Anda di halaman 1dari 7

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA DARI 2016 SAMPAI 2021

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2016

Perekonomian Indonesia tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB)
atas dasar harga berlaku mencapai Rp12.406,8 triliun dan PDB perkapita mencapai Rp47,96 juta
atau US$3.605,1.

Ekonomi Indonesia tahun 2016 tumbuh 5,02 persen lebih tinggi dibanding capaian tahun 2015
sebesar 4,88 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Jasa
Keuangan dan Asuransi sebesar 8,90 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai
oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumahtangga
sebesar 6,62 persen.

Ekonomi Indonesia triwulan IV-2016 bila dibandingkan triwulan IV-2015 (y-on-y) tumbuh  4,94
persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Informasi dan
Komunikasi sebesar 9,57 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumahtangga sebesar
6,72 persen. 

Ekonomi Indonesia triwulan IV-2016 bila dibandingkan triwulan sebelumnya (q-to-q)


mengalami kontraksi sebesar 1,77 persen. Dari sisi produksi, hal ini disebabkan oleh efek
musiman pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang mengalami kontraksi
21,24 persen. Dari sisi pengeluaran disebabkan oleh penurunan Ekspor neto.

Struktur ekonomi Indonesia secara spasial Tahun 2016 didominasi oleh kelompok provinsi di
Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi
terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 58,49 persen, diikuti oleh Pulau
Sumatera sebesar 22,03 persen, dan Pulau Kalimantan 7,85 persen.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2017

Ekonomi Indonesia kuartal IV-2017 bila dibandingkan dengan triwulan IV-2016 (y-on-y)
tumbuh 5,19 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha jasa
perusahaan sebesar 9,25 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
komponen ekspor barang dan jasa sebesar 8,50 persen. Sedangkan Indeks Tendensi Bisnis (ITB)
triwulan IV-2017 tercatat sebesar 111,02 dan menunjukan kondisi bisnis secara umum masih
tumbuh walaupun optimisme pelaku bisnis lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (ITB triwulan III-2017 sebesar 112,39). Optimisme pelaku bisnis terjadi pada
seluruh kategori lapangan usaha.Meskipun tidak setinggi pada triwulan IV, perbaikan kondisi
bisnis dan optimisme pelaku bisnis diperkirakan masih akan dirasakan pada triwulan I-2018. Hal
ini tercermin dari angka ITB sebesar 108,60. Secara umum konsumen masih merasakan
optimisme pada triwulan IV-2017 (nilai indeks sebesar 107,00) walau tidak setinggi optimisme
pada triwulan III-2017.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2018

Ekonomi Indonesia tahun 2018 tumbuh 5,17 persen lebih tinggi dibanding capaian tahun 2017
sebesar 5,07 persen. Pertumbuhan ini diukur oleh Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan
Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp14 837,4 triliun dan PDB
Perkapita mencapai Rp56,0 Juta atau US$3 927,0.

Data BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan terjadi di seluruh lapangan usaha. Yang mana dari
sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 8,99
persen; diikuti  Jasa  Perusahaan  sebesar  8,64  persen;   dan  Jasa Kesehatan  dan  Kegiatan
Sosial sebesar 7,13 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh semua
komponen, dimana pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi
Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar 10,79 persen.

Sedangkan pertumbuhan secara q to q, ekonomi Indonesia triwulan IV-2018 dibanding triwulan


III-2018 mengalami kontraksi sebesar 1,69 persen.Dari sisi produksi, hal ini disebabkan oleh
efek musiman pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang mengalami
penurunan 21,41 persen. Dari sisi pengeluaran, disebabkan oleh komponen Ekspor Barang dan
Jasa yang mengalami kontraksi 2,22 persen.

