RSU.DR.MAULANA AK.BATURAJA
DI SUSUN OLEH :
NIM : PO.71.20.2.19.030
TK : 2A
1
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
BATURAJA
2
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan LAPORAN ASUHAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II ini Dengan baik.
Laporan Akhir ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan laporan ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki laporan ini.
Akhir kata kami berharap semoga Laporan asuhan keperawatan yang says susun ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan
KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................6
KONSEP PENYAKIT...............................................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................16
TINJAUAN KASUS................................................................................................................16
BAB IV....................................................................................................................................29
PEMBAHASAN......................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................31
4
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latr belakang
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menentukan masalah atau
diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.
C. Metode
1. Subjek
Laporan Asuhan keperawatan ini berisi tentang :
5
1. BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Maksud
C. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
D. Metode
1. Subjek
2. Tempat dan waktu pelaksanaan
E. Sistematika penulisan
2.BAB II KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian penyakit
B. penyebab
C. klasifikasi
D.Tanda dan gejala
E. pemeriksaan diagnosis
F. penatalaksanaan
G. Komplikasi
3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Patofisiologi keperawatan
B. Pengkajian focus
C. Diagnosis d
D. NCP
E. Algoritma penatalaksanaan
4. BAB IV TINJAUAN KASUS
A. Patofisiologi keperawatan
B. Pengkajian
C. Diagnosa keperawatan
D. NCP
5. BAB V PEMBAHASAN
6
6. DAFTAR PUSTAKA
Waktu Pelaksanaan :
Tempat Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan
RS DR MAULANA 02-06-2021
Jam Praktek :
Pagi 08.00 – 14.00 WIB
Siang 14.00 – 20. 00 WIB
Malam 20.00 – 08.00 WIB
D. Sistematika penulisan
Halaman judul
Halaman pengesahan
7
BAB II
KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera yang merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular dan tanda – tanda umum inflamasi. (Santosa, Budi. 2005)
• Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan
vaskularisasi dan aliran limpa. ( Soeparman, dkk)
• Peritonitis adalah suatu peradangan dari peritoneum, pada membrane serosa, pada
bagian rongga perut.
• Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput
rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut
bagian dalam.
B. Penyebab
Peritonitis primer paling sering terjadi karena sirosis hati yang disertai penumpukan cairan di
rongga perut (asites). Namun, kondisi lain yang juga dapat menyebabkan asites, seperti gagal
jantung atau gagal ginjal, turut bisa menyebabkan peritonitis primer.
Selain itu, prosedur medis cuci darah untuk gagal ginjal yang dilakukan dengan
memasukkan cairan ke dalam rongga perut (CAPD) juga merupakan penyebab umum
peritonitis primer.
Sementara, peritonitis sekunder biasanya terjadi karena adanya robekan atau lubang di
saluran pencernaan. Berikut ini adalah beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya peritonitis sekunder:
Radang usus buntu, divertikulitis, atau tukak lambung yang bisa pecah atau robek
8
Kanker di saluran atau organ pencernaan, misalnya hati dan usus besar
Peritonitis primer paling sering terjadi karena sirosis hati yang disertai penumpukan
cairan di rongga perut (asites). Namun, kondisi lain yang juga dapat menyebabkan asites,
seperti gagal jantung atau gagal ginjal, turut bisa menyebabkan peritonitis primer.
Selain itu, prosedur medis cuci darah untuk gagal ginjal yang dilakukan dengan
memasukkan cairan ke dalam rongga perut (CAPD) juga merupakan penyebab umum
peritonitis primer.
Sementara, peritonitis sekunder biasanya terjadi karena adanya robekan atau lubang di
saluran pencernaan. Berikut ini adalah beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya peritonitis sekunder:
9
Penyakit radang panggul
Peradangan di saluran pencernaan, seperti penyakit Crohn
Infeksi pada kantung empedu, usus kecil, atau aliran darah
Operasi pada rongga perut
Penggunaan selang makan
D. Penatalaksanaan
Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan medis.
Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemia terjadi karena sejumlah besar cairan
dan elektrolit bergerak dari lumen usus kedalam rongga peritoneal dan menurunkan cairan
dalam ruang vaskuler.
Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan dalam
meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan distres
pernapasan.
Terapi oksigen dengan kanula rasal atau masker akan meningkatkan oksigenisasi secara
adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
Terapi antibiotik masif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis. Dosis besar dari
antibiotik spektrum luas diberikan secara intravena sampai organisme penyebab infeksi
diidentifikasi dan terapi antibiotik khusus yang tepat dapat dimulai.
E. Komplikasi
10
Syok dapat diakibatkan dari septikemia atau hipovolemia.
Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama berhubungan dengan
terjadinya perlekatan usus.
Eviserasi luka
Pembentukan abses. Berbagai petunjuk dari pasien tentang area abdomen yang mengalami
nyeri tekan, nyeri, atau “merasa seakan sesuatu terbuka” harus dilaporkan. Luka yang tiba-
tiba mengeluarkan drainase serosanguinosa menunjukkan adanya dehisens luka.
11
BAB III
A. Patofisiologi keperawatan
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra-abdomen (peningkatan
aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan pembentukan
adhesi berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan
tubuh, tetapi sejumlah besar bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrin. Matriks
fibrin tersebut memproteksi bakteri dari mekanisme pembersihan oleh tubuh (van
Goor, 1998)
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi, namun proses ini dapat mengakibatkan infeksi persisten dan
sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteri
dan agen potensi abses menuju kelingkungan steril. Pertahanan tubuh tidak dapat
mengeliminasi agen infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem
kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor yang memiliki fitur
yang umum, yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada peritoneal (yang
disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan kondisi umum. Resultan paparan
antigen bakteri telah ditunjukkan untuk mengubah respon imun ke inokulasi
peritoneal berulang. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan insidensi pembentukan
abses, perubahan konten bakteri, dan meningkatnya angka kematian. Studi terbaru
menunjukkan bahwa infeksi nosokomial di organ lain (misalnya pneumonia, sepsis,
infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinan pembentukan abses abdomen
berikutnya (Bandy, 2008)
Selanjutnya abses yang terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel menjadi
satu dengan permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi
menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum, maka aktivitas motilitas usus
menurun dan meningkatkan risiko ileus paralitik (Price, 1995)
Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler
12
dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan cepat
dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,
misalnya interleukin, dapat memulai respons hiperinflamatorius sehingga membawa
ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Oleh karena itu tubuh
mencoba untuk mengimpensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal,
produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardia awalnya meningkatkan curah
jantung, tetapi kemudian akan segera terjadi bradikardia begitu terjadi hipovolemia
(finlay,1999)
Organ-organ di dalam kavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
edema. Edema disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen
usus, serta edema seluruh organ intraperitoneal dan edema dinding abdomen
termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hopovolemik. Hipovolemik
bertambahan dengan adanya kenaikan suhu, intake yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan dirongga peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan
tekanan intraabdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit, dan
menimbulkan penurunan perfusi.
Peritonitis tersier mewakili peritonitis yang bersifat persisten atau rekuren. Pasien
dengan peritonitis tersier biasanya hadir dengan abses, atau phlegmon, dengan atau
tanpa fistula. Peritonitis tersier berkembang lebih sering pada pasien dengan kondisi
penyakit signifikan yang sudah ada sebelumnya dan pada pasien dengan penurunan
fungsi imun. Meskipun jarang diamati pada peritonitis tanpa komplikasi, insiden
peritonitis tersier pada pasien memerlukan masuk ICU pada peritonitis yang parah
dapat mencapai 50-74% (Sawyer, 1991)
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga abdomen
biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Terjadi proliferasi bakterial. Terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat terjadi
eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritonial menjadi keruh dengan peningkatan
jumlah protein, sel darah putih, debris seluler, dan darah. Respons segera dari saluran
usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus peralitik, disertai akumulasi udara dan
cairan dalam usus. (Brunner dan Suddarth, 2001)
13
PATHWAY
14
B. Pengkajian Focus
Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata/ identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,no medrek,diagnose, tanggal masuk,
dan alamat
2. Riwayat penyakit
a) Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit sering kali
membosankan dan kurang terlokalisasi (peritoneum viseral). Kemudian berkembang
menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih terlokalisasi (peritoneum parietal). Jika tidak
terdapat proses infeksi, rasa sakit menjadi berkurang. Pada beberapa penyakit tertentu
15
(misalnya: perforasi lambung, pankreatitis akut berat, iskemia usus) nyeri abdomen
dapat digeneralisasi dari awal
b) Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan suhu tubuh, mual,
dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan penurunan kesadaran akibat
syok sirkulasi dari septikemia
c) Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang menyebabkan kondisi
peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis, perawat dapat melihat pada tabel.
Penyebab dari peritonitis sebagai bahan untuk mengembangkan pernyataan.
Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi dan tuberkulosis
dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi pola makan, gaya
hidup atau pun penyakit yang sering diderita keluarga sehingga dapat menyebabkan
peritonitis seperti penyakit apendititis, ulkul peptikum, gastritis, divertikulosis dan
lain-lain
3. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana pembedahan,
serta perlunya pemenuhan informasi prabedah
4. Pemeriksaan fisik
Didapatkan sesuai dengan manisfestasi klinis yang muncul.
a) Keadaan umum : pasien terlihat lemah dan kesakitan
b) TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan hemodinamik.
c) Suhu badan meningkat ≥38,5oC dan terjadi takikardia, hipotensi, pasien tampak
legarti serta syok hipovolemia
d) Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
1) Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen didapatkan pada
hampir semuja pasien dengan peritonitis dengan menunjukkan peningkatan kekakuan
dinding perut. Pasien dengan peritonitis berat sering menghindari semua gerakan dan
menjaga pinggul tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut. Perut sering
16
mengembung disertai tidak adanya bising usus. Temuan ini mencerminkan ileus
umum. Terkadang, pemeriksaan perut juga mengungkapkan peradangan massa
2) Auskultasi : penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah satu tanda
ileus obstruktif
3) Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), peningkatan suhu tubuh, adanya darah
atau cairan dalam rongga peritoneum akan memberikan tanda-tanda rangsangan
peritoneum. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular.
Pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas dibawah diafragma. Pemeriksaan
rektal dapat memunculkan nyeri abdomen, colok dubur ke arah kanan mungkin
mengindikasikan apendisitis dan apabila bagian anterior penuh dapat
mengindikasikan sebuah abses.
Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual vagina dilakukan untuk mendeteksi
penyakit radang panggul (misalnya endometritis, salpingo-ooforitis, abses tuba-
ovarium), tetapi temuan sering sulit diinterprestasikan dalam peritonitis berat
4) Perkusi : nyeri tekuk dan bunyi timpani terjadi adanya flatulen
5. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium, meliputi (Laroche, 1998) hal-hal berikut :
1) Sebaian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukkan leukositosis
(>11.000 sel/µL)
2) Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis
3) Pemeriksaan waktu pembekuan dan pendarahan untuk mendeteksi disfungsi
pembengkuan
4) Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis
5) Urinalisis penting untuk menyingkirkan penyakit saluran kemih, namun pasien
dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul sering menunjukkan sel darah putih
dalam air seni dan mikrohematuria
6) Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia
7) Cairan peritoneal (yaitu paracentesis, aspirasi cairan perut dan kultur cairan
peritoneal). Pada peritonitis tuberkulosa, cairan peritoneal mengandung banyak
protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diindikasi
dengan kultur
17
b) Pemeriksaan radiografik
1) Foto polos abdomen
Walaupun identifikasi sangat terbatas, kondisi ileus mungkin didapatkan usus halus
dan usus besar berdilatasi. Udara bebas hadir dalam kebanyakan kasus anterior
perforasi lambung dan duodenum, tetapi jauh lebih jarang dengan perforasi dari usus
kecil dan usus besar, serta tidak biasa dengan appendiks perforasi. Tegak film
berguna untuk mengidentifikasi udara bebas di bawah diafragma (paling sering
disebalah kanan) sebagai indikasi adanya viskus berlubang
2) Computed tomography scan (CT scan)
CT scan abdomen dan panggul tetap menjadi studi diagnostik pilihan untuk abses
peritoneal. CT scan ditunjukkan dalam semua kasus dimana diagnosis tidak dapat
dibangun atas dasar klinis dan temuan foto polos abdomen. Abses peritoneal dan
cairan lain dapat diambil untuk diagnostik atau terapi dibawah bimbingan CT scan
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu modalitas pencitraan muncul untuk diagnostis dicurigai abses intra-
abdomen. Abses abdomen menunjukkan penurunan itensitas sinyal pada gambar T1-
weighted dan homogen atau peningkatan intensitas sinyal heterogen pada gambar T2-
weighted. Terbatasnya
USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi kuadran kanan atas (misalnya
perihepatic abses, kolesistitis, biloma, pankreatitis, pankreas pseudocyst), kuadran
kanan bawah, dan patologi pelvis (misalnya appendisitis, abses tuba-ovarium, abses
Douglas), tetapi terkadang pemeriksaan menjadi terbatas karena adanya nyeri,
distensi abdomen dan gangguan gas usus. USG dapat mendeteksi peningkatan jumlah
cairan peritoneal (asites), tetapi kemampuannya untuk mendeteksi jumlah kurang dari
100 ml sangat terbatas
Diagnosa Keperawatan
18
I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak
adekuat.
III. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
NCP
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
• Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
atau hilang.
: Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
: Penatalaksanaan nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
2) Observasi ketidaknyamanan non verbal
3) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi,
berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
5) Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
6) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
tidak adekuat.
• Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan
pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
: Fluid balance, kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
19
normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab,
4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan
: Fluid Management
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Monitor vital sign dan status hidrasi
3) Monitor status nutrisi
4) Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
5) Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
20
BAB III
TINJAUAN KASUS
21
ANALISIS DATA
22
klien lemah, klien
hanya berbaring saja
TTV
TD:120/70mmHg
Nadi: 82x/m
Rr:19x/m
Suhu:37,6°c
DS : klien Asupan cairan Resiko
mengatakan tidak adekuat kekurangan
badannya lemah dan volume cairan
merasa sangat haus
DO :
Klien tampak haus
dan meminta untuk
minum
-Turgor kulit buruk
-Mukosa bibir kering
TTV
Td : 120/70 mmHg
Nadi : 82x/menit
Rr:19x/m
Suhu : 37,6 ‘c
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
23
adekuat.
Nama
Umur No regester Ruangan /no bed
Klien
21-06-02-
Tn.A 17 TAHUN 31-80 R.Meranti
durasi,karakteristik,
frekuensi nyeri.
T = Memberikan
1. menentukan tingkat
teknik non
keparahan nyeri
farmakologis
2. untuk mengurangi rasa
- Teknik nafas dalam nyeri dan membuat rasa
24
K = Kolaborasi dalam
pemberian obat
secara iv
Setelah dilakukan O =Memantau tanda
1.Untuk memonitoring
Tindakan keperawatan dan gejala hidrasi
status cairan
diharapkan :
T=Monitor vital sign
-. Mempertahankan
dan status hidrasi 2.Untuk mengetahui
urine output sesuai
E= Edukasi status keadaan umum pasien
dengan usia dan BB,
hidrasi
BJ urine normal, HT
K= Kolaborasikan 3.Untuk mengetahui
normal
pemberian cairan keadaan nutrisi dan
- Tekanan darah, nadi, kebutuhan nutrisi
intravena sesuai
suhu tubuh dalam
terapi.
batas normal 4.Untuk mengetahui
2 03 juni 2021
3 03 Juni 2021 Setelah dilakukan O = Mengidentifikasi 1.Untuk mengurangi
Tindakan keperawatan gangguan fungsi penggunaan wnergi dan
diharapkan : tubuh yang membantu keseimbangan
mengakibatkan antara suplai dan
kelelahan kebutuhan O2
T = lakukan latihan
2.Untuk mengetahui
25
rentang gerak pasif kemajuan aktivitas klien
E = Anjurkan tirah
baring 3.Untuk membantu klien
K = kolaborasi meningkatkan aktivitas
dengan ahli gizip secara mandiri
tentang cara
meningkatkan asupan 4.Untuk mengetahui
- Berpartisipasi dalam
makanan kampuan aktivitas klien
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
5.Untuk mengetahui
tekanan darah, nadi,
keadaan umum klien
dan RR
-mampu melakukan
aktivitas secara
mandiri.
D. ALGORITMA PENATALAKSANAAN
Keperawatan (S,O)
O=Mengidentifikasi S = Klien mengatakan ber-
26
skala,lokal sedia untuk di
1.Katerolac 1.Katerolac
2.Topedex 2.Topedex
3.Bifotex 3.Bifotex
4 Ondansentron 4.Ondansentron
27
gejala hidrasi lemas
1.Ketrolac
2.Topedex
3.Bifotek
4. Ondansentron
28
Q = Klien mengatakan seperti tersayat.
S = Skala nyeri 6
TTV=TD : 130/70mmHg
N : 85X/menit
S : 38,0 °C
Rr : 23 x/menit
P = Intervensi dilanjutkan
TD : 130/70mmHg
Rr : 23×/m
N : 85×/m
S : 38,0°c
29
A = Masalah belum teratasi
P = Intervensi dilanjutkan.
N = 85x/menit
S= 38,0°C
Rr = 23 x/menit
P = Intervensi di lanjutkan
30
NO Waktu Respon Perkembangan (S,O,A,P)
1 04 Juni 2021S = P = Klien mengatakan nyeri berkurang
S = Skala nyeri 4
TTV=
TD : 140/90 mmHg
N : 85X/menit
S : 37,4 °C
Rr : 22 x/menit
P = Intervensi dilanjutkan
2 04 Juni 2021S = Klien mengatakan badannya tidak lemas lagi tapi belum mampu
melakukan aktivitas secara mandiri
TD : 140/90mmHg
N : 85×/m
Rr : 22×/m
S : 37,4°c
31
P = Intervensi dilanjutkan.
