Anda di halaman 1dari 7

9.

1 PROBLEMATIKA PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA


3. Apakah situasi yang dialami pada fenomena pendidikan inklusi tersebut merupakan suatu
permasalahan?  Mengapa? Apakah situasi tersebut perlu diupayakan adanya perubahan?
Apa yang menjadi prioritas perubahan dalam situasi tersebut?
Iya. Mengapa hal tersebut menjadi permasalahan. Karena, di dalam kurikulum dan
metode pembelajaran atau pengajaran yang kaku sulit diakses oleh Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) yang ditemukan pada kelas inklusi. Kemampuan guru masih terbatas,
para pengajar belum mendapatkan pelatihan atau training yang praktikal dan kebanyakan
yang berikan hanya sebatas sosialisasi saja tapi tidak mendalami banget apa yang telah
diberikan. Guru belum siap untuk menangani anak-anak di kelasnya dengan karakteristik
yang berbeda. Akhirnya, guru-guru yang berhadapan langsung dengan ABK di kelas
mengeluh dan sulit untuk mengajar satu metode yang sama dan dengan perlakuan yang
sama sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai seperti yang diharapkan.
Iya situasi tersebut harus ada perubahan. Contohnya, sosialisasi yang diberikan oleh para
pengajar atau guru, seharusnya tidak hanya sosialisasi atau pelatihan saja, tetapi juga
dipraktekkan dan diawasi, karna agar dilihat terbuktikah pelatihan atau sosialisasi yang
diberikan oleh pengajar, dilakukan dan dipraktekkan ke murid-muridnya. Tidak semua
pengajar dapat sabar menghadapi ABK, dan sistem GPK yang didalam wacana, harus
diawasi, tidak hanya diberikan ilmunya saja, tapi benar-benar didampingi, tidak hanya
membuat susunan program pembelajaran, asesmen anak, dan sebagainya. Pengajar harus
bisa tidak bersifat dikriminasi kepada muridnya. Karena, prinsip Pendidikan inklusi
adalah sama-sama menguntungkan murid yang ABK dan muridnya tidak berkebutuhan
khusus. Oleh karena itu, harus ada pemikiran dan membuat sistem yang benar-benar bisa
para muridnya dapat belajar bersama, bisa menghargai sesama, bisa mengerti dan
memahami bahwa di dunia ini terdapat anak-anak yang mempunyai kelebihan dan
kekurangan dari segi fisik, sosial, dan pemikirannya. Membuat kurikulum pengembangan
Pendidikan dan pengawasan untuk Pendidikan ABK di Indonesia lebih diperhatikan dan
dijaga ketat. Prioritas dalam perubahan tersebut adalah para pengajar yang harus bisa
lebih sabar, tidak membeda-bedakan murid yang umum dengan ABK, dan tidak menolak
untuk mengajar ABK yang berada di linkungan tersebut. Kemudian, Sekolah
penyelenggara pendidikan inklusi perlu didukung oleh Guru Pendidik Khusus dalam
proses pembelajaran dan pembinaan anak-anak berkebutuhan khusus secara umum.
Antara guru kelas dan GPK saling bekerjasama dalam melayani anak berkebutuhan
khusus, mulai dari mengidentifikasi anak, mengasesmen anak, sampai kepada menyusun
Program Pembelajaran Individual (PPI) bagi anak tersebut. Program Pembelajaran
Individual (PPI) ini terkadang juga tidak semua anak berkebutuhan khusus
membutuhkannya. Disinilah GPK berperan yaitu sebagai tempat berbagi pengalaman
bagi guru kelas dan guru mata pelajaran, karena tidak semua guru di sekolah reguler
paham siapa dan bagaimana menghadapi anak berkebutuhan khusus serta apa
pembelajaran yang dibutuhkan mereka sesuai dengan kekhususan anak tersebut.
9.2 KONFLIK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

3. Apakah situasi yang dialami pada fenomena pendidikan multikultural tersebut merupakan
suatu permasalahan?  Mengapa? Apakah situasi tersebut perlu diupayakan adanya perubahan?
Apa yang menjadi prioritas perubahan dalam situasi tersebut?

Situasi yang dialami pada Pendidikan multikultural tidak menjadi suatu permasalahan. Mengapa
tidak menjadi permasalahan. Karena, Pendidikan merupakan mengajarkan kepada para murid
bahwa perbedaan atau keberagaman dalam kehidupan ini adalah hal yang lumrah, dan kalau
dilakukan dan dijalankan akan menjadi sebuah kebiasaan yang indah. Tetapi, ada juga pendapat
dalam perbedaan bisa menimbulkan kesalah pahaman atau konflik. Perubahan dalam diri setiap
manusia diharuskan adanya perubahan, kemudian pada kondisi fenomena Pendidikan multikultural
tersebut masih ada hal atau permasalan yang bisa disebut masih tidak terpenuhi. Seperti masih ada di
tempat Universitas atau Institut yang tidak memberikan info dan tidak mengenalkan apa itu
multikulturalisme, dari segi teori pembelajaran, gaya belajar dan mengajar yang berbeda-beda,
masih banyak yang ada pada sistem hanya memberikan teori saja, tidak banyak yang dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-harinya, seperti ibaratnya hanya mendengarkan teori tanpa melakukan apa
yang telah diberikan oleh pengajarnya. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan diri kita sendiri
bukan pada perubahan Pendidikan multikultural, karena poin penting atau prioritas Pendidikan hanya
sebagai pengantar atau jembatan pada para manusia yang berakal.

9.3 IDENTIFIKASI PROBLEMATIKA EVALUASI PENDIDIKAN KARAKTER DI


SEKOLAH

3. Apakah situasi yang dialami pada fenomena pendidikan karakter tersebut merupakan suatu
permasalahan?  Mengapa? Apakah situasi tersebut perlu diupayakan adanya perubahan? Apa yang
menjadi prioritas perubahan dalam situasi tersebut?

Iya. Mengapa hal tersebut menjadi permasalahan. Karena, dalam fenomena Pendidikan karakter
tersebut merupakan sebuah permasalahan karena kurang dari segi praktek yang dilakukan dan dari
implementasi pendidikan karakter tidak berhasil. Oleh karena itu, penyebabnya disebabkan dari segi
belum adanya sistem evaluasi Pendidikan karakter sebagai pedoman operasional dalam melakukan
evaluasi pendidikan karakter peserta didik, pendidikan terlalu menekankan pada aspek intelektual
sebagai ukuran keberhasilan, dan tidak adanya penerapan pendidikan karakter secara menyeluruh,
kurangnya contoh atau pedoman yang baik untuk dicontoh oleh para murid-murid. Kemudian,
kondisi ini perlu diadakannya perubahan karena pendidikan karakter sangat penting bagi setiap
individu. Dalam Pendidikan karakter, perlu adanya banyak para manusia yang berakal, sabar,
berattitude, dan berkualias, Pendidikan karakter akan menghasilkan para manusia atau pengajar yang
seharusnya berkualitas, bisa ber komunikasi dan berinteraksi dengan baik dan sopan. Pendidikan
karakter menjadi landasan yang bagus dan baik untuk masa depan generasi bangsa yang berfikir
kritis, ber intelektual, cerdas, cermat, dan bisa memahami kondisi yang sebenarnya di dunia.
Jawaban dari lmsnya:

9.1

1. Problematika pendidikan inklusif yang terjadi di Indonesia terutama terhadap anak anak


berkebutuhan khusus (ABK)

2. Banyaknya anak  yang berkebutuhan khusus kurang(ABK) yang tidak mendapatkan


pendidikan inklusi dengan baik dan layak,seorang tenaga pendidik sangatlah peran yang sangat
penting namun karena piahak sekolah yang kurang memperhatikan dan cenderung tidak peduli
terhadap anak anak yang berkebutuhan khusus ini membuat hubungan atau relasi antara sang
pelajar dan sang tenaga pendidik menjadi tidak baik dan kurang saling mengerti.

3. Fenomena inklusi seperti diatas sungguh sebuah masalah yang cukup besar apabila tidak di
pikirkan cara terbaik untuk memperbaikinya,dan situasi tersebut harus segera di pebaiki dan
lebih diperbaiki lagi,karena pada hakikatnya tugas sebuah negara Indonesia adalah
Mencerdaskan kehidupan bangsa yang sangat mendasari untuk adanya sebuah perubahan
tersebut

4. a. Masih jarangnya sekolah yang mau menerima peserta didik dengan hambatan baik
fisik, intelegensi, emosi, dan sosial.
b. Beberapa sekolah yang telah memenuhi syarat menjadi sekolah inklusi, masih
subyektif dengan mementingkan beberapa aspek pandangan saja tanpa kesiapan
menyeluruh.
c. Sangat kurangnya guru yang berlatar belakang S1 pendidikan khusus berkaitan
dengan layanan pendidikan bagi ABK.
d. Kurangnya kesadaran masyarakat dengan adanya anggapan bahwa anak-anak
berkebutuhan khusus bisa menular. Ini menjadi salah satu jurang pemisah antara
ABK dengan anak “normal“ pada umumnya

5. sekolah penyelenggara pendidikan inklusi perlu didukung oleh tenaga pendidik


keahlian khusus dalam proses pembelajaran dan pembinaan anak-anak berkebutuhan
khusus secara umum. Salah satu tenaga khusus yang diperlukan adalah Guru
Pembimbing Khusus (GPK). Dalam Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang
Pedoman Implementasi Pendidikan Inklusi, ada 8 (delapan) komponen yang harus
mendapatkan perhatian dari pemangku kepentingan (stakeholder) sekolah inklusif,
yaitu : peserta didik, kurikulum, tenaga pendidik, kegiatan pembelajaran, penilaian dan
sertifikasi, manajemen sekolah, penghargaan dan sanksi, pemberdayaan masyarakat.
Tenaga Pendidik yang terdapat dalam poin ke tiga adalah pendidik profesional yang
mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan tertentu yang
melaksanakan program pendidikan inklusi.
6. Berusaha semaksimal mungkin untuk menerima anak anak yang diajar tanpa melihat latar
belakang dari peajar tersebut terutama seperti anak anak yang berkebutuhan khusus(ABK) dan
berusaha membuka relasi atau hubungan dengan sebaik mungkin karena agar terciptanya suasana
pendidikan yang menghibur dan tidak membosankan,dan lebih memperhatikan lebih terhadap
anak yang memiliki kebutuhan khusus.

9.2

Bahwa pada dasarnya konflik itu terjadi karena perbedaan pandangan sebab banyaknya kultural yang
ada dan konflik itu tidak bisa dihindari atau dijauhi yang bisa itu bahwa konflik harus diselesaikan
atau dirembuk secara bersama agar konflik tidak mengakibatkan efek kelanjutan kepada keturunan
kita nanti. Maka itu perlu adanya pemahaman tajam dengan diberlakukan pendidikan multikultural.

Berjalannya problematika yang ada di Indonesia bahwa pendidikan multikultural muncul atas
kesadaran kelompok terhadap kebijakan. Jika menginginkan agar pendidikan multikultural dapat
berjalan dengan efisien sebaiknya harus dijelaskan secara berkala dan jelas tujuannya.  Yang terlibat
didalamnya tentu semua masyarakat Indonesia untuk membangun masyarakat yang multikultural
memerlukan komitmen bersama terhadap Pancasila sebagai politik multikulturalisme dan etos dalam
keselurhan praksis pendidikan multikultural. Berarti karakteristik sosial budayanya adalah
kecerdasan dalam pemahaman, kecermatan dalam mencerna multikulralisme itu sendiri, dan selalu
kritisi dalam permasalahan. Perilaku masyarakat juga berpengaruh terhadap pendidikan
multikulturalisme itu sendiri dengan cara mempelajari tentang latar belakang pendidikan
multikulturalisme, memahami kelompok etnis mayoritas dan minoritas, mengedepankan sikap tidak
egois terhadap kelompok, dan serta mendukung dengan cara memberitahu atau mengajari kepada
bahwa multikulturalisme bisa menyebabkan konflik apabila kita terlalu fanatik terhadap sesuatu.

