanan public secara
optimal dengn menerapkan digitaliisasi atau komputerisasi pemerintahan (e-goverment). Hal
ini juga terjadi di indonesia.
Di negara-negara lain, seperti di Timur Tengah dan Afrika Utara yang secara sosial
politik kurang stabil, kekhawatiran terhadap pertumbuhan gerakan demokratisasi semakin
menguat. Di Irak, dengan mengendalkan internet, komputer, dan handphone, suku kurdi
semakin beradi mengajukan tuntutan-tuntutannya. Di arab Saudi dan Iran, gerakan demokrasi
yang semula merupakan baah tanah sudah sudah mulai berani bersuara. Di Mesir, dibawah
pemerintah otoriter, gerakan demokrasi ikhwanul Muslimin semakin mendapatkan ‘angin’
untuk mengibarkan bendera demokrasi dan mengerahkan gerakan massa revolusioener
hingga. Presidan Tunisia, Ben Ali, lebih dahulu terjungkal dari kekuasaan oleh gerakan
demokrasi serupa. Begitu juga halnya di Yama, Sudan, Aljazair, Maroko, dan negara lain di
kawasan itu, angin perubahan berhembus dari teknologi internet dan handphone.
Era keterbukaan informasi global yang ditandai, terutama dengan menjamurnya media
sosial baru, seperti google, facebook, youtobe, blog, dan twitter yang membuka jalan mulus
bagi globalisasi budaya, tidak hanya menyentuh unsur-unsur kebudayaan atau bidang
kehidupan tertentu, tetapi hampir di segala bidang kehidupan. Selain bidang pendidikan,
kebudayaan nasional, dan gaya pemerintahan, globalisasi budaya juga memberi pengaruh
terhadap hampir segala bidang. Boleh d ikatan demikian karena globalisasi budaya
menimbulkan dampak dalam perubahan pola pikir dan pola pikir manusia.
Hingga hari ini, belum ditemukan solusi yang sangat tepat untuk menangkal atau
menolak efek negatif globalisasi budaya secara sempurna. Namun demikian, tidak berarti
upaya untuk meminimalisasi efek tersebut muskil untuk dilakukan. Buktinya, pemerintahan
Singapura dan pemerintaha Myanmar cukup berhasil menolaknya dengan memblokir situs-
situs jaringan yang dinilai dapat merusak tatanan sosial budaya masyarakat. Hanya saja,
pemerintahan Myanmar masih tertutup terhadap perkembangan pengetahuan dan wawasan
dari luar. Rezim otoriter Husni Mubarak di Mesir hampir berhasil melakukan upaya yang
sama, namun menemui kegagalan karena keterlambatan memblokir ketika gerakan massa
revolusioner terlanjur sulit dikendalikan.
Guru dan dosen, sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, perlu ditingkatkan
peranannya, bukan hanya sebagai tenaga pengajar, melainkan juga sebagai pendidik. Mereka
tidak saja memiliki kompetensi mengajar, melainkan juga bertanggung jawab dalam
mengubah dan mengarahkan pandangan peserta didik untuk hidup berarah-bertujuan serta
bermakna. Guru dan dosen perlu memberikan keteladanan. Tidak ada pendidikan pendidikan
yang sangat berkesan di hati selain pendidikan dengan keteladanan yang baik dan contoh
yang benar. Singkat kata, mereka tidak sekedar meningkatkan kualitas kognitif, efektif, dan
psikomotorik peserta didik, tetapi juga bersedia menggerakan mereka untuk hidup secara
bermatabat, selaras dengan predikat intelektual yang disandangnya. Profesionalisme guru dan
dosen tidak cukup hanya diukur dengan ukuran-ukuran karakter. Tanpa ukuran karakter,
pendidikan berkarakter tidak akan dapat diselenggarakan.
Pada sisi lain, perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
demikian pesat juga perlu diimbangi dengan program-program pendidikan yang mampu
mendorong kreativitas dan inovasi. Dalam hal ini, aspek talenta dan bakat siswa perlu
dijadikan sebagai titik tekan perhatian untuk dikembangkan melalui pelatihan. Kebanggaan
terhadap budaya nasional pun tak kalah penting untuk dimiliki. Dalam hal ini, jepang boleh
dijadikan sebagai contoh. Meski maju di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta ekonomi,
bangsa jepang tetap memegang teguh dan memiliki kebanggaan atas nilai-nilai budaya
nasionalnya sendiri.
TUGAS KE-8
7. Jelaskan dampak globalisasi budaya terhadap bidang pendidikan dan terhadap budaya
nasional