Struktur ekonomi Indonesia secara spasial tahun 2018 didominasi oleh kelompok provinsi di
Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk
Domestik Bruto, yakni sebesar 58,48 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,58 persen,
dan Pulau Kalimantan 8,20 persen.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2019


Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
2019 sebesar 5, 02 persen lebih rendah dari capaian 2018 yaitu sebesar 5,17 persen.
Sementara sari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya
sebesar 10,55 persen.  Pada sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar
10,62 persen.
“Memang pertumbuhan ekonomi 2019 merupakan  yang terendah sejak 2015. Namun di tengah
perlambatan ekonomi global, capaian itu cukup bagus,” kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta,
Rabu (5/2/20).
Lanjut dia capaian industri turun tajam dari 4,27 % menjadi 3,8 %. Padahal kontribusi industri
terhadap produk domestik bruto cukup besar.Meskipun melambat, Industri pengolahan masih
menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi, karena porsinya besar.
Sejumlah sektor yang mengalami koreksi, yaitu perdagangan dari 4,97% menjadi 4,62%;
pertanian dari 3,89% menjadi 3,64%; dan administrasi pemerintahan dari 7% menjadi 4,67%.
Namun yang perlu diwaspadai ialah konsumsi rumah tangga yang hanya berkisar 5,04%. Angka
itu melambat dari pertumbuhan konsumsi 2018 sebesar 5,06%.
BPS juga mengungkapkan perekonomian Indonesia pada  2019 yang diukur berdasarkan Produk
Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp15 833,9 triliun dan PDB Perkapita
mencapai Rp59,1 Juta atau 4 174,9 dolar AS.
Struktur ekonomi Indonesia secara spasial tahun 2019 didominasi oleh kelompok provinsi di
Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar
59,00 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,32 persen, dan Pulau Kalimantan 8,05
persen.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2020


Pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal
II (Q2) 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.
Kondisi ini merupakan yang pertama sejak kuartal 1 1999 atau era Presiden B.J. Habibie. Saat
itu, ekonomi Indonesia tercatat minus 6,13 persen.
“Pertumbuhan kuartal II 2020 ini terkontraksi 5,32 persen. Kalau melacak lagi kepada
pertumbuhan ekonomi secara kuartal, kontraksi 5,32 persen merupakan yang terendah sejak
kuartal I 1999,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto dalam video conference, Rabu (5/8/2020).
Suhariyanto menjabarkan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 juga berbanding terbalik dengan
kuartal II 2019 yang masih tumbuh 5,05 persen. Begitu pula jika dibandingkan dengan kuartal I
2020 yang masih tumbuh meski anjlok sebesar 2,97 persen.
“Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 alami kontraksi 5,32 persen dan kumulatif semester I
2020 kontraksi 1,26 persen,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi Q2 2020 ini disebabkan oleh kontraksi di berbagai komponennya. Dari
komponen pengeluaran misalnya. Konsumsi rumah tangga yang memiliki porsi 57,85 persen dari
PDB tumbuh minus 5,51 persen.
Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) atau indikator investasi yang menyumbang 30,61
persen dari PDB juga minus 8,61 persen. Ekspor yang memegang porsi 15,69 persen PDB
tumbuh minus 11,66 persen. Impor dengan porsi 15,52 persen tumbuh minus 16,96 persen.
Konsumsi pemerintah dengan porsi 8,67p persen dari PDB tumbuh minus 6,9 persen. Konsumsi
Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) dengan porsi 1,36 persen tumbuh
minus 7,76 persen.
Pada Q2 2020, BPS juga mencatat sebagian besar sektor mengalami pertumbuhan negatif.
Beberapa yang masih positif antara lain informasi dan komunikasi, jasa keuangan, pertanian, real
estate, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan pengadaan air.
Pengumuman BPS ini juga mengonfirmasi kontraksi Q2 2020 lebih dalam dari prediksi
Kemenkeu di kisaran minus 3,8 persen. Realisasi ini juga lebih buruk dari batas bawah prediksi
Kemenkeu di angka minus 5,1 persen.
Situasi ini sejalan dengan ekonomi di negara lain yang juga mengalami kontraksi pada kuartal II
2020. Uni Eropa misalnya, ekonominya minus hingga 14,4 persen, kemudian, ekonomi Amerika
Serikat (AS) pada kuartal II 2020 minus 9,5 persen, Singapura minus 12,6 persen, Korea Selatan
minus 2,9 persen, dan Hong Kong minus 9 persen.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2021


Ekonomi Indonesia triwulan I-2021 terhadap triwulan I-2020 (y-on-y), mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar 0,74 persen," kata Kepala BPS K.Suhariyanto di Jakarta, Rabu (5/5/2021).
Dari sisi produksi, kata dia, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami
kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 13,12 persen.
Sementara itu, jelas Suhariyanto, dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi
Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) menjadi komponen dengan
kontraksi terdalam sebesar 4,53 persen. 
Alami Kontraksi Terdalam ?
Menurut Suhariyanto, ekonomi Indonesia triwulan I-2021 terhadap triwulan sebelumnya (q-to-
q), mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,96 persen. "Dari sisi produksi, kontraksi
pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Jasa Pendidikan sebesar 13,04 persen,"
sebut dia,
Dari sisi pengeluaran, menurut BPS, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P)
mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 43,35 persen," kata Suhariyanto lagi.
Sementara, struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan I-2021 didominasi oleh
kelompok provinsi di Pulau Jawa sebesar 58,70 persen, dengan kinerja ekonomi yang mengalami
kontraksi pertumbuhan sebesar 0,83 persen (y-on-y). 
"Kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 8,97
persen (y-on-y) dengan peranan sebesar 2,44 persen.

KESIMPULAN
Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk, Adrian Panggabean mengatakan, sebelum pandemi
Covid-19 terjadi, pertumbuhan ekonomi nasional selama 10 tahun mengalami tren penurunan.
Kondisi tersebut makin diperparah pada 2020 akibat penyebaran virus corona.
"Pertumbuhan ekonomi turun terus selama 10 tahun terakhir," kata Adrian di Jakarta, Kamis
(25/2).
Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi pada 2010 di Q1 sebesar 6,77 persen. Tahun 2011
turun menjadi 6,17 persen. Turun lagi di tahun 2012 menjadi sebesar 6,03 persen.
Tahun 2013 kembali turun menjadi 5,56 persen. Tahun 2014 turun menjadi 5,01 persen. Tahun
2015 turun menjadi 4,88 persen.
Pada tahun 2016 naik menjadi 5,03 persen. Tahun 2017 kembali naik menjadi 5,07 persen.
Puncaknya pada tahun 2018 tumbuh menjadi 5,17 persen.
Sayangnya pada 2019 kembali turun menjadi 5,02 persen. Lalu pada tahun 2020 kembali turun
menjadi 2,97 persen. Pandemi Covid-19 ini membuat proses pemulihan ekonomi nasional makin
lama.
Adrian menyebut kondisi pandemi membawa pendapatan per kapita Indonesia mundur seperti
tahun 2018. "Secara pendapatan per kapita mundur ke tahun 2018. Kita kehilangan 2 tahun
dengan angka kemiskinan. Pandemi membawa Indonesia kembali pada posisinya di tahun 2017
silam. Begitu juga dengan angka pengangguran meningkat dan membuat Indonesia juga turun.
"Angka pengangguran jua mundurnya banyak," ungkapnya.
Namun tidak dalam hal inflasi. Pandemi Covid-19 ini membuat inflasi masih terjaga dengan
baik. Hal ini diakibatkan menurunnya permintaan barang dari masyarakat. Perekonomian
Indonesia pada tahun 2021 diprediksi kembali tumbuh positif setelah mengalami kontraksi akibat
pandemi Covid-19 di tahun lalu. Karena itu, PT Bank CIMB Niaga Tbk memprediksi,
pertumbuhan ekonomi di tahun ini ada di kisaran 3,9%. 
Chief Economist Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean mengatakan, pertumbuhan ekonomi
sudah mulai tampak dari geliat perekonomian pada kuartal pertama 2021, yang ada dikisaran
0,8% secara year-on-year (yoy).
“Kami melihat secara umum tahun 2021 masih penuh dengan tantangan, namun tentu akan lebih
baik dari 2020. Proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun ini kami dasarkan
atas lima faktor yang mempengaruhi dinamika perekonomian 2021. Dua faktor pertama bersifat
mendukung angka pertumbuhan yang lebih tinggi, sedangkan tiga faktor lainnya bersifat
menahan prospek laju pertumbuhan ekonomi di 2021.”
Sumber : https://koran-jakarta.com/ekonomi-mengalami-kemunduran?page=all
https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/05/05/1812/ekonomi-indonesia-triwulan-i-2021-turun-0-74-persen--y-on-
y-.html
https://www.kontan.co.id/tag/adrian-panggabean

Anda mungkin juga menyukai