Dengan adanya pendidikan multikulturalisme tentu tidak jadi masalah karena sudah dapat dibaca
bahwa “pendidikan” berarti mengajarkan kepada para peserta didik bahwa keberagaman itu indah,
asik, dan menyenangkan dan juga keberagaman juga bisa mendatangkan konflik-konflik karena
denga alasan mempertahankan budayanya masing-masing. Tapi  pada situasi fenomena pendidikan
multikultarlisme pada kajian tersebut ada suatu permasalan yang bisa disebut belum terpenuhi contoh
masih ada institut yang belum mengenalkan apa itu multikulturalisme, gaya belajar dan mengajar
yang berbeda yang ada pada suatu lingkup ruang kelas  seperti hanya teori-teori saja tidak adanya
praktek di kehidupan. Maka perlu adanya perubahan diri kita sendiri bukan pada perubahan
pendidikan multikulturalisme itu karena prioritas pendidikan hanya sebagai pengantar atau warning
kepada kita selaku makhluk hidup yang mempunyai akal dan nafsu dan perubahan itu juga untuk diri
kita sendiri dan masyarakat yang harmonis tanpa adanya konflik apalagi sampai menumpahkan
darah.

Penyebab terjadinya masalah pada pendidikan multikulturalisme itu mungkin pada setiap masyrakat
yang tidak mau menerima pendidikan itu sendiri atau bisa dibilang yang terlalu fanatik terhadap
budayanya masing-masing. Akar permasalahannya mungkin pada Krisis sosial budaya yang meluas
dalam berbagai bentuk disorientasi (kondisi mental yang bingung kita berada dimana) dan dislokasi
(tidak mengetahui/tidak dapat menyeimbangi keberadaan kita) dari kalangan masyarakat kita. Maka
upaya kita dengan menamparkan kepada mereka sebab dari perilaku yang sudah dilakukan.
Perubahan yng harus dicapai mungkin dengan melakukan upaya-upaya yaitu dengan menghargai
perbedaan ras etnik suku agama  dan budaya, menyadari bahwa semua kultur memiliki kedudukan
yang sama, toleransi antar masyarakat multikultural, menolak sara, menyelesaikan masalah dengan
musyawarah, mengadakan pentas seni kebudayaan antardaerah, tidak menjunjung sikap rasis, dan
mengadakan kegiatan yang menguatkan kerukunan masrayarakt. Mungkin ada beberepa resiko dari
upaya tersebut seperti ada saja orang yang masih cuek lebih parahnya mungkin bisa di lemparkan
omongan-omongan yang tidak pantas karena itu sudah kodrat manusia memliki akal kita jangan
terlalu diambil perasaan mengenai hal itu yang penting kita sudah berusaha untuk mencintai
keberagaam budaya karena sesuatu yang berawal dari yang kita cintai bisa menimbulkan kesenangan
atas diri kita masing-masing entah hasilnya akan baik atau buruk

Manusia merupakan makhluk sosiologi (aspek dalam masyarakat serta pengaruhnya bagi kehidupan
manusia). Tak lepas dari sistem memberdayakan manusia dengan memanfaatkan pendidikan sebagai
innstrumen pemberdayaan tersebut.  Dan manusia juga makhluk antropologis (selain mahkluk
biologis manusia juga merupakan makhluk sosial atau pengetahuan sosial tentang budaya masyarakat
suatu etnis tertentu). Dan mungkin solusinya yaitu dengan mengedepankan bahwa manusia makhluk
yang berbeda-beda entah dari pola pikir dan lain-lain dengan adanya penerapan itu nanti
kemungkinan kesadaran akan kerendahan diri seseorang akan tajam dan tidak selalu memandang
budayanya sendiri merasa hebat tidak ada kekurangannya.

9.3

Banyak permasalahan timbul yang dilakukan oleh beberapa pelajar di negeri ini, seperti fenomena
mencontek, tawuran antarpelajar, dan kejadian lain yang tidak mencerminkan seorang pelajar. Maka
dari itu, pendidikan karakter harus menjadi prioritas utama dalam dunia pendidikan saat ini.
Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab semua pihak, baik dari orang tua, sekolah, masyarakat,
dan negara.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada anak didik yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, dan tindakan untuk melaksanakan nilai
tersebut. Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama,
kebudayaan, hukum atau konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Pendidikan karakter dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan watak, yang tujuannya
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara
apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Penanaman pendidikan karakter bukanlah hal yang mudah dilakukan karena memerlukan proses dan
waktu yang tidak sebentar. Hal ini karena penanaman karakter memerlukan tahap-tahap dalam
melakukannya. Secara umum, tahapan penanaman karakater terdiri atas Belum Terlihat (BT), Mulai
Terlihat (MT), Mulai Berkembang (MB), dan Membudaya. Pada awal-awal penanaman karakter
belum terlihat (BT) perubahan karakter, namun secara perlahan akan mulai terlihat (MT), dan seiring
berjalannya waktu di dalam jiwa anak didik tersebut akan berproses, sehingga nilai kejujuran akan
mulai berkembang (MB).  

Pendidikan karakter yang dijalankan di Indonesia sudah dilakukan sejak 10 tahun terakhir. Akan
tetapi, hasilnya tidak dapat diketahui secara pasti kecuali melalui laporan hasil belajar siswa. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain belum adanya model evaluasi pendidikan karakter,
pendidikan terlalu menekankan pada aspek intelektual, dan derasnya informasi yang diterima anak
tanpa adanya penyaring.

Pihak yang terlibat dalam kajian di atas adalah pendidik dan peserta didik yang berada di lingkungan
sekolah. Pendidik memiliki peran untuk mengajarkan pendidikan karakter kepada peserta didik.
Peserta didik, sebagai pihak yang mendapatkan pendidikan karakter tentu memiliki karakteristik
sosial dan budaya yang dibawanya sendiri. Misalkan, peserta didik berada di lingkungan yang baik
maka pendidikannya pun akan baik pula. Sedangkan, pendidik sebagai pemberi pendidikan karakter
akan mengajarkan hal-hal yang dinilainya baik.

Fenomena pendidikan karakter tersebut merupakan sebuah permasalahan karena implementasi


pendidikan karakter tidak berhasil. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu belum adanya model
evaluasi pendidikan karakter sebagai pedoman operasional dalam melakukan evaluasi pendidikan
karakter peserta didik, pendidikan terlalu menekankan pada aspek intelektual sebagai ukuran
keberhasilan, tidak adanya penerapan pendidikan karakter secara menyeluruh, anak belum
mendapatkan model yang dapat menjadi teladan, dan derasnya informasi yang diterima anak tanpa
penyaring.

Situasi ini perlu diadakannya perubahan karena pendidikan karakter sangat penting bagi setiap
individu. Pendidikan karakter akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, mampu
berinteraksi secara baik, dan tetap memegang teguh kepribadian bangsa. Selain itu, pendidikan
karakter akan membentuk generasi penerus bangsa yang cerdas dan berintelektual.

Penyebab terjadinya fenomena pendidikan karakter tersebut salah satunya adalah belum adanya
pedoman yang operasional dalam melakukan evaluasi pendidikan karakter. Hal ini terjadi karena
penilaian pendidikan karakter tidak bisa dinilai secara tertulis karena pendidikan karakter
berhubungan sifat atau nilai kehidupan manusia. Evaluasi terhadap pendidikan karakter perlu
dilakukan agar dapat menjaring informasi tentang keadaan karakter dan dapat dilakukan perbaikan
dengan tepat. Selain itu, terdapat beberapa akar masalah dalam fenomena pendidikan karakater, yaitu
pendidikan terlalu menekankan pada aspek intelektual dan guru belum optimal dalam memberikan
pengajaran pendidikan karakter.

Perubahan yang harus dicapai adalah mengubah strategi pembelajaran pendidikan karakater. Misal,
anak memiliki masalah dalam melakukan pembelajaran karakter karena tidak adanya teladan dalam
dirinya, maka sebagai pendidik mencoba menjadi teladan bagi anak. Kemudian, pada masalah
pendidikan karakter yang terlalu menekankan pada aspek intelektual bisa dilakukan solusi dengan
memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa orang yang pintar tidak hanya dilihat dari
intelektualnya saja. Risiko yang mungkin saja dihadapi adalah anak akan terpaku dengan sosok
seorang teladan bagi dirinya.

Manusia sebagai makhluk sosial maka akan berinteraksi satu sama lainnya. Dengan adanya interaksi
dengan manusia lain maka perlahan-lahan karakter akan terbentuk. Akan tetapi, perlu diperhatikan
pula dengan siapa ia berinteraksi karena interaksi yang baik akan memberikan dampak baik, begitu
pula sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai