Manajemen Bencana
Skala dan status bencana menurut UU nomor 24 tahun 2007, ditentukan oleh presiden.
Penentuan skala dan status bencana ditentukan berdasarkan kriteria jumlah korban dan material
yang dibawa oleh bencana, infrastruktur yang rusak, luas area yang terkena, sarana umum yang
tidak berfungsi, pengaruh terhadap sosial ekonomi dan kemampuan sumber daya lokal untuk
mengatasinya.
1. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang dialami oleh
perorangan, masyarakat negara.
2. Mengurangi penderitaan korban bencana
3. Mempercepat pemulihan
4. Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika
kehidupannya terancam
a. Bertindak cepat
b. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun secara pasti dengan
maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat
c. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
d. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok yang menanggulangi
terjadinya bencana.
5. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan
kesehatan
6. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi
kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya.
7. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang
ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik
(hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)
9. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater
10. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan
masyarakat yang tidak mengungsi
Dan juga fase Triase salah satu peran perawat juga dalam korban bencana yang harus di
lakukan sehingga tidak salah dalam menangani korba bencana yaitu :
a. Merah-paling penting, prioritas utama. Kadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar
pasien mengalami hipoksia, syok,trauma dada,perdarahan internal,trauma kepala dengan
kehilangan kesadara, luka bakar drajat II
b. Kuning-penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun
belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan
selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera
medullaspinalis, laserasi, luka bakar derajat II
c. Hijau-prioritas ktiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar minor,
minor laserasi, kontusio, abrasio dan dislokasi
d. Hitam-meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bncana, ditemukan
sudah dalam keadaan meninggal.
4. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah, sarana ibadah, jalan,
pasar atau tempat pertemuan warga.
Didalam siklus manajemen bencana terdapat beberapa tahapan dalam upaya untuk menangani
suatu bencana yaitu:
1. Penanganan Darurat
Yaitu upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta menangani gangguan
kerusakan dan dampak lain suatu bencana. Sedangkan keadaan darurat yaitu kondisi yang
diakibatkan oleh kejadian luar biasa yang berada di luar kemampuan masyarakat untuk
menghadapinya dengan sumber daya atau kapasitas yang ada sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok dan terjadi penurunan drastis terhadap kualitas hidup, kesehatan
atau ancaman secara langsung terhadap keamanan banyak orang di dalam suatu komunitas atau
lokasi.
2. Pemulihan (recovery)
Adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi. Proses recovery terdiri
dari:
a. Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya sementara atau
berjangka pendek.
b. Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya permanen
3. Pencegahan (prevension)
Upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya suatu ancaman.
Namun perlu disadari bahwa pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap sebagian besar
bencana
4. Mitigasi (mitigation)
Yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.
Misalnya: penataan kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besa
5. Kesiap-siagaan (preparedness)
Yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi (kemungkinan akan terjadi)
bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan
darurat danidentifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.
Kompetensi keperawatan Bencana yang harus dimiliki oleh seorang perawat saat terjadi
bencana adalah perawatan komunitas, keperawatan individu dan keluarga, perawatan psikologis
dan perawatan pada klompok rentan.artinya perawat harus mampu melakukan tindakan sesuai
dengan kompetensi yang dimilikinya dalam pelayanan menangani bencana.
Peran perawat dalam penanggulangan bencana tidak hanya mengurangi morbiditas dan
mortalitas korban bencana pada saat respon darurat. Perawat berperan juga untuk
mempersiapkan masyarakat siap menghadapi bencana dengan meningkatkan resilience. Menurut
International Council of Nurses (ICN) kompetensi perawat bencana muncul pada fase mitigasi,
preparedness, pemulihan dan rehabilitasi.Ada beberapa hal yang mengakibatkan perawat
memainkan peran penting dalam penanggulangan bencana. Pertama, perawat memiliki skill.
“Skill yang dimiliki perawat itu luas, mulai dari memberikan terapi hingga preventif Kedua,
perawat itu kreatif dan mudah beradaptasi serta bisa bekerja sama dengan seluruh unsur
penanggulangan bencana.
Ada beberapa hal yang bisa perawat lakukan dalam penanggulangan bencana.
2. Triage, hal itu mengharuskan perawat untuk melakukan identifikasi secara cepat korban
bencana yang membutuhkan stabilisasi segera.
3. Pertolongan pertama, pertolongan pertama yang dilakukan seperti mengobati luka rubfab serta
melakukan pertolongan bantuan hidup dasar.
4. Membantu proses pemindahan korban. Pemindahan korban bencana tidak boleh dilakukan
oleh sembarang orang, perawat dibekali kemampuan untuk memeriksa kondisi dengan
memantau tanda-tanda vital sehingga dapat melakukan pemindahan korban dengan baik.
BNPB (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasi-nya di
Indonesia.
Arlinta, A. (2017). "Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Perawat dalam Kesiapsiagaan
Triase dan Kegawatdaruratan pada Korban Bencana Massal di Puskesmas Langsa Baro Tahun
2015. "http://repository.usu.ac.id/handle/1234567 89/47959(3-Jul-2017). Nurjannah, dkk. 2014.
Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta. Ramli, Soehatman. 2015. Manajemen Bencana.
Jakarta: Dian Rakyat.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/abbf7e649748d49cbf426b1db1b8bc01.pdf