Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR ..................................................................................................i
DAFTAR ISI ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................1
C. Tujuan ..............................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................2
A. Perspektif Gender .............................................................................................2
B. Gender ..............................................................................................................2
C. Konstruksi Sosial Gender ................................................................................5
D. Hak Asasi Manusia (HAM) .............................................................................6
E. Fungsi Bidan Dalam Gender Dan HAM ..........................................................8
F. Manfaat Asuhan Berspektif Gender Dan HAM .............................................10
BAB III PEMBAHASAN ..........................................................................................11
A. Kasus 1 ...........................................................................................................11
B. Kasus 2 ...........................................................................................................12
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................14
A. Kesimpulan ....................................................................................................14
B. Saran ..............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian HAM pada pelayanan kesehatan di Indonesia.
b. Mengetahui pengertian Gender pada pelayanan kesehatan di Indonesia.
c. Isu HAM dan Gender pada pelayanan kesehatan di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Perspektif Gender
Perspektif gender mengarah pada suatu pandangan atau pemahaman tentang peran
perempuan dibedakan secara kodrati, dan peran gender yang ditetapkan secara sosial
budaya. Perbedaan gender akan menjadi masalah jika perbedaan itu mengakibatkan
ketimpangan perlakuan dalam masyarakat serta ketidakadilan dalam hak dan kesempatan
baik bagi laki-laki maupun perempuan (Susanti, 2000: 2-3).
B. Gender
1. Pengertian Gender
Pengertian gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab antara
perempuan dan laki-laki. Hal ini ditentukan oleh nilai-nilai sosial budaya yang
berkembang. Sebab itu, masalah gender lahir dan dipertahankan oleh masyarakat.
Masyarakat umumnya didominasi oleh peran laki-laki (patriarki). Laki-laki memiliki
peran publik (bekerja, berorganisasi, berpolitik), sementara perempuan memiliki
peran privat (mengurus anak, mencuci, melahirkan, memasak). Ini merupakan
konstruksi gender yang mainstream.
Laki-laki dan perempuan, di semua lapisan masyarakat memainkan peran yang
berbeda, mempunyai kebutuhan yang berbeda, dan menghadapi kendala kendala yang
berbeda pula. Masyarakatlah yang membentuk nilai dan aturan tentang bagaimana
harus berperilaku, berpakaian, bekerja apa dan boleh berpergian kemana, dan contoh
lainnya.
Nilai dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat berbeda
sesuai dengan nilai sosial-budaya setempat dan seringkali berubah seiring dengan
perkembangan budaya. Di beberapa daerah contohnya, menjaga hasil bumi yang akan
dijual menjadi tugas perempuan, sementara di daerah lain itu menjadi tugas laki-laki.
Pada perkembangannya, kaum perempuan merupakan jumlah yang cukup
banyak di masyarakat. Mereka memiliki potensi publik (berorganisasi, berpolitik, dan
bekerja) yang ternyata setara dengan laki-laki. Namun, potensi tersebut terhambat
untuk muncul akibat pembatasan oleh budaya gender yang patriarkis. Sebab itu,
muncul gerakan emansipasi wanita (kini dikenal dengan feminis) yang berupaya
mensetarakan peran laki-laki dan perempuan, baik di sektor publik maupun privat.
Gerakan feminis terbagi ke dalam 2 gelombang.
Gelombang pertama berlangsung awal dekade 1900-an, berfokus pada
persamaan hak sipil dan politik. Gelombang kedua era 1960-an, berfokus pada peran
yang lebih besar dalam hak-hak seksual dan keluarga. Gender Equality Sebagian
besar, gerakan emansipasi perempuan bertujuan membangun Gender Equality
(kesetaraan gender). Gender Equality ini penting oleh sebab adanya kondisi-kondisi
kaum wanita sebagai berikut:
a. Harus kerja lebih keras ketimbang laki-laki untuk mempertahankan hidup
b. Punya kendali yang terbatas seputar penghasilan dan aset
c. Punya kesempatan yang lebih kecil untuk membangun dirinya
d. Menjadi korban kekerasan dan intimidasi
e. Punya posisi sosial yang subordinat
f. Kurang terwakili dalam kebijakan dan pembuatan keputusan
g. Ketidaksetaraan gender mencerminkan hilangnya potensi manusia, baik untuk
laki-laki maupun perempuan
Melalui sebuah survey bertajuk Gender Gap yang dilakukan tahun 2007 ,
dapat dilihat kondisi ketidaksetaraan gender dalam 4 bidang : Kesempatan dan
Partisipasi Ekonomi, Menikmati Pendidikan, Pemberdayaan Politik, serta Kesehatan
dan Pertahanan Hidup. Negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika rata-rata
memiliki tingkat Kesempatan dan Partisipasi Ekonomi perempuan yang rendah. Ini
juga terjadi di ketiga bidang lainnya (Menikmati Pendidikan, Pemberdayaan Politik,
serta Kesehatan dan Pertahanan Hidup). Indonesia, dalam hal Kesempatan dan
Partisipasi Ekonomi perempuan, menempati rangkin ke 82, Menikmati Pendidikan
rangking ke-93, Kesehatan dan Ketahanan Hidup rangking ke-81, serta Pemberdayaan
Politik rangkin ke-70.
3. Konsep Gender
Jika kita melihat tentang perbedaan gender yang terjadi saat ini maka akan
muncul beberapa masalah yang diakibatkan oleh gender dan lebih mengarah bagi
para kaum hawa. Masalah-masalah yang muncul akibat gender bagi para kaum wanita
antara lain adalah:
a) Marginalisasi
Marginalisasi adalah suatu proses yang mengakibatkan kemiskinan. Hal ini
dapat terjadi karena berbagai faktor diantaranya adalah bencana alam, konflik
bersenjata penggusuran atau proses eksploitasi. Dan dalam masalah ini pengaruh
terhadap kaum perempuan didominasi karena faktor gender.
b) Subordinasi
Subordinasi timbul sebagai akibat dari pandangan gender terhadap kaum
perempuan. Saat ini masyarakat selalu menempatkan perempuan pada posisi yang
lebih rendah daripada laki-laki, akibatnya akses dan partisipasi perempuan dalam
berbagai bidang pembangunan terbatas.
c) Stereotipe
Suatu pelabelan/ penandaan negatif terhadap kaum perempuan oleh
masyarakat yang selalu membuat pihak perempaun selalu dirugikan. Dampak dari
stereotipe itu sendiri diantaranya adalah menyulitkan, membatasi, memiskinkan
dan juga merugikan para kaum perempuan.
d) Violence ( Kekerasan)
Violence adalah invasi atau serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologis seseorang. Violence terhadap perempuan kerap terjadi karena
stereotipe gender. Pada dasarnya hal ini dapat terjadi karena ketidaksetaraan
kekuatan dalam masyarakat.
e) Beban ganda
Beban ganda adalah suatu pembagian tugas dan tanggung jawab yang selalu
memberatkan salah satu pihak saja.
4. Pendidikan Berkeadilan Gender
Ada beberapa fungsi dan tujuan mempelajari gender. Diantaranya adalah
berfungsi untuk menurunkan atau mentransformasikan budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Yang kedua juga dapat berfungsi untuk mengubah perilaku ke
arah yang lebih baik. Dan yang selanjutnya dengan mempelajari gender seharusnya
kita dapat berfikir bahwa sebernarnya antara orang-orang yang maskulin dan yang
feminim itu memiliki potensi SDM yang sama. Jadi, dari sini dapat disimpulkan
bahwa dengan mempelajari gender maka kita akan menjadi lebih mengerti secara
detail tentang keadilan gender dan bagaimana batas-batasan memebedakan seorang
laki-laki dan perempuan dalam hak asasi manusia.
5. Isu Gender dalam HAM
Hingga saat ini banyak masyarakat yang menggap Islam adalah agama yang
selalu meletakkan perempuan dibawah laki-laki. Padahal jika melihat islam secara
historis dan juga melihat asbabul nuzul dari ayat-ayat Al-Quran, maka kita akan
paham ayat-ayat Al-Quran diturunkan selalu dengan sebuah alasan sehingga tidak ada
pihak yang saling menyalahkan suatu pemikiran tertentu. Salah satu contohnya
mengenai Hak Waris.
Dalam Al-Quran dalam surat An-Nisa’ ayat 11 tertulis “Allah mensyariatkan
kepadamu tentang (pembagian harta warisan) bagi anak-anakmu. Yaitu bagian
seorang anak laki-laki adalah dua dan bagian perempuan satu”. Jika kita melihat
disaat peradaban Islam muncul, anak perempuan adalah suatu hal yang tak pernah
mereka inginkan.
Bahkan mengubur hidup-hidup bayi perempuan adalah hal yang wajar. Jadi
memberi seorang anak perempuan adalah dianggap sebagai suatu hal yang sangat adil
saat itu. Walaupun sebenarnya surat An-Nisa’ 11 adalah sebuah ukuran batas
maksimal dan minimal sebuah pembagian waris itu sendiri. Karena apa? Sebenarnya
tentang pemberian waris sendiri sudah dijelaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 7 “Bagi
anak laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabat,
baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. Dari sini sudah
dapat terlihat bahwa dalam Al-Quran udah dijelaskan bahwa kedudukan laki-laki dan
perempuan sama, hanya para masyarakat banyak yang salah menafsirkan ayat-ayat
Al-Quran tersebut.
6. Ketidaksetaraan Gender
Berikut ini beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan gender terhadap
kesehatan baik laki-laki maupun perempuan sejak lahir hingga lanjut usia.
5. Informasi/pendidikan
Informasi atau masukan untuk dapat membuat atau mengambil keputusan
untuk memodifikasi atau merubah situasi, pendidikan formal, pendidikan non-formal,
kesempatan untuk bertukar informasi dan pendapat.
2. Nilai-nilai HAM
Nilai-nilai HAM berlaku di semua tempat. Dengan demikian pemahaman dan
pengakuan terhadap nilai- nilai HAM berlaku sama dan universal bagi semua bangsa
dan Negara. Dalam kaitannya dengan hal ini, ada dua pandangan dalam melihat
relativisme nilai-nilai HAM yaitu strong relativist dan weak relativist. Strong
relativist beranggapan bahwa nilai-nilai HAM dan nilai-nilai lainnya secara prinsip
ditentukan oleh budaya dan lingkungan tertentu, sedangkan universalitas nilai HAM
hanya menjadi pengontrol dari nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang didasari oleh
budaya local atau lingkungan yang spesifik. Berdasarkan pandangan ini diakuinya
adanya nilai-nilai HAM yang bersifat particular dan universal.
Sementara Weak relativist memberi penekanan bahwa nilai-nilai HAM
bersifat universal dan sulit dimodifikasi berdasarkan pertimbangan budaya tertentu.
Jadi, hanya mengakui nilai-nilai Hak Asasi Manusia universal.
3. HAM dalam Tinjauan Islam
Islam adalah agama yang sempurna, karena di dalam ajarannya sudah tercakup
semua tuntunan ideal bagi kehidupan manusia di dunia agar selamat dan bahagia
menuju kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Meskipun istilah HAM belum
dikenal ketika Islam turun pada masyarakat Arab pada abad ke-7 Masehi, namun
prinsip-prinsip penghormatan dan penghargaan pada manusia dan kemanusiaan sudah
diajarkan Islam secara tegas.
Manusia adalah makhluk yang bermartabat dan harus dihormati tanpa
membedakan ras, suku bangsa, agama, warna kulit, bahasa, jenis kelamin, jenis
gender, dan ikatan primordial lainnya. Salah satu bentuk penghormatan kepada
manusia adalah menjaga kelangsungan hidupnya, nyawanya tidak boleh dihilangkan
(Q.S An-Naml [27]: 33; al-Maidah [5]: 32), juga fisik dan psikisnya tidak boleh
disakiti untuk alasan apapun (Q.S al-Maidah [5]: 45). Semua manusia harus
mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan
tanpa pembedaan.
4. Pelanggaran dan Pengadilan HAM
Pelanggaran HAM dikelompokkan menjadi dua, yaitu pelanggaran berat dan
pelanggaran ringan. Ada pandangan bahwa apa yang dianggap sebagai pelanggaran
HAM yang berat adalah sesuatu yang langsung mengancam kehidupan atau integritas
fisik seseorang. Ada kualifikasi yang menyatakan suatu pelanggaran HAM masuk
kategori berat atau bukan, didasarkan juga pada sifat kejahatan, yaitu sistematis dan
meluas. Sistemastis dikonstruksikan sebagai suatu kebijakan atau rangkaian tindakan
yang telah direncanakan. Sementara itu, meluas menunjuk pada akibat tindakan yang
menimbulkan banyak korban dan kerusakan yang parah secara luas. Pada saat
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 mulai berlaku, dibentuklah Pengadilan HAM
di beberapa daerah yang daerah hukumnya berada pada Pengadilan Negeri.
2. Asuhan Holistik
a. Psikologis :
Seorang remaja masih memiliki keadaan emisional yang labil, sehingga
mudah stress dan mengambil keputusan yang tidak semestinya. Keputusan yang
diambil selalu menjurus pada aborsi. Bidan perlu cepat merespon dan melakukan
konseling terhadap kehamilannya.
b. Sosial :
Tindakan yang telah dilakukan remaja tersebut dari segi masyarakat tidak ada
yang membenarkan, sehingga jika sampai diketahui maka remaja tersebut akan
mendapatkan sanksi moral oleh masyarakat. Peran yang dilakukan bidan yaitu
pendekatan pada tokoh masyarakat disekitar lokasi ona X mengenai penyuluhan
kesehatan reproduksi pada perempuan.
c. Spiritual :
Dalam agama pun tindakan zina sangat dimurkai oleh Allah, apalagi apabila
terjadi aborsi yang disengaja. Di dalam agama manapun, perbuatan ini tidaklah
dibenarkan. Bidan perlu memberikan penjelasan yang sesuai.
3. Prognisis
Jika kasus ini tidak ditangani dengan baik, pasien akan stress bahkan sampai
depresi. Sehingga akibatnya pasien akan memilih jalan menggugurkan kandungan.
Ketika pasien mengetahui tenaga medis tidak mungkin mau membantu
menggugurkan, pasien akan datang ke tenaga non medis atau digugurkan sendiri
dengan cara yang ia tahu. Resikonya dia bisa mengalami perdarahan, infeksi, bahkan
kematian. Resiko lainnya adalah ketika perbuatan itu diketahui orang dan dilaporkan
polisi, dia dan pacarnya akan terkena VC
Dalam UU 36/2009 Pasal 194 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah.
Seorang ibu postpartum hari ke-7 mendatangi rumah bersalin Bidan Y dengan
tujuan ingin mengontrol kesehatannya pasca melahirkan. Saat berkonsultasi, si ibu
mengungkapkan isi hatinya bahwa sang suami tidak mengizinkan ia untuk ber-KB.
Padahal, suami istri tersebut sudah memiliki 2 orang anak, 1 anak perempuan dan 1 anak
laki-laki sehingga sang istri sudah tidak ingin hamil lagi. Si istri juga menginginkan jika
suaminya ikut berpartisipasi dalam KB.
2. Asuhan Holistik
a. Aspek Biologis :
1) Memberikan informasi KB bagi pria serta informasi tentang hak reproduksi
bagi pria/suami dan perempuan/istri.
2) Bidan memberikan konseling kepada pasutri tentang jenis-jenis dan efek
samping dari KB pria dan wanita
3) Mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan
kontrasepsi atau metode KB. Dukungan tersebut meliputi :
a) Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuaidengan
keinginan dan kondisi istrinya
b) Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti
mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk control
c) Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun
komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi
d) Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk control atau
rujukan
e) Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan tidak cocok
f) Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakanmetode
pantang berkala
g) Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri
tidak memungkinkan.
4) Anjurkan suami berperan dalam pemakainan KB dengan menggunakan salah
satu cara atau metode kontrasepsi, seperti dengan menggunakan alat
kontrasepsi kondom, vasektomi, metode senggamaterputus, dan metode
pantang berkala / sitem kalender.
5) Menjelaskan kepada pasutri akan pentingnya keluarga berencana bukan saja
dampaknya bagi pertumbuhan penduduk saja namun juga dampak pada
kesejahteraan hidup keluarga yang mereka miliki.
b. Aspek Psikologis :
1) Anjurkan ibu untuk mengajak suaminya berkonsultasi bersama bidan.
2) Menganjurkan suami untuk memberikan kesempatan kepada sang istri untuk
memutuskan metode kontrasepsi yang diinginkan (tidak ketergantungan pada
keputusan suami)
c. Aspek Sosial :
1) Memberikan informasi kepada masyarakat (lingkungan sosial) bahwa KB
bukan hanya urusan perempuan, melainkan juga urusan pria/suami.
2) Selain sebagai peserta KB, suami juga dapat berperan sebagai motivator, yang
dapat berperan aktif memberikan motivasi kepada anggota keluarga atau
saudaranya yang sudah berkeluarga dan masyarakat disekitarnya untuk
menjadi peserta KB, dengan menggunakan salah satu kontrasepsi. Untuk
memotivasi orang lain, maka seyogyanya dia sendiri harus sudah
menjadi peserta KB, karena keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi
seorang motivator yang baik.
d. Aspek Spiritual :
Anjurkan ibu dan suami untuk mendekatkan diri kepada Tuhan supaya bisa
diberikan jalan dan petunjuk, dibukakan pintu hati sang suami sehingga
memperbolehkan istrinya ber-KB atau sang suami ikut berpartisipasi dalam ber-
KB.
3. Prognosis
a. Jumlah anak banyak
b. Jarak kehamilan terlalu dekat
c. Bahaya kematian akibat perdarahan hebat dan macam-macam kelainan lain, bila
sang istri terus saja hamil dan bersalin lagi
d. Ibu mengalami depresi
e. Rendahnya kesejahteraan hidup keluarga
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita
sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut maka mustahil kita dapat hidup sebagai
manusia. Sedangkan gender berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat
Tuhan. Perbedaan biologis yakni perbedaan jenis kelamin (sex) adalah kodrat Tuhan dan
oleh karenanya secara permanen berbeda. Sedangkan gender adalah perbedaan perilaku
(behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan yang konstruksi secara sosial,
yakni perbedaan yang bukan kodrat dan bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan
oleh manusia (laki-laki dan perempuan) melalui proses sosial dan kultural yang panjang.
Perspektif gender mengarah pada suatu pandangan atau pemahaman tentang peran
perempuan dibedakan secara kodrati, dan peran gender yang ditetapkan secara sosial
budaya.
B. SARAN
1. Mahasiswa
Diharapkan proaktif dalam menganalisa kasus HAM dan Gender pada pelayanan
kesehatan di Indonesia.
2. Tenakes
Diharapkan dapat berperan dalam kelembagaan yang menangani kasus HAM dan
Gender di Indonesia
3. Masyarakat
Diharapkan mau ikut serta dalam berpartisipasi dalam penanganan kasus HAM dan
Gender di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Idi Subandy dan Hanif Suranto, (ed). Wanita dan Media. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1998
Soelaeman, M. Munandar. Ir. MS. Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu
Sosial. Bandung: Refika Aditama, 1998