Anda di halaman 1dari 10

285

Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dan Pribumi


dalam Penggunaan Bahasa

Lusiana Andriani Lubis


Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
Jl. Dr. A. Sofyan No.1 Kampus USU Medan, Indonesia – 20155
HP. 08126469794, e-mail: Lus1ana_andr1an1@yahoo.com

Abstract

The research is aimed to explain how perceptions of the Chinese and the natives towards
language in Medan. The objective of this study was to identify whether or not the language
doinfluence the Chinese and the natives in intercultural communication. This case study used
the descriptive qualitative method to describing and summarizingvarious situations, settings or
social realities that exist within the Chinese or the native societies in Medan. The sampling
technique used was snowball sampling, in order to seek informants” narrative. Besides, obser-
vations and archival research was also employed. The data analysis was written in the form of
inductive narrative, that is, case by case based on the categories formulated. The finding of this
study : the variety of languages has madeMedan a unique city and language is not something to
be raised as a question as long as those speakers who are communicating feel comfortable and
understand the messages conveyed.

Abstrak

Permasalahan kajian adalah bagaimana pengaruh komunikasi antarbudaya Tionghoa dan Pribumi
di kota Medan dalam penggunaan bahasa? Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan
bahasa Indonesia pada masing masing etnik Tionghoa dan Pribumi sebagai bahasa pemersatu di antara
etnik. Penelitian ini menggunakan kaedah deskriptif kualitatif melalui pendekatan studi kasus, dan teknik
penarikan sampelnya melalui teknik persampelan ‘bola salju’. Selain itu, peneliti mengadakan pengamatan
dan analisis dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini. Analisis data ditulis dalam bentuk naratif
induktif yaitu kasus demi kasus berdasarkan kategori yang telah dirumuskan. Hasil penting penelitian
menunjukkan bahwa keragaman bahasa di Medan suatu hal yang unik dan bukanlah sesuatu yang
perlu dipermasalahkan asalkan pihak-pihak yang berkomunikasi merasa nyaman dan faham akan pesan
yang disampaikan.

Kata kunci : Komunikasi Antarbudaya, Bahasa


286 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012, halaman 285-294

Pendahuluan simbol; (2) Merupakan sesuatu yang dihasilkan


oleh individu manusia; (3) Orang lain juga mem-
Budaya adalah gaya hidup unik suatu ke- berikan arti pada simbol yang dihasilkan tadi.
lompok manusia tertentu. Budaya bukanlah sesuatu Bahasa merupakan bentuk komunikasi
yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki verbal yang harus dimengerti dan dihargai fungsi-
oleh sebagian orang yang lainnya. Budaya dimiliki nya dalam berkomunikasi antarbudaya. Fungsi
oleh seluruh manusia dan dengan demikian seha- bahasa menurut Samovar dan Porter (2004:139-
rusnya budaya menjadi salah satu faktor pemer- 141), melayani dua kepentingan dalam fungsi bu-
satu. Pada dasarnya manusia-manusia mencip- daya. Bahasa berfungsi memelihara budaya dan
takan budaya atau lingkungan sosial mereka se- berfungsi sebagai medium untuk mentransmi-
bagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan sikan budaya kepada generasi baru. Fungsi-fungsi
biologis mereka. Individu-individu sangat cende- ini biasanya terkait dengan tujuan komunikasi,
rung menerima dan mempercayai apa yang dika- contohnya dalam banyak interaksi sosial meski-
takan budaya mereka. Mereka dipengaruhi oleh pun mengkomunikasikan ide adalah pertimbangan
adat dan pengetahuan masyarakat di mana mereka yang paling sedikit atau paling tidak relevan na-
tinggal dan dibesarkan, terlepas dari bagaimana mun mampu melayani beragam tujuan yang mem-
validitas objektif masukan dan penanaman budaya fasilitasi dan memelihara budaya, kebutuhan so-
ini pada dirinya. sial dan individual.
Individu-individu itu cenderung menga- Bahasa juga penting bagi semua aspek
baikan atau menolak apa yang bertentangan dengan interaksi manusia karena seperti kutipan dari Orbe
“kebenaran” kultural atau bertentangan dengan dan Harris (dalam Samovar dan Porter, 2004:
kepercayaan-kepercayaannya. Inilah yang sering- 139-141); “in its most basic form, language is
kali merupakan landasan bagi prasangka yang a tool humans have utilized, sometimes effec-
tumbuh di antara anggota-anggota kelompok lain, tively, sometimes not so effectively, to commu-
bagi penolakan untuk berubah ketika gagasan- nicate their ideas, thoughts, and feelings to
gagasan yang sudah mapan menghadapi tantangan. others”.
Persoalan yang sering muncul adalah salah dalam Bahasa memiliki signifikansi fungsi yaitu;
mempersepsi simbol-simbol yang ada baik verbal (1) Fungsi labeling untuk mengidentifikasi atau
maupun non verbal. memberi nama seseorang, obyek, atau tindakan,
Setiap budaya memberi identitas kepada sehingga pihak yang dinamai (dilabeli) tadi me-
sekolompok orang tertentu sehingga jika kita ingin mungkinkan terlibat dalam komunikasi; (2) Fung-
lebih mudah memahami perbedaan-perbedaan si interaksi berkaitan dengan sharing dan peng-
yang terdapat dalam masing-masing budaya ter- komunikasian ide dan emosi; (3) Fungsi transmisi
sebut paling tidak kita harus mampu untuk mengi- merupakan proses di mana kita menyampaikan
dentifikasi identitas dari masing-masing budaya informasi kepada orang lain.
tersebut yang antara lain terlihat pada; (a) komu- Bahasa tidak pernah berada dalam ruang
nikasi dan bahasa; (b) sistem komunikasi verbal yang netral. Foucault menambahkan bagaimana
maupun nonverbal yang membedakan suatu ke- pihak yang berkuasa dapat lebih memanipulasi
lompok dari kelompok lainnya seperti ; bahasa bahasa dengan ide yang dipancarkannya. Budaya-
verbal yang ada di seluruh dunia ini dan bahasa budaya yang berbeda memiliki sistem nilai yang
nonverbal yang sering dianggap bersifat universal berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan
namun perwujudannya sering berbeda secara hidup yang berbeda, juga menentukan cara ber-
lokal. komunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh
Bahasa verbal maupun nonverbal sebagai bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-
bentuk pesan yang digunakan oleh manusia untuk masing budaya. Sehingga sebenarnya dalam setiap
mengadakan kontak dengan realitas lingkungan- kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
nya, mempunyai persamaan dalam keduanya, mengandung potensi komunikasi antarbudaya
yaitu; (1) Menggunakan sistem lambang atau ataupun lintas budaya karena kita akan selalu
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dan Pribumi dalam Penggunaan Bahasa 287

berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang berapa faktor yaitu; (1) kata-kata memiliki lebih
lain, seberapa pun kecilnya perbedaan itu. dari satu makna; (2) banyak kata terikat budaya
Bahasa lazimnya dianggap sebagai faktor dan tidak dapat diterjemahkan langsung; (3) ori-
penting dalam komunikasi antarbudaya. Ini me- entasi budaya dapat membuat terjemahan lang-
mang sewajarnya, karena semua interaksi meli- sung menjadi tidak masuk akal; dan (4) mungkin
batkan bahasa verbal dan non verbal. Menurut suatu budaya tidak memiliki latar belakang pe-
Sarbaugh (1988); ngalaman yang memungkinkan terjemahan pe-
“Bentuk bahasa verbal dan non verbal yang ngalaman dari budaya lain (Mulyana, 2004:109-
dipertukarkan merupakan syarat penting untuk 110).
memulai komunikasi. Menurut beliau, bahasa Ferdinand de Saussure (1857-1913), se-
yang digunakan tidak sama akan menyebab- orang ahli bahasa kelahiran Swiss mengatakan
kan kita tidak mencapai maksud. Selain itu bahwa bahasa terkonseptualisasi sebagai sistem
“adanya kesukaran dalam menumpuhkan tanda yang dijelaskan melalui struktur yang bebas,
perhatian pada perbedaan bahasa yang sama baik dalam aspek bunyi dan grafik. Menurut beliau
adalah karena sifat saling bergantung bahasa bahwa “kebudayaan itu ada dalam bahasa yang
dengan aspek-aspek budaya lain mungkin digunakan sebagai alat berkomunikasi”. Artinya
tidak diperhitungkan (Darois, 1995:10)”. adalah bahasa ada signifikan sewaktu komunika-
Benjamin Whorf (1956) mengatakan bah- tor menyampakan ‘sesuatu’ yang benar-benar ter-
wa bahasa seseorang itu mempengaruhi tang- saji dalam ‘persepsi’ alat penghubung dan ‘sesu-
gapannya dan cara bahasa tersebut ditafsirkan. atu’ tersebut mewakili ‘sesuatu’ yang lainnya (da-
Oleh karena itu, bahasa membingkai komunikasi lam Purwasito, 2003: 198). Bahasa menjadi jan-
dengan secara langsung mempengaruhi isi dan tungnya pesan-pesan komunikasi. Bahasa me-
susunannya (dalam Darois, 1995:11). Pengguna- wujudkan pesan yang menjalankan fungsi ko-
an sistem simbol seperti bahasa verbal sehari-hari munikasi.
misalnya, dicatat sebagai suatu peristiwa komu- Realitas sosial yang berkembang dan
nikasi orang setiap harinya saling berhubungan temuan data-data penelitian yang terkumpul dari
daripada budaya yang sangat spesifik. Contoh- peneliti sebelumnya, bahasa memainkan peranan
nya, dalam mengucapkan atau memberi ‘salam’ penting dalam berinteraksi antara sesama etnik
banyak budaya berbeda dalam prakteknya. dalam satu kelompok maupun di luar kelompok.
Bahasa verbal tidak hanya meliputi ba- Sebagaimana temuan Latifah Pawanteh (2000:3)
gaimana kita berbicara dengan orang lain, tetapi yang mendapati bahwa “pelajar asal Jordan yang
juga kegiatan-kegiatan dalam berfikir dan pe- ada di Malaysia mengalami persoalan bahasa
ngembangan makna terhadap kata-kata yang di- Melayu yang sukar untuk difahami berbanding
gunakan. Bahasa verbal merupakan media utama pelajar asal Indonesia yang masih mempunyai
yang digunakan dalam berkomunikasi antarbu- banyak persamaan dalam peristilahan bahasa se-
daya untuk menyampaikan maksud dan objektif hingga tidak mengalami hambatan dalam ber-
melalui interaksi antara individu. Bahasa berfung- komunikasi. Sebaliknya pelajar asal Jepang lebih
si sebagai suatu mekanisme untuk berkomunikasi memilih berkomunikasi dengan etnik Tionghoa
dan sekaligus sebagai pedoman untuk melihat re- berbanding Melayu dan India karena lebih terbu-
alitas sosial. ka”.
Bahasa sebagai peta realitas budaya tidak Sama halnya dengan penelitian yang
dapat dialihkan secara sempurna ke dalam suatu dijalankan oleh Lee Su Kim (2003:2) menemukan
bahasa lain. Bahkan suatu katapun tidak selalu bahwa “budaya mempunyai hubungan yang ti-
secara tepat dapat dicarikan padanannya dalam dak dapat dipisahkan dengan bahasa. Bahkan
bahasa lain. Sedikit banyak ada perbedaan atau Ahmad Kamil Mohamad (1992:19) mengatakan
kelainan yang sangat sedikit pada bunyi, makna, “sistem simbol atau lambang verbal dan non ver-
warna, rupa, perasaan, dan lain-lain yang hilang bal berhubungan erat dengan penggunaannya
sewaktu suatu kata diterjemahkan ke dalam kata yaitu sistem budaya dan sistem sosial masyara-
dalam bahasa lain. Kesukaran ini disebabkan be- kat”.
288 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012, halaman 285-294

Selain itu, penemuan Liliweri (2003: 256) Medan Sumatera Utara merupakan suatu hal
bahwa “melalui bahasa yang difahami akan me- yang unik. Budaya asli seperti Melayu dan
ningkatkan saling pengertian antara pihak yang Batak Karo berkecenderungan menghilang.
berkomunikasi. Komunikasi dapat dikatakan ber- Komunitas etnik Tionghoa dan atau keturu-
kesan karena masing-masing pihak memahami nannya sebenarnya terbentuk kemudian. Mes-
pesan. Komunikasi antarbudaya akan berkesan kipun masyarakat etnik Tionghoa tidak juga
apabila setiap orang yang terlibat dalam proses dominan, tetapi mereka mampu membentuk
komunikasi tersebut mampu memposisikan dan budaya yang signifikan pengaruhnya bagi
memfungsikan komunikasi dalam suatu konteks masyarakat kota Medan. Interaksi antara et-
kebudayaan tertentu”. Hal ini seiring dengan pan- nis Tionghoa dengan pribumi masih sukar
dangan Rogers bahwa “para peserta dalam tin- berlangsung hingga kini di Medan. Ciri-ciri
dakan komunikasi harus mampu memahami ka- nyata ialah adanya kecenderungan yang kuat
rakter masing-masing dengan jalan untuk mem- daripada setiap etnik untuk mempertahan-
bangun pencitraan komunikasi sebagai ‘person kan identitasnya seperti dalam penggunaan
to person contact’ (Mulyana dan Rakhmat, 2000: bahasa daerah apabila berjumpa dengan ke-
76-77)”. lompok etniknya, merasa etniknya lebih baik
Temuan lainnya juga membuktikan bahwa berbanding etnik lain. Masing-masing etnik
untuk menyatukan seluruh bahasa etnik di Indo- berkecenderungan memandang norma dan
nesia digunakanlah bahasa Indonesia sebagaimana nilai-nilai kelompok budayanya (organisasi
yang dinyatakan dalam ‘Sumpah Pemuda 1928’ sosialnya) sebagai sesuatu yang mutlak dan
yang salah satunya adalah “Berbahasa Satu Bahasa dapat digunakan sebagai acuan untuk me-
Indonesia”. Hal ini juga harus disadari oleh etnik ngukur dan bertindak terhadap kelompok ke-
Tionghoa. Apalagi salah satu pelopor atau perintis budayaan lain.
lahirnya sumpah pemuda adalah seorang nasionalis Akibat dari kesalahpahaman tersebut
etnik Tionghoa yaitu Kwee Thiam Hong dengan banyak kita temui dalam berbagai kejadian yang
nama Indonesia yaitu Daud Budiman ( Jahja, 2002: mengandung potensi etnosentrisme, yang wujud
37-42). dalam bentuk konflik-konflik atau kerusuhan atau
Realitas di kota Medan menunjukkan ba- pertentangan antar etnik. Sebagai salah satu jalan
hasa adalah satu hal yang unik. Tulisan penulis di keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-
surat kabar Waspada 31 Maret 2008 mengatakan kesalahpahaman akibat perbedaan budaya adalah
bahwa “kita tidak dapat mempersoalkan etnik dengan mencoba untuk mengerti atau paling tidak
Tionghoa berbahasa Hokkien dan Mandarin di mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang la-
tempat-tempat umum bila berjumpa dengan ke- in, mengetahui prinsip-prinsip komunikasi lintas
lompok etniknya karena sadar atau sengaja atau- budaya dan mempraktekkannya dalam berkomu-
pun tidak sadar atau tidak sengaja kita pun me- nikasi dengan orang lain. Hal inilah yang menjadi
lakukan kesalahan yang sama menggunakan ba- salah satu dasar pertimbangan penelitian ini di-
hasa ibu ketika berjumpa dengan kelompok etnik jalankan dengan mengambil kasus Pribumi dan
sejenis pada tempat-tempat umum dan formal. Tionghoa yang ada di kota Medan.
Bukan berarti dengan menggunakan bahasa In-
donesia kita kehilangan bahasa ibu. Bahasa ibu Permasalahan
harus tetap kita jaga karena itu menunjukkan
identitas budaya satu etnik dan akan membuat Adapun masalah yang diteliti adalah apa-
kita semakin kaya akan keragaman bahasa”. kah bahasa mempengaruhi komunikasi antar-
Subanindyo (2006:26) dalam penelitian budaya masyarakat etnik Tionghoa dan Pribumi
disertasinya yang berjudul “Konflik Etnik di In- di kota Medan ?
donesia; Penelitian Kasus di Kota Medan” men-
dapati; Tujuan Penelitian
“Tidak terdapat dominasi etnik dan budaya (1) Untuk mengetahui masing-masing etnik
tertentu dan fenomena berbagai budaya di Tionghoa dan Pribumi tentang penggunaan bahasa
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dan Pribumi dalam Penggunaan Bahasa 289

di forum–forum formal (resmi) dan non formal masalahan. Tetapi apabila penulisan sudah ber-
(tidak resmi); (2) Untuk mengetahui pengaruh langsung, maka pemilihan informan berikutnya
penggunaan bahasa Indonesia pada masing- bergantung kepada keperluan penulisan. Teknik
masing etnik Tionghoa dan Pribumi sebagai bahasa bola salju ini menarik untuk digunakan karena ber-
pemersatu di antara etnik yang berbeda. manfaat dalam mewawancarai para informan
dengan mendalam (Kriyantono, 2006; Bungin ,
Metode Penelitian 2008; Mulyana, 2007).
Dengan berbekalkan panduan tersebut,
Metode penelitian yang digunakan ada- pertama sekali penulis bergerak ke Perkumpulan
lah metode kualitatif. Metode kualitatif tidak me- Tionghoa Medan untuk mendapatkan informasi
ngutamakan besarnya populasi atau sampel, teta- tokoh kunci (key informan). Namun di lapangan
pi bagaimana data dapat digali secara mendalam tidak semudah yang penulis harapkan, mereka
dari para informan meskipun jumlah populasi atau kurang bersahabat sebab ada rasa kuatir penelitian
sampelnya sangat terbatas. Jika data yang terkum- ini ada kaitannya dengan politik. Penulis diarahkan
pul sudah mendalam dan dapat menjelaskan fe- pada satu nama yaitu Nuraini yang merupakan
nomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari Bendahara Himpunan Peleburan Muslim Tionghoa
sampling lainnya. Di sini yang lebih ditekankan Indonesia (HPMTI-SUMUT). Dari Nuraini seba-
adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan gai tokoh kunci banyak informasi yang penulis da-
banyaknya (kuantitas) data. Dalam riset kualitatif, patkan dan juga beberapa nama untuk dijumpai
periset adalah bagian integral dari data, artinya untuk keperluan wawancara. Untuk informan Ti-
periset ikut aktif dalam menentukan jenis data yang onghoa ada sedikit kesulitan dalam mengadakan
diinginkan (Kriyantono, 2006: 57). temu janji dan mewawancarainya disebabkan ba-
Metode kualitatif yang dijalankan meng- hasa yang kurang difahami serta perasaan agak
gunakan pendekatan studi kasus. Di mana seorang emas dari informan untuk bekerja sama dalam
peneliti harus mengumpulkan data setepat- memberikan jawaban atas pertanyaan yang
tepatnya dan selengkap-lengkapnya dari kasus diajukan. Sementara itu, untuk informan Pribumi,
tersebut unuk mengetahui sebab-sebab yang se- penulis tidak begitu sukar untuk menjumpainya dan
sungguhnya bilamana terdapat aspek-aspek yang melaksanakan wawancara. Keseluruhan infor-
perlu diperbaiki. Penelitian studi kasus mempu- man sebagaimana yang terdapat dalam sub bab
nyai ciri yang bersifat holistik. Metode ini mengang- penemuan data berikut.
gap kasus sebagai entitas menyeluruh dan bukan Sebelum ke lapangan, ada beberapa kri-
sebagai kumpulan bagian-bagian (atau kumpulan teria tertentu untuk menentukan para informan,
skor mengenai variabel). Jadi, hubungan antara yaitu; (1) penduduk Tionghoa dengan Pribumi yang
bagian-bagian dalam keseluruhan itu dipahami merupakan warganegara Indonesia; (2) memiliki
dalam konteks keseluruhan, bukan dalam konteks KTP (Kartu Tanda Penduduk); (3) hidup menetap
pola-pola umum kovariasi antara variabel-variabel di kawasan tersebut lebih dari tiga tahun karena
yang menandai anggota-anggota suatu populasi diperkirakan sudah saling mengenal dan berin-
unit-unit yang sebanding. Selain itu, hubungan teraksi sesama masyarakat; (4) informan merupa-
sebab-akibat dipahami sebagai perkiraan. Sifat kan keluarga (suami, isteri ataupun anak yang telah
lain metode berorientasi kasus memungkinkan dewasa yang bisa bertanggungjawab terhadap
peneliti menafsirkan kasus-kasus secara historis jawaban yang diberikan).
dan merumuskan pernyataan mengenai asal-mula Penelitian lapangan dilakukan dengan wa-
perubahan kualitatif yang penting dalam situasi- wancara mendalam dan pengamatan langsung
situasi yang spesifik (Kriyantono, 2006). terhadap objek penelitian di lokasi penelitian.
Adapun teknik pengambilan sampel yang Dengan berpedoman kepada pendapat Spradley
digunakan adalah teknik snowball sampling (1980:3), ketika pelaksanaan wawancara
(teknik bola salju). Dengan teknik ini, dari mana mendalam penulis melakukan learning by peo-
atau dari siapa ia dimulakan tidak menjadi per- ple (belajar dari masyarakat) dan bukan study of
290 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012, halaman 285-294

people (mengkaji masyarakat) sebab peneliti ada- berbeda dari yang dilihat di Padang, Jawa,
lah bagian dari masyarakat tersebut. Pengumpulan Bandung, di Siantar atau Tanah Karo Suma-
data wawancara di lapangan berlangsung lebih tera Utara, mereka menggunakan bahasa etnik
kurang empat bulan yaitu mulai Februari hingga daerah tersebut ataupun bahasa Indonesia,
Mei 2009. sehingga saya dapat mengenali etnik Tiong-
Analisis data disajikan dalam bentuk nara- hoa di luar Medan. Dengan etnik pribumi di
tif induktif yaitu dengan cara; a) Mencatatkan Medan, etnik Tionghoa berbicara kalau ada
segala peristiwa yang terjadi; (b) Berusaha mema- keperluannya atau ada kepentingannya saja
haminya dari sudut pandang orang-orang yang dan sudah tentu menggunakan bahasa Indo-
diwawancarai; (c) Memberikan perhatian pada nesia.”
faktor- faktor yang berhubungan satu sama lain; Ketika hal ini penulis tanyakan kepada
(d) Melakukan analisis terperinci mengenai ka- Sofyan Tan (50 tahun), beliau kurang bersetuju
sus per kasus dan situasi tertentu (Daymon, 2007: dengan anggapan yang diberikan kepada etnik
162). Tionghoa Medan. Rekaman wawancara dengan
beliau seperti berikut;
Hasil penelitian dan Pembahasan “Etnik Tionghoa di Medan bukan tidak mau
berbahasa Indonesia, tetapi karena tidak ada-
Dari data wawancara yang terkumpul, nya suku etnik yang dominan menyebabkan
hampir keseluruhan informan Tionghoa aktif boleh saja penggunaan bahasa Hokkian dan
berkomunikasi dengan sesama etnik Tionghoa Mandarin. Bahkan etnik pribumi di Medan
menggunakan bahasa Hokkian dan Mandarin. menjadi contoh apabila berjumpa sesama
Kalaupun mereka menggunakan bahasa Indone- kelompok satu etnik, mereka menggunakan
sia, melihat situasi dan keadaannya seperti di bahasa etniknya. Jadi jangan disalahkan etnik
sekolah dan di tempat tempat formal. Alasannya, Tionghoa berbahasa Hokkian dan Mandarin
lebih nyaman dan pesan yang disampaikan dapat jika berkomunikasi sesama etniknya”.
sama-sama difahami. Hal ini mewujudkan pro Meskipun demikian, Sofyan Tan mene-
dan kontra antara informan yang penulis wa- gaskan bahwa keragaman bahasa ‘jangan menjadi
wancara. Seperti pengakuan beberapa informan permasalahan. Beliau mengatakan;
di bawah ini. “Di daerah lain misalnya Karo dan Pematang
Menurut Eka (32 tahun), Desiani (35 ta- Siantar, etnik Tionghoa berusaha mempelajari
hun), Abu Huzaifah (30 tahun), Dedi Sianturi (32 bahasa etnik daerah tersebut dan ternyata et-
tahun), dan Faisal (19 tahun), mengatakan bahwa; nis Tionghoa mampu berkomunikasi dengan
“Warga Tionghoa kalau berjumpa sesama menggunakan bahasa daerah tersebut. Kami
etniknya aktif menggunakan bahasa Hokkian menyadari bahwa melalui bahasa yang sama-
atau Mandarin. Mereka tidak peduli dengan sama difahami interaksi semakin akrab dan
situasi persekitarannya. Kami tidak faham apa komunikasi menjadi lancar. Tetapi untuk di
yang mereka katakan dengan bahasa tersebut. Medan menurut saya, biarlah identitas itu
Pada umumnya etnik Tionghoa kurang aktif muncul seadanya dengan keragaman bahasa
berkomunikasi dengan pribumi. Kalaupun ada, tetapi diikat dengan satu kesatuan falsafah
itupun karena berhubungan dengan masalah negara ‘Bhineka Tunggal Ika’. Sofyan Tan
kepentingan-kepentingan perdagangan yang mengilustrasikannya seperti makan ‘gado-
bersifat umum saja seperti yang berhubungan gado’ yang bercampur antara tauge, kacang
dengan masalah pekerjaan dan jual beli”. panjang, kol, tahu, tempe, timun dan kuah
Menurut Lia Dahmalia (43 tahun); kacangnya, tetapi dapat dirasakan yang mana
“Warga Tionghoa di Medan mendominasi rasa kacang, tahu, tempe dan lain-lainnya tan-
dalam penggunaan bahasa Tionghoa di mana- pa mengubah identitasnya”.
mana apabila bertemu dengan sesama et- Di sisi lain, ada yang menarik dari tokoh
niknya. Hanya di tempat umum mereka meng- masyarakat Tionghoa yang penulis wawancara,
gunakan bahasa Indonesia. Pengamatannya yaitu Gunawan (49 tahun-Tionghoa).
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dan Pribumi dalam Penggunaan Bahasa 291

“ Sebagai warga Indonesia sudah semestinya saya karena menggunakan bahasa Indonesia
kita menggunakan bahasa Indonesia ketika dan dikatakan saya bukan lagi Tionghoa. Me-
berinteraksi dengan sesama etnik, tidak reka mau berinteraksi dan bercakap dengan
terkecuali sesama dalam kelompok atau luar saya kalau saya mau menggunakan bahasa
kelompok. Saya berbahasa Indonesia de- Hokkian atau Mandarin. Tentu saja saya ti-
ngan etnik Tionghoa tidak terkecuali di mana- dak bersetuju dengan sikap mereka. Bagi sa-
pun saya berada sebagai bahasa sehari-hari, ya, bahasa bukan masalah, yang utama saya
apalagi dengan etnik pribumi. Saya sering di- nyaman dan terhindar dari kesalahfahaman
benci oleh etnik Tionghoa dan dikatakan su- dan komunikasi dapat dimengerti”.
dah tidak asli Tionghoa, tetapi saya tidak pe- Seterusnya Vincen Wijaya (50 tahun-tokoh
duli”. nasionalis Tionghoa) beliau juga menegaskan
Berikut, hal yang bersamaan juga di- pendapatnya tentang ‘bahasa jangan dijadikan
katakan oleh Karen (22 tahun) dan Christina (21 masalah’;
tahun), kedua-duanya pelajar di Universitas Su- “Penggunaan bahasa, saya menyadari bahwa
matera Utara. masing- masing etnik memiliki bahasa ibunya
Rekaman wawancara dengan Karen; tersendiri dan itu adalah hak setiap individu
“Sesama dalam kelompok saya selalu meng- dan jangan jadikan masalah. Permasalahan-
gunakan bahasa Indonesia khususnya di tem- nya adalah disebabkan kita tinggal di negara
pat umum karena hal ini sudah dibiasakan Indonesia maka kita harus menggunakan
dalam keluarga. Apalagi dengan warga pri- bahasa yang sama-sama difahami oleh semua
bumi, sudah pasti menggunakan bahasa In- bangsa yaitu bahasa Indonesia. Di negara-
donesia. Percakapan tentang apa-apa saja negara luar juga melakukan hal yang sama.
yang perlu dibahaskan atau diskusikan seper- Kesadaran inilah yang penting bagi setiap
ti pelajaran di kampus, masalah teman-teman, masyarakat etnik Tionghoa khususnya”.
masalah pribadi dan keluarga termasuk da- Berdasarkan data wawancara dan penga-
lam percakapan tersebut. Saya merasakan matan penulis terhadap beberapa informan seperti
lebih nyaman berinteraksi dengan pribumi Karen, Christina, Gunawan, Sofyan Tan, dan Vin-
berbandingkan dengan sesama Tionghoa. cen Wijaya, apa yang mereka katakan ada benar-
Perlu diketahui bahwa teman akrab saya ada- nya. Bahkan yang menarik lagi adalah pada Vin-
lah etnik pribumi. Bagi saya, bahasa sangat cent Wijaya, pengamatan penulis sewaktu ber-
penting karena salah sedikit boleh mewu- kunjung ke rumahnya, beliau dengan anak-anak
judkan konflik karena pesan yang ingin di- di rumah menggunakan bahasa Indonesia bukan
sampaikan tidak jelas. Penggunaan bahasa bahasa Hokkian atau Mandarin. Menurutnya, hal
yang sama-sama difahami akan lebih baik ini dilakukan agar anak-anaknya tidak asing de-
untuk menghindari kesalahfahaman dan ko- ngan bahasa Indonesia. Bahkan menurut penga-
munikasi menjadi lebih berkesan”. kuannya anak-anaknya mengikuti les privat baha-
Cristina (21 tahun), juga mengatakan; sa Indonesia agar anak-anaknya mampu meng-
“Sesama etnik Tionghoa saya selalu menggu- gunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
nakan bahasa Indonesia khususnya di tempat Dari realitas sosial yang berkembang dan
umum karena hal ini sudah dibiasakan dalam data-data yang dikumpul, penulis sadar bahwa
keluarga di kampung Sidikalang yang mayo- bahasa memainkan peranan penting dalam berin-
ritasnya Batak. Apalagi dengan warga pribu- teraksi antara sesama etnik dalam kelompok mau-
mi, sudah pasti menggunakan bahasa Indo- pun di luar etnik. Kalaupun sebagian informan
nesia. Percakapan tentang apa-apa saja yang merasakan bahasa yang tidak difahami menyebab-
perlu dibahaskan atau diskusikan seperti pe- kan terjadi salah faham terhadap pesan dan juga
lajaran di kampus, masalah teman-teman, kesan pandangan miring terhadap satu etnik. Hal
masalah pribadi dan keluarga. Teman-teman inilah yang perlu diperhatikan kedepannya dengan
sekampus dari etnik Tionghoa marah kepada keadaan kota Medan yang multibahasa.
292 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012, halaman 285-294

Sebagaimana penelitian yang dijalankan hirnya sumpah pemuda adalah seorang nasiona-
oleh Latifah Pawanteh (2000:3) yang mendapati lis dari etnik Tionghoa yaitu Kwee Thiam Hong
bahwa “pelajar asal Jordan yang ada di Malaysia dengan nama Indonesia yaitu Daud Budiman
mengalami permasalahan bahasa melayu yang (Jahja, 2002:37-42).
sukar untuk difahami berbanding pelajar asal In- Jika hal ini dikaitkan dengan tujuan pene-
donesia yang masih mempunyai banyak persama- litian, adalah suatu hal yang tidak perlu diperma-
an dalam peristilahan bahasa sehingga tidak me- salahkan mengenai bahasa ini asalkan tahu meng-
ngalami hambatan dalam berkomunikasi. Seba- gunakannya di tempat resmi ataukah tidak resmi.
liknya pelajar asal Jepang lebih memilih berko- Bahasa daerah atau bahasa ibu tidak mesti diha-
munikasi dengan etnik Cina berbanding Melayu puskan melainkan baik digunakan pada tempat-
dan India karena lebih terbuka”. tempat yang tidak resmi seperti pertemuan kelu-
Sama halnya dengan penelitian yang arga, kelompok atau organisasi satu etnik, dan
dijalankan oleh Lee Su Kim (2003:2) yang menda- lainnya agar generasi muda etnik tersebut menge-
pati bahwa “budaya mempunyai hubungan yang tahui identitasnya. Bahkan penulis ada menulis-
tidak dapat dipisahkan dengan bahasa. Bahkan kan satu tulisan di surat kabar Waspada 31 Maret
Ahmad Kamil Mohamad (1992:19) bahwa sistem 2008, yang intinya adalah bahwa “kita tidak da-
simbol berkait rapat dengan penggunaannya yaitu pat mempersoalkan etnik Tionghoa berbahasa
sistem budaya dan sistem sosial masyarakat”. Hokkian dan Mandarin di tempat-tempat umum
Selain itu, penulis juga bersetuju dengan bila berjumpa dengan kelompok etniknya karena
pendapat Liliweri (2003: 256) bahwa “melalui ba- sadar atau sengaja ataupun tidak sadar atau tidak
hasa yang difahami akan meningkatkan saling sengaja kita pun melakukan kesalahan yang sama
pengertian antara pihak-pihak yang berkomu- menggunakan bahasa daerah ketika berjumpa
nikasi. Komunikasi dapat dikatakan berkesan ka- dengan kelompok satu etnik pada tempat-tempat
rena masing-masing memahami pesan. Komuni- umum atau formal. Bukan berarti dengan meng-
kasi antarbudaya akan berkesan apabila setiap gunakan bahasa indonesia kita kehilangan baha-
orang yang terlibat dalam proses komunikasi ter- sa ibu. Bahasa ibu harus tetap kita jaga karena itu
sebut mampu memposisikan dan memfungsikan menunjukkan identitas budaya satu etnik dan akan
komunikasi dalam suatu konteks kebudayaan membuat kita semakin kaya akan keragaman
tertentu”. Hal ini seiring dengan pandangan Rogers bahasa”.
bahwa “para peserta dalam tindakan komunikasi
harus mampu memahami karakter masing-masing Simpulan
dengan jalan untuk membangunkan imej komu-
nikasi sebagai ‘person to person contact’ (dalam Berdasarkan pembahasan di atas, bahasa
Mulyana dan Rakhmat, 2000: 76-77)”. memainkan peranan penting dalam berinteraksi
Dengan demikian, berdasarkan data wa- antara sesama etnik dalam kelompok (in group)
wancara, tinjauan terotis dan pengamatan penulis maupun di luar etnik sejenis (out group). Untuk
dapat dikatakan bahwa mengingat Indonesia me- kasus kota Medan, bahasa yang tidak difahami
rupakan masyarakat multibahasa dengan keber- masyarakat Pribumi tentang bahasa hokian atau
bagaiannya yang ditinjau dari sudut pandangan mandarin yang digunakan oleh etnik Tionghoa
etnik dan budaya, masing-masing etnik memiliki menyebabkan terjadi salah faham terhadap pesan
bahasa daerah (bahasa ibu) yang serupa dengan dan juga kesan pandangan miring terhadap etnik
budaya yang melatarbelakanginya. Walhal, ke- Tionghoa itu sendiri. Sebaliknya demikian juga
ragaman bahasa menjadikan Indonesia ‘unik’. yang ada dalam pandangan etnik Tionghoa me-
Untuk menyatukan seluruh bahasa etnik diguna- ngenai bahasa daerah yang digunakan oleh Pribumi.
kanlah bahasa Indonesia sebagaimana yang di- Hal inilah yang perlu diperhatikan ke depannya
nyatakan dalam ‘Sumpah Pemuda 1928’ yang dengan keadaan kota Medan yang multibahasa.
salah satunya adalah “Berbahasa Satu Bahasa In- Selanjutnya, untuk kasus kota Medan
donesia”. Hal ini juga harus disadari oleh etnik yang multibahasa ditemukan bahwa bahasa daerah
Tionghoa. Bahkan satu pelopor atau perintis la- atau bahasa ibu tidak mesti dihapuskan melainkan
Lubis, Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dan Pribumi dalam Penggunaan Bahasa 293

baik digunakan pada tempat-tempat yang tidak Latifah Pawanteh, 2000, Away from Home and
resmi seperti pertemuan keluarga, organisasi ke- Still at Home : Intercultural Adaptation of
lompok satu etnik, dan lainnya agar generasi muda International Students in Malaysia, Jour-
tersebut mengetahui dan tidak kehilangan akan nal World Communication, Volume 29
identitas etnik atau budaya individu dan kelom- No. 3. hal.48-66.
poknya . Lee, Su Kim, 2003, Exploring the Relationship
Selain itu juga yang tidak kalah menarik Between Language, Culture and Identity,
adalah didapati bahwa keragaman bahasa di kota Journal of Languages Studies,Volume
Medan menjadikan Medan unik karena bahasa 3.No.2. hal.1-13.
dirasakan bukanlah sesuatu hal yang perlu di- Liliweri, Alo, 2003, Dasar-Dasar Komunikasi
jadikan masalah asalkan pihak-pihak yang ber- Antara budaya, Pustaka Pelajar, Yogya-
komunikasi tahu menempatkan di mana bahasa karta.
daerah (bahasa ibu) tersebut digunakan dan bahasa Lubis, Lusiana Andriani, 2011, Persepsi Su-
Indonesia, sehingga semua pihak yang terlibat kubangsa Tionghoa dan Peribumi ter-
merasakan kenyamanan (Lubis, 2011). hadap Interaksi Komunikasi antara Budaya
di Sumatera Utara: Satu Kajian Kasus di
Ucapan Terima Kasih Bandar Medan, Disertasi (PhD), Uni-
versiti Sains Malaysia.
Penulis dalam kesempatan ini mengu- Lubis, Lusiana Andriani, 2008, Menjembatani
capkan terima kasih kepada Prof. Dr. Badaruddin Sekat-sekat Komunikasi di antara Etnik
MSi selaku Dekan FISIP USU. Juga kepada re- Tionghoa dan Pribumi, Waspada, 31
kan-rekan di Magister Ilmu Komunikasi atas sum- Maret.
bang sarannya. Tidak lupa, ucapan terima kasih Moleong, Lexy J., 2000), Metodologi Peneliti-
juga disampaikan kepada para informan, khusus- an Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Ban-
nya ibu Nuraini sebagai Key Informan atas waktu dung.
dan kerjasamanya dalam menelusuri para infor- Mulyana, Deddy, dan Rakhmat, Jalaluddin, 2000,
man penelitian. Komunikasi Antara Budaya: Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang
Daftar Pustaka Berbeda Budaya, Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Ahmad Kamil Mohamed, 1992; Kejayaan Ber- Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin, 2004,
komunikasi Dalam Era Masyarakat In- Komunikasi Efektif, Remaja Rosda-
formasi, Nurin Enterprise, Kuala Lumpur. karya, Bandung.
Bungin, Burhan, 2008, Metodologi Penelitian Mulyana, Deddy, dan Solatun, 2007, Kaedah Pe-
Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi dan nelitian Komunikasi: Contoh-contoh
Dasar Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Penelitian Kualitatif dengan Pendeka-
lain, Kencana Prenada Media Group. tan Praktis, Remaja Rosdakarya, Ban-
Daymon, Christine dan Immy Holloway, 2007, dung.
Communicating with Strangers, Mc. Purwasito, Andrik, 2003, Komunikasi Multi-
Graw Hill Companies, New York. budaya, Muhammadiyah University Press,
Darois, Zainon, 1995, Komunikasi Antara bu- Surakarta.
daya, Kementerian Pendidikan Malaysia, Samovar, L.A dan Porter, Richard E., 2004,
Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lum- Intercultural Communication, 10th (ed).,
pur. Wadsworth Publishing Company, Bel-
Junus, Jahja H., 2002, Peranakan Idealis, Gra- mont California.
media, Jakarta. Sarbaugh, L.E., 1988, Intercultural Communi-
Kriyantono, Rachmat, 2006, Teknik Praktis cation, Mila Citation, New Brunswick,
Riset Komunikasi, Kencana, Jakarta. N.J. USA.
294 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012, halaman 285-294

Spradley, James P., 1980, Participant Observa- dan, Disertasi (PhD), Jabatan Antropologi
tions, Rinehart and Winston, New York. dan Sosiologi, Fakulti Sastera dan Sains
Hadiluwih, Subanindyo, 2006, Konflik Etnik di Sosial, Universiti Malaya, Malaysia.
Indonesia: Kajian Kes di Bandaraya Me-

Anda mungkin juga menyukai