Anda di halaman 1dari 3

Penegakan Hukum Melalui Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana

Pencuci Uang

Sumber : Jurnal Hukum Pidana Dan Ketatanegaraan, 2019 - core.ac.uk

Undang-undang mengatur tentang Tindak Pidana Pencucian Uang di Undang-undang


yang pertama adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 diubah dengan.Masalah yang
berkaitan dengan perumusan tindak pidana dan prosedur pembuktian dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 2 menyatakan Di bidang perbankan,Di bidang pasar modal,Di bidang
perasuransia, Harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau
digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau
teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana. Untuk dapat dilakukan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang tidak
wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.Ketentuan Pasal 69 tersebut
mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum dan dapat disalahgunakan oleh aparat penegak
hukum karena jelas-jelas Pasal 2, 3, 4, dan 5 mengatakan dengan tegas bahwa untuk Tindak
Pidana Pencucian Uang harus ada tindak pidana asal dan ini harus dibuktikan terlebih dahulu
atau setidaktidaknya dibuktikan secara kebersamaan.

Namun ada perbedaan pendapat termasuk diantara para hakim yang menangani perkara Tindak
Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Apakah KPK berwenang menangani
(menuntut) Tindak Pidana Pencucian Uang. Seperti pada perkara Anas Urbaningrum terjadi
distencing opinion dari dua orang hakim yang mengadili perkara tersebut.Dalam UndangUndang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, maupunUndang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang,tidak ada ketentuan yang memberikan wewenang kepada KPK
untuk menuntut pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal ini menimbulkan ketidakpastian
hokum.

Jadi jika dapat dilihat dan sedikit disimpulkan bahwa penegakan hokum terhadap Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) masih terdapat kendala bauik dalam hal hukum substantif (hokum
materil) maupun dalam hal hukum acaranya.Kendala dimaksud adalah yang berakitan dengan
pembuktian terhadap tindak pidana awal (predicate offence) dimana terdapat ketidak selarasan
(kontradiktif) antara Pasal 2, 3, 4, dan 5 dengan Pasal 69. Timbul keraguan apakah KPK
berwenang melakukan penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang. Kontradiktif antara
Pasal 3, 4, dan 5 dengan penjelasan Pasal 5 ayat (1) mengenai unsure kesengajaan atau kelalaian
(culpa) dan yang berkaitan dengan belum diaturnya ketentuan mengenai pembuktian terbalik dan
konsekuensinya. Kendala-kendala di atas cukup menganggu dalam praktik dan perlu segera
direvisi agar ada kepastian hukum.

https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/pagaruyuang/article/download/268/225

Semakin maju kehidupan globalisasi dan perkembangan zaman membuat setiap orang mulai
merubah gaya hidup. Tak sedikit orang memanfaatkan kekuasaan untuk memenuhi gaya hidup
pribadi mereka yang tak lain adalah dengan cara korupsi uang negara. Tindak pidana korupsi
sebagai perilaku menyimpang dari kewajiban normal yang mencakup tindakan
penyuapan,nepotisme,dan penyalahgunaan keuangan negara.
Dalam penegakan hukum tidak ada "otoritas hak" bagi penegak hukum untuk bertindak
diskriminatif terhadap pihak yang diduga melakukan tindak pidana. Dalam filosofinya sudah
cukup jelas,bahwa salah satu asas yang di anut dalam berlakunya hukum (baik pelaksanaan
maupun penegak hukum) yakni berpinsip "Equality Before the law".KPK diberi kewenangan
oleh undang-undang untuk melakukan tindakan hukum pengambilalihan dalam suatu proses
tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi.Syarat Pengambilalihan Proses
Penyidikan dan Penuntutan menurutUndang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Pasal 9 yaitu;
Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 8, dilakukan
oleh Komisi Pemberantasan.
Upaya pemberantasan korupsi dipengaruhi oleh kelemahan komitmen pemegang kekuasaan atau
pemerintah dan elit politik untuk bersungguh-sungguh memerangi tindak pidana korupsi. Strategi
pemberantasan korupsi yang kurang komprehensif, yaitu lebih memberi perhatian kepada
tindakan represif, turut pula mempengaruhi. Apalagi jika tindakan repsesif yang dilakukan
bersifat setengah hati, tentu tidak akan efektif memerangi korupsi. Tindakan represif yang tegas
dan.konsisten perlu dibarengi dengan langkah-langkah preventif memperbaiki sistem manajemen
pemerintahan, peningkatan pengawasan,perbaikan standar pelayanan publik, transparansi, dan
keterbukaan administrasi pemerintahan, dan akuntabilitas publik sebagai bagian dari
pembangunan good governance.18 Setiap pelaksanaan tugas jabatan dalam aparatur pemerintah
yang bersifat

Anda mungkin juga menyukai