Anda di halaman 1dari 13

RANGKUMAN KONSEP DASAR PSIKOSOSIAL:

SEKSUALITAS, KESEHATAN SPIRITUAL, STRESS DAN


KOPING
Dosen Pengampu: Ibu Sussanty Cahyaning, S.Kep.,Ners,M.Kep

Disusun oleh: Aldini Nurul Aida


NIM: 10520045
Kelas: TK 1B Keperawatan
Poltekes TNI AU Ciumbuleuit
Kebutuhan Seksualitas
Seksualitas dalam arti luas ialah semua aspek badaniah. Seksualitas adalah
keinginan untuk berhubungan kehangatan, kemesraan dan cinta, termasuk di
dalamnya memandang, berbicara, dan bergandengan tangan.
Seks berkaitan dengan psikososial. Itulah sebabnya pendidikan mengenai seks
harus holistic atau menyeluruh. Beberapa pengertian yang berkaitan dengan
psikososial yaitu:
● Sexual identity (Identitas Kelamin)
Identitas kelamin ialah kesadaran individu akan kelaki-lakiannya atau
kewanitaan tubuhnya. Hal ini tergantung pada ciri-ciri seksual biologisnya,
yaitu kromosom genitalia eksterna dan interna, komposisi hormonal, testis,
dan ovarium serta ciri-ciri sex sekunder.
● Gender identity (Identitas Jenis Kelamin)
Identitas jenis kelamin atau kesadaran akan jenis kelamin kepribadiannya,
merupakan hasil isyarat dan petunjuk yang tidak terhitung banyaknya dari
pengalaman dengan anggota keluarga, guru, kawan, tema kerja dan dari
fenomena kebudayaan.
● Gender Role Behavior (Perilaku Peranan Jenis Kelamin)
Perilaku peranan jenis kelamin ialah semua yang dikatakan dan dilakukan
seseorang yang menyatakan bahwa dirinya itu seorang pria dan wanita.
Meskipun faktor biologis penting dalam mencapai peranan yang sesuai
dengan jenis kelaminnya, faktor utama adalah faktor belajar. Faktor yang
paling penting dalam mempertahankan seksualitas yang efektif ialah
ekspresi seksual yang selalu dilakukan dengan aktif.

1. Seksualitas Normal dan Penyesuaian Seks yang Sehat


Perilaku seksual yang normal ialah yang dapat menyesuaikan diri, bukan
karena tuntutan masyarakat, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan
individu yang berkaitan dengan kebahagiaan dan pertumbuhan, yaitu
perwujudan diri sendiri. Kemampuan memperoleh pengalaman seksual
tanpa ada rasa takut atau bersalah, jatuh cinta pada saat yang tepat dan
menikah dengan pasangan pilihan serta mempertahankan rasa cinta kasih
dan daya tarik seksual bersama pasangannya.
2. Rentang Perilaku Seksual
Respons seksual yang adaptif ditandai dengan kriteria sebagai berikut:
● Terjadi antara dua orang dewasa.
● Memberikan kepuasan timbal balik bagi pihak yang terlibat.
● Tidak membahayakan kedua belah pihak baik secara psikologis atau
fisik.
● Tidak ada paksaan.
● Tidak dilakukan di tempat umum.
3. Organ Seksualitas
a. Organ Seksualitas Pada Pria
Penis merupakan organ seksualitas utama bagi pria di samping
mulut dan puting susu. Ukuran penis dalam keadaan rileks tidak
berhubungan dengan ukurannya dalam keadaan ereksi, yaitu sebuah
penis yang lebih kecil berereksi relatif lebih besar dibandingkan
dengan penis yang lebih besar.
b. Organ Seksualitas Pada Wanita
Klitoris merupakan organ seksualitas utama pada wanita yang di
samping vagina, labia, puting susu, dan mulut. Ukuran klitoris sangat
bervariasi dan tidak berhubungan dengan besarnya nafsu atau
cepatnya respons seksual wanita yang bersangkutan.
4. Dorongan Seksual
Dorongan seksual merupakan keinginan untuk mendapatkan kepuasan
secara seksual yang diperoleh dengan perilaku seksual. Dorongan seksual
pada remaja muncul saat memasuki usia pubertas, sebab saat puber,
organ-organ reproduksi sudah mulai berfungsi, hormon-hormon seksualnya
juga sudah berfungsi. Hormon-hormon inilah yang menyebabkan
munculnya dorongan seksual, yaitu hormon esterogen dan progesteron
pada perempuan, serta hormon testosteron pada laki-laki.
5. Gangguan Kemampuan Seks
Impotensi adalah ketidakmampuan pria mencapai atau mempertahankan
ereksi sehingga akibatnya ia tidak melakukan coitus. Ragam impotensi
yaitu:
1) Impotensi primer yaitu tidak pernah mencapai ereksi dan tidak
pernah melakukan coitus.
2) Impotensi sekunder yaitu dulu pernah mencapai ereksi dan dapat
melakukan coitus, kemudian tidak dapat.
3) Impotensi selektif yaitu dapat melakukan coitus dalam keadaan
tertentu, tetapi tidak dapat dalam keadaan lainnya.
➢ Penyebab Impotensi:
● Faktor Organik: Yaitu kelemahan sesudah suatu penyakit
badaniah misalnya diabetes mellitus, hipotiroid, anemia,
malnutrisi, dan gangguan medulla spinalis.
● Faktor Psikologik: Penyebab impotensi menjadi manifestasi,
mungkin sebagai impotensi “biasa” mungkin juga sebagai
impotensi selektif.
4) Masturbasi Kompulsif
Masturbasi adalah menimbulkan rangsangan dan kepuasan seksual
pada diri sendiri. Masturbasi biasanya merupakan pendahuluan yang
normal sebelum perilaku hetero-sexual (yang berhubungan dengan
objek). Masturbasi menjadi patologik bila dilakukan secara kompulsif,
sehingga merupakan suatu gejala gangguan jiwa, bukan karena
seksual tapi karena kompulsif.

● Deviasi Seksual dan Seksual Abnormal


Deviasi seksual adalah gangguan arah-tujuan seksual. Arah dan tujuan
seksual dalam hal ini bukan lagi merupakan partner dari jenis kelamin yang
lain dalam hubungan heteroseksual yang umumnya dianggap biasa. Deviasi
seksual primer yaitu:
1. Homosexualitas dan lesbianisme
Homoseksualitas adalah keadaan seseorang yang menunjukkan
perilaku seksual di antara orang-orang dari sex yang sama.
Homoseksualitas biasanya dipakai untuk pria dan lesbianisme untuk
wanita.
2. Fetihisme
Fetihisme adalah keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan
pemuasan seksual dengan memakai sebagai pengganti seksual
berupa sebuah benda atau yang lainnya, misalnya sepatu, pakaian
dalam, kaos kaki atau rambut.
3. Pedofilia
Untuk mencapai kepuasan seksual, mak seorang pedofil memakai
objek seksualitasnya adalah dari seorang anak dari sex yang sama
atau berlainan.
4. Transvestitisme
Keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan pemuasan seksual
dengan memakai pakaian dan berperan sebagai seorang dari sex
yang berlainan.
5. Ekshibionisme
Untuk mencapai rangsangan dan pemuasan seksual seorang
exhibionist harus memperlihatkan genitalia nya di depan umum.
6. Voyeurisme
Voyeurisme atau skopofilia adalah keadaan seseorang yang harus
mengamati tindakan seksual atau ketelanjangan (orang lain) untuk
memperoleh rangsangan dan pemuasan seksual.
7. Sadisme dan Masokhisme
Seorang sadist mencapai rangsangan dan pemuasan seksual dengan
menyakiti (secara fisik dan psikologik) objek seksualnya.
8. Transeksuallisme
Seorang transeksuallisme menilai jenis kelamin badaniah, tidak
peduli ia dibesarkan sebagai pria atau wanita. Dapat dikatakan
bahwa “jenis kelamin fisik” nya dan “jenis kelamin psikologik” nya
bertentangan.
9. Deviasi seksual lain
Misalnya seks oral (kunilingus yaitu kontak mulut/lidah dengan alat
kelamin wanita, felasio yaitu kontak mulut dengan penis dan
analingus yaitu kontak mulut dengan anus), bila tidak dipakai
sebagai cara utama untuk mencapai pemuasan seksual.
10. Frotteurisme
Didefinisikan sebagai preolupasi berulang dengan dorongan atau
fantasi seksual yang kuat dengan lamanya sedikit 6 bulan.
Kesehatan Spiritual
Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat untuk
mendapatkan keyakinan, harapan, dan makna hidup. Spiritualitas merupakan
suatu kecenderungan untuk membuat makna hidup melalui hubungan
intrapersonal, interpersonal dan transpersonal dalam mengatasi berbagai
masalah kehidupan. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama berada
disamping klien, tugas utamanya adalah mempelajari bentuk dan sebab tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, salah satunya mengenai kebutuhan
spiritual.
Kesehatan (wellness) adalah suatu keseimbangan dimensi kebutuhan manusia
yang berbeda secara terus menerus-spiritual, sosial, emosional, intelektual, fisik,
okupasional, dan lingkungan. Kesehatan spiritual adalah kondisi yang dalam
pandangan sufistik disebut sebagai terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit
ruhaniah, seperti syirik (polytheist), kufur (atheist), nifaq atau munafik (hypocrite),
dan fusuq (melanggar hukum).
Kondisi spiritual yang sehat terlihat hadirnya ikhlas (ridha dan senang menerima
pengaturan Illahi), tauhid (meng-Esa-kan Allah). tawakal (berserah diri
sepenuhnya kepada Allah). Ketidakseimbangan spiritual (spirituality
disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan
yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kontinum sehat dan kesehatan mencakup
enam dimensi sehat yang mempengaruhi gerakan di sepanjang kontinum. Dimensi
ini diuraikan sebagai berikut:
1. Sehat fisik ukuran tubuh, ketajaman sensorik, kerentanan terhadap
penyakit, dan fungsi tubuh.
2. Sehat intelektual kemampuan untuk berfikir dengan jernih dan
menganalisis secara kritis untuk memenuhi tantangan hidup.
3. Sehat sosial kemampuan untuk memiliki hubungan interpersonal dan
interaksi dengan orang lain yang memuaskan.
4. Sehat emosional ekspresi yang sesuai dan kontrol emosi; harga diri, rasa
percaya, dan cinta.
5. Sehat lingkungan penghargaan terhadap lingkungan eksternal dan peran
yang dimainkan seseorang dalam mempertahankan, melindungi, dan
memperbaiki kondisi lingkungan.
6. Sehat spiritual keyakinan terhadap Tuhan atau cara hidup yang ditentukan
oleh agama; rasa terbimbing akan makna atau nilai kehidupan.
Spiritualitas dan Proses Penyembuhan
Spiritualitas adalah pencarian pribadi untuk memahami jawaban sebagai tujuan
akhir dalam hidup, tentang makna, dan tentang hubungan suci dan transenden.
Spirituality adalah proses kesadaran menanamkan kebaikan secara alami, yang
mana menemukan kondisi terbaik bagi kualitas perkembangan yang lebih tinggi.
Keterkaitan spiritualitas dengan proses penyembuhan dapat dijelaskan dengan
konsep holistik dalam keperawatan. Konsep holistik merupakan sarana petugas
kesehatan dalam membantu proses penyembuhan klien secara keseluruhan. Yang
dimaksud adalah, dalam memberikan pelayanan kesehatan semua petugas harus
memperhatikan klien dari semua komponen seperti biologis, psikologis, sosial,
kultural bahkan spiritual (Dossey, 2005). Berikut adalah model
bio-psiko-sosial-spiritual yang diintegrasikan dalam keperawatan holistik.

Model holistik adalah model yang komprehensif dalam memandang berbagai


respons sehat sakit. Dalam model holistik, semua penyakit mengandung
komponen psikosomatik, biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Penyakit dapat
disebabkan faktor bio-psiko-sosial-spiritual, demikian juga respons akibat
penyakit.
Seseorang yang mengalami sakit, apalagi sampai dirawat di rumah sakit,
respon mereka tidak hanya terkait dengan biologis (organ yang sakit saja), tetapi
akan berpengaruh terhadap psikologisnya, seperti menjadi pendiam, malu, mudah
marah, merasa tidak berdaya. Respons psikologis ini juga dipengaruhi oleh kondisi
sosial dan spiritual seseorang.
Dari semua aktivitas dan pengalaman untuk memperoleh proses penyembuhan
tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar yang tergabung dalam
kelompok pengobatan rasional dan kelompok paradoksikal (berlawanan arah).
Kelompok proses penyembuhan rasional diawali dari pemilihan dan penggunaan
obat rasional, radiasi sampai pembedahan. Kelompok paradoksikal menekankan
pada komponen spiritual mulai dari konseling psikologis, ritual keagamaan doa
dan terjadinya keajaiban dalam proses penyembuhan.
Paradigma dalam keperawatan holistik, body-mind-spirit adalah sesuatu yang
saling ketergantungan dan saling memperkuat satu sama lain. Paradigma inilah
yang memberikan sugesti secara alamiah bahwa proses penyembuhan merupakan
proses spiritual yang mencerminkan totalitas manusia, seperti.
1. Mystery: Pengalaman manusia yang melekat dalam kehidupannya, dan ini
merupakan nilai spiritual yang melekat dalam dirinya. Sesuatu yang
dimengerti dan dapat menjelaskan yang akan terjadi setelah kehidupan ini.
2. Love: Cinta merupakan sumber dari segala kehidupan, menjadi bahan bakar
dari nilai spiritual, karena perasaan cinta berasal dari hati, pusat dari
penampilan ego seseorang.
3. Suffering: Salah satu issue inti dari misteri kehidupan, dapat terjadi karena
masalah fisik, mental, emosional, dan spiritual. Meskipun demikian, tidak
semua orang merasakan penderitaan yang sama untuk keadaan yang sama.
4. Hope: Harapan terkait dengan keinginan di masa yang akan datang,
berorientasi pada masa yang akan datang. Ini merupakan energi spirit untuk
mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian, bagaimana caranya bisa
menjadi lebih baik.
5. Forgiveness: Komponen utama dari self-healing. Sikap mau memaafkan
adalah kebutuhan yang mendalam dan pengalaman yang sangat
diharapkan dapat dilaksanakan seseorang.
Stress dan Koping
Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang
psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress sebagai reaksi dari organisme
terhadap situasi yang membebani atau mengancam jiwanya.
“Hubungan khusus seseorang dengan lingkungannya yang dianggap
melampaui kemampuannya dan membahayakan kesejahteraannya”, Lazarus &
Folkman (1984). Pengalaman emosional yang negatif yang terjadi ketika tuntutan
pada seseorang lebih besar daripada kapasitas responnya (Kaplan, 1999).
Dua jenis stress (Soewondo, 2010)
1. Distress: Stress yang memberikan dampak buruk/negatif yang memicu
timbulnya stress.
2. Eustress: Stress yang baik yang memberikan dampak positif individu.
● Stressor:
Pengalaman atau situasi yang penuh dengan tekanan yang dapat
menimbulkan stress. Contoh:
1. Masalah pekerjaan
2. Kebisingan
3. Duka dan kehilangan
4. Kemiskinan, ketidakberdayaan, status sosial rendah
● Coping Stress:
Suatu usaha berbentuk kognitif maupun perilaku yang secara spesifik
dilakukan untuk mengelola tuntutan-tuntutan yang menyebabkan stress
(Lazarus & Folkman, 1984).
Dapat dikatakan coping stress merupakan proses individu melakukan
segala sesuatu yang ditujukan untuk menanggulangi stress dan
mengurangi atau menghilangkan dampak negatif dari stress.
Tidak semua stressor memberikan dampak yang sama atau mengganggu
pada individu. Bagaimana stressor mempengaruhi individu tergantung
pada:
1. Perbedaan fisiologis antar individu dalam sistem kardiovaskular,
endokrin, kekebalan tubuh, dan sistem tubuh lainnya.
2. Faktor psikologis (sikap, emosi, kepribadian, persepsi terhadap
stressor).
3. Bagaimana orang bertingkah laku/respon terhadap stressor (coping
stress).
Aspek Fisiologis dari Stress
Stressor dari lingkungan dapat mengganggu keseimbangan dalam tubuh.
Respon internal dari tubuh untuk melawan stressor dan mengembalikan
keseimbangan dalam tubuh disebut dengan sindrom adaptasi umum (general
adaptation syndrome).
1. Fase alarm
Fase saat tubuh menggerakkan sistem saraf simpatetik untuk menghadapi
ancaman langsung dari luar. Pelepasan hormon pada saat kita mengalami
emosi yang kuat menghasilkan lonjakan energi, ketegangan otot, dan
tekanan darah menguat.
2. Fase penolakan
Fase pada saat tubuh berusaha menolak atau mengatasi stressor yang
tidak dapat dihindari. Respon tubuh bisa “fight or flight”. Pada beberapa
kasus tubuh pada akhirnya akan beradaptasi terhadap stressor dan kembali
ke kondisi normal.
3. Fase kelelahan
Fase pada saat stressor yang terus berkelanjutan menguras energi tubuh,
meningkatkan kerentanan terhadap masalah fisik dan akhirnya
memunculkan penyakit, Organismen mulai melemah dan tidak bisa lagi
berespon “fight or flight”.

Mengelola dan Mengatasi Stress


Coping Stress:
1. Emotion Focused Coping
Coping dengan fokus menghilangkan atau meredakan emosi-emosi yang
muncul karena stressor (marah, cemas, berduka).
2. Problem Focused Coping
Fokus untuk menyelesaikan masalah – masalah yang menimbulkan situasi
stress. Intinya, bila kita mampu menyelesaikan masalah yang kita hadapi,
maka kita bisa mengurangi tekanan/stress.
Strategi-strategi Mengatasi Stress:
1. Mendinginkan kepala
Menenangkan diri dan mengurangi rangsangan fisik tubuh melalui relaksasi
dan meditasi. Relaksasi akan menurunkan tekanan darah, hormon stress
dan membuat otot menjadi lebih santai.
Menenangkan diri juga dapat dicapai melalui: pijat, mendengarkan musik,
rekreasi atau aktivitas lain yang memberikan kesempatan kepada tubuh
untuk pulih dari fase alarm.
2. Memecahkan masalah
Fokus pada masalah penyebab stress, dan juga pemecahan masalah yang
mungkin dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur-prosedur
problem solving.
Usaha coping sangat spesifik tergantung pada situasi dan masalah yang
dihadapi. Beberapa strategi mengatasi masalah (Carver, dkk, 1989):
● Active coping
tindakan menghilangkan atau menghindari stressor, atau
mengurangi efek negatif stressor.
● Planning
Individu memikirkan strategi yang kiranya dapat mengatasi stressor.
● Suppression of competing activities
mengenyampingkan atau mengalihkan perhatian dari
masalah/aktivitas lain, agar dapat konsentrasi sepenuhnya untuk
menyelesaikan masalah penyebab stress.
● Seeking social support for instrumental reasons
mencari dukungan sosial (saran, bantuan, informasi) untuk
memecahkan masalah.
3. Memikirkan kembali masalah
❖ Menilai dan meninjau kembali situasi
reappraisal: masalah -> tantangan
kehilangan -> keuntungan
mencari aspek positif dari masalah
❖ Belajar dari pengalaman
pengalaman sebagai sarana untuk membuat diri lebih kuat, tangguh
dan tegar. Mencari makna dari setiap pengalaman-pengalaman sulit
dan traumatis
❖ Membuat perbandingan sosial
Membandingkan situasi yang dihadapi dengan kondisi orang lain
yang kurang beruntung.
Membandingkan diri mereka dengan kesuksesan orang lain dalam
menghadapi masalah.
4. Mendapatkan dukungan sosial
Dukungan dan perhatian dari sahabat, keluarga, tetangga , rekan kerja
dapat membantu mengatasi situasi sulit yang menekan.
Menurut Cutrona & Russell (1990), dukungan sosial merupakan
serangkaian tingkah laku interpersonal dari para anggota kelompok sosial
yang bertujuan untuk membantu individu di dalam kelompok tersebut agar
dapat melewati peristiwa dan kondisi yang tidak menyenangkan.
5 tipe dukungan sosial (Sarafino, 1994):
❏ Dukungan emosional: ekspresi rasa cinta, empati, sayang, perhatian
kepada orang lain.
❏ Dukungan penghargaan: ekspresi sambutan, dorongan, pernyataan,
dan penilaian yang positif.
❏ Dukungan instrumental: bantuan secara praktis, langsung dan
sifatnya nyata.
❏ Dukungan informasi: pemberian saran, nasehat, umpan balik tentang
bagaimana ia melakukan sesuatu.
❏ Dukungan jaringan: berwujud pada kondisi dimana seseorang
menjadi bagian dari suatu kelompok yang dipercaya, mempunyai
minat dan kegiatan yang disukai.
5. Sembuh dengan membantu orang lain
Salah satu cara untuk menghadapi stress, kehilangan dan tragedi yaitu
dengan cara memberikan dukungan dan bantuan kepada orang lain.
Orang kembali mendapatkan kekuatan dengan mengurangi fokus
terhadap kesulitannya sendiri dan lebih banyak menolong orang lain yang
juga berada dalam kesulitan.

Anda mungkin juga menyukai