Anda di halaman 1dari 4

FINAL TEST

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BOSOWA

MATA KULIAH : Hukum dan Administrasi Perencanaan


DOSEN : Ir. Ilham Yahya, ST, MSP
NAMA MAHASISWA/(i) : Muh Nur Imam
NIM : 4518042067
KELAS :B
Soal Ujian Final:
1. Sebutkan dan jelaskan hal-hal pokok yang diatur didalam UU No.26 Tahun
2007 tentang penataan ruang? (20)
2. Jelaskan sejarah masuknya hukum tata ruang di Indonesia? (20)
3. Sebutkan dan jelaskan perbedaan antara rencana umum tata ruang dan
rencana rinci tata ruang serta gambarkan dalam bentuk diagram? (20)
4. Jelaskan mengapa ruang pesisir dan pariwisata diatur didalam hukum dan
administrasi perencanaan serta sebutkan UU yang megatur keduanya? (20)
5. Jelaskan mengapa UU No.24 Tahun 1992 tentang penataan ruang tidak
berlaku lagi dan digantikan dengan UU No.26 Tahun 2007 tetang penataan
ruang? (20)

JAWAB :
1. Hal-hal pokok yang diatur dalam UU N0. 26 Tahun 2007 tentang penataan
ruang:
a. Strategi Umum dan Strategi Implementasi Penyelenggaraan Penataan
Ruang.
b. Kejelasan Produk Rencana Tata Ruang (Bukan Hanya Administratif, tetapi
dapat pula Fungsional).
c. Pembagian Kewenangan yang Lebih Jelas antara Pemerintah, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Penyelenggaraan
Penataan Ruang.
d. Penekanan pada hal-hal yang bersifat strategis Sesuai Perkembangan
Lingkungan Strategis dan Kecenderungan yang Ada.
e. Penataan Ruang Mencakup Ruang Laut, Ruang Udara, Ruang di Darat,
termasuk ruang di dalam bumi, sebagai Satu Kesatuan.
f. Pengaturan Ruang pada Kawasan-Kawasan yang dinilai Rawan Bencana
(Rawan Bencana Letusan Gunung Api, Gempa Bumi, Longsor, Gelombang
Pasang dan Banjir, SUTET, dll.).
g. Mengatur Penataan Ruang Kawasan Perkotaan
2. Peraturan yang berkaitan dengan penataan ruang modern di Indonesia telah
diperhatikan ketika kota Jayakarta dikuasai oleh Belanda pada awal abad ke-
7, tetapi peraturan tersebut baru dikembangkan secara insentif pada awal abad
ke-20. Peraturan pertama yang dapat dicatat disini adalah De Statuen Van
1642 yang dikeluarkan oleh VOC khusus untuk Kota Batavia. Pembangunan
peraturan kota mulai diperhatikan lagi setelah Pemerintah Hindia Belanda
menerbitkan Undang-Undang Desentralisasi pada tahun 1903 yang mengatur
pembentukan pemerintah kota dan daerah. Dimana undang-undang ini
memberikan hak kepada kota-kota untuk mempunyai pemerintahan,
administrasi dan keuangan kota sendiri. Tugas pemerintahan kota diantaranya
adalah pembangunan dan pemeliharaan jalan dan saluran air, pemeriksaan
bangunan dan perumahan, perbaikan perumahan dan perluasan kota.
Berdasarkan undang-undang ini dibentuklah pemerintahan otonom yang
disebut Gemeente, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Tak lama kemudian,
pada tahun 1905 diterbitkan Localen-Raden Ordonantie, Stb 1905/191 Tahun
1905 yang antara lain berisi pemberian wewenang pada pemerintahan kota
untuk menentukan prasyarat persoalan pembangunan kota. Karena
mengalami beberapa persoalan mengenai pembentukan kota, pada akhirnya
pemerintah Hindia Belanda menyadari perlunya perencanaan kota yang
menyeluruh. Hal inilah yang memicu dimulainya pengembangan perencanaan
kota di Indonesia, meskipun pada saat itu belum ada peraturan pemerintah
yang seragam. Peraturan pembangunan kota tidak dapat dipisahkan dengan
usaha-usaha Thomas Karsten, yang dalam kegiatannya dari tahun 1902
sampai dengan 1940 telah menghasilkan dasar-dasar yang kokoh bagi
perkembangan peraturan pembangunan kota yang menyeluruh, antara lain
untuk penyusunan rencana umum, rencana detail, dan peraturan bangunan.
Laporan Thomas Karsten mengenai pembangunan kota Hindia Belanda yang
diajukan pada kongres desentralisasi pada tahun 1920 tidak hanya berisikan
konsep dasar pembangunan kota dan peran pemerintah kota, tetapi juga
merupakan petunjuk praktis yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk
penyusunan berbagai jenis rencana. Pada tahun 1939 pemerintah Hindia
Belanda menyusun RUU Perencanaan Wilayah perkotaan di Jawa yang
berisikan persyaratan pembangunan kota untuk mengatur kawasan-kawasan
perumahan, transportasi, tempat kerja dan rekreasi. Setelah melalui proses
yang panjang, akhirnya Indonesia menyusun Undang-undang Nomor 24 tahun
1992 tentang Penataan Ruang, yang akhirnya undang-undang tersebut
disahkan dan berlaku. Namun seiring dengan adanya perubahan terhadap
paradigma otonomi daerah melalui ketentuan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka ketentuan mengenai
penataan ruang mengalami perubahan yang ditandai dengan digantikanya
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, menjadi
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

3. Perbedaa rencana umum dan rencana rinci tata ruang:


a. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan pendekatan wilayah
administratif dengan muatan subbtansi mencakup rencana struktur ruang
dan rencana pola ruang.
b. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis
kawasan dan atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat
mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan.
c. Rencana rinci sebagai operasional rencanan umum tata ruang dan
sebagaidasar penetapan peraturan zonasi.
d. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi
yang melengkapi rencana rinci menjadi salah satu dasar dalam
pengandalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat
dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rici tata
ruang.
Diagram perbedaan rencana umum dan rencana rinci

4. Tujuan pengaturan ruang wilayah pesisir:


a. Melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan
memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem
ekologisnya secara berkelanjutan.
b. Menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil.
c. Memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta
mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan
keberkelanjutan.
d. Meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya, masyarakat melalui
peran serta masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
(UU No.27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wil.Pesisir & Pulau-Pulau Kecil)
Tujuan pengaturan ruang pariwisata:
a. Menemukan suatu konsep baru dalam pengembangan sektor pariwisata.
b. Memberikan pedoman pada pemerintah dalam mengembangkan sektor
pariwisata.
c. Memperbaiki kualitas kehidupan dari kualitas tuan rumah periwisata.
d. Dengan berkembangnya sektor pariwisata pada suatu wilayah dapat
meningkatkan kontribusi terhadap PAD.
(Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Dan PERMEN
PARIWISATA No.10 Tahun 2016, Tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Dan Kab/Kota)

5. Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang dianggap


sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang
sehingga perlu untuk diganti dengan Undang-Undang tentang Penataan Ruang
yang sesuai dengan dan menyesuaikan dengan perkembangan budaya,
teknologi dan pembangunan nasional. Sejalan dengan perkembangan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, beberapa pertimbangan yang lain
misalnya mengenai sanksi dan disinsentif, serta adanya penurunan kualitas
ruang pada sebagian besar wilayah menuntut perubahan pengaturan dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang tersebut
sehingga Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 ini tidak berlaku lagi.
Beberapa perkembangan yang mematangkan untuk mengganti Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dengan Undang-Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang diantaranya adalah:
a. situasi nasional dan internasional yang menuntut penegakan prinsip
keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka
penyelenggaraan penataan ruang yang baik;
b. pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang
semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
penataan ruang sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur
demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah, serta tidak
menimbulkan kesenjangan antardaerah;
c. kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap
penataan ruang yang memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan,
dan pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan perkembangan yang
terjadi di masyarakat.
d. Untuk menyesuaikan perkembangan tersebut dan untuk mengantisipasi
kompleksitas perkembangan permasalahan dalam penataan ruang, perlu
dibentuk Undang-Undang tentang Penataan Ruang yang baru sebagai
pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang.
Catatan :
Waktu penyelesaian/pekerjaan soal selama + 2 jam
Nomor urut sola bisa di jawab secara acak
Kirim ke email : ketua kelas

Anda mungkin juga menyukai