Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS

Oleh :

NAMA : ENJEL FANECHA DIFA


NIM : 22221047

PROGRAM PROFESI NERS

IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG


2021
A. Defisini
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman
secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang
dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang
belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf
autonom. (Smarmo 2010).
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh tetonospamin yang di
produksi oleh clostridium tetani yang menginfeksi system urat saraf dan otot
sehingga otot menjadi kaku. (Gardjito, Widjoseno 2011).
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin
kuman Clostridium tetanibermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal,
diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak
pada otot massater dan otot-otot rangka. (Sjaifoellah Noer, 2013).

B. Etiologi
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi
bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode
inkubasi) (Brennen U. 2012).
Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing
atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka
geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang
berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan (Parry CM,
dkk. 2010).
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi
sel vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan
beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk
otak (Martinko JM, dkk. 2012).
C. Manifestasi Klinis
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala
pertama) rata-rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu
antara gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari.
Minggu pertama: regiditas, spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya
dimulai beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi
kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4
minggu. (Sudoyo, Aru 2010).
Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:

1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran


membuka mulut (trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot: otot leher, otot
dada, otot perut, otot lengan dan paha, otot punggung
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam
6. Keringat berlebihan
7. Sakit menelan
8. Spasme tangan dan kaki
9. Produksi air liur
10. BAB dan BAK tidak terkontrol
11. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang.

D. Komplikasi
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan robekan otot

E. Implementasi
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Pemberian ATS (anti tetanus)
b. ATS profilaksis
Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
 Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
 IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan
kiri)
 IM di region gluteal 10.000 IU
2. Perawatan luka
3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin.

F. Patofisiologi dan Pathway


Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui
luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi
bentuk vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan
oksigen rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya potensi oksigen.
Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh
kondisi luka. Beratnya penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan
kecepatan produksi toksin serta jumlah toksin yang mencapai susunan saraf
pusat. Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan
berbagai cara, masuk ke dalam otot, penyebaran melalui sistem limfatik,
penyebaran ke dalam pembuluh darah, toksin masuk ke susunan saraf pusat
(SSP) (Parry CM, dkk. 2013).

Luka

Perawatan luka yang salah

Keadaan luka anaerob

Kuman berkembang biak dan


memperbanyak diri

Menghasilkan toksin tetanus


yang menyebar keseluruh tubuh

Menghambat pengantaran
neurotransmiter

Otot
Susah menelan Spasme otot gerak/ekstremitas

Indikasi
Penumpukan Sekret trakeostomi Kekakuan

Bersihan jalan nafas


Resiko infeksi Nyeri akut
tidak efektif

G. Pencegahan

1.      Imunisasi tetanus


Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah
suntikan
a.       DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
b.      Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa.
2.      Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun.
3.      Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya

G. Pengkajian
1. Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah atau luka bakar dan
imunisasi yang tidak adekuat
2. Sistem pernapasan : dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot
pernafasan
3. Sistem kardiovaskular : dysritmia, takikardia, hipertensi, dan
pendarahan
4. suhu tubuh awal 38-40C atau febris, terminal 43-44 C
5. Sistem neurologis (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi,
kelumpuhan satu atau beberapa saraf
6. Sistem perkemihan : Retensi urine (distensi kandung kencing dan urine
output tidak ada/oliguria)
7. Sistem pencernaan : konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus

H. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekresi sekrit akibat kerusakan otot-otot menelan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)
3. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer, prosedur invasive

I. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Outcome Intervensi
.
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan askep Airway manajemen :
nafas tidak … jam Status respirasi: 1. Bebaskan jalan nafas
efektif b/d terjadi kepatenan jalan dengan posisi leher
banyaknya nafas dengan Kriteria ekstensi jika
secret mucus Hasil : memungkinkan.
a. Suara napas bersih 2. Posisikan pasien untuk
b. Tidak ada sianosis Memaksimalkan
c. Tidak ada sputum ventilasi
d. Tidak ada dyspneu 3. Pasang ET jika
e. Menunjukan jalan memeungkinkan
nafas yang paten. 4. Lakukan terapi dada
Keterangan Skala : jika memungkinkan
1 : Tidak pernah 5. Keluarkan lendir
menunjukkan. dengan suction
2 : Jarang menunjukkan 6. Asukultasi suara nafas
3 : Kadang menunjukkan 7. Lakukan suction
4 : Sering menunjukkan melalui ET
5 : Selalu menunjukkan 8. Atur posisi untuk
mengurangi dyspnea
9. Monitor respirasi dan
status oksigen jika
memungkinkan
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Asuhan Manajemen nyeri :
berhubungan Keperawatan …. Jam 1. Lakukan pegkajian
dengan agen tingkat kenyamanan klien nyeri secara
injury: fisik meningkat dengan Kriteria komprehensif termasuk
Hasil: lokasi, karakteristik,
a. Klien mengatakan durasi, frekuensi,
nyeri yang dirasakan kualitas dan faktor
berkurang. presipitasi.
b. Klien dapat 2. Observasi reaksi
mendeskripsikan nonverbal dari ketidak
bagaimana nyamanan.
mengontrol nyeri 3. Gunakan teknik
c. Klien mengatakan komunikasi terapeutik
kebutuhan istirahat untuk mengetahui
dapat terpenuhi pengalaman nyeri klien
d. Klien dapat sebelumnya.
Menerapkan metode 4. Kontrol factor
non farmakologik lingkungan yang
untuk mengontrol mempengaruhi nyeri
nyeri seperti suhu ruangan,
Keterangan skala: pencahayaan,
1. Kuat kebisingan.
2. Berat 5. Kurangi factor
3. Sedang presipitasi nyeri.
4. Ringan 6. Ajarkan teknik non
5. Tidak ada farmakologis
(relaksasi, distraksi dll)
untuk mengetasi nyeri.
7. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
8. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
complain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan askep Kontrol infeksi :
b/d penurunan … jam infeksi 1. Batasi pengunjung.
imunitas tubuh, terkontrol, status imun 2. Bersihkan lingkungan
prosedur adekuat dengan Kriteria pasien secara benar
invasive Hasil: setiap setelah
a. Klien bebas dari digunakan pasien.
tanda-tanda infeksi 3. Cuci tangan sebelum
b. Klien mampu dan sesudah merawat
menjelaskan pasien, dan ajari cuci
tanda&gejala infeksi tangan yang benar.
c. Mendemonstrasikan 4. Pastikan teknik
perilaku seperti perawatan luka yang
cuci tangan, oral sesuai jika ada.
care dan perineal 5. Tingkatkan masukkan
care. gizi yang cukup.
Keterangan skala: 6. Tingkatkan masukan
1: Tidak pernah cairan yang cukup.
menunjukkan. 7. Anjurkan istirahat.
2 : Jarang menunjukkan 8. Berikan therapi
3 : Kadang menunjukkan antibiotic yang sesuai,
4 : Sering menunjukkan dan anjurkan untuk
5 : Selalu menunjukkan minum sesuai aturan.
9. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi
serta tentang tanda dan
gejala infeksi dan
segera untuk
melaporkan keperawat
kesehatan.
10. Pastikan penanganan
aseptic semua daerah
IV (intra vena).

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Hardi. 2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
nanda nic noc jilid 1. Media Action publishing. Yogyakarta
Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2010. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2,
Cetakan I, Medika FK UGM, Yogyakarta
Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 2010, Nursing Intervention
Classification (NIC), Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis
Nanda, 2013, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2012-2013, Ed-,
United States of America
Sudoyo Aru, dkk. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi
keempat. Internal Publising. Jakarta
Sumarmo, herry. 2011. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua.IDAI.
Jakarta.
Arif, Hardi. 2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis&
nanda nic noc jilid 1. Media Action publishing. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai