Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KEPERAWATAN JIWA II

“Skenario Kasus Tutorial”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. Metresya Souhoka (12114201190185) (Ketua)
2. Justivita Kerjapy (12114201190131) (Sekretaris)
3. Theresia Angkotamony (12114201190264)
4. Dendres Salmau (12114201190052)
5. Gimelina Letsoin (12114201190094)
6. Amir Waimesse (12114201190013)
7. Shinta Ferdinandus (12114201190242)
8. Vianna Soulissa (12114201190325)
9. Falomitha Monaten (12114201190)
10. Belavira Thee (12114201190029)
11. Vally Sekerony (12114201190269)
12. Windy Haurissa (12114201190283)
13. Ferti Nustelu (12114201190079)
14. Restinisksky Resdul (12114201190220)
15. Yoan Kakihary (12114201190308)

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
AMBON
2021
A. TAHAPAN SEVEN JUMP
1) Mengklarifikasi istilah atau konsep
a. Diagnosis : Penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti
(memeriksa) gejala-gejalanya
b. Mengamuk : 1.Menyerang dengan membabi buta (karena marah,
mata gelap, dan sebagainya):, 2.berkecamuk; menjadi-jadi.
c. Mengepalkan : Menjadikan kepalan (tangan)
d. Misi : Tugas yang dirasakan orang sebagai suatu kewajiban untuk
melakukannya demi agama, ideologi, patriotisme, dan sebagainya
e. Mondar – mandir : Berjalan ke sana kemari;
f. Skizofrenia : Penyakit jiwa yang ditandai oleh ketidakacuhan,
halusinasi, waham untuk menghukum, dan merasa berkuasa, tetapi
daya pikir tidak berkurang
g. Skizofrenia paranoid : Jenis skizofrenia dengan kekhasan pada
munculnya gejala positif, seperti waham (keyakinan pada sesuatu
yang tidak nyata) dan halusinasi.
2) Menetapkan Masalah
Adapun beberapa masalah yang kelompok kami dapat tarik dari skenario
kasus yang kami dapat antara lain :
1. Mengapa klien selalu berbicara sendiri ?
2. Bagaimana cara agar kita sebagai perawat dapat membangun
hubungan komunikasi dengan nyaman bersama klien ?
3. Klien mengatakan bahwa dia sedang mendapatkan tugas untuk
menjalankan misi rahasia
4. Apa yang harus dilakukan klien agar mampu keluar dari hal yang
sedang dipikirkannya ?
3) Menganalisis Masalah
1. Klien selalu berbicara sendiri karena dia merasakan ada temannya
yang sering diajak berbicara namun tidak nyata.
2. Mungkin kita dapat mengambil posisi sebagai temannya dan ajak dia
untuk berbicara .
3. Karena berdasarkan scenario yang ada, klien selalu berbicara sendiri
dengan teman halunya yang tidak dapat dilihat.
4. Dengan cara menjadi teman terdekatnnya. Mampu memahami apa
yang ingin dia sampaikan. Sehingga dari hubungan ini, kita dapat
memberikan motivasi dan dorongan penuh untuk klien serta
penjelasan yang dapat dipahami klien sehinga masalahnya dapat
teratasi secara perlahan.
4) Menarik Kesimpulan
Dari hasil analisa masalah yang ada, maka kelompok kami menarik
kesimpulan sebagai berikut :

Pengertian

Tanda dan Intervensi


Gejala Keperawatan

Halusinasi
Faktor
Predisposisi Psikopatologi

Faktor
Presipitasi
5) Menetapkan Tujuan Belajar (Learning Objective)
a. Diagnosa Keperawatan yang muncul
b. Pengertian Halusinasi
c. Tanda dan Gejala dari Halusinasi
d. Faktor Predisposisi Halusinasi
e. Faktor Presipitasi Halusinasi
f. Psikopatologi Halusinasi
g. Intervensi Keperawatan (Mandiri dan Kolaborasi)
6) Mengumpulkan informasi tambahan (Belajar Mandiri)
Halusinasi adalah munculnya persepsi setelah melihat, mendengar,
menyentuh, merasakan, atau mencium sesuatu yang tidak benar-benar ada.
Visual: Penglihatan, misalnya merasa melihat sesosok bayangan
berbentuk orang. Auditori Pendengaran, misalnya merasa mendengar
suara sesorang yang menyuruh untuk membakar rumah. Olfaktori
Pembau, misalnya merasa membau bangkai padahal tidak ada bangkai di
sekitarnya. Taktil/Raba/Kinestetik. Sentuhan, misalnya merasa ada sesuatu
yang menyentuh padahal tidak ada. Gustatori Pengecap, misalnya di lidah
rasanya asin padahal tidak ada garamnya.
Ada 4 fase halusinasi yaitu ; Comforting, dimana Klien mengalami
perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik. Kedua, Condemning, Pada ansietas berat pengalaman
sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom
akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Ketiga Controling, Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan
perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di
sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Dan yang terakhir, Consquering Terjadi pada panik Pengalaman sensori
menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1
orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
Adapun juga Halusinasi dibagi menjadi empat tingkat yaitu :
a. Tingkat 1 : Penderita tidak merasa terganggu dengan adanya
halusinasi itu dan biasanya muncul saat sedang sendiri/ melamun/
menyendiri. Tanda-tandanya: Menyeringai atau tertawa yang tidak
sesuai, Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara, Gerakan
mata yang cepat, Bicara yang lamban. dan Diam dan dipenuhi oleh
sesuatu yang mengasyikkan.
b. Tingkat 2 : Penderita mulai merasa terganggu dan kehilangan
kendali serta mungkin berusaha menghilangkan halusinasinya itu.
Misal mendengar suara-suara yang mengejek. Tanda-tandanya:
Nadi meningkat, pernafasan, tekanan darah meningkat,
Konsentrasi berkurang. dan Individu merasa malu dan menarik diri
dari orang lain.
c. Tingkat 3 : Penderita meyakini, mengikuti dan melakukan isi
dari halusinasinya. Misalnya mendengar suara yang menyuruh
membanting piring, maka penderita mengikutinya dengan benar-
benar membanting piring. Tanda-tandanya: Mengikuti petunjuk
dari halusinasi daripada menolaknya. Kesulitan berhubungan
dengan orang lain. Rentang perhatian hanya dalam beberapa menit
bahkan detik. Gejala fisik kecemasan berat seperti keringat
banyak, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
d. Tingkat 4 : Penderita jadi panik, cemas berat, takut jika tidak
mengikuti halusinasinya. Dapat terjadi beberapa jam atau hari jika
tidak ditangani dengan baik. Tanda-tandanya: Perilaku menyerang,
teror, panic, Sangat potensial melakukan bunuh diri atau melukai
orang lain., Amuk, agresi, menarik diri, dan Komunikasi menurun.
Adapun hal-hal sederhana yang dapat diterapkan di lingkungan sekitar
klien halusinasi sehingga masalah dapat teratasi yaitu ; Ciptakan
lingkungan yang nyaman, Seluruh anggota keluarga menyayangi dan
memberi perhatian pada klien, Mengikutsertakan klien dalam setiap
kegiatan keluarga, Tidak memberi kesempatan klien untuk menyendiri
atau melamun, Keluarga harus selalu siap jika klien memerlukan
bantuan, Mengurangi hal-hal yang bisa memicu munculnya halusinasi,
Menjamin diminumnya obat secara teratur di rumah dan kontrol ke
rumah sakit sesuai petunjuk dokter. Dan ingat segera bawa ke rumah
sakit jika klien sudah menunjukkan gejala-gejala halusinasi yang lebih
parah dari sebelumnya agar mendapat penanganan lebih lanjut.  

7) Mensitesis/menguji informasi baru


a. Diagnosa Keperawatan yang muncul
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi (NANDA,2020)
b. Pengertian Halusinasi
Menurut Emi W Wuryaningsih dan dkk, 2018, Halusinasi adalah
gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi atau tidak ada.
Sedangkan, Menurut Nor Halimah dan Rusni Masnina,2019
Halusinasi adalah perubahan persepsi sensori : keadaan dimana
individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami suatu
perubahan dalam jumlah, pola atau interpretasi stimulus yang datang.
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada
klien dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentifikasikan
dengan skizofrenia.
c. Tanda dan Gejala dari Halusinasi
Menurut Indra Ruswadi, 2021 ada beberapa tanda dan gejala yang
muncul ketika seseorang menderita halusinasi antara lain :
1) Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri,
2) Bersikap seperti ada mendengar, melihat atau bahkan merasakan
sesuatu,
3) Berhenti di tengah-tengah beberapa kalimat karena mendengarkan
sesuatu,
4) Disorientasi,
5) Tidak mampu atau Kurang konsentrasi,
6) Cepat berubah pikiran,
7) Alur pikiran kacau,
8) Respon yang tidak sesuai,
9) Menarik diri, dan
10) Melamun.
d. Faktor Predisposisi Halusinasi
Faktor predisposisi adalah faktor dari dalam diri seseorang untuk
melakukan praktik kesehatan. Adapun faktor Predisposisi dari
halusinasi yaitu :
1) Faktor Perkembangan
2) Faktor Psikologis
3) Faktor Komunikasi dalam Keluarga
4) Faktor Biologis
5) Faktor Sosial Budaya
6) Faktor Biokimia
7) Faktor Genetik
e. Faktor Presipitasi Halusinasi
Faktor Presipitasi adalah yang berasal dari luar diri seseorang yang
dapat memicu terjadinya halusinasi. Adapun Faktor Presipitasi
Halusinasi antara lain :
1) Faktor Stress Lingkungan
2) Sumber koping
3) Stressor biologis dan lingkungan sosial
f. Psikopatologi Halusinasi
Menurut Abdul Muhith tahun 2015, halusinasi terdiri dari beberapa
jenis dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
1) Halusinasi pendengaran (audotorik) Gangguan stimulus dimana
pasien mendengar suara-suara terutama suara orang. Biasanya
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2) Halusinasi pengelihatan (visual) Stimulus visual dalam bentuk
beragam seperti bentuk pancaran cahaya,gambaran geometric,
gambar kartun, panorama yang luas dan bayangan yang
menakutkan.
3) Halusinasi penciuman (Olfaktori) Gangguan stimulus pada hidung,
yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau menjijikan,
tapi kadang terhidu bau harum.
4) Halusinasi peraba (taktil) Gangguan stimulusyang ditandai dengan
adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa ada stimulus yang terlihat,
seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
5) Halusinasi pengecap (gustatorik) Gangguan stimulus yang ditandai
dengan merasaan sesuatuyang busuk, amis, dan menjijikan
6) Halusinasi sinestetik Gangguan stimulus yang ditandai dengan
merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentuan urine.

Menurut Stuart Dan Laraia dalam Indra Ruswadi, 2021 menunjukan


tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase
mempunyai karakteristik yang berbeda yaitu:

1) Fase I Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,


kesepian, dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pkiran
yang menyenangkan untuk meredakan ansietas disini pasien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, gerakan mata cepat,dan
asyik sendiri.
2) Fase II Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien
mulai lepas kendali dan mencoba jaga jarak dengan sumber yang
dipersepsikan sehingga timbul peningkatan tanda-tanda vital.
3) Fase III Pasien menghentikan perlawanan halusinasi dan menyerah
pada halusinasi. Disini pasien sukar berhubungan dengan orang
lain, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain, dan kondisi
sangat menegangkan terutama berhubungan dengan orang lain.
4) Fase IV Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien
mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri dan tidak mampu berespon terhadap perintah
yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.
Fase halusinasi dibagi menjadi 4 yaitu :

1) Comforting dengan keadaan klien mengalami ansietas sedang dan


halusinasi yang menyenangkan. Dengan gejala, tersenyum/tertawa
sendiri, menggerakan bibir, respon verbal lambat, dan dian/asyik
sendiri.
2) Comdemning dengan keadaan klien mulai merasakan ansietas
yang berat serta halusinasi yang menjijikan. Gejalanya berupa
tanda syaraf otonom, perhatian jadi sempit, asyik dengan
pengalaman sendiri, klien tidak mampu membedakan hal dan
realita.
3) Controlling, pada fase ini, klien masi mengalamai ansietas berat
namun pengalaman sensori mulai berkuasa. Gejala yang muncul
yaitu klien lebih mengikuti halusinasi, Sukar berinteraksi,
Perhatian jadi sempit, Muncul tanda fisik ansietas.
4) Conquering, fase ini adalah fase klien mengalami halusinasi yang
parah dikarenakan klien sudah panik dan melebur dalam pengaruh
halusinasi dengan gejalanya Perilaku terror mulai muncul, Risiko
suicide dan homicide, aktifitas fisik mulai mengikuti halusinasi,
Tidak berespon terhadap perintah yang diberikan, dan tidak
mampu berespon terhadap satu orang (Fitria Handayani dkk,
2020).
Gambar 1.1 4 Fase halusinasi
Sumber : Fitria Handayani dkk, 2020 hal.234
Menurut (Fitria Handayani dkk, 2020) Berikut ini adalah gambar terkait
respon adaptif dan Rspon maladaptif dari klien Halusinasi. Respon
adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang berlaku sedangkan Respon maladaptif adalah
respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya.

Gambar 1.1 4 Fase halusinasi


Sumber : Fitria Handayani dkk, 2020 hal.213
Pada gambar, dijelaskan ciri-ciri respon adaptif dan maladaptif. Arah
panah dibagian atas tabel menunjukan ada hubungan timbal balik
antara respon adaptif dan respon maladaptif. Tabel yang berada
diantara Respon adaptif dan maladaptif adalah perubahan yang terjadi
ketika seseorang mulai mengalami gejala ringan dari halusinasi. Jika
tidak segera ditangani, maka akan berespon gejala yang lebih parah
atau Respon maladaptif.
g. Intervensi Keperawatan (Mandiri dan Kolaborasi)
- INTERVENSI KEPERAWATAN (MANDIRI)
1) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan
cara berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di
dengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan
respon klien saat halusiansi muncul
2) Klien dapat mengontrol halusinasinya
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul.
a. Strategi Pelaksanaai 1 : Membantu klien mnghardik halusinasi.
Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang
muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, ini dapat
dilakukan klien dan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul, mungkin halusinasi tetap
ada namun dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan
meliputi : menjelaskan cara meghardik halusinasi,
memperagakan cara menghardik, meminta klien
memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini,
menguatkan perilaku klien.
b. Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur.
Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami
putus obat sehingga akibatnya klien mengalami kekambuhan.
Bila kekambuhan terjadi maka untuk itu klien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai progam dan berkelanjutan.
c. Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain.
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang
lain maka terjadi distraksi fokus perhatian klien akan beralih
dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang
lain tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk
mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan
orang lain.
d. Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal.
Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas
secara terjadwal klien tidak akan mengalami banyak waktu
luang sendiri yangs eringkali mencetuskan halusinasi. Untuk
itu klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk
mengatasi halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur
dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu.

- INTERVENSI KEPERAWATAN (KOLABORASI)

 Menjelaskan kepada keluarga terkait cara menjaga klien halusinasi


Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan enam benar minum obat. Tahapan tindakan
sebagai berikut :
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
halusinasi klien, merawat klien dalam mengontrol halusinasi
dengan menghardik
2) Berikan pujian

3) Jelaskan 6 benar cara memberikan obat


4) Latih cara memberikan/membimbing minum obat
5) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal

Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien


halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
Tahapan tindakan sebagai berikut :
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi
klien dan merawat/melatih klien menghardik, dan memberikan
obat
2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
3) Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk
mengontrol halusinasi
4) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien
terutama saat halusinasi
5) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan berikan pujian
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muhith. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Penerbit ANDI. Yogyakarta.


diakses melalui
https://www.google.co.id/books/edition/Pendidikan_Keperawatan_Jiwa/Yp2
ACwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=pengertian+halusinasi&printsec=frontcover

Emi W Wuryaningsih dan dkk, 2018. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa I.
UPT Percetakan dan Penerbitan Universitas Jember. Jember. Yang diakses
dengan link
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Keperawatan_Kesehatan
_Jiwa_1/PFnYDwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=pengertian+halusinasi&printsec=frontcover

Fitria Handayani, dkk. 2020. Modul Praktikum Keperawatan Jiwa. Penerbit Adab.
Jawa Barat. Yang diakses dengan link
https://www.google.co.id/books/edition/Modul_Praktikum_Keperawatan_Jiw
a/aHcTEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=4+fase+halusinasi&printsec=frontcover

Mohammad Fatkul Mubin dan Livana PH. 2019. Hubungan Kepatuhan Minum Obat
dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid. Jurnal Farmasetis.
Volume 8. No.1.

NANDA-I. 2018-2020

Indra Ruswadi. 202i. Keperawatan Jiwa Panduan Praktis untuk Mahasiswa


Keperawatan. Penerbit Adab. Jawa Barat. Yang diakses dengan link
https://www.google.co.id/books/edition/KEPERAWATAN_JIWA_Panduan_
Praktis_Untuk_M/g20qEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=faktor+predisposisi+halusinasi&pg=PA191&printsec=fro
ntcover

Anda mungkin juga menyukai