LAPORAN KASUS
Diabetes Melitus dengan Hipertensi
dan Neuropati Diabetikum
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
Disusun oleh:
Sanyuki Khoirunnisa 21601101010
Ratna Dewi K. 21601101027
Dosen Pembimbing:
dr. H.R.M. Hardadi Airlangga, Sp. PD
dr. H. M. Henalsyah, M.Kes
1
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran
sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara yang baik dan
buruk. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Klinik dan
Lapangan pada kegiatan clerkship di Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam, yaitu dr.
H. R. M. Hardadi Airlangga, Sp.PD (Dosen Pembimbing Klinik) dan dr. H. M.
Henalsyah, M.Kes (Dosen Pembimbing Lapangan) yang memberikan bimbingan
dan arahan alam menempuh pendidikan ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini membahas tentang Diabetes Melitus dengan hipertensi yaitu
terkait definisi, klasifikasi, patofisiologi, faktor resiko, diagnosis, komplikasi,
planning dan monitoring.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan, saran,
dan usul untuk hasil yang lebih baik nantinya.
Sekian pengantar dari penulis, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
semua. Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar……………………………………………………………………..i
Daftar Isi………………………………………………………………………......ii
Daftar Tabel
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….......1
1.2 Tujuan………………………………………………………………………....3
1.3 Manfaat………………………………………………………………………..3
1.4 BAB 2 Laporan Kasus
2.1 Identitas Pasien……………………………………………………………….4
2.2 Anamnesis…………………………………………………………………….4
2.3 Pemeriksaan Fisik………………………………………………………….….5
2.4 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………….7
2.5 Diagnosis Kerja…………………………………………………………….….4
2.6 Planning dan Monitoring………………………………………………………4
BAB 3 Tinjauan Pustaka
3.1 Definisi Diabetes Melitus……………………………………………………10
3.2 Klasifikasi Diabetes Melitus…………………………………………………10
3.3 Patofisiologi Diabetes Melitus ………………………………………………11
3.4 Faktor Resiko Diabetes Melitus……………………………………………..13
3.5 Diagnosis Diabetes Melitus …………………………………………………14
3.6 Komplikasi Diabetes Melitus ………………………………………………16
3.7 Planning dan Monitoring Diabetes Melitus…………………………………18
3.8 Prognosis Diabetes Melitus…………………………………………………18
BAB 4 Pembahasan……………………………………………………………..23
BAB 5 Penutup
5.1 Kesimpulan……………………………………………………….…………25
5.2 Saran……………………………………………………….………………..25
Daftar Pustaka
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
kadar glukosa dalam darah atau yang disebut hiperglikemi, dimana tubuh tidak
Soewondo dkk (2010) dalam (Purwanti, 2013) sebanyak 1785 penderita Diabetes
diabetik (15%).
toleransi glukosa sebagai faktor resiko, juga dapat ditemukan faktor resiko
Melitus yang dapat di modifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang
2
kurang sehat, yaitu berat badan berlebih, kurangnya aktivitas fisik, dan hipertensi
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang menurut
(Pusat Data Dan Informasi Kemenkes RI, 2013). Tekanan darah sistolik
penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 adalah sebesar 31,7%. Prevalensi
(20,1%) (Pusat Data Dan Informasi Kemenkes RI, 2013). Prevalensi hipertensi di
darah yang di harapkan yaitu 130/80 mmHg, target optimalisasik kontrol status
glikemi dengan HbA1c < 7% dan modifikasi gaya hidup untuk menurunkan risiko
fisik, dan mengurangi konsumsi alkohol, juga penggunaan obat antihipertensi dan
Association, 2018).
nonmedis yaitu memodifikasi gaya hidup (diet serta olahraga) dan upaya medis
3
yaitu terapi insulin dan obat penurun gula. Perawatan dan pencegahan yang dapat
pada gaya hidup seperti olahraga secara teratur, istirahat cukup, mengkonsumsi
obat penurun kadar gula atau terapi insulin sesuai anjuran dokter, dan perubahan
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB II
LAPORAN KASUS
Rhonki Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -
14. Abdomen
I : dinding perut tampak datar
A : bising usus normal
P : supel, nyeri tekan (+), hepar tidak teraba, pembesaran lien (-)
P : timpani seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-)
15. Sistem Collumna Vertebralis :
I : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
P : nyeri tekan (-)
16. Ektremitas:
Atas : HKM, Edema (-/-), parese dextra (+)
Bawah : HKM, Edema (-/-), parese dextra (+)
17. Sistem genetalia : Tidak dievaluasi
7
Pemeriksaan Penunjang
1. GDS
Tanggal Hasil GDS (mg/dL)
18-03-2020 382
17-07-2020 142
14-08-2020 97
24-09-2020 128
23-10-2020 90
2. Faal Hepar
SGPT = 20 U/L (14 Agustus 2020)
3. Faal Ginjal
Asam Urat/Uric acid = 5,8 mg/dL (17 Juli 2020)
2.4. Resume
2.7 Diagnosa Kerja
Diagnosa klinis : Diabetes Militus Teregulasi + Hipertensi Terkontrol +
Neuropati + Abdominal Discomfort DD/ Dispepsia
2.8 Penatalaksanaan
Farmakologi:
Gabapentin 1 x 300 mg No.XXX
Lisonopril 1 x 10 mg No.XXX
Gliquidon 1 x 15 mg No.XXX
Paracetamol 500 mg No. XXX
Non Farmakologi
Menjaga pola makan, diet rendah gula, diet rendah lemak
Rutin control dan cek GDS serta cek tekanan darah
Olahraga
2.9 SOAP
8
Hari
S O A P
Tanggal
18 Maret Lemas sejak KU: Tampak lemas Diagnosa - Farmakologi:
2020 - 21 3 hari GCS: 4 5 6 (Compos mentis) klinis : DM, IVFD RA 28 tpm
Maret Makan HT Omeprazole 40 gr
VS :
Neurosanbe drip 1 ampul
2020 minum TD: 168/110 mmHg Diagnosa
berkurang HR:89x/mnt Banding :
Bangun RR: 19x/mnt General
tidur gelap T: 36oC weakness,
rasa mau SpO2 : 98 % nasal Low intake
pingsan (+) K/L/A/I/C/D (-)
Mual Thorax: C/P/Wheezing/Rhonki
muntah (-) (-)
RPD : DM Abdomen: Flat (+), supel (+),
nyeri palpasi
Extremitas: akral (+) edema (-)
GDA : 382
27 Maret KU: - GDS : 97 Diagnosa - Farmakologi:
2020 VS : klinis : DM Lantus
Teregulasi, Glimepirid 1 x 2 mg
TD: 135/80 mmHg
HT Metformin
HR: Lisinopril
RR: Amplodipin
Tax: Meloxicam
Betahistin
Paracetamol
23 April Kontrol GDP : 78 Diagnosa - Farmakologi:
2020 VS : klinis : Glimepirid
klinis : DM Meloxicam
TD: 130/70 mmHg
Teregulasi, Lisinopril
HR: HT Amlodipin
RR:
Tax:
2.10 PROGNOSIS
Dubia ad bonam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut.
diakibatkan oleh rusaknya sel-β pada pancreas. Diabetes melitus tipe-1 disebut
dengan kondisi autoimun oleh karena sistem imun pada tubuh menyerang sel-sel
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Diabetes melitus tipe-1 sering terjadi
pada masa anak-anak tetapi penyakit ini dapat berkembang pada orang dewasa
Diabetes melitus tipe-2 adalah jenis yang paling umum dari diabetes
melitus. Diabetes tipe-2 ditandai dengan cacat progresif dari fungsi sel-β pankreas
11
yang menyebabkan tubuh kita tidak dapat memproduksi insulin dengan baik.
Diabetes melitus tipe-2 terjadi ketika tubuh tidak lagi dapat memproduksi insulin
insulin. Pada diabetes melitus tipe-2 tubuh kita baik menolak efek dari insulin
Beberapa pasien dengan diabetes tipe ini akan tetap tidak terdiagnosis
selama bertahun-tahun karena gejala jenis ini dapat berkembang sedikit demi
sedikit dan itu tergantung pada pasien . Diabetes tipe-2 sering terjadi pada usia
pertengahan dan orang tua, tetapi lebih umum untuk beberapa orang obesitas yang
kehamilan, pada wanita normal atau yang mempunyai gangguan toleransi glukosa
Diabetes tipe lain ini disebabkan oleh karena kelainan genetik pada kerja
arena obat atau zat kimia dan juga sindroma penyakit lain (Kerner and Brückel,
2014).
dan adenosin trifosfat (ATP). Piruvat memasuki siklus asam trikarboksilat (TCA)
(b) Pada individu yang sehat, insulin terikat pada reseptor insulin yang memulai
diabetes, reseptor insulin menjadi tidak berfungsi dan GLUT4 sitoplasma tidak
sebelumnya yang memiliki riwayat penyakit yang sama. Kelainan pada gen ini
dapat mengakibatkan tubuh tidak dapat memproduksi insulin (Choi and Shi,
2001).
2.1.4.2 Obesitas
menjadi salah satu faktor risiko yang paling penting untuk diabetes melitus tipe-2.
2.1.4.3 Usia
intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal. Diabetes melitus
sering muncul pada usia lanjut pada usia lebih dari 45 tahun dimana sensitifitas
pengembangan diabetes. Penderita hipertensi memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi
14
adalah kondisi umum yang biasanya berdampingan dengan diabetes melitus dan
2.1.4.5 Merokok
2.1.4.6 Ras
Ada beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk
2.1.5. Diagnosis
Ada banyak keluhan yang terjadi pada pasien Diabetes melitus. Tes
diagnostik untuk diabetes melitus harus dipertimbangkan jika ada salah satu gejala
umum adalah poliuria, polidipsia, dan polifagia (Kerner and Brückel, 2014).
a. Polifagia
Polifagia adalah keadaan di mana pasien merasa lapar atau nafsu makan
mereka menurun. Kondisi ini terjadi karena glukosa dalam darah tidak dapat
ditransfer ke sel dengan baik oleh insulin. Sel perlu glukosa untuk menghasilkan
15
energi, karena glukosa terjebak dalam darah, keadaan inilah yang memicu respon
kelaparan ke otak.
b. Polidipsia
Keadaan ini merupakan efek dari polifagia. Glukosa yang terjebak dalam darah
c. Poliuria
air kecil yang berlebihan. Kondisi ini terjadi ketika osmolaritas darah
tinggi,sehingga perlu dibuang oleh ginjal. Ketika glukosa darah dibuang itu
membutuhkan air untuk menurunkan osmolaritas dari glukosa darah, inilah yang
memicu terjadinya poliuria. Keluhan lain yang mungkin termasuk adalah badan
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan.Tes diagnosis yang dapat digunakan untuk pasien diabetes dapat dibagi
Tabel. 3.1 Tes Diagnosis pada Pasien Diabetes Melitus (Sumber : American
Diabetes Association)
Tes Diagnosis Nilai
Gejala Klasik DM + Kadar Glukosa Darah ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Sewaktu
Gejala Klasik DM + Kadar Glukosa Darah ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa
Kadar Glukosa Darah 2 jam PP ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Selain tiga cara tes diagnostik tersebut, terdapat tes skrining untuk
mendeteksi orang dengan risiko tinggi terkena diabetes melitus tetapi belum
16
terinfeksi. Tes skrining dapat dilakukan dengan glukosa darah puasa dan
Melitus, 2011).
(mg/dl)
Kadar Glukosa Plasma Vena < 100 100-125 ≥126
Darah Puasa
(mg/dl)
Darah Kapiler < 90 90-99 ≥100
3.1.6. Komplikasi
yaitu:
a. Komplikasi Makrovaskular
adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
17
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
1
Hipertensi Stage 2 ≥160 ≥100
Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik
(Kemenkes, 2013).
b. Komplikasi Mikrovaskular
terglikasi menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh
a. Terapi
1. Edukasi
Diabetes melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
pemahaman pasien sehingga tercipta kesehatan yang maksimal dan optimal dan
normal, mencapai kadar serum lipid yang optimal, memberikan energi yang cukup
Standar dalam asupan nutrisi makanan seimbang yang sesuai dengan kecukupan
energi
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah asupan makanan dan
pola makan yang sama sebelum maupun sesudah diagnosis,serta makanan yang
tidak berbeda dengan teman sebaya atau dengan makanan keluarga. Jumlah kalori
umur, aktivitas fisik, stress metabolic, dan berat badan. Untuk penentuan status
3. Latihan Jasmani
sebanyak 3 - 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 -45 menit, dengan total
kurang lebih 150 menit perminggu. Latihan jasmani dapat menurunkan berat
melakukan kegiatan jasmani. Jika kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien
dan respons individual).dan jika >250 mg/dl dianjurkan untuk tidak melakukan
4. Terapi farmakologis
dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat hipoglikemik oral dan
pada penderita diabetes tipe-2, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe-1. Contohnya
kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan
dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup (PERKENI,
2015).
b. Injeksi Insulin
21
Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan obat hipoglikemik oral
gagal untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes.Pada pasien dengan
per-oral. Ada lima jenis insulin dapat digunakan pada pasien dengan diabetes
mellitus berdasarkan pada panjang kerjanya. Ada Insulin Kerja Cepat, Kerja
b. Monitoring
mampu mengukur kadar glukosa darahnya secara cepat dan tepat karena
mandiri dan kontrol glikemik. Pengukuran kadarglukosa darah beberapa kali per
preprandial, post prandial dan tengah malam sangat diperlukan untuk penyesuaian
dosis insulin. Perhatian yang khusus terutama harus diberikan kepada anak pra-
sekolah dan sekolah tahap awal yang sering tidak dapat mengenali episode
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien dengan riwayat penyakit dahulu
rasa tebal dirasakan pada ujung-ujung jari tangan maupun kaki. Namun, sekarang
rasa tebal tersebut mulai berkurang, hanya terjadi pada ujung-ujung kaki saja di
malam hari. Adanya keluhan ini disebabkan karena kadar gula darah yang tinggi
23
dapat terjadi gangguan pengiriman sinyal persarafan maka hal ini disebut dengan
kesemutan, rasa tebal, rasa terbakar, tajam, menembak dan lancip yang biasanya
nyaman pada perut yang sering terjadi pada malam hari diperkuat dengan adanya
nyeri tekan pada perut. Pasien DM dapat mengalami keluhan neuropati otonom
mmHg, jika diklasifikasikan menurut JNC VII masuk kategori Prehipertensi batas
hperinsulinemia, dilipidemia, dan hipertensi. Pada DM tipe ini, kadar insulin yang
tidak cukup kuat untuk mengkoreksi hiperglikemia, keadaan ini dapat dinyatakan
retensi natrium oleh tuybulus ginjal yang dapat menyebabkan hipertensi (Putra et
al, 2019).
Farmakologi:
Lisonopril 1 x 10 mg No.XXX
Gliquidon 1 x 15 mg No.XXX
BAB V
PENUTUP
5. 1 Kesimpulan
Pasien Ny. P dengan usia 69 tahun didapatkan diagnosa Diabetes Melitus
teregulasi dengan hipertensi terkontrol, neuropati, dan Abdominal discomfort
yang didapatkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien.
25
5. 2 Saran
Perlu menyampaikan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit
yang dialami dan cara menjaga kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Bays, H., Chapman, R. and Grandy, S. (2007). The relationship of body mass
61(5), pp.737-747.
Chawla, A., Chawla, R., & Jaggi, S. (2016). Microvasular and macrovascular
https://doi.org/10.4103/2230-8210.183480
Choi, B. and Shi, F. (2001). Risk factors for diabetes mellitus by age and sex:
pp.1221-1231.
82(966), pp.280-284.
pp.S64-S71.
Hardiman. 2009. Rapid acting insulin analogue merupakan satu langkah lebih
maju dalam terapi DM tipe-2 dalam kondisi gawat darurat maupun untuk
International Diabetes Federation (2017) IDF Diabetes Atlas Eighth Edition 2017,
Indonesia.Jakarta
Universitas Indonesia.
Schreiber, A. K., Nones, C. F., Reis, R. C., Chichorro, J. G., & Cunha, J. M.