Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PERAWATAN GANGGUAN MENTAL PADA LANSIA


Dosen: Ns.NIA APRILLA,M.Kep

Kelompok 3 :

Amelia Rahmadani
Nurhaliza
Reno Kurniawan
Rivaldi Amrianto
Muhammad Aiman

PRODI D3 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN
2019/2021

1
Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Mental Pada
Lansia

Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik,
psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi tidak labil,
mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan
kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan
mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis
(kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia
adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya pembahan dari
keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekeija dan berpenghasilan) menjadi
kemunduran.
Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan
menjadi semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini
lebih menonjol daripada aspek materiil dalam kehidupan seorang lansia. Pada
umumnya, lansia mengharapkan: panjang umur, semangat hidup, tetap berperan
sosial, dihormati, mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian
dalam ketenangan dan diterima di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih
dekat kepada Allah merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai
dengan harapan tersebut, dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang teijadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian
pasangan hidupnya/teman-temannya, pembahan peran seorang ayah/ibu menjadi
seorang kakek/nenek, pembahan dalam hubungan dengan anak karena sudah hams
memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang dianggap sebagai teman untuk
dimintai pendapat dan pertolongan, pembahan peran dari seorang pekeija menjadi
pensiunan yang sebagian besar waktunya dihabiskan di mmah.
Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam
masyarakat sebagai seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya
tergantung dari tunjangan pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang berupa penurunan
kemampuan ini akan memunculkan gejala umum pada individu lanjut usia, yaitu
“perasaan takut menjadi tua.”
Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan

2
hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya dan sangat tergantung pada sikap mental
individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang menerima,
ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan
ada juga yang seolah-olah pasrah terhadap pensiun.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri
manusia adalah aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan karakteristik manusia
itu sendiri. Perbuatan dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh keadaan
jiwanya yang merupaka motor penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab itu aspek-
aspek mental tersebut bisa manusia kendalikan melalui proses pendidikan.

A. Faktor-fiaktor Yang Mempengaruhi Perubahan Mental


1. Pembahan fisik,
a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menumn,
dan cairan interseluler menumn.
b. Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku, kemampuan
memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume),
elastisitas pembuluh darah menumn, serta meningkatnya retensi
pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
c. Per sara fan: saraf panca indera mengecil sehingga fungsinya
menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi
khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau
hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan
berkurangnya respon motorik dan reflek.
d. Pendengaran: membran timpani atrofi sehingga teijadi gangguan
pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
e. Penglihatan: respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap
menumn, akomodasi menurun, lapang pandang menumn, katarak.
f. Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relatif
menumn. Memori menumn karena proses encoding menumn.
g. Intelegensi: secara umum tidak berubah.

3
2. Kesehatan umum
Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung pada
orang lain. Teijadi banyak perubahan dalam penampilan lansia, seperti pada bagian
kepala dengan rambut yang menipis dan berubah menjadi putih atau abu- abu, tubuh
yang membungkuk dan tampak mengecil, bagian persendian dengan pangkal tangan
menjadi kendur dan terasa berat, sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain
itu, fungsi pancaindera teijadi pembahan seperti ada penurunan dalam kemampuan
melihat objek, kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan nada yang sangat
tinggi, penurunan sensitivitas papil-papil pengecap (terutama terhadap rasa manis
dan asin), penciuman menjadi kurang tajam, dan kulit yang semakin kering dan
mengeras menyebabkan indra peraba di kulit semakin peka.

4
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang
paling nyata, yaitu pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang
menopang tegaknya tubuh, lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan
kecepatan dalam bergerak dan lansia cenderung menjadi kaku. Hal ini menyebabkan
sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.

3. Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia
tidak jarang merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak
ada yang memperhatikannya. Selain itu, ketika ada lansia lainnya meninggal, maka
muncul perasaan pada lansia kapan ia akan meninggal.

B. Masalah Di Bidang Psikogeratri


1. Kecemasan
a. Pengertian
Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik, fobia,
gangguan obsesif kondlusif, gangguan kecemasan umum, gangguan stress
akut, gangguan stress pasca traumatic.

b. Gejala kecemasan

c. Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian


yang akan teijadi, sulit tidur sepanjang malam, rasa tegang dan cepat
marah. Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir
terhadap penyakit yang berat, misalnya kanker dan penyakit jantung
yang sebenarnya tidak dideritanya, sering membayangkan hal-hal yang
menakutkan, merasa panic terhadap masalah yang ringan.
> Tindakan untuk mengatasi kecemasan
♦ Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih
sayang.
♦ Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk
menentukan penyebab mendasar (dengan memandang lansia
secara holistic).
♦ Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman
dengan penuh empati.
♦ Bila penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alas an-
alasan yang dapat diterima olehnya.
♦ Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat
ditentukan atau bila telah dicoba dengan berbagai cara tetapi
gejala menetap.
2. Depresi
a. Pengertian
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan
komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna,
gagal, putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri,
kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto). Depresi
adalah kondisi umum yang teijadi pada lansia dan alasan teijadinya
kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian
hidup, dan masalah fisik pada lansia. Memang, depresi sering
disalahartikan sebagai demensia. Kemampuan mental klien dengan
depresi tetap utuh, sedangkan pada klien demensia, teijadi
peningkatan kerusakan kognitif.
b. Tipe depresi
Terdapat 2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan
deprsesi endogen. Depresi endogen mungkin akan teijadi pada
awitan awal dalam hidupnya. Individu dengan depresi endogen
betul-betul dapat mengalami gangguan mental bahkan mengalami
delusi, dan sering kali mencoba bunuh diri. Bunuh diri adalah
pengalaman yang biasa pada lansia, terutama laki-laki. Oleh karena
itu, semua ancaman ini hams ditangani dengan serius. Klien dengan
depresi eksogen biasanya mendapat dukungan yang cukup pada
stuasi depresi, seperti setelah berduka karena kehilangan atau selama
tinggal di rumah sakit. Kadang-kadang dapat dilakukan sesuatu
terhadap penyebab depresi yang dialami lansia yang ketakutan untuk
kembali ke rumah setelah tinggal dirumah sakit. Hal yang dapat
dilakukan adalah dengan memastikan bahwa mereka mendapat

6
cukup dukungan di rumah.
c. Penyebab depresi pada lansia:
-Penyakit fisik.
-Penuaan.
- Kurangnya perhatian dari pihak keluarga.
- Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular).
- Faktor psikologis, bempa penyimpangan perilaku oleh karena
cukup banyak lansia yang mengalami peristiwa kehidupan
yang tidak menyenangkan atau cukup berat.
- Serotonin dan norepinephrine.
Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak
seimbang. Neurotransmitter sendiri adalah zat kimia yang
membantu komunikasi antar sel-sel otak.
d. Factor pencetus depresi pada lansia:
Faktor biologic, misalnya faktor genetik, pembahan struktural otak,
faktor risiko vaskular, kelemahan fisik. Faktor psikologik yaitu tipe
kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa kehidupan seperti
berduka, kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan pembahan
situasi, stres kronis dan penggunaan obat-obatan tertentu.
e. Gejala depresi pada lansia:
Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini.
Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan
kesenangan.
Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:
■ Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi
tingkat sedang cendemng untuk makan secaraberlebihan,
namun berbeda jika, kondisinya telah parah seseorang
cenderung akan kehilangan gairah makan.
■ Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala).
■ Berat badan berubah drastic
■ Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai
macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi
sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami

7
depresi justru terlalu banyak tidur.
■ Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir
dengan jernih dan untuk memecahkan masalah secara efektif
Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk
memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk
jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering teijadi
adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi".
■ Keluarnya keringat yang berlebihan.
■ Sesak napas.
■ Kejang usus atau kolik.
・ Muntah.
■ Diare.
■ Berdebar-debar.
■ Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang
mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih
dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk
mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya
yang mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan
lemah.
■ Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung
untuk mengatakan atau merasa, "saya selalu merasah lelah"
atau "saya capai".
■ Secara biologik dipacu dengan pembahan neurotransmitter,
penyakit sistemik dan penyakit degeneratif.
■ Secara psikologik gejalanya:
๐ Kehilangan harga diri/ martabat.
o Perilaku merusak diri tidak langsung, contohnya:
penyalahgunaan alkohol/ narkoba, nikotin, dan obat-obat
lainnya, makan berlebihan, temtama kalau seseorang
mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi
gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga
diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri
sendiri secara tidak langsung.

8
o Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa
seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak
efektif, orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri.
Pemikiran seperti, "saya menyia-nyiakan hidup saya" atau
“saya tidak bisa mencapai banyak kemajuan", seringkali
teijadi.
o Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri.
o Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak
punya tempat tinggal.
3. Insomnia
a. Pengertian
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal
serumah. Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur
sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga
lansia melakukan kegiatannya pada malam hari.
b. Penyebab insomnia pada lansia
Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga
mereka masih semangat sepanjang malam. Tertidur sebentar-
sebentar sepanjang hari. Gangguan cemas dan depresi. Tempat tidur
dan suasana kamar kurang nyaman. Sering berkemih pada waktu
malam karena banyak minum pada malam hari Infeksi saluran
kemih.
4. Paranoid
a. Pengertian
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang
miliknya.
b. Gejala Paranoid
Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau
orang-orang di sekelilingnya. Lupa akan barang-barang yang
disimpannya kemudian menuduh orang-orang di sekelilingnya
mencuri atau menyembunyikan barang miliknya. Paranoid dapat

9
merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti depresi dan rasa
marah yang ditahan. Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia
dengan paranoid adalah memberikan rasa aman dan mengurangi rasa
curiga dengan memberikan alas an yang jelas dalam setiap kegiatan.
Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.

5. Demensia
a. Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama
intelegensi, disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang tidak
dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995). Demensia adalah
gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan berat
pada proses kognitif dan disfungsi kepribadian serta perilaku (Isaac,
2004). Menurut Roger Watson, demensia adalah suatu kondisi
konfusi kronik dan kehilangan kemampuan kognitif secara global
dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fis ik.
b. Jenis demensia:
1. Demensiajenis Alzheimer
Patofisiologi: Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak
senil atau neuritik) di jaringan otak atau adanya kekusutan
neurofibriler (akumulasi simpul filamen saran pada neuron.
Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan sel saraf,
hilangnya sambungan antar neuron dan akhirnya atrofi serebral.
Penyebab:
• Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk
memprediksi demensia jenis alzheimer. Penyakit
alzheimer familial memiliki awitan sangat dini (usia 3040
th) dan bertanggung jawab atas 20% dari semua kasus
demensia jenis ini. Penyakit ini berkaitan denga gen-gen
abnormal dikromosom 1, 14 dan 21. Adanya
apolipoprotein E 4 (apo, E 4) dikromosom 19 teijadi 2 kali
lebih banyak pada penderita demensia jenis alzheimer
dibanding populasi umum.

1
0
• Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa
akumulasi alumunium pada otak akibat pajanan alat-alat
dan produk alumunium dapat menyebabkan demensia jenis
alzheimer. Bukti untuk teori ini masih sedikit.
• Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan
asetil kolin (neurotransmiter kolinergik mayor) berkaitan
dengan gejala-gejala gangguan kognitif (demensia).
(peningkatan kadar asetin kolin merupakan dasar untuk
terapi obat yang disetujui FDA untuk demensia).

❖ Tahap Perilaku Afek Perubahan Kognitif Ringan


• Sulit menyelesaikan tugas.
Penurunan aktivitas yang mengarah pada tujuan.
• Kurang memperhatikan penampilan pribadi dan aktivitas
sehari-hari.
• Menarik diri dari aktivitas social yang biasa.
• Sering mencari benda-benda karena lupa meletakannya;
• Dapat menuduh orang lain telah mencurinya.
• Cemas.

1
1
• Depresi

• Frustasi

• Curiga

• Ketakutan

• Kehilangan ingatan tentang peristiwa yang baru saja


teijadi (lupa akan janji temu dan percakapan).
• Disorientasi waktu.

• Berkurangnya kemampuan konsentrasi.

• Sulit mengambil keputusan

• Kemampuan penilaian buruk

Tahap perilaku afek Sedang


• Perilakunya tidak pantas secara sosial.

• Kurang perawatan diri (misal mandi, toileting,


berpakaian, berdandan).
• Berkeluyuran atau mondar-mandir .

• Senang menimbun barang-barang.

• Hiperoralitas.

• Mengalami gangguan siklus tidur-bangun.

• Mood labil datar.

• Apatis.

• Agitasi.

• Katas tropi Paranoia.

• Kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru atau lama


(amnesia).
• Konfabulasi.

• Disprientasi waktu, tempat dan orang.

• Sedikit agnosia, apraksia dan afasia

1
2
❖ Tahap perilaku afek Berat
• Penurunan kemampuan ambulasi dan aktivitas motorik
lainnya.
• Penurunan kemampuan menelan.
• Sama sekali tidak bisa mengums diri (misalnya
membutuhkan perawatan yang konstan).
• Tidak mengenali lagi keberadaan pemberi asuhan Datar,
apatis Reaksi Katastropik occasional dapat berlanjut.
Semua pembahan kognitif berlanjut sejalan dengan
meningkatnya amnesia, agnosia, aprasia dan afasia.
2. Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala
demensia pada tahun pertama teijadinya gejala neurologik fokal.
Klien diketahui mengalami faktor resiko penyakit vaskuler
(misalnya hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes).
3. Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum,
seperti penyakit parkinson, penyakit pick, koreahuntingtown dan
penyakit Creutzfeldt-j akob. Demensia yang disebabkan kondisi-
kondisi tersebut dicatat sesuai penyakitnya yang spesifik.

a. Gejala demensia:
1. Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan
berbicara memburuk dan klien sulit "menemukan" kata-
kata.
2. Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas
motorik sekalipun fungsi sensoriknya tidak mengalami
kerusakan.
3. Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi
objek atau benda urnurn walaupun fungsi sensoriknya
tidak mengalami kerusakan.
4. Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan
fantasi yang diyakini oleh individu yang terkena.
5.Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam
hari.

1
3
6. Reaksi katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi
kuat inenyakiti diri sendiri atau orang lain.
7. Perseveration phenomenon: perilaku berulang, meliputi
mengulangi kata-kata orang lain.
8. Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah
benda-benda yang cukup kecil untuk dimasukkan ke
mulut.
9. Kehilangan memori: awalnya hanya kehilangan memori
tentang hal-hal yang baru teijadi, dan akhirnya gangguan
ingatan masa lalu.
10. Disorientasi waktu, tempat dan orang.
11. Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi atau
mempelajari materi baru.
12. Sulit mengambil keputusan.
13. Penilaian buruk: individu ini mungkin tidak mempunyai
kewaspadaan lingkungan tentang keamanan dan
keselamatan.

b. Etiologi demensia
Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:
1. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat
disembuhkan. Bila kondisi akut yang menyebabkan
delirium tidak atau tidak dapat diobati, terdapat
kemungkinan bahwa kondisi ini akan menjadi kronik dan
karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
2. Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan
aterosklerosis dapat menyebabkan stroke.
3. Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-
pasien ini.
4. Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5. Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi
penyakit Creutzfeldt-j akob).
6. Infeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat

1
4
menyerang Sistem saraf pusat (SSP), menyebabkan
ensefalopati HIV atau kompleks demensia AIDS.
7. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal,
hidrocephalus dan cidera akibat trauma kepala.

C. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat


perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual
dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan
menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu
pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa
(mental health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang
tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial
dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang
menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia,
secara utuh dan menyeluruh.
1. Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah teijadinya
cedera sehingga diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri
disamping klien, menghilangkan sumber bahaya dilingkungan, memberikan
perhatian dan sentuhan, bantu klien menemukan hal yang salah dalam
penempatannya, memberikan label gambar atau hal yang diinginkan klien.
2. Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai
supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung
rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan
dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar
para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip
“Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service. Hal itu perlu dilakukan karena
perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin lanjutnya usia.

1
5
Pembahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya
ingat untuk peristiwa yang baru teijadi, berkurangnya kegairahan atau
keinginan, peningkatan kewaspadaan, pembahan pola tidur dengan suatu
kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang
membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila
lupa melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan
dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku
dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara
perlahan -lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka
kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka
puas dan bahagia.

3. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin
dalam hubungan lansia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam
keadaan sakit atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan
spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian. Seorang dokter
mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam
ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan
pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi
dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian
setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari
kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat harus

dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi ditinggalkan ,


masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu
menghantui pikiran lanjut usia.

4. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah
satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk

1
6
berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi
mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat
bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain. Penyakit memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada
para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal
jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya,
biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan,
ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang teijadi
pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi dengan
berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan
demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama
mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan
pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.

1
7
BAB III
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Riwayat
Pemah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?
2. Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi,
meliputi
Mini Mental Status Exam (MMSE)
(Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)

I. ORIENTASI
• Tanyakan hari ini tanggal berapa?
• Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya sekarang ini musim apa?
II. REGISTRASI
• Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji daya ingatnya
(memori).
• Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata seperti BOLA,
BENDERA, POHON. Dengan jarak per kata 1 detik. Sesudah itu minta
pasien untuk mengulanginya. Jawaban pertama menentukan skornya,
tetapi mintalah pasien untuk mencoba terus (misalnya hingga 6 kali)
bila gagal tes ini kurang bermakna.
III. PERHATIAN DAN PERHITUNGAN
• Minta pasien untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisi 7.
Berhenti setelah 5 jawaban. Berilah skor 1 untuk setiap jawaban yang
benar.
• Bila dia tidak mampu menghintung, mintakan padanya untuk mengeja
suatu kata dari arah belakang (misalnya RUMAH--------H-A-M-U-R),
beri skor satu untuk setiap huruf yang ditempatkan benar. Catatlah
jawaban pasien.
IV. DAYA INGAT
• Minta pasien unutk mengingat kembali ketiga kata yang ditanyakan
kepadanya diatas tadi.
V. BAHASA
• Menyebutkan : perlihatkan arloji anda sambil menanyakan : “apa ini?”
Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban
yang benar.
• Pengulangan : minta pasien untuk mengulangi : ‘bukan, itu bukan !,
tetapi itu ..............dan...........................! Beri skor 1 point bila
pengulangan benar.
• Perintah tiga langkah. Beri pasien secarik kertas kosong dan katakana :

“ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.”

Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang bena

3. Data Demografi
a) Ras dan suku apa ?
b) Jenis kelamin laki......perempuan.........
c) Pernah sekolah sampai ?
-Strata 2
-Strata 1
-Program diploma
-SMA/ Sederajat
- SMA (tidak tamat)
-SMP ke bawah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas.
2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi
neuron irreversible.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan
kognitif.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist).
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan
dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan
pengaruh penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit.

A. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas.
• Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien
memiliki pola tidur yang teratur.
• Kriteria Hasil:
a. Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.
b. Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
c. Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau
mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.
d. Klien mampu menciptalan pola tidur yang adekuat dengan
penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun).
e. Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
• Intervensi
a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek
negative terhadap tidur pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang
tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang singkat.
b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis teijadi bila terdapat penggunaan
kortikosteroid termasuik pembahan mood, insomnia.
c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan
kebiasaan klien (member susu hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan
klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur.
d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang
selama tidur, meningkatlan respon otomatik, karenanya respon
kardiovaskuler terhadap suara meningkat selama tidur.
e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan
mengganggu pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis
dan fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.
f. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan massage
punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
g. Putarkan music yang lembut atau “suara yang jernih”.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara
lain dari lingkungan sekitar yang akan menggaggu tidur.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi
menigkatkan kemampuan untuk ttidur, tetapi antikolinergik dapat
mencetuskan bingung, memperburuk kognitif an efek samping
hipertensi ortostatik.

2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,


degenerasi neuron irreversible.
• Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat
berpikir rasional.
• Kriteria hasil:
a. Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani
konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran
tentang diri.
b. Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri
yang negative.
c. Klien mampu mengenali pembahan dalam berfikir atau tingkah laku dan
factor penyebab.
d. Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak
diinginkan, ancaman, dan kebingungan.
• Intervensi:
a. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat
yang terapeutik.
Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan,
meningkatkan pengembanagan evaluasi diri yang positif dan mengurangi
konflik psikologis.
b. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang
perhatian, kemampuan berfikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai
pembahan perilaku.
Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan
memengaruhi rencana intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar berulang
dapat meningkatkan risiko yang negative atau tingkat frustasi.
c. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.
Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan
gangguan neuron.
d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien.
Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan
perceptual.
e. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien
mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan.
Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi
pada realita meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan
kemuliaan (kebahagiaan personal).
f. Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.
Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan
penghormatan, penghargaan, dan kebahagiaan.
g. Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya. Berilan
label gambar atau hal yang diinginkan klien. Jangan menentang.
Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan.
Membantah klien tidak akan mengubah kepercayaan dan menimbulkan
kemarahan.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.
Rasional: meningkatkan kesadaran mental.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
• Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien tidak
mengalami cedera.
• Kriteria hasil:
a. Klien mampu meningkatkan tingkat aktivitas.
b. Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko
trauma atau cedera.
c. Klien tidak mengalami trauma atau cedera.
d. Keluarga mampu mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi
tahap-tahap untuk memperbaikinya.
• Intervensi:
a. Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan
persepsi visual. Bantu keluarga mengidentifkasi risiko teijadinya bahaya yang
mungkin timbul.
Rasional: mengidentifilasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran
perawat akan bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsive berisiko trauma
karena kurang mampu mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual
berisiko teijatuh.
b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.
Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal
terjadi trauma akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan
dasar.
c. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti memanjat
pagar tempat tidur.
Rasional: mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang
meningkatkan risiko teijadinya trauma.
d. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan klien.
Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan hipotermia.
Hipotalamus dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa
kedinginan.
e. Kaji efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal, hipotensi
ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).
Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat
menimbulkan kadar tolsisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat
diperlukan untuk mengurangi gangguan.
f. Hindari penggunaan restrain tems-menerus. Berikan kesempatan keluarga
tinggal bersama klien selama periode agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko
fraktur pada klien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,


transmisi dan atau integrasi sensori (defisit neurologis).
• Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak teijadi
penurunan lebih lanjut pada persepsi sensori klien.
• Kriteria hasil:
a. Klien mengalami penumnan halusinasi.
b. Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi
stress atau mengatur perilaku.
c. Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.
• Intervensi:
a. Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut
mempengamhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat
asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi
tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa lapar atau haus.
b. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan
Rasional: meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan
kesalahan intepretasi stimulasi.
c. Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada
orientasi realita dengan kalender, jam, atau catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping
terhadap frustasi karena salah persepsi dan disorientasi. Klien menjadi
kehilangan kemampuan mengenali keadaan sekitar.
d. Ajarkan strategi mengatasi stress.
Rasional: menurunkan kebutuhan akan halusinasi.
e. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti
satu ke satu pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi
okupasi.
Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan
orang lain.

5. Kurang perawatan diri: hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan


dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
• Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien mampu
melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
• Kriteria hasil:
a. Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi atau
komunitas yang dapat memberikan bantuan.
• Intervensi:
a. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.
Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah
dapat diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi
dari ahli.
b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan dasar
mungkin dilupakan.
c. Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan untuk melakukan sendiri
sesuai kemampuan.
Rasional: mudah sekali teijadi frustasi jika kehilangan kemandirian.
d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas
Rasional: pekeijaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat
karena penurunan motorik dan perubahan kognitif.
e. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan
pengaruh penyimpngan jangka panjang dari proses penyakit.
• Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x kunjungan koping
keluarga efektif
• Kriteria hasil:
a. Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan sendiri untuk
mengatasi keadaan.
b. Keluarga mampu menerima kondisi orang yang dicintai dan
mendemonstrasikan tingkah laku koping positif dalam mengatasi keadaan.
c. Klien mampu menggunakan system pendukung yang ada secara efektif
• Intervensi:
a. Bantu keluarga mengungkapkan persepsinya tentang mekanisme koping
yang digunakan.
Rasional: keluarga dengan keterbatasan pemahaman tentang strategi
koping memerlukan informasi akibat konflik.
b. Libatkan keluarga dalam pendidikan dan perencanaan perawatan dirumah.
Rasional: memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi dirumah.
c. Fokuskan pada masalah spesifik sesuai dengan yang teradai pada klien.
Rasional: penurunan penyakit mengikuti perkembangan yang tidak
menentu.
d. Realistis dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan.
Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru.
e. Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.
Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar dari realitas, terbebas dari
kesepian.
f. Rujuk pada sumber pendukung seperti perawatan lansia, pelayanan
dirumah, berhubungan dengan asosiasi penyakit demensia.
Rasional: memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan,
mengurangi kejenuhan dan resiko terjadinya isolasi social dan mencegah
kemarahan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai