Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN ANAK

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK

DOSEN PEMBIMBING

Sulistiyarini

Disusun Oleh :

Nama:Ilyas ulul Azmi

Nim:2001017

UNIVERSITAS ANNUR PURWODADI

DIII KEPERAWATAN
2020/2021

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum komunikasi anak merupakan proses pertukaran informasi
yang disampaikan oleh anak kepada oran lain dengan harapan orang yang
diajak dalam pertukaran informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya.
Dalam tinjauan ilmu keperawatan anak, anak merupakan seseorang yang
membutuhkan suatu perhatian dan kasih sayang, sebagai kebutuhan khusus
anak yang dapat dipenuhi dengan cara komunikasi baik secara verbal maupun
nonverbal yang data menumbuhkan kepercayaan pada anak sehingga tujuan
komunikasi dapat tercapai. Dunia kesehatan terutama disiplin ilmu
keperawatan erat kaitannya dengan komunikasi dengan pasien. Kita sangat
perlu untuk mempelajari bagaimana teknik berkomunikasi dengan pasien
terlebih lagi dengan pasien anak. Dengan mempelajari teknik komunikasi
terapeutik, kita mampu membuat asuhan keperawatan yang benar-benar
berfokus pada pasien. Untuk itu, makalah ini kami susun untuk memberikan
kita pengetahuan tambahan mengenai komunikasi terapeutik yang dilakukan
kepada pasien anak-anak.
Dalam tinjauan ilmu keperawatan anak, anak merupakan seseorang
suatu perhatian dan kasih sayang, sebagai kebutuhan khusus anak yang dapat
dipenuhi dengan cara komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal yang
data menumbuhkan kepercayaan pada anak sehingga tujuan komunikasi dapat
tercapai.
Dunia kesehatan terutama disiplin ilmu keperawatan erat kaitannya dengan
komunikasi dengan pasien. Kita sangat perlu untuk mempelajari bagaimana
teknik berkomunikasi dengan pasien terlebih lagi dengan pasien anak. Dengan
mempelajari teknik komunikasi terapeutik, kita mampu membuat
asuhan keperawatan yang benar-benar berfokus pada pasien.

2.1 Tujuan penulisan


Dari uraian latar belakang di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah:

1. Mahasiswa mampu mengerti teknik komunikasi Anak.


2. Mahasiswa mampu mengerti komponen dalam komunikasi.
3. Mahasiswa mampu mengerti sikap dalam komunikasi.
4. Mahasiswa mampu mengerti sikap komunikasi terapeutik.
5. Mahasiswa mampu mengerti komunikasi terapeutik pada anak.
6. Mahasiswa mampu mengerti tahapan dalam komunikasi dengan anak.
7. Mahasiswa mampu mengerti faktor faktor yang mempengaruhi
komunikasi dengan anak.
8. Mahasiswa mampu mengerti implikasi komunikasi dalam keperawatan.

3.1 Manfaat Penulisan

Dari uraian tujuan penulisan di atas, maka manfaat penulisan dari makalah ini
adalah:

1. Agar mahasiswa mampu memahami definii komunikasi terapeutik pada


anak.
2. Agar mahasiswa mampu memahami teori-teori komunikasi terapeutik
pada anak.
3. Agar mahasiswa mampu memahami tujuan terapeutik pada anak.
4. Agar mahasiswa mampu memahami fungsi komunikasi terapeutik pada
anak.
5. Agar mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip dalam komunikasi
terapeutik pada anak.
6. Agar mahasiswa mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi terapeutik pada anak.
7. Agar mahasiswa mampu memahami permainan edukatif.

BAB II

PEMBAHASAN
1.1 Definisi komunikasi terapeutik pada anak

Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, semua aspek
perkembangan anak ditumbuhkan sehingga anak akan menjadi lebih sehat
sekaligus cerdas. Saat bermain anak akan mempelajari banyak hal penting.
Sebagai contoh, dengan bermain bersama teman, anak akan lebih terasah rasa
empatinya, mereka juga bisa mengatasi penolakan dan dominasi, serta bisa
mengelola emosi. Anak akan bermain dengan menggunakan seluruh
emosinya, perasaannya dan pikirannya. Kesenangan merupakan salah satu
elemen pokok dalam bermain. Anak akan terus bermain sepanjang aktivitas
tersebut menghiburnya. Pada saat mereka bosan, mereka akan berhenti
bermain (Adriana, 2011).

Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan dengan


tujuan bersenang-senang, yang memungkinkan seorang anak dapat
melepaskan rasa frustasi. bermain merupakan kegiatan anak-anak, yang
dilakukan berdasarkan keinginannya sendiri untuk mengatasi kesulitan,stress
dan tantangan yang ditemui serta berkomunikasi untuk mencapai kepuasan
dalam berhubungan dengan orang lain. Bermain merupakan kegiatan atau
simulasi yang sangat tepat untuk anak. Bermain dapat meningkatkan daya
pikir anak untuk mendayagunakan aspek emosional,sosial serta fisikny a serta
dapat meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman dan pengetahuan serta
keseimbangan mental anak (Heri Saputro dan IntanFazrin. 2017).

Anak-anak adalah masa depan setiap bangsa. Jika anak-anak hari ini sehat,
itu dapat mengarah ke masa depan yang jauh lebih sehat. Rawat inap untuk
setiap anak adalah pengalaman yang sangat tidak menyenangkan dan
traumatis. Anak-anak yang dirawat di rumah sakit memerlukan lebih banyak
bermain rekreasi karena penyakit dan rawat inap merupakan krisis dalam
kehidupan anak dan karena situasi ini penuh dengan tekanan yang luar biasa,
anak-anak perlu memeriksanya ketakutan dan kecemasan sebagai sarana
untuk mengatasi tekanan-tekanan ini. Bermain memungkinkan anak-anak
belajar perilaku sosial, mengembangkan kemampuan kognitif serta
keterampilan motorik kasar, dan bekerja melalui konflik emosional. Terapi
bermain sangat efektif untuk meninjau kembali kenangan traumatis untuk
membuat anak terbiasa dengan ketakutan dan kecemasan (Campbell, 2018).

Terapi bermain mengurangi kecemasan di rumah sakit. Anak-anak


memanfaatkan terapi bermain untuk membantu diri mereka sendiri
menghadapi stres kehidupan. Ini juga membantu anak-anak yang dirawat
dirumah sakit untuk mengalihkan pikiran mereka dari rasa sakit dan
kesepian.Bermain meningkatkan banyak intelektual dan motorik
perkembangan,kreativitas, dan pengembangan fungsi yang lebih tinggi.
Drama itu telah dikenal untuk mengalihkan pikiran anak. Mainan adalah
"alat" permainan dan menyediakan lingkungan yang lebih "alami" untuk
anak.

1.2 Teori-Teori Bermain

Menurut Fathan (2017), teori bermain terdiri atas :

1. Teori Bermain Klasik Teori klasik muncul sebelum abad ke 20 dan


sebagian besar menggambarkan suatu kekuasaan dan kekuatan pada saat teori
itu diangkat atau dimunculkan. Menurut pandangan dari para pakar Psikologi
& Biologi, teori klasik meliputi:

a. Teori Rekreasi/Pelepasan (Lazarus & Schaller) Bermain merupakan


kegiatan yang berlawanan dengan kerja dan kesungguhan, Bermain
merupakan imbangan antara kerja dengan istirahat. Orang yang merasa penat
akan bermain & berkreasi untuk mengadakan pelepasan agar kesegaran
jasmani & rohaninya segera kembali.

b. Teori Teleologi/Pembawaan (K. Groos & Roeles) Permainan


merupakan kegiatan yang mempunyai tugas biologis yang akan digunakan
oleh manusia untuk mempelajari fungsi hidup,penguasaan gerak, rasa ingin
tahu, persaingan sebagai persiapan hidup di masa yang akan datang.
Seseorang bermain bukan karena masih muda tetapi melalui bermain
seseorang akan menjadi awet muda.

C.Teori Sublimasi (Ed. Clapatade) Permainan bukan hanya merupakan


kegiatan untuk mempelajari fungsi hidup (Gross), tetapi juga merupakan
proses sublimasi (menjadi lebih mulia, lebih tinggi, atau lebih indah). Melalui
bermain seseorang yang memiliki insting/naluri yang rendah akan belajar
untuk berubah & meningkatkannya menjadi perbuatan & tindakan yang lebih
baik/tinggi.

d. Rekapitulasi/Evolusi/Reinkarnasi (Hall) Permainan merupakan


kesimpulan dari masa lalu (anak akan bermain permainan yang pernah
dimainkan oleh nenek moyangnya), serta pertumbuhan jiwa manusia yang
wajar haruslah melalui tahap-tahap perkembangan manusia yang wajar
sampai pada pertumbuhan yang sempurna. Kondisi sekarang permainan
tradisional hampir tergeser oleh permainan modern hasil kemajuan IPTEK.

e. Teori Surplus Energi (H. Spencer) Bahwa surplus atau kelebihan tenaga
yang dimiliki oleh seseorang (yang belum digunakan/tersimpan) akan
disalurkan atau dikeluarkan melalui aktifitas bermain atau permainan.
Surplus/kelebihan tersebut meliputi: kelebihan energi - kelebihan kekuatan
hidup – kelebihan emosi & vitalitas.
f. Teori C. Bühler Bahwa di samping permainan merupakan kegiatan
untuk mempelajari fungsi hidup (teori Groos), bermain juga merupakan

“funtion lust” (nafsu untuk berfungsi) &“aktivitat drang”

(kemauan untuk aktif. Untuk bisa bermain seseorang harus mempunyai


kehendak, kemauan & nafsu untuk bermain permainan yang diinginkan.

2. Teori Bermain Modern

a. Teori Psikoanalisa (Sigmund Freud) Bermain merupakan media, sarana,


alat atau cara untuk mengeluarkan/melepaskan emosi-emosi dari dalam diri.
Bermain juga merupakan media untuk belajar mengatasi pengalaman
traumatik atau frustasi. Bermain merupakan salah satu cara untuk
mengukur,menguasai dan mengetahui sifat suatu alat.

b. Teori Kognitif (Piaget & Vygotsky) Bermain merupakan bagian atau


tahap perkembangan kognitif (daya tiru, daya ingat, daya tangkap, daya
imajinasi, gaya belajar manusia) yang harus dilalui oleh seorang anak.
Bermain juga merupakan sarana untuk belajar berpikir mengungkapkan ide-
ide (kreatifitas/daya cipta) atau berimajinasi.

c. Teori Belajar Sosial Manusia sebagai makluk monodualisme yaitu


makluk individu dan makluk sosial. Bermain dapat menjadi sarana atau media
untuk berkomunikasi, bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain atau
makhluk hidup lain (makhluk sosial).

d. Teori Kompensasi Bermain tidak hanya berfungsi sebagai pengisi waktu


luang/rekreasi saja tetapi sekarang sudah menjadi kebutuhan untuk
mendapatkan penghargaan atau untuk mempertahankan hidup (sebagai
profesi).

1.3 Tujuan Bermain

Wong, et al (2009) dalam Heri Saputro dan Intan Fazrin (2017)


menyebutkan bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteraan sosial anak. Seperti kebutuhan perkembangan
mereka,kebutuhan bermain tidak berhenti pada saat anak-anak sakit atau di
rumah sakit. Sebaliknya, bermain di rumah sakit memberikan manfaat utama
yaitu meminimalkan munculnya masalah perkembangan anak. Selain itu,
tujuan terapi bermain adalah untuk menciptakan suasana aman bagi anak-
anak untuk mengekspresikan diri mereka, memahami bagaimana sesuatu
dapat terjadi, mempelajari aturan sosial dan mengatasi masalah mereka serta
memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk berekspresi dan mencoba
sesuatu yang baru.
Adapun tujuan bermain di rumah sakit adalah agar dapat melanjutkan fase
tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan kreativitas anak sehingga
anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Terapi bermain dapat
membantu anak menguasai kecemasan dan konflik. Permainan juga sangat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak,yaitu diantaranya:

1. Untuk perkembangan kognitif.


2. Untuk perkembangan sosial dan emosional
3. Untuk perkembangan bahasa.
4. Untuk perkembangan fisik (jasmani)
5. Untuk perkembangan pengenalan huruf (literacy)

1.4 Fungsi Bermain

Menurut Maria Sulanti (2011), fungsi utama bermain adalah merangsang


perkembangan sensorik-motorik, perkembangan intelektual,perkembangan social,
perkembangan kreatifitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan
bermain sebagai terapi.

1.5 Prinsip-Prinsip Dalam Aktivitas Bermain

Menurut Yuliastati (2016), agar anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah
sakit, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Permainan tidak banyak menggunakan energi

a. Menurut Vanfeet (2010), waktu yang diperlukan untuk terapi bermain pada
anak yang dirawat di rumah sakit adalah 15-20 menit. Waktu 15-20 menit dapat
membuat kedekatan antara orangtua dan anak serta tidak menyebabkan anak
kelelahan akibat bermain.

B. Menurut Adriana (2011), yang menyatakan bahwa waktu untuk terapi bermain
30-35 menit yang terdiri dari tahap persiapan 5 menit, tahap pembukaan 5 menit,
tahap kegiatan 20 menit dan tahap penutup 5menit. Lama pemberian terapi
bermain bisa bervariasi, idealnya dilakukan 15-30 menit dalam sehari selama 2-3
hari. Pelaksanaan terapi ini dapat memberikan mekanisme koping dan
menurunkan kecemasan pada anak.

2. Mainan harus relatif aman dan terhindar dari infeksi silang Permainan harus
memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil perlu rasa nyaman dan
yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya, seperti boneka yang dipeluk anak
untuk memberi rasa nyaman dan dibawa ke tempat tidur di malam hari, mainan
tidak membuat anak tersedak, tidak mengandung bahan berbahaya, tidak tajam,
tidak membuat anak terjatuh, kuat dan tahan lama serta ukurannya menyesuaikan
usia dan kekuatan anak.
3. Sesuai dengan kelompok usia Pada rumah sakit yang mempunyai tempat
bermain, hendaknya perludi buatkan jadwal dan dikelompokkan sesuai usia
karena kebutuhan bermain berlainan antara usia yang lebih rendah dan yang lebih
tinggi.

4. Tidak bertentangan dengan terapi Terapi bermain harus memperhatikan kondisi


anak. Bila program terapi mengharuskan anak harus istirahat, maka aktivitas
bermain hendaknya dilakukan ditempat tidur. Permainan tidak boleh bertentangan
dengan pengobatan yang sedang dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring,
harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak
boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di
ruang rawat.

5. Perlu keterlibatan orangtua dan keluarga Menurut Wong (2009), keterlibatan


orang tua dalam terapi adalah sangatpenting, hal ini disebabkan karena orang tua
mempunyai kewajiban untuktetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh
kembang pada anak

walaupun sedang dirawat si rumah sakit. Anak yang dirawat di rumah sakit
seharusnya tidak dibiarkan sendiri. Keterlibatan orang tua dalam perawatan anak
di rumah sakit diharapkan dapat mengurangi dampak hospitalisasi. Keterlibatan
orang tua dan anggota keluarga tidak hanya mendorong perkembangan
kemampuan dan ketrampilan sosial anak,namun juga akan memberikan dukungan
bagi perkembangan emosipositif, kepribadian yang adekuat serta kepedulian
terhadap orang lain.Kondisi ini juga dapat membangun kesadaran buat anggota
keluarga lain untuk dapat menerima kondisi anak sebagaimana adanya. Hal ini
sesuai dengan penelitian Bratton, 2005, keterlibatan orang tua dalam pelaksanaan
terapi bermain memberikan efek yang lebih besardibandingkan pelaksanaan terapi
bermain yang diberikan oleh seorang profesional kesehatan mental. Perawat
hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila permainan dilakukan oleh
perawat, orang tuaharus terlibat secara aktif dan mendampingi anak mulai dari
awalpermainan sampai mengevaluasi hasil permainan bersama dengan perawat
dan orang tua anak lainnya.

1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terapi Bermain


Menurut Green (2010), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
terapi bermain di rumah sakit yaitu:

1. Faktor predisposisi
2. Faktor Pendukung
3. Faktor Pendorong

Menurut Maria Sulanti (2011), ada 5 faktor yang mempengaruhi aktivitas


bermain pada anak yaitu tahap pertumbuhan dan perkembangan anak, status
kesehatan anak, jenis kelamin anak, lingkungan yang mendukung, serta alat dan
jenis permainan yang cocok atau sesuai bagi anak.

Menurut Heri Saputro dan Intan Fazrin (2017), hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam bermain adalah:

1. Ekstra energi Untuk bermain diperlukan ekstra energi. Bemain memerlukan


energi yang cukup, sehingga anak memerlukan nutrisi yang memadai. Anak yang
sehat memerlukan aktivitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun
bermain pasif, untuk menghindari rasa bosan atau jenih.

2. Waktu Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain sehingga


stimulus yang diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan mempunyai
kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat permainannya.

3. Alat permainan Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai


dengan umur dan perkembangann anak. Orang tua hendaknya memperhatikan
halini, sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa alat permainan tersebut harus aman dan
mempunyai unsur edukatif bagi anak.

4. Ruangan untuk bermain Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu
ruangan khusus untuk bermain. Anak bisa bermain di ruang tamu, halaman,
bahkan diruang tidurnya.

5. Pengetahuan cara bermain Anak belajar bermain melalui mencoba-coba


sendiri, meniru teman– temannya atau diberitahu caranya oleh orang tuanya.
cara yang terakhir adalah yang terbaik, karena anak tidak terbatas
pengetahuannya dalam menggunakan alat permainannya dan anak-anak akan
mendapat keuntungan lebih banyak.

6. Teman bermain Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman


bermain kalau ia memerlukan, apakah itu saudaranya, orang tuannya atau
temannya. Karena kalau anak bermain sendiri, maka akan kehilangan
kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya kalau terlalu banyak
bermain dengan anak lain, maka dapat mengakibatkan anak tidak mempunyai
kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan menemukan
kebutuhannya sendiri. Bila kegiatan bermain dilakukan bersama orang tuanya,
maka hubungan orang tua dengan anak menjadi akrab, dan ibu/ayah akan
segera mengetahui setiap kelainan yang terjadi pada anak mereka secara dini.

1.7 Permainan Edukatif

Menurut Heri Saputro dan Intan Fazrin (2017), permainan edukatif adalah
suatu kegiatan menggunakan teknik bermain dengan tujuan mendidik atau
memasukkan suatu pengertian atau pemahaman kepada anak. Permainan edukatif
sangat bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan anak dalam berbagai bidang,
keterampilan berbahasa, keterampilan motorik kasar dan halus serta keterampilan
personal sosial. Selain itu, permainan edukatif juga bermanfaat untuk
mengembangkan kepribadian anak,mendekatkan hubungan orang tua/keluarga
terhadap anak serta menyalurkan bakat dan ekspresi anak.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih permainan edukatif pada
anak meliputi:

1. Mainan tersebut sesuai dengan usia anak tersebut. Memampukan kognitif


dan memahami masing-masing usia anak berbeda-beda, jadi sebaiknya
pilih dan tentukan permainan yang sesuai dengan usia anak saat itu.
2. Permainan yang multifungsi. Permainan multifungsi ini bertujuan
menstimulasi anak agar lebih kreatif dan mengembangkan imajinasinya
terhadap suatu benda.
3. Melatih anak dalam memecahkan sebuah masalah. Dalam bermain anak
sering mengalami kesulitan dan hambatan, sebaiknya orang tua
memotivasi anak agar mau berusaha dan orang tua hanya membantu untuk
menstimulasi, tidak membantu anak bermain secara keseluruhan.
4. Melatih konsep konsep dasar. Melalui permainan edukatif, anak diajarkan
untuk mengembangkan kemampuan dasarnya seperti mengenal
bentuk,warna, besaran dan juga melatih motorik halusnya.
5. Melatih ketelitian dan ketekunan anak. anak-anak sering mengalami
kebosanan dan keputusasaan apabila tidak dapat mengerjakan atau
menyelesaikan suatu permainan, dalam hal ini anak dilatih untuk bersabar,
lebih tenang agar permainan dapat terselesaikan.

Permainan edukatif sangat tepat dilakukan di rumah sakit, dengan


memasukkan pemahaman anak terhadap alat-alat, peraturan dan tindakan agar
anak dapat kooperatif dalam mengikuti prosedur selama perawatan anak.

1. Bermain bahasa
Petugas atau orang tua mengajarkan anak tentang hal –hal yang ada
dirumah sakit, seperti menyebutkan kata kerja yang ada di rumah
sakit,menyebutkan peralatan-peralatan yang sering digunakan dalam
perawatan dan pengobatan. Pengenalan peralatan ini bisa dengan gambar
bercerita atau petugas bercerita dengan menggunakan peralatan seperti
spuit, tensimeter, stetoskop dan anak boleh memegang benda tersebut
selama dalam pemantauan petugas. Selain itu, anak juga diminta untuk
mengekspresikan perasaannnya, bisa dengan tulisan atau menggambar.
Contohnya meminta anak untuk menuliskan hal-hal yang disukai dan tidak
disukai selama perawatan, meminta anak menggambarkan anggota tubuh
yang sakit.
2. Permainan ilmiah Permainan ilmiah ditujukan untuk menambah
pengetahuan anak tentang kegiatan yang terjadi di rumah sakit agar anak
bisa lebih paham dan kooperatif. Permainan ini bisa tentang menjelaskan
anggota tubuh yang sakit, menggambar anggota tubuh yang sakit atau
terpasang infus,menjelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk tubuh dan
alasan mengapa anak sakit harus makan, menjelaskan cara kerja obat
minum, obat suntik,pemasangan gips serta menjelaskan berapa lama waktu
yang diperlukan untuk penyembuhan.
3. Permainan matematika Gunakan materi rumah sakit untuk mendiskusikan
sistem metrik dan membuat anak semakin mengenal berat, panjang dan
volume badan,misalnya menimbang berat, mengukur tinggi badan sendiri.
Situasi rumah sakit juga dapat didiskusikan kepada anak seperti jam jaga
perawat dengan jumlah perawat yang ada dalam satu hari.
4. Permainan ilmu sosial Ajak anak bermain dengan melihat pekerjaan di
rumah sakit, tugas dan fungsinya sebagai apa saja, membutuhkan
pendidikan seperti apa saja (ini berlaku untuk anak yang lebih besar
usianya).
5. Permainan geografi Ajak anak menggambar peta ruangan rumah sakit,
arah ke WC, arah keruang jaga perawat, menggambar apa yang dilihat
anak diluar jendela,pohon, rumput, lampu taman.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari paper ini adalah:

1. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak untuk mengatasi berbagai


macam perasaan yang tidak menyenangkan dalam dirinya. Dengan bermain anak
akan mendapatkan kegembiraan dan kepuasan.

2. Teori bermain dibedakan menjadi 2 macam, yaitu teori bermain klasik (teori
rekreasi/pelepasan, teori teleologi/pembawaan, teori sublimasi, rekapitulasi/
evolusi/ reinkarnasi, teori surplus energi dan teori C. Bühler) dan teori bermain
modern (teori psikoanalisa, teori kognitif, teori belajar sosial dan teori
kompensasi).

3. Tujuan bermain pada anak adalah untuk perkembangan kognitif,perkembangan


sosial dan emosional, perkembangan bahasa,perkembangan fisik (jasmani) dan
perkembangan pengenalan huruf(literacy).

4. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-motorik,


perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreatifitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.

5. Prinsip-prinsip dalam aktivitas bermain adalah permainan tidak banyak


menggunakan energi, waktu bermain lebih singkat untuk menghindari kelelahan
dan alat-alat permainannya lebih sederhana, mainan harus relatif aman dan
terhindar dari infeksi silang, sesuai dengan kelompok usia, tidak bertentangan
dengan terapi dan perlu keterlibatan orangtua dan keluarga.

6. Menurut Green (2010), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pelaksanaan


terapi bermain di rumah sakit .Menurut Maria Sulanti (2011), ada 5faktor yang
mempengaruhi aktivitas bermain pada anak. Menurut Heri Saputro dan Intan
Fazrin (2017), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain adalah ekstra
energi, waktu, alat permainan, ruangan untuk bermain,pengetahuan cara bermain
dan teman bermain.

7. Permainan edukatif adalah suatu kegiatan menggunakan teknik bermain dengan


tujuan mendidik atau memasukkan suatu pengertian atau pemahaman kepada
anak.

3.2 SARAN
Saran dari penelitian ini bagi profesi keperawatan khususnya bidang keperawatan
anak agar dapat menjadikan terapi bermain sebagai sumber materi pembelajaran
untuk membantu mengurangi kecemasan anak selama menjalani hospitalisasi.
Bagi rumah sakit khususnya kepala ruangan anak agar dapat menerapkan terapi
bermain sebagai salah satu alternatif yang mudah dan aman digunakan bagi anak
untuk mengurangi kecemasan anak selama menjalani hospitalisasi. Bagi orang
tua, diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaran kecemasan anak
selama menjalani hospitalisasi dan salah satu alternatif permainan yang aman
digunakan bagi anak selama menjalani hospitalisasi. Bagi pemakalah, selanjutnya
diharapkan dapat memperdalam lagi konsep bermain dalam rangka mengurangi
kecemasan anak selama menjalani hospitalisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (Vol. Volume 1).
Jakarta:EGC.

Nurcahyo, Fathan. 2017. Teori Bermain.Fakultas Ilmu Kedokteran


UniversitasNegeri Yogyakarta: Jurnal

Campbell, M., & Knoetze. 2018. Repetitive symbolic play as a therapeutic


process in child-centered play therapy.International Journal of Play Therapy, Vol
19, 222-234.

Saputro, Heri dan Intan Fazrin. 2017. Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit:
Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit; Proses, Manfaat dan Pelaksanaannya.
Ponorogo: Forum Ilmiah kesehatan (FORIKES).

Maria. 2011.Konsep Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Yuliastati, Nining dkk. 2016.Keperawatan Anak; Kementerian Kesehatan


Repubik Indonesia.Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai