Anda di halaman 1dari 9

⼤家好!我是⻩⽣富。(dr.

Ahimsa Yoga
Anindita)
Medical Doctor | Mandarin Teacher | British English Speaker | Bahasa Indonesia Lover | Chinese
Foods Eater | You can get many compositions from me simply right here. Enjoy them! | My contact :
ahimsanindita@gmail.com

S a t u r d a y, M a y 1 1 , 2 0 1 3

PEDIATRI : PNEUMONIA (BRONKOPNEUMONIA)

PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :
1.      Pneumonia lobaris
2.      Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3.      Bronkopneumonia

Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang
terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering
menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-
anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi
kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan
angka kematian anak (Bennete, 2013).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi
yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai
infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

DEFINISI
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus
atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution)
(Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-
infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat (Bradley et.al., 2011)

EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun
(Bradley et.al., 2011)

ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :
1.      Faktor Infeksi
a.    Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b.    Pada bayi :
1)   Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
2)   Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3)   Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c.    Pada anak-anak :
1)   Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2)   Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3)   Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d.   Pada anak besar – dewasa muda :
1)   Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2)   Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2.      Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a.     Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b.    Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal,
atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang
sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat
paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan
faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1.    Berdasarkan lokasi lesi di paru
a.     Pneumonia lobaris
b.    Pneumonia interstitialis
c.     Bronkopneumonia
2.    Berdasarkan asal infeksi
a.    Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)
b.    Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3.    Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a.    Pneumonia bakteri
b.    Pneumonia virus
c.    Pneumonia mikoplasma
d.   Pneumonia jamur
4.    Berdasarkan karakteristik penyakit
a.    Pneumonia tipikal
b.    Pneumonia atipikal

5.    Berdasarkan lama penyakit


a.    Pneumonia akut
b.    Pneumonia persisten

PATOGENESIS
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi
bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa
sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang
melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran
nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun.
Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat
paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri
dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-
alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi
merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya
pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia.   Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja
jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi
progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi
konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk
selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap
dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema.
Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan
menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1.    Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2.    Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3.    Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
4.    Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

MANIFESTASI KLINIK
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar
hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat
batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif (Bennete, 2013).
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia
ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1.      Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi
dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung;
orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura
yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas
menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada,
yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal.
Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan
intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir
dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak
yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi
akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat
dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada
tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem
saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal
(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase
hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan.
Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan
negatif faring selama inspirasi.    
2.    Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi
paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3.    Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4.    Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras
atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung
jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme
terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret
jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan
bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan
bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit
normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri
leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi
mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin
dilakukan (Bennete, 2013).

KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):
1.    Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2.    Panas badan
3.    Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4.    Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5.      Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang
dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2
macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)
1.    Penatalaksaan Umum
a.      Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
b.    Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c.    Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2.    Penatalaksanaan Khusus
a.    Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b.      Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c.      Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan à amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi  penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1.    Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2.    Berat ringan penyakit
3.    Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4.    Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1.    Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a.    ampicillin + aminoglikosid
b.    amoksisillin - asam klavulanat
c.    amoksisillin + aminoglikosid
d.   sefalosporin generasi ke-3
2.    Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a.    beta laktam amoksisillin
b.    amoksisillin - asam klavulanat
c.    golongan sefalosporin
d.   kotrimoksazol
e.    makrolid (eritromisin)
3.    Anak usia sekolah (> 5 thn)
a.    amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b.    tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
              Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72
jam à ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang
diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses
paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

DAFTAR PUSTAKA
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-
overview. (9 Marert 2013)
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace
S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011.
The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than
3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society
and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
: Penerbit            IDAI

dr. Ahimsa Yoga Anindita at 8:15 AM

3 comments:

Silvia Barbara October 6, 2013 at 11:05 PM


thankyou doctor :)
Reply
Dimas Setiawan April 29, 2016 at 1:59 PM
Kebetulan lagi kena bronkopneumonia, jurnalnya sangat membantu sekali. Trims, Dok
Reply

Selly Amelia March 18, 2017 at 9:58 AM


selamat pagi dok. saya selly amelia mahasiswa dari stikes rajawali bandung. saya mau menghubungi dokter
tapi kemana ya? boleh minta alamat emailnya? ada yang saya mau bicarakan. terimakasih dok
Reply

Enter your comment...

Comment as: muhammad nur ilham (Google) Sign out

Publish Preview Notify me

Home ›
View web version

About Me

dr. Ahimsa Yoga Anindita


Solo, Surakarta, Central Java, Indonesia
简体中⽂),
I'm a medical doctor, and here I want to share what I've written. I speak British English, Mandarin Chinese (
and Bahasa Indonesia.
View my complete profile

Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai