Anda di halaman 1dari 12

AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

KONSTRUK ILMU TAKHRĪJ AL-HADĪTS


Oleh: Rahendra Maya*

Abstrak
al-Qur’an al-Karīm dan Hadits atau Sunnah Rasulullah adalah dua sumber primer
dan asasi dalam Islam. Hal ini selain telah menjadi konsensus (ijmā’) umat, juga telah
menjadi sebuah keyakinan (i’tiqād) yang bulat dan mapan (taken for granted), tidak boleh
diganggu gugat.
Menurut al-‘Utsaimin, seorang yang menjadikan al-Qur’an sebagai dalil, ia hanya
membutuhkan satu perangkat penelitian (nazhar), yaitu penelitian tentang hukum yang
dikandung oleh nash al-Qur’an (al-nazhar fī dalālah al-nash ‘alā al-hukm), tidak
membutuhkan penelitian terhadap musnad atau transmisi periwayatannya, karena al-Qur’an
diriwayatkan secara mutawatir, lafazh maupun maknanya (lafzhan wa ma’nan). Sedangkan
bagi orang yang ingin menjadikan hadits sebagai dalil, maka ia membutuhkan dua perangkat
penelitian sekaligus, yaitu: Pertama; penelitian tentang orisinilitas dan validitas hadits (al-
nazhar fī tsubūtihā ‘an al-Nabī ); apakah benar berasal dari Rasulullah , karena tidak
setiap hal yang disandarkan kepada beliau adalah benar. Kedua; penelitian tentang
hukum yang dikandung oleh nash hadits.
Untuk itulah, maka penelitian terhadap suatu hadits guna mengetahui tingkat
validitasnya sangat signifikan, agar suatu hadits dapat diketahui apakah ia dapat dijadikan
hujjah atau tidak dalam menetapkan hukum. Ini berarti mengadakan penelitian ulang
terhadap hadits-hadits, terutama dari segi sanadnya yang ditempuh dengan metode takhrīj.
Takhrīj pada prinsipnya adalah upaya meneliti kembali atau mengeluarkan suatu hadits dari
kitab-kitab hadits, untuk menganalisis keadaan sanadnya, baik aspek kesinambungan
transmisi perawi maupun tingkat kredibilitas para perawi. Dengan demikian akan diketahui
tingkat validitas hadits. Begitulah model takhrīj ini –sebagai suatu penelitian ulang–
terhadap hadits-hadits yang sudah terhimpun dalam kitab-kitab hadits memerlukan
kesungguhan dan ketelitian.

Keywords: takhrīj, ilmu takhrīj hadits, dan metodologi takhrīj

A. Definisi Takhrīj Sedangkan menurut para ahli hadits,


Secara etimologis (bahasa), takhrīj secara umum terma takhrīj setidaknya
berasal dari akar kata kharraja-yukharriju- dipergunakan untuk tiga hal berikut:
takhrījan yang memiliki beberapa makna, 1. Takhrīj adalah sinonim (murādif) dari
di antaranya berarti: melatih (al-tadrīb), terma ikhrāj, berarti menampakkan
mengajarkan (al-ta’līm), menyimpulkan hadits kepada orang lain dengan
(al-istinbāt), mengarahkan (al-taujīh), menyebutkan tempat pengambilannya
memperlihatkan (al-izhhār), dan me- (ibrāz al-hadīts li al-nās bi dzikr
nampakkan (al-ibrāz).1 makhrajihi), yaitu sanad atau
transmisi para perawinya;
* Dosen Tetap Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 2. Takhrīj berarti mengeluarkan hadits
STAI Al-Hidayah Bogor. dan meriwayatkannya dari kitab-kitab
1
al-Thahhān, Mahmūd. Ushūl al-Takhrīj wa (ikhrāj al-ahādīts min buthūn al-
Dirāsah al-Asānīd. Maktabah al-Ma’ārif: kutub wa riwāyatuhā);
Riyadh, 1996, hlm. 7-8. Bakkār, Muhammad
3. Takhrīj berarti dalālah, maksudnya
Mahmūd. ‘Ilm Takhrīj al-Ahādīts (Ushūluhu,
Tharā’iquhu, Manāhijuhu). Dār Thayyibah: menunjukkan sumber-sumber asli
Riyadh, 1997, hlm. 10. Jum‘ah, ‘Imād ‘Alī. atau primer hadits dan menyandarkan
Ushūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd al- kepadanya (al-dalālah ‘alā mashādir
Muyassarah. Dār al-Muslim: Riyadh, 2004, hlm. al-hadīts al-ashliyyah wa ‘azwuhu
5.

Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts... 183


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

ilaihā), yaitu dengan menyebutkan B. Penjelasan Definisi Takhrīj


penyusun yang pernah meriwayat- Berdasarkan definisi yang banyak
kannya.2 dipakai dari takhrīj secara terminologis, ada
beberapa hal penting yang dapat
Berdasarkan arti yang ketiga ini, disimpulkan6:
takhrīj sebagai salah satu disiplin ilmu
1. “Menunjukkan tempat atau letak
hadits secara istilah atau terminologis dapat
hadits...”, maksudnya menyebutkan


        !" #$ %
didefinisikan sebagai:
kitab-kitab yang memuat hadits.

' () * % +$ ,


 !" !& terdapat ungkapan semacam ُ َ َ 
ْ ‫َأ‬
Di dalam kitab tersebut biasanya

ِ 
ِ ْ 
ِ
َ
ْ ِ ‫ا َُْ ِري‬, bahwa hadits
“Ilmu yang menyebutkan sumber- tersebut ditakhrīj (dikeluarkan) oleh
sumber sebuah hadits, baik disertai al-Bukhārī dalam Shahīhnya.
penetapan status hukum haditsnya 2. “...pada sumber-sumber primer-
maupun tidak.”3 nya...”, maksudnya kitab-kitab
sebagai berikut:
Atau dengan ungkapan lain yang
a. Kitab-kitab sunnah yang dihimpun

-! ./    !01 2 3%  ' 


banyak digunakan adalah:
penyusunnya setelah menerima

 " $ 4 -56!" * 78 9) .7: 



langsung dari guru-gurunya

8   5% *7;< 


berikut sanad-sanadnya yang
bersambung hingga sampai kepada
Nabi .
“Menunjukkan tempat atau letak Seperti kitab-kitab induk hadits
hadits pada sumber-sumber primer yang enam (al-kutub al-sittah),
yang mentakhrījnya beserta Muwaththa’ Mālik, Musnad
sanadnya, kemudian menjelaskan Ahmad, Mustadrak al-Hākim,
martabat atau status hukumnya jika Mushannaf ‘Abdur Razzāq, dan
diperlukan.”4 lainnya.
b. Kitab-kitab sunnah pendamping
Bahkan ada pula yang mendefinisi- (kutub al-sunnah al-tābi‘ah) bagi
kannya dengan ungkapan yang singkat kitab-kitab primer tersebut di atas.

*!"7 ./ -5 =!>!"    ?@AB   C


sebagai: Seperti kitab yang menghimpun
sejumlah kitab induk tersebut di
atas, misalnya kitab al-Jam’ baina
“Seorang penyusun kitab al-Shahīhain karya al-Humaidī ,
menyebutkan hadits yang terdapat atau kitab yang menghimpun
dalam kitabnya beserta hadits-hadits yang disebut awal
sanadnya.” 5 matannya saja (al-athrāf),
misalnya kitab Tuhfah al-Asyrāf bi
Ma’rifah al-Athrāf karya al-Mizzī
, atau kitab ringkasan dari
2
al-Thahhān, hlm. 8-10 sejumlah kitab sunnah, seperti
3
al-Rāsikh, ‘Abd al-Mannān. Mu’jam Mushthalah kitab Tahdzīb Sunan Abī Dāwud
al-Ahādīts al-Nabawiyyah. Beirut: Dār Ibn karya al-Mundzirī .
Hazm, 2004, hlm. 37. c. Kitab-kitab yang berhubungan
4
al-Thahhān, Mahmūd. Ushūl al-Takhrīj wa
Dirāsah al-Asānīd. Maktabah al-Ma’ārif:
dengan berbagai displin ilmu lain
Riyadh, 1996, hlm. 10
5 6
Darwīsy, ‘Ādil Muhammad Muhammad. al-Thahhān, Mahmūd. Ushūl al-Takhrīj wa
Nazharāt fī al-Sunnah wa ‘Ulūm al-Hadīts. T.p.: Dirāsah al-Asānīd. Maktabah al-Ma’ārif:
Jakarta, 1998, hlm. 266 Riyadh, 1996, hlm. 10-12

184 Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts...


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

seperti tafsir, fiqih dan sejarah, alasan, misalnya hadits terdapat dalam al-
yang diperkuat oleh hadits-hadits. Shahīhain, atau salah satu dari keduanya,
Dengan syarat, penyusunnya atau terdapat dalam kitab yang
meriwayatkannya dengan sanad- penyusunnya hanya mengumpulkan hadits
sanadnya secara mandiri atau shahih saja, maka penjelasan tentang status
independen. Maksudnya, ia tidak hukum hadits tidak diperlukan lagi.7
mengambilnya dari kitab-kitab
lain yang telah disusun C. Urgensi dan Kebutuhan Terhadap
sebelumnya. Misalnya Tafsīr al- Takhrīj
Thabarī dan sejarah (Tārīkh)nya, Tidak diragukan lagi bahwa
dan kitab al-Umm karya al-Syāfi’ī mengetahui takhrīj sangat penting bagi
. orang yang menggeluti ilmu-ilmu syar’i,
Kitab-kitab ini tidak dikhususkan dengan mempelajari kaidah-kaidah dan
oleh penyusunnya untuk metode-metodenya, agar ia mengetahui
menghimpun teks-teks sunnah. letak suatu hadits pada sumber-sumbernya
Mereka menyusunnya berkaitan yang primer. Kebutuhan terhadap takhrīj
dengan disiplin ilmu lain, tetapi sangat besar sekali, yaitu agar pencari ilmu
mereka memperkuat hukum- dapat memperkuat ilmunya dengan hadits,
hukum ataupun hal lainnya dengan namun tidak sekedar meriwayatkan, namun
hadits-hadits yang mereka ia pun mengetahui para ulama yang
riwayatkan dari guru-guru mereka meriwayatkan hadits dalam kitabnya secara
dengan sanad-sanadnya, dan tidak musnad (bersambung sanadnya). Oleh
mengambilnya dari kitab-kitab karena itu, ilmu takhrīj sangat dibutuhkan
lain yang sudah lebih dulu ada. oleh berbagai kalangan, khususnya orang
Adapun kitab-kitab yang yang menggeluti ilmu-ilmu syar’i dan
menghimpun hadits-hadits bukan disiplin ilmu lain yang terkait dengan ilmu
dengan menerima langsung dari syar’i tersebut.8
guru-guru, tetapi dari kitab-kitab
yang sudah ada; menurut D. Faedah Takhrīj
terminologis disiplin ilmu takhrīj, Takhrīj memiliki manfaat dan faedah
maka kitab-kitab semacam ini
yang sangat besar, terutama bagi mereka
tidak dianggap sebagai sumber
yang berkecimpung dalam hadits dan ilmu-
primer. Contohnya seperti kitab
ilmu hadits. Karena dengan perantaraannya
Bulūgh al-Marām min Adillah al- seorang dapat mengetahui salah satu
Ahkām karya Ibnu Hajar dan
sumber hadits primer yang disusun oleh
Riyādh al-Shālihīn karya al- para tokoh atau imam hadits.9
Nawawī . Meskipun demikian,
Sebagian ulama bahkan ada yang
kitab-kitab semacam ini cukup menghitung faedah takhrīj hingga
membantu dan bermanfaat. mendekati dua puluhan faedah. Di antara
3. “…menjelaskan martabat atau faedahnya yang paling penting secara
statusnya jika diperlukan”, ringkas adalah:
maksudnya menjelaskan tingkatan
suatu hadits; shahih, dha’if dan
sebagainya jika diperlukan.
7
Bakkār, Muhammad Mahmūd. ‘Ilm Takhrīj al-
Menjelaskan martabat dan status Ahādīts (Ushūluhu, Tharā’iquhu, Manāhijuhu).
hukum suatu hadits bukan hal pokok yang Dār Thayyibah: Riyadh, 1997, hlm. 19-26
8
harus ada dalam takhrīj, karena hanya al-Thahhān, Mahmūd. Ushūl al-Takhrīj wa
Dirāsah al-Asānīd. Maktabah al-Ma’ārif:
sebagai pelengkap, dibutuhkan ketika Riyadh, 1996, hlm. 12.
diperlukan. Oleh karena itu, bila tidak ada 9
Ibid., hlm. 12

Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts... 185


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

1. Mengetahui kualitas hadits; shahih mereka memanfaatkan dan menyandarkan


atau dha’if. kepadanya dalam mentakhrīj hadits.
2. Meyakini keshahihan hadits, karena Hal ini berlangsung beberapa abad
boleh jadi berdasarkan satu jalan hingga terbatasnya waktu bagi banyak
sebuah hadits dinilai shahih, namun ulama dan pengkaji hadits untuk menelaah
berdasarkan jalan yang lain ternyata kitab-kitab sunnah dan sumber-sumbernya
dha’if. yang primer; ketika itulah mereka
Hal ini dapat dilakukan dengan mengalami kesulitan untuk mengetahui
menghimpun berbagai jalan dari letak hadits yang dijadikan penguat oleh
sebuah hadits melalui kajian takhrīj , para penyusun kitab ilmu-ilmu syar’i dan
hingga dapat diketahui kualitas ilmu-ilmu lainnya, seperti fiqih, tafsir dan
keshahihannya berdasarkan semua sejarah. Lantas sebagian ulama hadits
jalannya. bangkit dan berusaha mengatasinya.
3. Dengan menelaah berbagai jalan dari Mereka mulai mentakhrīj hadits-hadits
sebuah hadits melalui kajian takhrīj, yang ada pada sebagian kitab bukan hadits
karena boleh jadi sebuah hadits yang dan menyandarkan hadits-hadits tersebut ke
tadinya dihukumi sebagai hadits sumbernya dari kitab-kitab sunnah yang
mudallas yang dianggap sebagai primer disertai penyebutan metode-
hadits dha’if, akhirnya diketahui metodenya. Mereka kemudian dapat
sebagai hadits yang ternyata ia menyatakan bahwa hadits-hadits di
mendengarnya langsung dari guru sebagian kitab tersebut atau seluruhnya
atau perawinya. shahih atau dha’if, berdasarkan ketentuan
4. Seorang perawi terkadang dalam yang berlaku. Akhirnya, muncullah apa
hidupnya mengalami dua fase yang disebut dengan kitab-kitab takhrīj
kehidupan (halāh al-ikhtilāt); fase (kutub al-takhrīj).
saat riwayatnya dinilai shahih dan Ulama pertama yang dinilai dan
fase dimana riwayatnya malah dianggap sebagai pentakhrīj adalah al-
dianggap dha’if, sehingga mengalami Khatīb al-Baghdādī (w. 463 H.). Adapun
perubahan dan pergeseran penilaian. kitab takhrīj pertama yang paling terkenal
Melalui takhrīj hal tersebut dapat adalah Takhrīj al-Fawā’id al-Muntakhabah
benar-benar diketahui. 10 al-Shihāh wa al-Gharā’ib karya al-Syarīf
Abū al-Qāsim al-Husainī dan karya Abū
E. Sejarah Perkembangan Takhrīj dan al-Qāsim al-Maharwānī , dimana
Ilmu Takhrīj keduanya masih berbentuk manuskrip.
Dahulu para ulama dan pengkaji Yang lainnya adalah kitab Takhrīj Ahādīts
hadits belum memerlukan pengetahuan al-Muhadzdzab karya Muhammad bin
hadits, baik tentang kaidah maupun asal- Mūsā al-Hāzimi al-Syāfi’ī (w. 584 H.).
usulnya yang kini diistilahkan sebagai Setelah itu kitab-kitab takhrīj banyak
ushūl al-takhrīj; karena mendalamnya bermunculan hingga mencapai puluhan
pengkajian mereka terhadap sumber- kitab.11
sumber sunnah. Kontak mereka dengan Dr. ‘Umar Sulaimān al-Asyqar12
sumber-sumber primer hadits pun amat mencatat bahwa pada fase kemunduran dan
kuat. Ketika mereka memerlukan kesaksian stagnan (marhalah al-jumūd wa al-taqlīd),
(penguatan) suatu hadits, dengan segera sekelompok ulama mulai memberikan
mereka ingat letaknya pada kitab-kitab perhatian dalam pentakhrījan dan
sunnah, bahkan mereka hafal hingga pentahqīqan hadits-hadits yang ada dalam
jilidnya. Oleh karena itu, mudah bagi kitab-kitab fiqih terkenal. Hal ini
10
Ālū Humayyid, Sa’ad bin ‘Abdillah. Thuruq
11
Takhrīj al-Hadīts. Dār ‘Ulūm al-Sunnah: al-Thahhān, 1996, hlm.13-15
12
Riyadh, 2000, hlm. 16-20. al-Asyqar, 1991, hlm. 126-127

186 Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts...


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

dikarenakan kebanyakan fuqaha’ dalam F. Kitab-Kitab Takhrīj


kitab-kitab mereka mengemukakann hadits- Setelah masa perkembangan
hadits yang masih bercampur, shahih, sebagaimana tersebut di atas, kemudian
dha’if dan bahkan yang palsu (maudhū’), para ulama banyak mentakhrīj hadits-hadits
karena ketidaktahuan tentang ilmu hadits yang terdapat dalam berbagai kitab dan
dan ketidakmampuan dalam menjelaskan dalam berbagai disiplin ilmu. Di
hadits yang shahih dari yang dha’if. Di antaranya:15
antara kitab fiqih pertama yang ditakhrīj

 D) !E ! F< ./ GHI  G/ J  7


1. Dalam aqidah dan tauhid:
adalah kitab al-Hidāyah dalam fiqih

O!I  .P % HB  K65 GIL  !M N


Hanafi, kitab tersebut disusun oleh ‘Ali bin •
Abī Bakar ‘Abdil Jalīl al-Farghānī al-

?Q2B  !M N  D) E ! F<


Marīghīnānī (w. 593 H.), kemudian hadits-

.P R 26 S 
haditsnya ditakhrīj oleh al-Hāfizh bin •

!(U:  T IL  !M N  D) E ! F<


Yūsuf bin Muhammad bin Ayyūb al-Hanafi
al-Zaila’ī (w. 762 H.), yang menamakan

.P !V;  WX

kitabnya dengan Nashb al-Rāyah fī Takhrīj
Ahādīts al-Hidāyah.
Sedangkan ketika takhrīj telah

YZ,  ! X6 K<  D) E ! F<


2. Dalam tafsir:
menjadi sebuah disiplin ilmu yang

.P L \  !] P  !^B8 [/ 


kemudian dikenal sebagai ‘ilm al-takhrīj, •
Dr. Sa’ad bin ‘Abdillah Ālu Humayyid13,
berpendapat bahwa kitab pertama yang
 X6 K<  D) !E ! F7!" O S !(B6   _ 7K 
 ;% !] P  !] \ O P !(` ;  .1I 

memaparkan tentang metodologi takhrīj

O
P !(5B  Y (a  
dan hal lain yang terkait dengannya adalah

b I  !c, D) ! X6 K<  D) E ! F<


kitab Ushūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-
Asānīd karya Dr. Mahmūd al-Tahhān,

deI " 3KU  B   B  .P !"L  !] "'X


kemudian diikuti oleh kitab Kasyf al- •
Litsām ‘an Thuruq Takhrīj Hadīts al-Nabī
‘alaihi al-Shalāh wa al-Salām karya Dr.

 D) !E ! F< ./ !, /  E G7V


‘Abdul Muhdī bin ‘Abdil Hādī. 3. Dalam hadits:

.P !VHI 6L  +fD !] "'X ! C 


Pada dasarnya, ilmu takhrīj •
merupakan ilmu yang menjadi kelanjutan

 D) !E ! F< 3!& T(S   g


dari hasil kerja keras dan usaha gigih para

+fD !] "'X T, ZB ( !_ !"B 


ulama dalam mengkaji ilmu hadits, baik •
secara riwāyah maupun dirāyah, khususnya

.P !VHI 6L 
ilmu mushthalah al-hadīts. Demikian pula

.P ( [/   !V=  !h ! I< E ! F<


hubungan ilmu takhrīj dengan disiplin

.P QL  % i !] P 


ilmu-ilmu syariat lainnya, khususnya tafsir, •
fiqih, aqidah dan hadits, karena ilmu-ilmu
tersebut pasti terkait erat dengan hadits-
hadits Rasulullah yang menjadi sumber

!] "'X ! !;,  !7 FB   D) E ! F<


14 4. Dalam ilmu ushul:
primernya.

.P !VHI 6L  +fD


* IK  !^ 2

 ) ./ !0Bj  D) E ! F<


O
P !Bk  !l P 
P  Xm  ;L

13
Ālū Humayyid, Sa’ad bin ‘Abdillah. Thuruq
Takhrīj al-Hadīts. Dār ‘Ulūm al-Sunnah:
Riyadh, 2000, hlm. 23
14
Bāzamūl, Muhammad ‘Umar, 1995, al-‘Idhāfah:
Dirāsāt Hadītsiyyah, Riyadh: Dār al-Hijrah, hlm.
15
278-280. Bakkār, 1997, hlm 19-26

Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts... 187


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

!$ % ] 3K 7 6B   D) E ! F<


.+ Z" . ;

 ! Z; !^ 2

 n 
• • Kajian Hadits Kitab Durratun
Nashihin, karya Dr. Ahmad
Lutfi Fathullah, M.A. (Disertasi
5. Dalam fiqih:16 di Universitas Kebangsaan
Malaysia).

Xm  ;L !p   D X  h  V


a. Fiqih Hanafi:
• Hadits-hadits Lemah dan Palsu

.P L \  ?= 2 !] "


• dalam Kitab Durratun
Nashihin: Keutamaan Bulan

!] "'XX !p   D) !E ! F< ./  P 


Rajab, Sya’ban dan Ramadhan,

.P !VHI 6L  +fD


• karya Dr. Ahmad Lutfi
Fathullah, M.A. (Jakarta: Darus
Sunnah).

!;   D) !E ! F< ./  !p 


b. Maliki:
• Hadits-hadits Palsu Seputar

O
P !Bk  !l P 
P  !] " B D X
• Ramadhan, karya Prof. Dr.
K.H. Ali Mustafa Yaqub, M.A.

!"  D) !E ! F< ./  NS  l !R


(Jakarta: Pustaka Firdaus).

!^b $ g "!& !] " ? U:  ;L d N !] "


 D) !E ! F< ./ !M;


Xt  l /
7. Dalam bahasa dan nahwu:

? U:  ;%
.P R 26S  !M P 

e( .7: !4v (  D  E ! F<


!] " B B  !J: pB   D) E ! F<
c. Fiqih Syafi’i:

!I   ;L !2 5 ./ /,  !M N ./


.P !i  3= 2


O
P  k; 
!M N !E ! F< ./  !;  q  F 7
.P !VHI 6L  +fD !] "'XX ! !;,  !\ !82 

!J7 ./ T!2  D  E ! F<


8. Dalam disiplin ilmu lain:

d!"% ! ," B    ;L !^2  


!5  D) !E ! F< ./ !r k  sn ( !&


d. Fiqih Hanbali:

? ( ! IK  , Z  D) E ! F<


.P !V;  WX r !;6
 

.P !V;  WX c H =Xt  pf%


* I/ ./ !l  L7  D) ./ l I 7 .P !V;  WX !cZ !rG`/  D) E ! F<
O
P !i 2f  !] "'X !"5 
• •

..P QL X Xs DXt  !; 9!" Xs D   ; 9!&
6. Dalam akhlak: G. Metodologi Takhrīj
Berdasarkan kajian teoritis yang

!K =  ./ !K =  !r BD ]% .!5 kB 


• ditelaah dan pengalaman praktis yang

+; 9) ] Xs DXt  ./  !E ! F< ./
• dialami langsung, Dr. Mahmūd al-Tahhān17
menyimpulkan bahwa metode-metode

.P QL X
takhrīj hadits (turuq takhrīj al-hadīts) yang

!u !; 7  D) !E ! F< ./ u  K5


mungkin berguna dan membantu para

+l / 2< 9 !] " . 


• peminat hadits dalam mentakhrīj hadits
memiliki lima metode, yang kemudian oleh
Dr. ‘Imād ‘Alī Jum’ah18 ditambahkan

17
al-Thahhān, Mahmūd. Ushūl al-Takhrīj wa
Dirāsah al-Asānīd. Maktabah al-Ma’ārif:
Riyadh, 1996, hlm. 37-38
16 18
Jum‘ah, ‘Imād ‘Alī. Ushūl al-Takhrīj wa Jum‘ah, ‘Imād ‘Alī. Ushūl al-Takhrīj wa
Dirāsah al-Asānīd al-Muyassarah. Dār al- Dirāsah al-Asānīd al-Muyassarah. Dār al-
Muslim: Riyadh, 2004, hlm. 6. Muslim: Riyadh, 2004, hlm. 5

188 Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts...


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

dengan satu metode mutakhir sehingga 1. Kitab-kitab yang khusus memuat


berjumlah enam metode. Keenam metode hadits-hadits yang terkenal dan
tersebut adalah: beredar luas dari mulut ke mulut,

O
P !(F6    56   
IB 
misal kitab:
 Metode Pertama: Takhrīj dengan

.P !V 2 fL  !w; Xt  r !\ ( XsKF  ?


 Z
cara mengetahui sahabat perawi •

   O!( /! L !l !R ]% E ! F7


hadits.

"
  ] 2. Kitab-kitab yang memuat hadits-
hadits yang tersusun berdasar urutan
Metode ini digunakan ketika nama
huruf mu’jam (ensiklopedi), misal
sahabat disebutkan dalam hadits yang

! 5 ! Z;   D ]  k


  0 f 
kitab:
hendak ditakhrīj. Oleh karena itu, jika

.P R 26
S 
nama sahabat tidak disebutkan dalam
hadits, dan tidak mungkin untuk diketahui,
maka metode ini tidak dapat digunakan.
Jika nama sahabat disebut pada hadits, atau 3. Kitab-kitab indeks yang disusun para
kita mengetahuinya dengan jalan tertentu, ulama untuk kitab-kitab tertentu,

O
P Q 27 !]    M  7 K
lalu kita mulai menerapkan langkah- misal kitab:
langkah mentakhrījnya, maka kita

!x !<  D X !h < 7 M  7 K



memerlukan tiga macam kitab pembantu

O
P !Bk  B D) P6  !h UF 
takhrīj, yaitu: •

P6
      D) !h < < ./   k; 
1. Kitab-kitab musnad (al-masānīd),

+r; 5D !] " B D)  5 6 O


P !Bk  !\ !\L   ;%
misal kitab: •

O
P  B   5 6


 Metode Ketiga: Takhrīj dengan cara
2. Kitab-kitab ensiklopedi (al-ma’ājim),

.P !V ;U:   !;,  $ f LB  •


mengemukakan kata-kata yang
misal kitab:
jarang digunakan dalam suatu

.P 
2B  3 L .!" X "
  $ f L rj I dB /! L !l !R ]% E ! F7
bagian matan hadits.

!] 7 ] ys \8 O


P ) ] 5X6   3% pV (
O
P \P B  Y R  /! LB!" Y N   K <   
3. Kitab-kitab al-athrāf, misal kitab:

!] "'X TZL  Y R!" TpB  Y   <!&


.P !VHI 6L  +fD


• Metode ini digunakan manakala kita
mengetahui satu lafadz atau kata dalam
hadits, walaupun tidak terkenal atau jarang
 Metode Kedua: Takhrīj dengan cara diingat. Dalam metode ini diperlukan kitab
mengetahui permulaan lafadz dari penunjang, misalnya:

!] 7 ] d[ K !^( ) /! L !l !R ]% E ! F7‫َا‬    zK  X w   pKB  $ f LB 
matan hadits.

- ZV( ] Q! Z7 6B  !] d? K O


P !2;5

  
{ X6 V!( 8 V )  27 S 
!l !R 3% O P  7P !08 zK ) w ! p/
Metode ini digunakan ketika kita
mengetahui dengan pasti permulaan lafadz

   zK  X !w pKB  !$f LB 



dari matan hadits, karena tanpa hal ini kita

{; O P !2;5
akan kehilangan banyak waktu. Untuk
menggunakan metode ini, diperlukan tiga
jenis kitab penunjang, yaitu:

Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts... 189


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

 Metode Keempat: Takhrīj dengan Maksud metode ini adalah


cara mengetahui topik atau tema memperhatikan dengan seksama keadaan

   !| 21
 2 /! L !l !R ]% E ! F7
hadits. hadits dan sifat-sifatnya yang terdapat pada
matan hadits atau sanadnya. Lalu mencari
sumber takhrīj (makhraj) hadits dengan
Metode ini digunakan oleh orang jalan mengetahui keadaan atau sifatnya
yang memiliki ketajaman ilmu (dzauq pada kitab-kitab yang mengklasifikasi
‘ilmī) yang memungkinkannya mengetahui semua hadits yang terdapat sifat tersebuat,
topik hadits, atau dapat menentukan salah baik pada matan maupun sanadnya.
satu topik jika hadits tersebut mempunyai Contohnya:
banyak topik kajian, atau oleh orang yang 1. Pada matan.
banyak mengkaji kitab-kitab hadits. Tidak Jika pada matan hadits terdapat
semua orang mampu menentukan topik tanda-tanda hadits palsu (amārāt al-
hadits, terlebih pada sebagian hadits yang wadh’), seperti segi kerancuan lafazh,
topiknya tidak jelas bagi orang biasa. rusaknya arti, bertentangan dengan
Dalam men-takhrīj hadits dengan nash al-Qur’an atau karena sebab
menggunakan metode ini diperlukan kitab- lainnya. Cara yang paling singkat
kitab hadits penunjang yang disusun untuk mengetahui makhrajnya adalah
berdasarkan bab-bab dan topik-topik melihat kitab-kitab al-maudhū’āt,
tertentu. Kitab jenis ini banyak sekali, di maka akan ditemukan takrījnya,
antaranya: komentar atasnya dan juga pemalsu-
1. Kitab-kitab yang bab-bab dan topik- nya sekaligus. Di antara kitab ter-

!| 21 2B     /! L ./ |  25 B 


topiknya mencakup semua masalah sebut adalah:

e
  7 6B ( e  8 F7 6B  02f  
agama, misal kitab:

O
P !( p  O
P !I  .P L

 G(\ ( 0 fB  !02f  3%



 D  !]% % 2/ B  L !Z   * !\5 <
O
P  5 2p  !}! Z7 6B  56 S  !i 25 M  7 K .P % !]6  .!" X % 21  2B  L !5Z
 

{ X6 V!( 8 V ) ! 27 S 



.P !V5,  +}% !] " B  !] "
2. Kitab-kitab yang bab-bab dan topik-
topiknya membahas banyak masalah Jika hadits yang dicari adalah hadits
qudsi, maka makhraj tercepat adalah

e
 ~:R2B  e
 K5B  ]56
S 
agama, misal kitab:
kitab-kitab yang khusus menghimpun

!]56
S  3% e 8 F7 6B 

Xm !]% O!(  ./ !2 V  T , Z •
hadits-hadits qudsi, di antaranya:

3. Kitab-kitab yang bab-bab dan topik- !. B  !; 9  ] 3L<( * V ;=
.P B<  .P !"% !] " .P % !] " B  !] P 
topiknya mencakup masalah agama

sn \ 8  • .P X6 V 
tertentu, misal kitab:

h
 g 7( h
  7 = I   D !"  !56
  e  / <' •
!E ! F7 h
 7 O
P !(5B  Y (a    ;L


 Metode Kelima: Takhrīj dengan cara 2. Pada sanad.
memperhatikan keadaan matan dan Jika pada sanad hadits terdapat salah
satu isyarat berikut:

   !^D 3/ !€5 !l !R ]% E ! F7


sanad hadits.
a. Jika dalam sanad terdapat bapak

5=( 5 7


yang meriwayatkan hadits dari
anaknya, maka sumber tercepat
untuk mentakhrījnya adalah kitab-

190 Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts...


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

kitab yang khusus menghimpun  Metode Keenam: Takhrīj melalui

J 2=   !l !R ]% E ! F7


hadits-hadits yang diriwayatkan komputer.
bapak dari anak-anaknya, seperti

+ ," .!" X Xs5 "‚  !]% Xs~"'  (!


kitab:
Metode ini dapat dipergunakan bila

O
P  k;  !h UF  .P % !] " B D)
• tersedia sarana berikut:
1. Komputer yang sesuai.
2. Tersedianya program takhrīj hadits.
b. Jika sanadnya berangkai, maka
3. Mengetahui cara dan penggunaan
diperlukan kitab-kitab yang
program.
menghimpun hadits-hadits yang

.P R 26
S  Oƒ ;,  e
 H6 6B 
berangkai, seperti kitab:
Contoh program yang digunakan:

 D  ./  6 6   r g5B 
1. Program komputer umum, seperti:
•   N ? !Z
      % 2= 2 •
.Q;   ;% !] " B B  6 6B  .v  !h=  !E; + F

.P !" 2S  „7S \   !;g:   % 2= 2B  •


  n  ./ .v  !h=  „ " X
c. Jika sanadnya mursal, maka

? !Z      ;7 ,  % 2= 2


diperlukan kitab-kitab al-marāsīl,

.!V7 6!f6
P  (  .!" X r =B  •
seperti kitab: •

!] " !]B D   ;% +$<D .!" X r =B  5 ; ./ !u !L    N
O
P !i .P € 5  dB 

2. Program khusus, seperti:
d. Jika sanadnya terdapat perawi a. Program dari Markaz Khidmah al-
dha’if, maka mencarinya dari Sunnah, dibawah pengawasan
kitab-kitab al-dhu’afā’, seperti Universitas Islam Madinah.

.P !;g:  !^7 %'   \ 


kitab: b. Program buatan Dr. Hammām
Sa’īd dari Yordania.
• c. Program dari Markaz al-Sunnah
3. Pada matan dan sanad sekaligus. wa al-Sīrah al-Nabawiyyah,
Ada sifat dan keadaan yang terkadang dibawah pengawasan Universitas
terjadi pada matan, dan terkadang Qatar.
pula pada sanad. Seperti karena cacat Serta masih banyak contoh program
(‘illat) dan kesamaran (ibhām). Jika yang banyak tersebar di negeri Arab
dijumpai hadits seperti ini, maka dan lainnya.
hendaknya dicari pada kitab-kitab
yang dikhususkan para ulama dalam Berkaitan dengan metode, ada
mengkaji masalah tersebut. Di antara beberapa hal berikut yang harus

O
P !i +$<D .!" X    r % •
kitab-kitab jenis ini adalah: diperhatikan:

B, B  Xs; V  ./  Bp ;B  sn B =  •


1. Metode ini tidak sempurna karena
memiliki beberapa kekurangan;

O
P  k;  !h UF 
seperti tidak ditemukannya penetapan

5 ='( !] 7B  eBp ; ]  K7 6B  •


status hukum hadits, tidak diketahui

!$ D   ;% !] " B D) % i .!" X


mana hadits yang diterima atau
ditolak, dan lainnya.

.P QL 
2. Program yang dihasilkan dari metode
ini tidak dianggap sebagai sumber

Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts... 191


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

primer hadits, oleh karena itu untuk empat alasan yang melatarbelakangi
bidang akademisi tetap harus pentingnya kegiatan itu yakni19:
menyandarkan kajian hadits kepada
1. Sunnah merupakan salah satu sumber
kitab-kitab yang merupakan sumber-
ajaran Islam.
sumber primer hadits.
2. Tidaklah seluruh sunnah telah tertulis
resmi pada zaman Nabi .
Demikianlah pembahasan sekilas
3. Dalam sejarah, telah terjadi kegiatan
tentang metodologi takhrīj hadits.
berbagai pemalsuan sunnah yang
dilakukan oleh banyak pihak dengan
H. Kesimpulan dan Penutup berbagai tujuan; dan
Bila menemukan suatu hadits
4. Proses penghimpunan sunnah secara
kemudian mencarinya melalui bantuan resmi dan menyeluruh telah
kamus atau ensiklopedi hadits, maka hal
memakan waktu yang panjang dan
tersebut belum memberikan informasi terjadi setelah lama Nabi wafat.
langsung tentang kualitas dari hadits yang
bersangkutan. Apabila seseorang ingin
Dari paparan singkat ini, dengan jelas
mengetahui lebih lanjut tentang
kita dapat menyimpulkan bahwa kegiatan
kualitasnya, maka dia harus mempelajari
dan kajian takhrīj al-hadīts benar-benar
hadits dimaksud dalam berbagai kitab sangat dibutuhkan, sehingga diharapkan
hadits lainnya, khususnya kitab-kitab syarh metodologi takhrīj dapat dikaji dengan baik
al-hadīts, ma’ānī al-hadīts dan rijāl al- dan bahkan menjadi sebuah kajian yang
hadīts. tidak boleh terlewatkan begitu saja,
Menurut ilmu hadits (Ismail, 1999: khususnya bagi Mahasiswa di Fakultas
16-17), kegiatan mencari hadits dengan Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits.
cara menelusuri sampai berhasil
menemukannya di kitab-kitab yang ditulis
Daftar Pustaka
periwayatnya langsung (mukharrij al-
hadīts) disebut dengan kegiatan takhrīj al- al-‘Utsaimīn, Muhammad bin Shālih,
hadīts. Rasā’il fī al-Ushūl (Mushthalah al-
Takhrīj hadits sebagai sebuah Hadīts). Dār al-Bashīrah:
penelitian ulang terhadap hadit-hadits, pada Iskandariyah, t.t.
prinsipnya merupakan asas dasar untuk al-Asyqar, ‘Umar Sulaimān. Tārīkh al-Fiqh
menilai transmisi sebuah kabar berita (naql al-Islāmī. Dār al-Nafā’is: Oman,
al-khabar), dengan menerimanya secara 1991.
hati-hati kemudian menyaring kebenaran al-Qaththān, Mannā’. Mabāhits fi ‘Ulūm al-
transmisinya. Hal ini merupakan indikator Hadīts. Maktabah Wahbah: Kairo,
kecerdasan (kiyāsah), kejujuran (fathanah) 1992.
dan kesempurnaan akal (kamāl al-‘aql) al-Rāsikh, ‘Abd al-Mannān. Mu’jam
bagi seseorang (al-Shuwayyān, 2000: 42). Mushthalah al-Ahādīts al-
Bagi ulama hadits sebagai para Nabawiyyah. Beirut: Dār Ibn Hazm,
pembela sunnah yang berada di barisan 2004.
terdepan dalam upaya melestarikan sunnah, al-Shuwayyān, Ahmad bin ‘Abdir Rahmān.
penelitian atau kritik sanad dan matan Nahwa Manhajin Syar’iyyin li
sunnah –melalui kajian takhrīj al-hadīts– Talaqqī al-Akhbār wa Riwāyatihā.
merupakan salah satu kegiatan penting Maktab Majallah al-Bayān: Riyadh,
yang harus mereka lakukan. Minimal ada 2000.

19
Ismail, Syuhudi. Hadits Nabi Menurut Pembela,
Pengingkar dan Pemalsunya. Gema Insani
Press: Jakarta, 1995, hlm. 42-43

192 Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts...


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

al-Thahhān, Mahmūd. Ushūl al-Takhrīj wa Fathullah, Ahmad Lutfi. Hadits-hadits


Dirāsah al-Asānīd. Maktabah al- Lemah dan Palsu Dalam Kitab
Ma’ārif: Riyadh, 1996. Durratun Nashihin. Darus Sunnah
Ālū Humayyid, Sa’ad bin ‘Abdillah. Press: Jakarta, 2006.
Thuruq Takhrīj al-Hadīts. Dār ‘Ulūm Harahap, Syahrin. Metodologi Studi dan
al-Sunnah: Riyadh, 2000. Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin.
al-Zahrānī, Mahammad Mathr, Tadwīn al- RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2000.
Sunnah al-Nabawiyyah (Nasya’tuhu Ismail, Syuhudi. Hadits Nabi Menurut
wa Tathawwuruhu). Maktabah al- Pembela, Pengingkar dan
Shadīq: Thaif, 1412 H. Pemalsunya. Gema Insani Press:
Bakkār, Muhammad Mahmūd. ‘Ilm Takhrīj Jakarta, 1995.
al-Ahādīts (Ushūluhu, Tharā’iquhu, ____________. Cara Praktis Mencari
Manāhijuhu). Dār Thayyibah: Hadits. Bulan Bintang: Jakarta, 1999.
Riyadh, 1997. Jum‘ah, ‘Imād ‘Alī. Ushūl al-Takhrīj wa
Bāzamūl, Muhammad ‘Umar, 1995, al- Dirāsah al-Asānīd al-Muyassarah.
‘Idhāfah: Dirāsāt Hadītsiyyah, Dār al-Muslim: Riyadh, 2004.
Riyadh: Dār al-Hijrah. Yaqub, Ali Mustafa, 2004, Kritik Hadits,
Darwīsy, ‘Ādil Muhammad Muhammad. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Nazharāt fī al-Sunnah wa ‘Ulūm al-
Hadīts. T.p.: Jakarta, 1998.

Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts... 193


AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM

194 Konstruk Ilmu Takhrīj Al-Hadīts...

Anda mungkin juga menyukai