N = 85 x/menit
S = 37,4°C
Rr = 22 x/menit
P = Intervensi di lanjutkan
S = Skala nyeri 2
32
N : 85X/menit
S : 37,0 °C
Rr : 22 x/menit
P = Intervensi dilanjutkan
2 05 Juni S = Klien mengatakan badannya tidak lemas lagi tapi belum mampu
2021 melakukan aktivitas secara mandiri
TD : 130/70 mmHg
N : 85×/m
Rr : 22×/m
S : 37,0°c
P = Intervensi dilanjutkan.
N = 85 x/menit
S = 37,4°C
Rr = 22 x/menit
33
A = Masalah teratasi sebagian
P = Intervensi di lanjutkan
Q=-
R=-
S = Skala nyeri 0
T=-
N : 85X/menit
S : 36,0 °C
Rr : 22 x/menit
A = Masalah teratasi
34
TD : 130/70 mmHg
N : 85×/m
Rr : 22×/m
S : 36,0°c
N = 85 x/menit
S = 36,0°C
Rr = 22 x/menit
A = Masalah teratasi
35
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada tanggal 02 JUNI 2021,hari rabu saya merawat pasien bernama Tn.A yang berusia
17 tahun.Dengan keadaan klien post operasi laparotomy ,Pada pukul 14 : 30 WIB Klien
mengatakan nyeri pada abdomen kanannya yang baru saja di operasi ,lalu saya menawarkan
untuk melakukan relaksasi nafas dalam dan terapi nafass dalam untuk meredakan dan
mengalihkan rasa nyeri pada klien,lalu klien dan kekuarga menyetujui untuk melakukan tindakan
tersebut.Lalu saya instruksikan agar klien memejamkan mata dalam keadaan rileks dan menarik
nafas serta hembuskan secara perlahan-lahan. Terapi ini dilakukan selama ± 2 menit. klien
merasa lebih rileks.Setelah itu saya kembali ke ruangan perawat.
Pada pukul 16.30 WIB saya dan kakak perawat datang kembali ke ruangan klien untuk
memberikan antibiotik melalui injeksi intravena,dan klien pun bersedia.Lalu pada pukul 15.30
WIB saya membantu kakak perawat untuk mengganti balutan perban pada luka klien.
Hari pertama saya dinas di RSU MAULANA, saya mendapatkan ship sore mulai dari
pukul 14.00-20.00 WIB. Ada beberapa tindakan yang saya lakukan, seperti :
36
- mengganti cairan infus
saya dinas mendapatkan ship sore, mulai dari jam 14.00-20.00 WIB. Ada beberapa
tindakan yang saya lakukan pada hari ini, seperti :
Saya dinas mendapatkan ship pagi, mulai dari jam 08.00-14.00 WIB. Saya melakukan
beberapa tindakan, seperti :
melalui injeksi
Hari kamis, tanggal 05 juni 2021 Pada puku 09.30 WIB saya dan kakak perawat datang
kembali ke ruangan klien untuk memberikan Analgetik dan antibiotik melalui injeksi
intravena,dan klien pun bersedia. Saya juga menganjurkan untuk tetap melakukan Teknik nafasa
dalam apabila lukanya terasa nyeri. Lalu pada pukul 11.30 WIB saya membantu kakak perawat
untuk mengganti balutan perban pada luka klien Karena klien akan segera pulang.Dan klien
dianjurkan untuk mengganti balutan ke bidan atau puskesmas terdekat. Saat melakukan
penggantian pembalut, Saya juga mengajarkan kepada pasien perawatan luka mandiri agar bisa
dilakukan dirumah.
saya dinas mendapatkan ship malam, mulai dari pukul 20.00-08.00 WIB. Ada beberap tindakan
yang saya lakukan, seperti :
37
- melakukan penggantian infus
Selasa,07Juni 2021
mendapatkan ship sore, mulai dari jam 14.00-20.00 WIB. Ada beberapa tindakan yang saya
lakukan pada hari ini, seperti
saya dinas mendapatkan ship malam, mulai dari pukul 20.00-08.00 WIB. Ada beberap tindakan
yang saya lakukan, seperti :
38
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta : Dewan Pengrus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (I). Jakarta :
Dewan Pengrus PPNI
Asih, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-10. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat dan Wim de jong, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat dan Jong, Wim De Jong, 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC.
39