Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KONSEP DASAR ASUHAN BERSPEKTIF

GENDER DAN HAM

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan kebidanan komprehensif

Dosen Pembimbing :

Elvi Era Liesmayani, S.SiT, M.Keb

Disusun Oleh :

Santi Purnama Sari (2101032031)

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN
TAHUN AKDEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbilalamin, Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian
alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ” KONSEP DASAR ASUHAN
BERSPEKTIF GENDER DAN HAM”. Makalah ini itulis dalam rangka pemenuhan tugas
Asuhan Kebidanan Komprehnsif.
Materi dalam makalah ini didapatkan dari berbagai sumber buku, internet dan Melalui
penemuan dari berbagai sumber serta konsultasi dengan orang-orang terdekat. Makalah ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai alat bantu dalam pengembangan dan pendalaman materi
kuliah Asuhan Kebidanan Komprehnsif. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini
bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Meulaboh, 1 Desember 2021


DAFTAR ISI

                                                                                                           
KATA PENGANTAR ..................................................................................................i
DAFTAR ISI ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................1
C. Tujuan ..............................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................2
A. Perspektif Gender .............................................................................................2
B. Gender ..............................................................................................................2
C. Konstruksi Sosial Gender ................................................................................5
D. Hak Asasi Manusia (HAM) .............................................................................6
E. Fungsi Bidan Dalam Gender Dan HAM ..........................................................8
F. Manfaat Asuhan Berspektif Gender Dan HAM .............................................10
BAB III PEMBAHASAN ..........................................................................................11
A. Kasus 1 ...........................................................................................................11
B. Kasus 2 ...........................................................................................................12
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................14
A. Kesimpulan ....................................................................................................14
B. Saran ..............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki manusia yang diperoleh
sejak lahir ke dunia dan merupakan kodrat dari Tuhan. Hak-hak tersebut dimiliki manusia 
tanpa memandang perbedaan ras, suku, agama dan jenis kelamin. Hak-hak tersebut bersifat
asasi dan universal.Untuk menjamin dan melindungi terlaksanannya hak asasi manusia, setiap
negara merumuskan dan mencantumkan hak asasi manusia dalam Undang-undang Dasar
yang berlaku di negaranya.
Negara Indonesia yang menganut paham kekeluargaan, menghormati dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia. Pokok-pokok hak asasi manusia diatur dalam UUD 1945 baik
dalam pembukaan maupun dalam batang tubuhnya. Hak-hak warga negara yang tercantum
dalam UUD 1945 sangat jelas termuat, betapa negara ini sangat menjunjung tinggi hak asasi
manusia, namun dalam pelaksanaannya hak-hak ini belum sepenuhnya dinikmati oleh seluruh
warga negara.Hak Asasi Manusia (HAM) sebenarnya bukanlah barang baru, dalam
“Universal Declaration of Human Rights” sudah termuat jelas adanya pernyataan negara-
negara sedunia (PBB) tentang hak asasi manusia. Tapi untuk bangsa ini hak asasi manusia
menjadi barang baru dan mahal bagi setiap Orang “tertindas”. Salah satu dari kaum tertindas
itu adalah perempuan, yang sampai saat sekarang belum mendapatkan perlakuan atas hak
asasi manusianya secara pantas pada tempatnya.
B. Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan perspektif pada Gender dan HAM dalam pelayanan
Kesehatan di Indonesia?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengetahuan tentang perspektif pada Gender dan HAM dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian HAM pada pelayanan kesehatan di Indonesia.
b. Mengetahui pengertian Gender pada pelayanan kesehatan di Indonesia.
c. Isu HAM dan Gender pada pelayanan kesehatan di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Perspektif Gender
Perspektif gender mengarah pada suatu pandangan atau pemahaman tentang peran
perempuan dibedakan secara kodrati, dan peran gender yang ditetapkan secara sosial
budaya. Perbedaan gender akan menjadi masalah jika perbedaan itu mengakibatkan
ketimpangan perlakuan dalam masyarakat serta ketidakadilan dalam hak dan kesempatan
baik bagi laki-laki maupun perempuan (Susanti, 2000: 2-3).

B. Gender
1. Pengertian Gender
Pengertian gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab antara
perempuan dan laki-laki. Hal ini ditentukan oleh nilai-nilai sosial budaya yang
berkembang. Sebab itu, masalah gender lahir dan dipertahankan oleh masyarakat.
Masyarakat umumnya didominasi oleh peran laki-laki (patriarki). Laki-laki memiliki
peran publik (bekerja, berorganisasi, berpolitik), sementara perempuan memiliki
peran privat (mengurus anak, mencuci, melahirkan, memasak). Ini merupakan
konstruksi gender yang mainstream.
Laki-laki dan perempuan, di semua lapisan masyarakat memainkan peran yang
berbeda, mempunyai kebutuhan yang berbeda, dan menghadapi kendala kendala yang
berbeda pula. Masyarakatlah yang membentuk nilai dan aturan tentang bagaimana
harus berperilaku, berpakaian, bekerja apa dan boleh berpergian kemana, dan contoh
lainnya.
Nilai dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat berbeda
sesuai dengan nilai sosial-budaya setempat dan seringkali berubah seiring dengan
perkembangan budaya. Di beberapa daerah contohnya, menjaga hasil bumi yang akan
dijual menjadi tugas perempuan, sementara di daerah lain itu menjadi tugas laki-laki.
Pada perkembangannya, kaum perempuan merupakan jumlah yang cukup
banyak di masyarakat. Mereka memiliki potensi publik (berorganisasi, berpolitik, dan
bekerja) yang ternyata setara dengan laki-laki. Namun, potensi tersebut terhambat
untuk muncul akibat pembatasan oleh budaya gender yang patriarkis. Sebab itu,
muncul gerakan emansipasi wanita (kini dikenal dengan feminis) yang berupaya
mensetarakan peran laki-laki dan perempuan, baik di sektor publik maupun privat.
Gerakan feminis terbagi ke dalam 2 gelombang.
Gelombang pertama berlangsung awal dekade 1900-an, berfokus pada
persamaan hak sipil dan politik. Gelombang kedua era 1960-an, berfokus pada peran
yang lebih besar dalam hak-hak seksual dan keluarga. Gender Equality Sebagian
besar, gerakan emansipasi perempuan bertujuan membangun Gender Equality
(kesetaraan gender). Gender Equality ini penting oleh sebab adanya kondisi-kondisi
kaum wanita sebagai berikut:
a. Harus kerja lebih keras ketimbang laki-laki untuk mempertahankan hidup
b. Punya kendali yang terbatas seputar penghasilan dan aset
c. Punya kesempatan yang lebih kecil untuk membangun dirinya
d. Menjadi korban kekerasan dan intimidasi
e. Punya posisi sosial yang subordinat
f. Kurang terwakili dalam kebijakan dan pembuatan keputusan
g. Ketidaksetaraan gender mencerminkan hilangnya potensi manusia, baik untuk
laki-laki maupun perempuan
Melalui sebuah survey bertajuk Gender Gap yang dilakukan tahun 2007 ,
dapat dilihat kondisi ketidaksetaraan gender dalam 4 bidang : Kesempatan dan
Partisipasi Ekonomi, Menikmati Pendidikan, Pemberdayaan Politik, serta Kesehatan
dan Pertahanan Hidup. Negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika rata-rata
memiliki tingkat Kesempatan dan Partisipasi Ekonomi perempuan yang rendah. Ini
juga terjadi di ketiga bidang lainnya (Menikmati Pendidikan, Pemberdayaan Politik,
serta Kesehatan dan Pertahanan Hidup). Indonesia, dalam hal Kesempatan dan
Partisipasi Ekonomi perempuan, menempati rangkin ke 82, Menikmati Pendidikan
rangking ke-93, Kesehatan dan Ketahanan Hidup rangking ke-81, serta Pemberdayaan
Politik rangkin ke-70.

2. Hubungan Antara Gender dan HAM


Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki berbeda karena tugas dan
aktivitasnya, ruang fisik yang mereka tempati dan orang-orang yang berhubungan
dengan mereka. Namun, perempuan memiliki akses ked an control yang kurang atas
sumber daya daripada laki-laki, khususnya akses ke pendidikan dan fasilitas pelatihan
yang terbatas.
Konsep analisis gender penting sekali di bidang kesehatan karena perbedaan
berbasis gender daalam peran dan tanggung jawab, pembagian pekerjaan, akses ked
an control atas sumber daya, dalam kekuasaan dan keputusan mempunyai
konsekuensi maskulinitas dan feminitas yang berbeda berdasarkan budaya, suku dan
kelas social. Sangat penting memilikin pemahaman yang baik tentang konsep dan
mengetahui karakteristik kelompok perempuan dan laki-laki yang berhubungan
dengan proses pembangunan.
Pada status kesehatan perempuan dan laki-laki. Konsekuensi boleh jadi
meliputi: “risiko yang berbeda dan kerawanan terhadap infeksi dan kondisi
kesehatan,” mebuat banyaknya pendapat tentang kebutuhan kesehatan tindakan yang
tepat, akses yang berbeda ke layanan kesehatan, yang diakibatkan oleh penyakit dan
konsekuensi social yang berbeda dari penyakit dan kesehatan.
WHO (2001) telah membuat daftar cara bagaimana dampak gender terhadap
status kesehatan:
a. Pembongkaran, risiko atau kerawanan
b. Sifat dasar, kekerasan dan frekuensi masalah kesehatan yang gejalanya dapat
dirasakan
c. Perilaku mencari kesehatan
d. Akses ke layanan kesehatan
e. Konsekuensi social jangka panjang dan konsekuensi kesehatan

3. Konsep Gender
Jika kita melihat tentang perbedaan gender yang terjadi saat ini maka akan
muncul beberapa masalah yang diakibatkan oleh gender dan  lebih mengarah bagi
para kaum hawa. Masalah-masalah yang muncul akibat gender bagi para kaum wanita
antara lain adalah:
a) Marginalisasi
Marginalisasi adalah suatu proses yang mengakibatkan kemiskinan. Hal ini
dapat terjadi karena berbagai faktor diantaranya adalah bencana alam, konflik
bersenjata penggusuran atau proses eksploitasi. Dan dalam masalah ini pengaruh
terhadap kaum perempuan didominasi karena faktor gender.
b) Subordinasi
Subordinasi timbul sebagai akibat dari pandangan gender terhadap kaum
perempuan. Saat ini masyarakat selalu menempatkan perempuan pada posisi yang
lebih rendah daripada laki-laki, akibatnya akses dan partisipasi perempuan dalam
berbagai bidang pembangunan terbatas.
c) Stereotipe
Suatu pelabelan/ penandaan negatif terhadap kaum perempuan oleh
masyarakat yang selalu membuat pihak perempaun selalu dirugikan. Dampak dari
stereotipe itu sendiri diantaranya adalah menyulitkan, membatasi, memiskinkan
dan juga merugikan para kaum perempuan.
d) Violence ( Kekerasan)
Violence adalah invasi atau serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologis seseorang. Violence terhadap perempuan kerap terjadi karena
stereotipe gender. Pada dasarnya hal ini dapat terjadi karena ketidaksetaraan
kekuatan dalam masyarakat.
e) Beban ganda
Beban ganda adalah suatu pembagian tugas dan tanggung jawab yang selalu
memberatkan salah satu pihak saja.

4. Pendidikan Berkeadilan Gender
Ada beberapa fungsi dan tujuan  mempelajari gender. Diantaranya adalah
berfungsi untuk menurunkan atau mentransformasikan budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Yang kedua juga dapat berfungsi untuk mengubah perilaku ke
arah yang lebih baik. Dan yang selanjutnya dengan mempelajari gender seharusnya
kita dapat berfikir bahwa sebernarnya antara orang-orang yang maskulin dan yang
feminim itu memiliki potensi SDM yang sama. Jadi, dari sini dapat disimpulkan
bahwa dengan mempelajari gender maka kita akan menjadi lebih mengerti secara
detail tentang keadilan gender dan bagaimana batas-batasan memebedakan seorang
laki-laki dan perempuan dalam hak asasi manusia.
5. Isu Gender dalam HAM
Hingga saat ini banyak masyarakat yang menggap Islam adalah agama yang
selalu meletakkan perempuan dibawah laki-laki. Padahal jika melihat islam secara
historis dan juga melihat asbabul nuzul dari ayat-ayat Al-Quran, maka kita akan
paham ayat-ayat Al-Quran diturunkan selalu dengan sebuah alasan sehingga tidak ada
pihak yang saling menyalahkan suatu pemikiran tertentu. Salah satu contohnya
mengenai Hak Waris.
Dalam Al-Quran dalam surat An-Nisa’ ayat 11 tertulis “Allah mensyariatkan
kepadamu tentang (pembagian harta warisan) bagi anak-anakmu. Yaitu bagian
seorang anak laki-laki adalah dua dan bagian perempuan satu”. Jika kita melihat
disaat peradaban Islam muncul, anak perempuan adalah suatu hal yang tak pernah
mereka inginkan.
Bahkan mengubur hidup-hidup bayi perempuan adalah hal yang wajar. Jadi
memberi seorang anak perempuan adalah dianggap sebagai suatu hal yang sangat adil
saat itu. Walaupun sebenarnya surat An-Nisa’ 11 adalah sebuah ukuran batas
maksimal dan minimal sebuah pembagian waris itu sendiri. Karena apa? Sebenarnya
tentang pemberian waris sendiri sudah dijelaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 7 “Bagi
anak laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabat,
baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. Dari sini sudah
dapat terlihat bahwa dalam Al-Quran udah dijelaskan bahwa kedudukan laki-laki dan
perempuan sama, hanya para masyarakat banyak yang salah menafsirkan ayat-ayat
Al-Quran tersebut.

6. Ketidaksetaraan Gender
Berikut ini beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan gender terhadap
kesehatan baik laki-laki maupun perempuan sejak lahir hingga lanjut usia.

N KETIDAKSETARAAN KETIDAKSETARAAN GENDER


O GENDER (PEREMPUAN) (LAKI-LAKI)
1 Rata-rata perempuan di pedesaan Laki-laki bekerja 20% lebih pendek.
bekerja 20% lebih lama daripada
laki-laki.
2 Perempuan mempunyai akses Laki-laki menikmati akses sumber daya
yang terbatas terhadap ekonomi yang lebih besar.
sumberdaya ekonomi.
3 Perempuan tidak mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang lebih
akses yang setara terhadap baik terhadap sumberdaya pendidikan
sumberdaya pendidikan dan dan pelatihan.
pelatihan.
4 Perempuan tidak mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang
akses yang setara terhadap mudah terhadap kekuasaan dan
kekuasaan dan pengambilan pengambilan keputusan di semua
keputusan disemua lapisan lapisan masyarakat.
masyarakat.
5 Perempuan menderita dan Laki-laki tidak mengalami tingkat
mengalami kekerasan dalam kekerasan yang sama dengan
rumah tangga dengan kadar yang perempuan.
sangat tinggi.

C. Konstruksi Sosial Gender


1. Pembagian pekerjaan berbasis Gender
Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki melakukan aktivitas yang
berbeda, walaupun karakteristik dan cakupan aktivitas tersebut berbeda melintasi
kelas dan komunitas. Aktivitas tersebut juga boleh berubah sepanjang waktu.
Perempuan biasanya bertanggung jawab dalam perawatan anak dan pekerjaan rumah
tangga atau sering disebut peran reproduksi, tetapi mereka juga terlibat dalam
produksi barang-barang untuk konsumsi rumah tangga atau pasar atau yang dikenal
dengan peran produktif. Laki-laki biasanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan
rumah tangga, makanan, minuma dan sumber daya terutama peran produktif.

2. Peran Gender dan Norma


Dalam masyarakat, laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperilaku
sesuai dengan norma dan peran maskulin dan feminin. Mereka harus berpakaian
dengan cara yang berbeda, tertarik kepada isu atau topik yang berbeda, tertarik kepada
isu dan topik yang berbeda dan memiliki respon yang tidak sama dalam segala situasi.
Ada persepsi yang disepakati bersama bahwa apa yang dilakukan oleh laki-laki baik
dan lebih bernilai daripada yang dilakukan perempuan. Dampak dari peran gender
yang dibentuk secara sosial.
Perempuan diharapkan membuat diri mereka menarik dari laki-laki, tetapi
bersikap agak pasif, menjaga keperewanan, tidak pernah memulai aktivitas seksual
dan melindungi diri dari hasrat seksual laki-laki yang tidak terkendali. Dalam
masyarakat tertentu, hal ini terjadi karena perempuan dianggap memiliki dorongan
seksual yang lebih rendah. Dalam masyarakat lain, cara perempuan dikendalikan
adalah berdasarkan pemikiran bahwa perempuan memiliki dorongan seksual dan
secara alami tidak dapat setia pada satu pasangan.

3. Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan


Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya biasanya
membuat laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam kelompok sosial
manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan fisik, pengetahuan dan
keterlampilan, kekayaan dan pendapatan, atau kekuasaan untuk mengambil keputusan
karena merekalah yang memegang otoritas.
Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam membuat
keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan laki-laki dan kontrol atas
sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui undang-undang dan kebijakan
negara, serta melalui aturan dan peraturan institusi sosial yang formal. Hukum di
berbagai negara di dunia memberi peluang kendali yang lebih besar kepada laki-laki
atas kekayaan dan hak dalam perkawinan, serta atas anak-anak. Selama berabad-abad,
lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi lembaga keagamaan
mengingkari hak perempuan untuk menjadi pemimpin agama, dan sekolah sering kali
bersikukuh bahwa ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan sang ibu.

4. Akses ke dan kontrol atas Sumber Daya


Perempuan dan laki-laki mempunyai akses ke dan kontrol yang tidak setara
atas sumber daya. Ketidaksetaraan ini merugikan perempuan. Ketidaksetaraan
berbasis gender dalam hubungannya dengan akses ke dan kontrol atas sumber daya
terjadi dalam kelas sosial, ras, atau kasta. Tetapi, perempuan dan laki-laki dari
raskelas sosial tertentu dapat saja memiliki kekuasaan yang lebih besar dari laki-laki
yang berasal dari kelas sosial yang rendah.
Contohnya, perempuan dapat memiliki akses ke pelayanan kesehatan, tetapi
tidak memiliki kendali atas pelayanan apa saja yang tersedia dan kapan menggunakan
pelayanan tersebut. Contoh lain yang lebih umum adalah perempuan memiliki akses
untuk memiliki pendapatan atau harta benda, tetapi tidak mempunyai kendali atas
bagaiman pendapatan tersebut dihabiskan atau bagaiman harta tersebut digunakan.

5.  Informasi/pendidikan
Informasi atau masukan untuk dapat membuat atau mengambil keputusan
untuk memodifikasi atau merubah situasi, pendidikan formal, pendidikan non-formal,
kesempatan untuk bertukar informasi dan pendapat.

D. Hak Asasi Manusia (HAM)


1. Pengertian HAM
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan
kodratnya (Kaelan: 2002). Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB),
dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin
Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia
yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Dalam pasal 1 UU No39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan meruapak anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungu oleh negara, hokum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
HAM adalah kemerdekaan, kebebasan, dan perlindungan paling mendasar
bagi setiap manusia, bersifat lintas pemerintahan dan agama, tidak berbeda baik saat
perang maupun damai, serta bersifat tetap. Saat ini, kajian HAM meliputi:
a. Hidup kebebasan, dan keamanan Kemerdekaan beragama, berpikir, berpolitik,
melakukan gerakan, berserikat, berpendapat, dan berorganisasi
b. Menempuh jalur hukum, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, memiliki sesuatu,
berkebudayaan
c. Berumah-tangga dan berkeluarga;
d. Bebas dari diskriminasi, penghukuman yang tidak adil, tirani, dan penindasan.

Secara resmi, Hak Asasi Manusia menjadi isu internasional setelah


diproklamasikannya Universal Declaration of Human Rights tanggal 10 Desember
1948 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Deklarasi tersebut telah diterjemahkan
ke dalam 360 bahasa untuk keperluan sosialisasi ke seluruh penjuru dunia.
Harapannya adalah pemerintah di seluruh dunia mau mempelajari dan memasukkan
substansi deklarasi tersebut ke dalam sistem konstitusinya. Indonesia sendiri telah
memasukkan point-point Hak Asasi Manusia di dalam Bab XA (amandemen ke-2
UUD 1945). Ini merupakan bukti keseriusan pemerintah Indonesia untuk
mengimplementasikan prinsip-prinsip HAM di dalam sistem hukum paling tingginya.

2. Nilai-nilai HAM
Nilai-nilai HAM berlaku di semua tempat. Dengan demikian pemahaman dan
pengakuan terhadap nilai- nilai HAM berlaku sama dan universal bagi semua bangsa
dan Negara. Dalam kaitannya dengan hal ini, ada dua pandangan dalam melihat
relativisme nilai-nilai HAM yaitu strong relativist dan weak relativist. Strong
relativist beranggapan bahwa nilai-nilai HAM dan nilai-nilai lainnya secara prinsip
ditentukan oleh budaya dan lingkungan tertentu, sedangkan universalitas nilai HAM
hanya menjadi pengontrol dari nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang didasari oleh
budaya local atau lingkungan yang spesifik. Berdasarkan pandangan ini diakuinya
adanya nilai-nilai HAM yang bersifat particular dan universal.
Sementara Weak relativist memberi penekanan bahwa nilai-nilai HAM
bersifat universal dan sulit dimodifikasi berdasarkan pertimbangan budaya tertentu.
Jadi, hanya mengakui nilai-nilai Hak Asasi Manusia universal.

3. HAM dalam Tinjauan Islam
Islam adalah agama yang sempurna, karena di dalam ajarannya sudah tercakup
semua tuntunan ideal bagi kehidupan manusia di dunia agar selamat dan bahagia
menuju kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Meskipun istilah HAM belum
dikenal ketika Islam turun pada masyarakat Arab pada abad ke-7 Masehi, namun
prinsip-prinsip penghormatan dan penghargaan pada manusia dan kemanusiaan sudah
diajarkan Islam secara tegas.
Manusia adalah makhluk yang bermartabat dan harus dihormati tanpa
membedakan ras, suku bangsa, agama, warna kulit, bahasa, jenis kelamin, jenis
gender, dan ikatan primordial lainnya. Salah satu bentuk penghormatan kepada
manusia adalah menjaga kelangsungan hidupnya, nyawanya tidak boleh dihilangkan
(Q.S An-Naml [27]: 33; al-Maidah [5]: 32), juga fisik dan psikisnya tidak boleh
disakiti untuk alasan apapun (Q.S al-Maidah [5]: 45). Semua manusia harus
mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan
tanpa pembedaan.
  
4. Pelanggaran dan Pengadilan HAM
Pelanggaran HAM dikelompokkan menjadi dua, yaitu pelanggaran berat dan
pelanggaran ringan. Ada pandangan bahwa apa yang dianggap sebagai pelanggaran
HAM yang berat adalah sesuatu yang langsung mengancam kehidupan atau integritas
fisik seseorang. Ada kualifikasi yang menyatakan suatu pelanggaran HAM masuk
kategori berat atau bukan, didasarkan juga pada sifat kejahatan, yaitu sistematis dan
meluas. Sistemastis dikonstruksikan sebagai suatu kebijakan atau rangkaian tindakan
yang telah direncanakan. Sementara itu, meluas menunjuk pada akibat tindakan yang
menimbulkan banyak korban dan kerusakan yang parah secara luas. Pada saat
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 mulai berlaku, dibentuklah Pengadilan HAM
di beberapa daerah yang daerah hukumnya berada pada Pengadilan Negeri.

E. Fungsi Bidan Dalam Gender Dan HAM

1. Fungsi bidan dalam gender


Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis kelamin yang
berbeda. Perbedaan yang bersifat universal tersebut, sayangnya banyak disalah artikan
sebagai sebuah sekat yang membentengi ruang gerak. Dalam perkembangannya
kemudian, jenis kelamin perempuan lebih banyak menerima tekanan, hanya karena
secara kodrati perempuan dianggap lemah dan tak berdaya.
Yulfita Rahardjo dari Pusat Studi Kependudukan dan Pemberdayaan Manusia
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, persepsi yang bias tersebut
pada akhirnya menyulitkan perempuan untuk mendapatkan akses pada berbagai segi
kehidupan, utamanya bidang kesehatan yang menentukan kehidupan dan kematian
perempuan.
Secara biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan menyusui, sementara
pria tidak. Perempuan memiliki payudara yang berfungsi untuk menyusui, laki-laki
tidak punya. Demikian juga jakun dan testikel yang dimiliki pria, tidak dimiliki kaum
hawa.
Jenis kelamin memang bersifat kodrati, seperti melahirkan dan menyusui bagi
perempuan. Tapi gender yang mengacu pada peran, perilaku dan kegiatan serta atribut
lainnya yang dianggap oleh suatu masyarakat budaya tertentu sebagai sesuatu yang
pantas untuk perempuan atau pantas untuk laki-laki, masih bisa dirubah.
Di beberapa wilayah dengan adat istiadat dan budaya tertentu, isu gender
memang sangat membedakan aktivitas yang boleh dilakukan antara pria dan wanita.
Pada masyarakat Jawa dari strata tertentu misalnya, merokok dianggap pantas untuk
laki-laki, tapi tidak untuk perempuan.
Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar disandang
perempuan. Sementara dokter kandungan didominasi laki-laki. Bahkan pernah
dalam satu masa, dokter kandungan tidak boleh dilakoni kaum hawa. Juga mitos
gender seputar hubungan seksual, dimana isteri tabu meminta suaminya untuk pakai
kondom. Jadi yang ber-KB adalah kaum perempuan. Dalam masalah ini bidan
berperan untuk member penyuluhan kepada pasangan suami istri bahwa tidak hanya
kaum wanita yang diharuskan memakai KB namun kaum laki-laki pun perlu memakai
KB bila ingin meminimalisir kehamilan dan persalinan.
Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi dengan Angka
Kematian Ibu (AKI) mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka Kematian Bayi
(AKB) mencapai 45/1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi, perempuan seringkali
menghadapi hambatan untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal
itu disebabkan tiga hal, yakni jarak geografis, jarak sosial budaya serta jarak ekonomi.
Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit
atau puskesmas letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan
kesehatan. Dalam masalah ini bidan desa atau bidan yang berada di daerah terpencil
sangat berperan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang layak kepada
para wanita ataupun pria yang menduduki tempat terpencil.
Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada keengganan
kaum ibu jika mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-
laki. Mereka, kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman kalau melahirkan di rumah dan
ditemani mertua dan anak-anak. Akibatnya, apabila terjadi perdarahan dalam proses
persalinan, sulit sekali mendapatkan layanan dadurat dengan segera. Bidan pun
berperan dalam member penyuluhan tentang bahaya melahirkan dirumah tanpa
bantuan tenaga medis. Itu semua dilakukan untuk meminimalisir Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angkan Kematian Bayi (AKB) yang saat ini semakin berkembang setiap
tahunnya.
Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi. Banyak
keluarga yang kurang mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk menuju rumah
sakit atau rumah bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan melihat klien berdasarkan
status ekonominya karena bidan berperan sebagai penolong bagi semua kliennnya dan
tidak membedakan status ekonominya.
Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum pria. Di
bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan dan
informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan anak
ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan stereotip gender yang
melabelkan urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada umumnya
sebagai urusan perempuan. Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan bagaimana
norma dan nilai gender serta perilaku yang berdampak negatif terhadap kesehatan.
Untuk itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender
dalam meurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

2. Fungsi Bidan dalam HAM


Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), bidan memiliki beberapa fungsi,
diantaranya:
a. Memberikan hak kepada semua pasangan dan individual untuk memutuskan
dan bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk mempunyai
anak serta hak atas informasi yang berkaitan dengan hal tersebut. Contohnya
bidan memberikan informasi selengkap-lengkapnya kepada klien saat klien
tersebut ingin menggunakan jasa KB (Keluarga Berencana) dan bidan
memberi hak kepada klien untuk mengambil keputusan sesuai keinginan
kliennya.
b. Memberikan hak kepada masyarakat untuk mendapatkan kehidupan seksual
dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta memberikan hak untuk
mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal tersebut dapat terwujud.
Misalnya, bidan membrikan penyuluhan tentang kehidupan seksual dan
kesehatan reproduksi kepada masyarakat dan memberikan pelayanan serta
informasi selengkap-lengkapnya kepada masyarakat agar masyarakat
mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik.
c. Memberikan hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan
reproduksi yang bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan. Hak-hak
reproduksi

F. Manfaat Asuhan Beperspektif gender dan HAM

1. Mengurangi AKI dan AKB


2.  Mengurangi Angka Kesakitan bagi perempuan
3.  Meningkatkan derajat kesehatan perempuan
4.  Memberikan hak bagi perempuan untuk menentukan sendiri tentang kesehatan
reproduksinya
5. Memberikan kesempatan bagi perempuan untuk mengajukan pendapat
6. Memudahkan perempuan untuk medapatkan askes kesehatan, informasi dan
pendidikan
BAB III
STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kasus 1 (Unwanted Child)


Nona X mengalami Broken home dari usia 13thn,selama 5thn, kesehariannya
tidak terurus oleh kedua orang tua nya, sampe akhir nya di kelas 2 SMA, berpacaran
dengan teman bermain nya, usia nya 3thn lebih tua, dan pacar tersebut menghamili nona
x, sehingga suatu saat, nona x memeriksakan kehamilan nya, yang kata nya, 2bln
kebidan,bersama sahabat nya.nona x ingin melakukan aborsi ke bidan tersebut,karena
keadaan nya,pacar nya tidak mau bertanggung jawab dan takut di ketahui dengan
orangtua nya dan keluarga nya.
1. Tugas dan Wewenag Bidan :
Hal ini bisa dilakukan asuhan jika pasien datang ke bidan untuk konsultasi
ataupun periksa. Dan jika bidan mengetahui kasus seperti ini, hal pertama yang dapat
dilakukan adalah memberikan semangat kepada pasien bahwa kehamilannya tidak
bisa disalahkan. (Psikis) Anak yang dikandungnya tidak bersalah, dan menggugurkan
kandungan itu bersalah dan berdosa. (Agama) Bahkan dengan menggugurkan
kandungan, banyak resiko yang akan ditimbulkan seperti perdarahan, infeksi jika
pelaksanaan tidak steril, berdosa karena telah membunuh, terkena sanksi pidana, dan
sanksi moral di masyarakat. (Sosial) Setelah pasien dirasa tenang, bidan dapat
menjadi fasilitator untuk berbicara kepada orang tua pasien. Berembuk bagaimana
yang akan dilakukan, dan mengajak ikut serta sang pacar dan keluarganya. Agar nona
x, tidak merasa sendiri dan murung lagi.

2. Asuhan Holistik
a. Psikologis :
Seorang remaja masih memiliki keadaan emisional yang labil, sehingga
mudah stress dan mengambil keputusan yang tidak semestinya. Keputusan yang
diambil selalu menjurus pada aborsi. Bidan perlu cepat merespon dan melakukan
konseling terhadap kehamilannya.
b. Sosial :
Tindakan yang telah dilakukan remaja tersebut dari segi masyarakat tidak ada
yang membenarkan, sehingga jika sampai diketahui maka remaja tersebut akan
mendapatkan sanksi moral oleh masyarakat. Peran yang dilakukan bidan yaitu
pendekatan pada tokoh masyarakat disekitar lokasi ona X mengenai penyuluhan
kesehatan reproduksi pada perempuan.
c. Spiritual :
Dalam agama pun tindakan zina sangat dimurkai oleh Allah, apalagi apabila
terjadi aborsi yang disengaja. Di dalam agama manapun, perbuatan ini tidaklah
dibenarkan. Bidan perlu memberikan penjelasan yang sesuai.

3. Prognisis
Jika kasus ini tidak ditangani dengan baik, pasien akan stress bahkan sampai
depresi. Sehingga akibatnya pasien akan memilih jalan menggugurkan kandungan.
Ketika pasien mengetahui  tenaga medis tidak mungkin mau membantu
menggugurkan, pasien akan datang ke tenaga non medis atau digugurkan sendiri
dengan cara yang ia tahu. Resikonya dia bisa mengalami perdarahan, infeksi, bahkan
kematian. Resiko lainnya adalah ketika perbuatan itu diketahui orang dan dilaporkan
polisi, dia dan pacarnya akan terkena VC
Dalam UU 36/2009 Pasal 194 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah.

B. Kasus 2 (Pengambilan keputusan)

Seorang ibu postpartum hari ke-7 mendatangi rumah bersalin Bidan Y dengan
tujuan ingin mengontrol kesehatannya pasca melahirkan. Saat berkonsultasi, si ibu
mengungkapkan isi hatinya bahwa sang suami tidak mengizinkan ia untuk ber-KB.
Padahal, suami istri tersebut sudah memiliki 2 orang anak, 1 anak perempuan dan 1 anak
laki-laki sehingga sang istri sudah tidak ingin hamil lagi. Si istri juga menginginkan jika
suaminya ikut berpartisipasi dalam KB.

1. Tugas dan Kewenangan Bidan


a. Kewenangan : Bidan wajib memberikan penyuluhan atau konseling tentang KB
kepada pasangan suami istri tersebut.
b. Tugas :
1) Bidan berhak memberikan saran kepada ibu untuk mengajak suaminya
melakukan konseling bersama
2) Bidan berhak menganjurkan ibu atau suami untuk ber-KB

2. Asuhan Holistik
a. Aspek Biologis :
1) Memberikan informasi KB bagi pria serta informasi tentang hak reproduksi
bagi pria/suami dan perempuan/istri.
2) Bidan memberikan konseling kepada pasutri tentang jenis-jenis dan efek
samping dari KB pria dan wanita
3) Mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan
kontrasepsi atau metode KB. Dukungan tersebut meliputi :
a) Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuaidengan
keinginan dan kondisi istrinya
b) Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti
mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk control
c) Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun
komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi
d) Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk control atau
rujukan
e) Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan tidak cocok
f) Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakanmetode
pantang berkala
g) Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri
tidak memungkinkan.
4) Anjurkan suami berperan dalam pemakainan KB dengan menggunakan salah
satu cara atau metode kontrasepsi, seperti dengan menggunakan alat
kontrasepsi kondom, vasektomi, metode senggamaterputus, dan metode
pantang berkala / sitem kalender.
5) Menjelaskan kepada pasutri akan pentingnya keluarga berencana bukan saja
dampaknya bagi pertumbuhan penduduk saja namun juga dampak pada
kesejahteraan hidup keluarga yang mereka miliki.
b. Aspek Psikologis :
1) Anjurkan ibu untuk mengajak suaminya berkonsultasi bersama bidan.
2) Menganjurkan suami untuk memberikan kesempatan kepada sang istri untuk
memutuskan metode kontrasepsi yang diinginkan (tidak ketergantungan pada
keputusan suami)
c. Aspek Sosial :
1) Memberikan informasi kepada masyarakat (lingkungan sosial) bahwa KB
bukan hanya urusan perempuan, melainkan juga urusan pria/suami.
2) Selain sebagai peserta KB, suami juga dapat berperan sebagai motivator, yang
dapat berperan aktif memberikan motivasi kepada anggota keluarga atau
saudaranya yang sudah berkeluarga dan masyarakat disekitarnya untuk
menjadi peserta KB, dengan menggunakan salah satu kontrasepsi. Untuk
memotivasi orang lain, maka seyogyanya dia sendiri harus sudah
menjadi peserta KB, karena keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi
seorang motivator yang baik.
d. Aspek Spiritual :
Anjurkan ibu dan suami untuk mendekatkan diri kepada Tuhan supaya bisa
diberikan jalan dan petunjuk, dibukakan pintu hati sang suami sehingga
memperbolehkan istrinya ber-KB atau sang suami ikut berpartisipasi dalam ber-
KB.

3. Prognosis
a. Jumlah anak banyak
b. Jarak kehamilan terlalu dekat
c. Bahaya kematian akibat perdarahan hebat dan macam-macam kelainan lain, bila
sang istri terus saja hamil dan bersalin lagi
d. Ibu mengalami depresi
e. Rendahnya kesejahteraan hidup keluarga
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita
sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut maka mustahil kita dapat hidup sebagai
manusia. Sedangkan gender berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat
Tuhan. Perbedaan biologis yakni perbedaan jenis kelamin (sex) adalah kodrat Tuhan dan
oleh karenanya secara permanen berbeda. Sedangkan gender adalah perbedaan perilaku
(behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan yang konstruksi secara sosial,
yakni perbedaan yang bukan kodrat dan bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan
oleh manusia (laki-laki dan perempuan) melalui proses sosial dan kultural yang panjang.
Perspektif gender mengarah pada suatu pandangan atau pemahaman tentang peran
perempuan dibedakan secara kodrati, dan peran gender yang ditetapkan secara sosial
budaya.

B. SARAN
1. Mahasiswa
Diharapkan proaktif dalam menganalisa kasus HAM dan Gender pada pelayanan
kesehatan di Indonesia.
2. Tenakes
Diharapkan dapat berperan dalam kelembagaan yang menangani kasus HAM dan
Gender di Indonesia
3. Masyarakat
Diharapkan mau ikut serta dalam berpartisipasi dalam penanganan kasus HAM dan
Gender di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Endah Purnasari. 2010.http://endahpurnasari.blogspot.co.id/2010/08/persfektif-


gender.html “The Female Factor‟, seri International Herald Tribune, e.g. „India‟s new focus
on rape shows only the surface of women‟s perils‟ dan video2 terkait misal „Moving past the
trauma of sexual assault‟, 14 Jan 2013 Gender, kesehatan dan pelayanan kesehatan, mata
kuliah ilmu sosial dan kesehatan masyarakat oleh Ratna Siwi Fatmawati, 2010

Budiman, Arief, Pembagian Kerja Secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologis


tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta, Gramedia,1985
Fakih, Mansour, DR. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1997

Ibrahim, Idi Subandy dan Hanif Suranto, (ed). Wanita dan Media. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1998

Illich, Ivan. Matinya Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998

Mosse, Julia Cleves. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s


Crisis Center dan Pustaka Pelajar, 1996
Mufidah, 2010,  Isu-isu Gender Kontenporer dalam Hukum Keluarga. Malang: UIN-
Maliki Press.
Mulia, Musdah, Islam dan Hak Asasi Manusia: Konsep dan
Implementasi. Yogyakarta:

Munir, Lily Zakiyah, (ed). Memposisikan Kodrat. Bandung: Mizan, 1999

Noor, H. M. Arifin, Drs. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Pustaka Setia, 1997

Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Sebuah


Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997

Soelaeman, M. Munandar. Ir. MS. Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu
Sosial. Bandung: Refika Aditama, 1998

Anda mungkin juga menyukai