Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN EMFISEMA

Dosen Pengampu : Ns. Ayamah, S.Kep, M.Kep


Di susun oleh :
Nama : sarmila
Nim : 201030100346
Kelas : 03KPP008

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA
KOTA TANGGERANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. WB
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan pada saya dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “
Asuhan keperawatan pada pasien emfisema “ ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas ibu Ns. Ayamah S.Kep, M.Kep pada mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “ asuhan keperawatan pada pasien emfisema “ bagi para
pembaca dan juga penulis.

Saya mengucapkan terimakasih kepada ibu Ns. Ayamah S.Kep,M.Kep


selaku dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
saya tekuni. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua yang telah
membagi pengetahuan nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini . Saya menyadari makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini
Akhir kata, saya berharap semoga makalah tentang “ Asuhan keperawatan
pada pasien emfisema” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
bagi pembaca

Waallaikum sallam Wr.Wb

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………….i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………1
1.1 Latar belakang …………………………………………………1
1.2 Tujuan …………………………………………………………2
1.3 Manfaat ………………………………………………………..3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………….……3
2.1 Definisi emfisema……………………………………………………3
2 .2 Etiologi ……………………………………………………….6
2.3 Tanda dan Gejala ……………………………………………...8
2.4 Patofisiologi……………………………………………………8
2.5 Pemeriksaan Penujang…………………………………………10
2.6 Penatalaksanaan Medis ………………………………………..12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN………………………………....14
3.1 Pengkajian ……………………………………………………..14
3.2 Pemeriksaan Fisik ……………………………………………...14
3 .3 Diagnosa Keperawatan ………………………………………..15
BAB IV PENUTUP
4 .1 Kesimpulan ………………………………………………..…..16
4 .2 Saran ………………………………………………………..…16
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...17
BAB I
ii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyebab utama penyakit paru-paru adalah merokok. Kondisi ini


dapat di identifikasi dengan bantuan dari banyak tanda-tanda dan gejala
symptoms yang paling signifikan dari emfisema adalah sesak napas, di
mana seseorang tidak dapat bernapas bahkan untuk latihan sederhana.
Kadang-kadang orangdengan mengidap emfisema juga memiliki
masalah, dan pengalaman sesak didada. Ada juga mungkin kehilangan
nafsu makan dan kehilangan berat badan,walaupun mungkin tidak ada
perubahan dalam diet seseorang (Amoros,2018). Saat ini Indonesia
menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta
menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsirokok
terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang
rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang
328miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan
Indonesia 215miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan
perhatian semua pihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat (American Thoracic Association, 2015).

Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai


dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal
bronkusterminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Rokok
adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Biasanya pada
pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai
timbul perubahan pada saluran napas kecil dan fungsi paru. Umur 35-
45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi
sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri.Pada umur 55-60
tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan
napas dan meninggal dunia (Andayani, 2014).Orang yang menderita
emfisema mungkin mengalami kelelahan dan bahkan aktivitas yang
sederhana seperti membungkuk untuk mengikat sepatu

Mungkin membuat mereka sesak napas. Terlepas dari ini, pasien


mungkin memiliki batuk kronis yang menghasilkan dahak kuning atau
hijau, dan bibirdan kuku mereka mungkin biru atau abu-abu yang
rendah menunjukkan kurangnya oksigen dalam tubuh. Seperti orang
yang kesulitan bernafas ketika mereka merasa dingin (Barcel dan Gea,
2016).Emphysema bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam
seperti pilekatau flu, tetapi berkembang selama bertahun-tahun dan
tidak ada obat untuk kondisi ini. Namun, jika pasien berhenti merokok,
maka ia dapat menghentikan kerusakan lebih lanjut paru-paru, sehingga
mengurangi ketidaknyamanan yang ia alami. Oleh karena itu, saat
ketika seseorang merasa sesak napas dan jika ia memiliki kebiasaan
merokok, ia harus benar- benar mendapatkan tes yang relevan yang
diperlukan untuk diagnosis danmenyelamatkan emfisema paru-parunya
(Andayani, 2014)

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan


memahami pengertian emfisema, etiologi, tanda dan gejala,
patofisiologi dan penanganan atau pengobatan emfisema serta asuhan
keperawatan pada pasien emfisema

1.3 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memudahkan para mahasiswa maupun


yang lainnya memahami Asuhan Keperawatan Pada Pasien emfisema
dan juga dapat merealisasikannya dalam kehidupan nyata
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

2.1Definisi Emfisema
Menurut Brunner & Suddarth (2002), Emfisema
didefinisikan sebaga idistensi abnormal ruang udara di luar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Sedangkan
menurut Doengoes (2000), Emfisema merupakan bentuk paling
berat dari Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) yang di
karakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan
akhirnya merusak dinding alveolar sehingga menyebabkan
banyak bula ( ruang Udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi
( jebakan udara).

Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang


dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru
kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan
yang luas (GOLD, 2018).

Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan


TheAmerican Thoracksociety :
1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku
mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun
setelah ekspirasi.

2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai


pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari
bronkiolus terminal dengan 3desruksi dindingnya

3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat


kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.

4. Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan


melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal
bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus.

Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang


melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru.
Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan.
Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami
batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling umum adalah
merokok (GOLD, 2015). Emfisema disebabkan karena hilangnya
elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-
gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita
emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan
orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya
dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok
dan kekurangan enzimalfa-1-antitripsin adalah penyebab
kehilangan elastisitas pada paru-paru ini (Gudmonnson, 2015 )
Terdapat dua jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan
berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru, yaitu :
1. Emfisema sentrilobular (CLE) atau sentrocinar
4

Secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolusrespiratorius.


Dinding mulai berlubang, membesar, bergabung, dan akhirnya
cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding mengalami
integrasi. Penyakit ini seringkalilebih berat menyerang bagian
atas paru-paru, tetapi akhirnya cenderung tidak merata. CLE lebih
banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis
kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok.
2. Emfisema panlobular (PLE) atau panlocinar
Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus
yang terletak distal dari bonkiolusterminalis mengalami
pembesaran serta kerusakan secara merata. Jika Penyakit makin
parah, maka semua komponen asinus sedikit demi sedikit
menghilang sehingga akhirnya hanya tertinggal beberapa lembar
jaringan saja yang biasanya berupa pembuluh-pembuluh darah.
PLE mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata di seluruh
paru-paru meskipun bagian-bagian basal cenderung terserang
lebih parah, mempunyai dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh
dispnea saat aktifitas dan penurunan berat badan.
5

2.2 etiologi

1. Merokok
Rokok Menurut buku Reportofthe WHO Expert Committeon
Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya
emfisema paru. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan
penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) per 1 detik. Secara
patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkansilia
pada saluran pernapasan, menghambat fungsi makrofag alveolar,
dan menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus
bronkus (Gupta dan Kant, 2019).
Terganggunya fungsi makrofag alveolar akan mempermudah
terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi
pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan
mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus
melemah dan alveoli pecah. Disamping itu, merokok akan
merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim
protease (proteolitik), dan menginaktifasiantiprotease (Alfa-1 anti
tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas
keduanya (Gupta dan Kant, 2019).
2. Infeksi Saluran Napas

Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih


berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkioli
sakut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan
6 terjadinya emfisema (Hill
etal, 2018).

3. Polusi
Polusi industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema lebih tinggi
padadaerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti asap
rokok juga menyebabkan gangguan pada silia dan menghambat
fungsi makrofag alveolar (Gupta dan Kant, 2019).

4. Genetik
Keturunan atau Faktor Genetik Biasanya emfisema diderita
olehorang yang mengalami defisiensi enzim a-1-antitripsin.
Enzim ini bekerja menetralkan enzim proteolitik yang dikeluarkan
saat terjadi peradangan dan kerusakan jaringan, termasuk jaringan
paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah.
Defisiensi a-1-antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan
secara autosom resesif. Emfisema paru akan lebih cepat timbul
bila penderita tersebut merokok (Hill etal, 2018).

5. Obstruksi Jalan Napas


Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau
bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat
masuk kedalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak
dapat keluar pada waktu ekspirasi (Hill etal, 2018).

6. Hipotesis Elastase dan Anti-Elastase


Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik
elastase dan anti elastase supaya tidak ada kerusakan jaringan.
Perubahan keseimbangan akan menimbulkan
7 kerusakan jaringan
elastik paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
Sumber elastase yang penting adalah pankreas, sel-sel PMN dan
makrofag alveolar (PAM atau Pulmonary alveolar macrophage)
(Jones, 2018). Perangsangan pada paru antara lain oleh asap
rokok dan infeksi,menyebabkanelastase bertambah banyak.
Aktivitas sistem anti elastase (enzim a-1 protease-inhibitor)
menjadi menurun. Karena tidak ada lagi keseimbangan antara
elastase dan anti elastase akan menimbulkan kerusakan jaringan
elastin paru dan kemudian terjadi emfisema (Jones,2018 )

2.3 Tanda dan gejala


 Kurus, warna kulit pucat, dan flattenedhemidiafragma.
 Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium
akhir.
 Usia 65-75 tahun
 Anoreksia
 Hilangnya berat badan dan nafsu makan
 Pada klien emfisiema paru akan ditemukan tanda gejala seperti
berikut ini: Nafas pendek persinten dengan peningkatan dispnea.
 Terdapat Infeksi pada sistem respirasi.
 Pada auskultasi terdapat penurun suara napas meskipun dengan
napas dalam
 Wheezing ekspirasi tidak ditemukian dengan jelas.
 Produksi sputum dan batuk jarang.
 Hematokrit <60%

2.4 Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan atau kerusakan yang terjadi pada
dinding alveolar. Dapat menyebabkan overdistensi permanen ruang udara,
perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama
ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi
dinding(septum)di antara alveoli, kolaps jalan napas sebagian,dan
kehilangan elastitasrekoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps,udara akan
tertahan di antara ruang alveolar (blebs) di antara parenkim paru(bullae).
Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilantoripada deadspace atau
area yang tidak mengalami pertukaran8gas atau darah ( Megari , 2017 ) .
Kerja napas meningkat di karenakan kekurangan fungsi jaringan paru
untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga
menyebabkan destruksi kapiler paru. Akibat lebih lanjutnya adalah
penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat
emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul
pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronkitis
kronis dan merokok ( Megari, 2017 ) .
Penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang
berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-
anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkanenzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan
paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan
jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru
antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi
kerusakan ( Megari , 2017 ).
Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru.
Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastaseyang
penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi
inimenyebabkanelastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system
antielastase menurun yaitu system alfa- 1 proteaseinhibator terutama
enzimalfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada
lagikeseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi
kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema (Megari,
2017).

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik
a. Pengukuran fungsi paru ( spirometri
9
)

Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan kapasitas paru total (


TLC ) dan volume residual ( RV ) . Terjadi penurunan dalam
kapasitas vital ( VC ) dan volume ekspirasi paksa ( FEV ) . Temuan
temuan ini menegaskan kesulitan kesulitan yang di alami klien
dalam mendorong udara keluar dari paru

No Nilai normal Pada klien emfisema


TLC 6000 ml  6000 ml
RV 1200 ml  1200 ml
VC 4800 ml < 4800 ml
FEV 1100 ml < 1100 ml

b. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal
penyakit. Dengan perkembangan penyakit, Pemeriksaan gas darah
arteri dapat menunjukkan adanya hipoksia ringan dengan
hiperkapnea

 Hemoglobin normal : 11.0 – 16.5 gr/dl


 Hemoglobin pada pasien emfisema : 17.00 gr/dl
 Hematokrit normal : 35.0 – 50.0 %
 Hematokrit pada pasien emfisema : 51 %
 PO2 normal : 80 – 100 mmHg
 Hipoksia ringan : PaO2of 60 – 80 mmHg
 Hipoksia sedang : PaO2 of40 – 60 mmHg
 Hipoksia berat : PaO2<40 mmHg

c. Pemeriksaan radiologis

Rontgen thorax menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran pada


diagframa, pelebaran margin 10 intrakosta, dan jantung sering di
temukan bagai tergantung ( hearttill drop ) ( lihat gambar berikut )

Gambar yang kanan menunjukkan gambar paru paru normal dan


gambar pada paru paru kiri mengalami perubahan dalam struktur
Rontgen thoraxdengan hemidiagframa mendatar dan rendah
d. Analisis gas darah

Ventilasi yang hampir Adekuat masih sering di pertahankan oleh


pasien emfisema paru . PaCO2 rendah atau normal.
Saturasi hemoglobin hampir mencukupi.

 PaCO2 normal : 35 – 45 mmHg


 PaCO2 pada pasien emfisema : < 45 mmHg

2.6 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan yang di lakukan terutama11 pada klien emfisema adalah
dengan meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses
penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas agar tidak terjadi hipoksia.
Pendekatan terapi mencakup :
 Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan
kerja napas.
 Mencegah dan mengobati infeksi
 Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi
paru.
 Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk
memfasilitasi pernafasan yang adekuat.
Dukungan fisiologis..
Jenis terapi obat yang di berikan yaitu sebagai berikut :
1. Bronkodilator
Digunakan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini melawan baik
edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu baik dalam
mengurangi obstruksi jalan nafas maupun dalam memperbaiki pertukaran
gas. Medikasi ini mencakup agonis betha-adrenergik (metaproterenol,
Isoproterenol dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang menghasilkan
dilatasi bronkial melaui mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin
diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi
inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser balon-
genggam, nebuliser dorongan-pompa, inhaler dosis terukur, atau IPPB.

2. Terapi aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus)
dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk
membantu dalam bronkodilatasi. Ukuran partikel dalam kabut aerosol
harus cukup kecil untuk memungkinkan medikasi dideposisikan
dalamdalam di dalam percabangan trakeobronkial. Aerosol yang
dinebuliser menhilangkan bronko spasme, menurunkan edema mukosa, dan
mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini memudahkan proses pembersihan
bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki
12
fungsi ventilasi.

3. Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema sangat rentan terhadap infeksi paru dan harus
diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S. Pneumonia,
H.Influenzae, dan Branhamella catarrhalis adalah organisme yang paling
umum pada infeksi tersebut. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin,
Ampisilin, amoksisilin, atau trimetroprim-sulfametoxazol (bactrim)
biasanya diresepkan. Regimenanti mikroba digunakan pada tanda pertama
infeksi pernafasan, seperti dibuktikan dengan sputum purulen,Batuk
meningkat, dan demam.

4. Kortikosteroid
Kortikosteroid menjadi kontroversial dalam pengobatan emfisema.
Kortikosteroid digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan
bronkiolus dan membuang sekresi. Prednison biasa diresepkan. Dosis
disesuaikan untuk menjaga pasien pada dosis yang terendah mungkin. Efek
samping termasuk gangguan gastrointestinal dan peningkatan nafsu makan.
Jangka panjang, mungkin mengalami ulkus peptikum, Osteoporosis,
supresi adrenal, miopati steroid, dan pembentukan katarak.

5. Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien
dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi
oksigen rendah untuk meningkatkan PaO2 hingga antara 65 – 85 mmHg.
Pada emfisema berat oksigen diberikan sedikitnya 16 jam per hari, dngan
24 jam per hari lebih baik .

BAB13III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Anamnesis
Dispnoe adalah keluhan utama emfisema danmempunyai
serangan (onset) yang membahayakan. Klien biasanya
mempunyai riwayat merokok, batuk kronis yang lama , mengi,
sesak nafas pendek dan cepat ( takipnea ). Gejalan gejala
diperburuk oleh infeksi pernafasan. Perawat perlu mengkaji obat-
obat yang bisa diminum klien, memeriksa kembali setiap jenis
obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali
3.2 Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
 Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernafasan serta penggunaan otot bantu nafas.
Bentuk dada barrelchest (akibat udara yang
terperangkap), penipisan masa ototdan pernafasan
dengan bibir dirapatkan.
 Pernafasan abnormal tidak efektif dan penggunaan
otot otot bantu bantu nafas , dispnea terjadi saat
aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupansehari-
hari seperti makan dan mandi.
 Pengkajian batuk produktif dengan sputum
purulen disertai demam mengindikasi adanya
tanda pertama infeksi pernafasan
 Pasien tampak mempunyai barrelchest akibat
udara yang terperangkap, penipisan masa otot dan
pernapasan dengan bibir di rapatkan
2. Palpasi
 Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil
premitusbiasanya menurun
14
3. Perkusi
 Pada perkusi didapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma menurun
4. Auskultasi
 Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronkhi dan
wheezing sesuai tingkat beratnya obstruktif pada
bronkhiolus dan yang tidak ditemukan nya
perpanjangan ekspirasi. Pada pengkajian lain di
dapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia)
dan kadar karbon diaoksida yang tinggi
(hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit.
3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas b.d. gangguan suplai oksigen,


obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan
udara
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. peningkatan produksi
sekret kental, hipersekresijalan napas
3. Pola nafas tidak efektif b.d. nafas pendek, adanya
sekret,bronkokontriksi, iritan jalan nafas
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia,
mual/muntah
5. Resiko tinggi infeksi b.d. penurunan kerja silia, menetapnya
sekret
6. Intoleransi aktifitas b.d. keletihan, hipoksemia, dan pola
nafas tidak efektif

15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Emfisema adalah penyakit paru kronis yang di cirikan


oleh kerusakan pada jaringan paru , sehingga paru
parukehilangan ke elastisannya.
Gejala utamanya adalah penyempitan ( obstruksi )
saluran napas , karena kantung udara di paru
menggelembung sehingga mengalami kerusakan yang
luas.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadi
emfisema di antara nya adalah merokok, Infeksi, polusi,
faktor genetik dan obstruksi jalan napas .

4.2 Saran

Setiap penyakit mempunyai faktor resiko masing


masing, dan dari faktor yang dapat mempengaruhi kita
dapat mempelajari dan memberikan tindakan kepada
penderita emfisema. Dan dari yang sudah di jelaskan
serta di paparkan di atas di harapkan dapat
mempermudah kita untuk mengenali penyakit paru
obstruksi kronis dan salah satunya yaitu penyakit
emfisema, sehinga kita dapat mencegah dan menghindari
faktor resiko terjadinya emfisema

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, 16Brenda. G. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal- Bedah Brunner&Suddarth Edisi 8 Vol. 1.
Jakarta: EGC
Carpenito, LyndaJuall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
Edisi 8. Jakarta:EGC
American Lung Association. (2015).Trends in COPD (Chronic
Bronchitis and Emphysema): morbidity and
mortality.Epidemiology and statistics unit research and health
education division.
Amoros. (2018).Qualityoflife in patient with chronic obstructive
pulmonary disease : the predictivevalidity of the BODE Index.
Slae Pub.Chronic Respiratory Disease 5 : (7-11)
Andayani, N (2014).Hubungan derajat sesak napas penyakit paru
obstruktif kronik dengan simptom ansietas.Jurnal Kedokteran
Syiah KualaVolume 14 Nomor 2
Jurnal Manuju: Malahayati NursingJournal, P- ISSN: 2655-2728
E-ISSN: 2655-4712 Vol 2, No 2 Maret 2020] Hal 247-258
Global Initiativ efor Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).
(2018).Global strategy forthe diagnosis, management, and
prevention of chronic obstructive pulmonary disease (update
2013).June 20, 2013. Am J Respir Crit Care Med. Vol 187, Iss 4,
pp 347-365 : American ThoracicSociety.
http://journal.unisa-bandung.ac.id/index.php/jka/issue/archive
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: EGC
Gupta, B., &Kant, S. (2019).Health related quality of life
(HRQoL) in COPD.The Internet Journal of Pulmonary
Medicine.11 (1). The Internet Journal
17
o f Pulmonary Medicine

Anda mungkin juga menyukai