Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Kesehatan lingkungan merupakan upaya preventif untuk mencegah penyakit yang
disebabkan oleh faktor lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan setiap
individu, keluarga serta lingkungannya (Permenkes RI, 2015).
Masalah penyalagunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) atau
istilah populer dikenal masyarakat sebagai narkoba (narkotika dan bahan/ obat berbahaya)
merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulanan secara
komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidisipliner, multisektor, dan peran setra
masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan
konsisten. Maraknya penyalagunaan Napza tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah
sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Reoublik Indonesia, mulai dari tingkat sosial
ekonomi menengah bahwa sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada,
penyalgunaan Napza paling banyak berumur antar 15-24 tahun. Tampaknya generasi muda
adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu
mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi
muda. Sektor kesehatan memegang penting dalam upaya penanggulangan penyalagunaan
NAPZA, melalui upaya promotif, preventif, terapi dan rehabilita.
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat merupakan sarana
kesehatan yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk itu
peranan Puskesmas hendaknya tidak lagi menjadi sarana pelayanan pengobatan dan
rehabilitatif saja tetapi juga lebih ditingkatkan pada upaya promotif dan preventif. Oleh
karena itu promosi kesehatan menjadi salah satu upaya wajib di Puskesmas (Permenkes RI,
2013).
Secara umum pembangunan kesehatan telah menyebabkan terjadinya berbagai kemajuan
penting dalam meningkatkan status kesehatan. Umur Harapan Hidup (UHH) orang Indonesia
telah naik mengikuti tren kenaikan UHH global. Tahun 2017, UHH orang Indonesia telah
mencapai 71,5 tahun, di mana UHH perempuan lebih tinggi 5 tahun dibandingkan dengan
laki- laki (perempuan 74 tahun, laki-laki 69 tahun). Pendekatan terbaru untuk melihat kualitas
tahun hidup, tidak semata-mata UHH, namun yang lebih penting adalah tahun hidup
berkualitas (Healthy Adjusted Life Expectancy/HALE). HALE orang Indonesia secara rerata
adalah 62,65 tahun, artinya terdapat 8,85 tahun yang hilang karena kualitas hidup yang buruk
akibat menderita penyakit dan disabilitas. Dalam membangun SDM yang berkualitas, selisih
angka inilah yang harus diperkecil (Permenkes RI, 2019)

II. Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi permasalahan dan alternatif pemecahan masalah terkait pelaksanaan
Program Kesehatan di Puskesmas Kusuma Bangsa
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran umum situasi, dan kondisi Puskesmas Kusuma Bangsa
b. Mengetahui secara umum program kesehatan di Puskesmas Kusuma Bangsa yaitu
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Institusi
Pendidikan, Penyuluhan Napza, Promosi kesehatan Untuk Program Prioritas Melalui
Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan.
c. Mengetahui pelaksanaan dan pencapaian program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di
Rumah, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah, Penyuluhan Napza, Promosi kesehatan
Untuk Program Prioritas Melalui Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan.
d. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belum tercapainya target Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat di Rumah, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah, Penyuluhan
Napza, Promosi kesehatan Untuk Program Prioritas Melalui Pemberdayaan Masyarakat di
Bidang Kesehatan.
e. Memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap program Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat di Rumah, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah, Penyuluhan Napza, Promosi
kesehatan Untuk Program Prioritas Melalui Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan.

III.Manfaat Penulisan

1. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai program Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat di Rumah, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah, Penyuluhan
Napza, Promosi kesehatan Untuk Program Prioritas Melalui Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan.
b. Menjadi dasar ataupun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil kebijakan jangka
panjang dalam upaya tercapainya target Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah,
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah, Penyuluhan Napza, Promosi kesehatan
Untuk Program Prioritas Melalui Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan.
c. Sebagai bahan untuk perbaikan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di
Rumah, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah, Penyuluhan Napza, Promosi
kesehatan Untuk Program Prioritas Melalui Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kesehatan.
2. Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan mahasiswa mengenai program promosi kesehatan
Puskesmas Kusuma Bangsa.
b. Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pihak yang membutuhkan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PENYULUHAN
1.1. DEFINISI
Penyuluhan adalah suatu proses perubahan perilaku dengan penyampaian
informasi agar masyarakat tahu, mau dan mampu merubah perilaku yang kurang baik
menjadi perilaku yang baik. Penyuluhan identik dengan pendidikan kesehatan, hanya
penyuluhan ini berupa kegiatan pendidikan non formal sedangkan pendidikan kesehatan
merupakan suatu kegiatan formal. Menurut Suhardjo penyuluhan adalah suatu upaya
perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif, yaitu
rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana dan terarah dengan peran
serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah
masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosial ekonomi-budaya setempat (Hulu V.T
dkk, 2020).
2. NAPZA
2.1. Definisi
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila
masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutamaotak/susunan saraf
pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya
karena terja dikebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap
NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, yang
menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan
sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada
otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran (Sadock, 2010)

2.2. Klasifkasi
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan
menjadi tiga golongan (Sadock, 2010) :
a. Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini
menbuat pemakainya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan
tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein),
Sedatif (penenang), hipnotik (otottidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
b. Golongan Stimulan(Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan
kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan
bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah :Amfetamin (shabu, esktasi),
Kafein, Kokain.
c. Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah
perasaan dan pikiran dan sering kali menciptakan daya pandang yang berbeda
sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam
terapi medis. Golongan ini termasuk : Kanabis(ganja), LSD, Mescalin.

2.3. Penyalahgunaan dan Ketergantungan


Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V), yang disebut
gangguan akibat zat psikoaktif dan sindrom ketergantungan mencakup dua kategori,
yakni gangguan penyalahgunaan zat psikoaktif dan gangguan akibat zat psikoaktif.
Penyalahgunaan dan Ketergantungan adalah istilah klinis/medik-psikiatrik yang
menunjukan ciri pemekaian yang bersifat patologik yang perlu di bedakan dengan tingkat
pemakaian psikologik-sosial, yang belum bersifat patologik (Sadock, 2010).
a. Penyalahgunaan NAPZA
Adalah penggunaan salah satua tau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau
teratur diluar indikasi medis,sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis
dan gangguan fungsi sosial.
b. Ketergantungan NAPZA
Adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh
memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila
pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal
syamptom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang
dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari
secara “normal”. Kedua istilah diatas memiliki perbedaan yang bermakna.
Pada gangguan penyalahgunaan zat psikoaktif menunjukkan reaksi negatif atas
penggunaan yang sering dan bersifat terus menerus dari zat tersebut. Kondisi ini tidak
menunjukkan efek secara langsung melainkan terjadi secara bertahap bersamaan
dengan proses ketergantungan. Sedangkan gangguan akibat zat psikoaktif mengacu
pada efek langsung dari penggunaan zat, atau disebut intoksikasi, dan efek langsung
dari putusobat (withdrawalsyndrome).
c. Memahami Adiksi Sebagai GangguanOtak
Zat psikoaktif, khususnya NAPZA, memiliki sifat-sifat khusus terhadap jaringanotak:
bersifat menekan aktivitas fungsiotak (depresan), merangsang aktivitas fungsiotak
(stimulansia) dan mendatangkan halusinasi (halusinogenik). Karena otak merupakan
sentral perilaku manusia, maka interaksi antara NAPZA (yang masuk kedalam tubuh
manusia) dengan sel-sel saraf otak dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku
manusia. Perubahan-perubahan perilaku tersebut tergantung sifat-sifat dan jenis zat
yang masuk ke dalam tubuh . Masuknya NAPZA kedalam tubuh memiliki berberapa
cara: disedot melalui hidung (snorting, sneefing), dihisap melalui bibir (inhalasi,
merokok), disuntikan dengan jarum suntikan melalui pembuluh darah balik atau
vena, ditempelkan pada kulit (terutama lengan bagiandalam) yang telahd iiris-iris
kecil dengan cutter, ada juga yang melakukannya dengan mengunyah dan
kemudianditelan. Sebagian NAPZA sesuai dengan cara penggunaannya, langsung
masuk kepembuluh darah dan sebagian lagi yang dicerna melalui traktus gastro-
intestinal diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di sekitar dinding usus. Karena
sifat khususnya, NAPZA akan menuju reseptornya masing-masing yang terdapat
pada otak. Beberapa jenis NAPZA menyusup ke dalam otak karena mereka memiliki
ukuran dan bentuk yang sama dengan natural meurotransmitter. Di dalam otak,
dengan jumlah atau dosis yang tepat, NAPZA tersebut dapat mengkunci dari dalam
(lock into) reseptor dan memulai membangkitkan suatu reaksi berantai pengisian
pesan listrik yang tidak alami yang menyebabkan neuron melepaskan sejumlah besar
neurotransmitter miliknya. Beberapa jenis NAPZA lain mengunci melalui neuron
dengan bekerja mirip pompa sehingga neuron melepaskan lebih banyak
neurotransmitter. Ada jenis NAPZA yang menghadang reabsorbsi atau reuptake
sehingga menyebabkan kebanjiran yang tidak alami dari neurotransmitter. Bila
seseorang menyuntik heroin (opioid atau putauw). Heroin segera berkelana cepat di
dalam otak. Konsentrasi opioid terdapat pada: VTA (ventral tegmental area), nucleus
accumbens, caudate nucleus dan thalamus yang merupakan sentra kenikmatan yang
terdapat pada area otak yang sering dikaitkan dengan sebutan reward
pathway.Opioid mengikat diri pada reseptor opioid yang berkonsentrasi pada daerah
reward system. Aktivitas opioid pada thalamus mengindikasikan kontribusi zat
tersebut dalam kemampuannya untuk memproduksi analgesik. Neurotranmitter
opioid memiliki ukuran dan bentuk yang sama dengan endorfin, sehingga ia dapat
menguasai reseptor opioid. Opioid mengaktivasi sistem reward melalui peningkatan
neurotransmisi dopamin. Penggunaan opioid yang berkelanjutan membuat tubuh
mengandalkan diri kepada adanya drug untuk mempertahankan perasaan rewarding
dan perilaku normal lain. Orang tidak lagi mampu merasakan keuntungan reward
alami (sepertimakanan, air, sex) dan tidak dapat lagi berfungsi normal tanpa
kehadiran opioid.

2.4. Penyebab Penyalahgunaan NAPZA


a. Faktor Psikodinamik
Berdasarkan teori klasik, penyalahgunaan NAPZA seperti keinginan untuk
masturbasi, mekanis mepertahanan untuk keadaan cemas, atau manifestasi dari
regresi oral. Dalam teori psikososial, menyebutkan bahwa banyak alas an untuk
mencurigai factor lingkungan memainkan peran dalam penyalahgunaan NAPZA.
Sehingga dalam banyak artikel disebutkan bahwa pelaku penyalahgunaan substansi
ini kebanyakan adalah anak-anak atau remaja dengan perkembangan psikososial yang
buruk.
b. Faktor Genetik
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak kembar, anak adopsi, dan saudara
kandung yang terpisah ataupun dipisahkan menjadi penyebab utama terjadinya
penyalahgunaan NAPZA.
c. Teori Prilaku
Beberapa model perilaku penyalahgunaan zat memfokuskan pada perilaku mencari
zat dibanding pada gejala dependensi fisik. Sebagian besar penyalahgunaan zat
menimbulkan pengalaman positif setelah penggunaan pertama, dan oleh karena itu,
zat tersebut bertindak sebagai penguat positif perilaku mencari zat.
d. Faktor Neurokimiawi
Dengan pengecualian alkohol, para peneliti telah mengidentifikasi neurotransmitter
atau reseptor neurotransmitter tertentu yang terlibat dengan sebagian besar zat yang
disalahgunakan. Neurotransmitter utama yang mungkin terlibat dalam perkembangan
penyalahgunaan dan ketergantungan zat adalah opioid, katekolamin (terutama
dopamin), dan sistem asam gamma-aminobutirat. Neuron yang terutama penting
adalah neuron dopaminergik pada area tegmental ventral.

2.5. Komorbiditas
Komorbid adalah keterlibatan dua atau lebih gangguan psikiatrik pada seorang
pasien. Pada pasien yang mendapatkan terapi karena ketergatungan substansi seperti
opioid, alkohol, dan kokain, memiliki prevalensi tinggi mendapatkan gangguan psikiatri
tambahan. Hal ini dibuktikan pada studi epidemiologi bahwa orang-orang dengan
ketergantungan terhadap NAPZA lebih mudah mengalami gangguan psikiatri lain.
a. Gangguan kepribadian anti sosial
Pada berbagai macam studi, menunjukkan bahwa 35 sampai 60 persen pasien dengan
ketergantungan NAPZA juga memiliki diagnosa gangguan kepribadian antisosial.
b. Depresi dan bunuh diri
Gejala depresi sangat banyak ditemukan pada pasien yang didiagnosa sebagai
penyalahgunaan NAPZA ataupun ketergantungan NAPZA. Hampir 40 persen
pengguna opioid dan alkohol memenuhi kriteria diagnosis gangguan depresi mayor
dalam hidup mereka. Penggunaan NAPZA juga salah satu penyebab terjadinya
bunuhdiri. Orang dengan penyalahgunaan NAPZA, sekitar 20 persen lebih rentan
melakukan bunuh diri dibandingkan populasi pada umumnya.

2.6. Gejala Klinis


a. Perubahan Fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara umum dapat
digolongkan sebagaiberikut:
 Pada saat menggunakan NAPZA: jalan sempoyongan, bicara pelo(cadel), apatis
(acuh tak acuh), mengantuk, agresif,curiga
 Bila kelebihan dosis (overdosis): nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat,
kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
 Bila sedang ketagihan (putuszat/sakau): mata dan hidung berair, menguap terus
menerus, diare, rasa sakit diseluruh tubuh, takut air sehingga malas mandi,
kejang, kesadaran menurun.
 Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat, tidak peduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan
pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik)
b. Perubahan Sikap dan Perilaku
Prestasi sekolah menurun, sering tidak mengerjakan tugas sekolah, sering
membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.
 Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk dikelas
atau tempat kerja.
 Sering berpegian sampai larut malam, kadang tidak pulang tanpa memberitahu
lebih dulu
 Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu
dengan anggota keluarga lain dirumah.
 Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh
keluarga,kemudian menghilang
 Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas
penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau milik
keluarga,mencuri, terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi.
 Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasarsikap bermusuhan,
pencuriga,tertutup dan penuh rahasia.

2.7. Kriteria Diagnosis


Dalam nomen klatur kedokteran, ketergantungan NAPZA adalah suatu jenis
penyakit atau “disease entity” yang dalam ICD-10 (international classification of disease
and health related problems-tenth revision 1992) yang dikeluarkan oleh WHO
digolongkan dalam “Mental and behavioral disorders due to psychoactive substance use
“.
Gambaran klinis utama dari fenomena ketergantungan dikenal dengan istilah
sindrom ketergantungan (PPDGJ-III, 1993). Sehingga diagnosis ketergantungan NAPZA
ditegakkan jika diketemukan tiga atau lebih dari gejala-gejala di bawah selama masa
setahun sebelumnya (Sadock, 2010):
1. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk
menggunakan NAPZA
2. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan NAPZA sejak awal,
usahapenghentianatautingkatpenggunaannya
3. Keadaan putus NAPZA secara fisiologis ketika penghentian penggunaan NAPZA atau
pengurangan, terbukti orang tersebut menggunakan NAPZA atau golongan NAPZA
yang sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala
putus obat.
4. Adanya bukti toleransi, berupa peningkatan dosis NAPZA yang diperlukan guna
memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis yang lebih rendah.
5. Secara progressif mengabaikan alternatif menikmati kesenangan karena penggunaan
NAPZA, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau
menggunakan NAPZA atau pulih dari akibatnya
6. Meneruskan penggunaan NAPZA meskipun ia menyadari dan memahami adanya
akibat yang merugikan kesehatan akibat penggunaan NAPZA seperti gangguan fungsi
hati karena minum alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat penggunaan
yang berat atau hendaya fungsi kognitif. Segala upaya mesti dilakukan untuk
memastikan bahwa pengguna NAPZA sungguh – sungguh menyadari akan hakikat
dan besarnya bahaya.

2.8. Terapi dan Upaya Pemulihan


Karakteristik terapi adiksi yang efektif NIDA (National Institute of Drug Abuse,
1999) menunjuk 13 prinsip dasar terapi efektif berikut, untuk dijadikan pegangan bagi
para profesional dan masyarakat (The Indonesian Florance Nightingale Foundation,
2011):
1. Tidak ada satupun terapi yang serupa untuk semua individu
2. Kebutuhan mendapatkan terapi harus selalu siap tersedia setiap waktu. Seorang
adiksi umumnya tidak dapat memastikan kapan memutuskan untuk masuk dalam
program terapi. Pada kesempatan pertama ia mengambil keputusan, harus secepatnya
dilaksanakan ( agar ia tidak berubah pendirian kembali )
3. Terapi yang efektif harus mampu memenuhi banyakkebutuhan( needs ) individu
tersebut, tidak semata – mata hanya untuk kebutuhan memutus menggunakan
NAPZA
4. Rencana program terapi seorang individu harus dinilai secara kontinyu dan kalau
perlu dapat dimodifikasi guna memastikan apakan rencana terapi telah sesuai dengan
perubahan kebutuhan orang tersebut atau belum.
5. Mempertahankan pasien dalam satu periode program terapi yang adekua tmerupakan
sesuatu yang penting guna menilai apakah terapi cukup efektif atau tidak
6. Konseling dan terapi perilaku lain merupakan komponen kritis untuk mendapatkan
terapi yang efektif untuk pasien adiksi
7. Medikasi atau psikofarmaka merupakan elemen penting pada terapi banyak pasien,
terutama bila dikombinasikan dengan konseling dan terapi perilaku lain
8. Seorang yang mengalami adiksi yang juga menderita gangguan mental, harus
mendapatkan terapi untuk keduanya secara integratif
9. Detoksifikasi medik hanya merupakan taraf permulaan terapi adiksi dan detoksifikasi
hanya sedikit bermakna untuk menghentikan terapi jangka panjang
10. Terapi yang dilakukan secara suka rela tidak menjamin menghasilkan suatu bentuk
terapi yang efektif
11. Kemungkinan penggunaan zat psikoaktif selama terapi berlangsung harus dimonitor
secara kontinyu
12. Program terapi harus menyediakan assesmentuntuk HIV / AIDS ,hepatitis B dan C,
tuberkulosis dan penyakit infeksi lain dan juga menyediakan konseling untuk
membantu pasien agar mampu memodifikasi atau mengubah tingkah lakunya, serta
tidak menyebabkan dirinya atau diri orang lain pada posisi yang beresiko
mendapatkan infeksi
13. Recovery dari kondisiadiksi NAPZA merupakan suatu proses jangka panjang dan
sering mengalami episode terapi yang berulang – ulang

A. Sasaran terapi
Sasaran jangka panjang terapi pasien/ klien dengan adiksi NAPZA :
1. Abstinensia atau mengurangi penggunaan NAPZA bertahap sampai abstinensia
total. Hasil yang ideal untuk terapi adiksi NAPZA adalah penghentian total
penggunaan NAPZA. Perjanjian pada awal terapi sangat penting dilakuakan,
terutama dalam komitmen terapi jangka panjang. Komitmen tersebut membantu
menurunkan angka morbiditas dan penggunaan NAPZA. Umumnya mayoritas
pasien / klien perlu mendapat motivasi yang cukup kuat untuk menerima
abstinensia total sebagai sasaran terapi.
2. Mengurangi frekuensi dan keparahan relaps. Pengurangan frekuensi penggunaan
NAPZA dan keparahannya merupakan sasaran kritis dari terapi. Fokus utama dari
pencegahan relaps adalah membantu pasien. Klien mengidentifikasi situasi yang
menempatkan dirinya kepada resiko relaps dan menggembangkan respon
alternatif asal bukan merupakan NAPZA. Pada beberap pasien atau klien, situasi
sosial atau interpersonal dapat merupakan faktor beresiko terjadinya relaps.
Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps sering menjadikan sasaran yang
realistik dari pada pencegahan yang sempurna.
3. Perbaikan dalam fungsi psikologi dan penyesuaian fungsi sosial dalam
masyarakat. Gangguan penggunaan zat sering dikaitkan dengan problema
psikologi dan sosial, melepaskan diri dari hubungan antar teman dan keluarga,
kegagalan dalam performance di sekolah maupun dalam pekerjaan, problema
finensial dan hukum dan gangguan dalam fungsi kesehatan umum. Mereka
memerlukan terapi spesifik untuk memperbaiki gangguan hubungannya dengan
orang lain tersebut, mengembangkan keterampilan sosial serta mempertahankan
status dalam pekerjaannya disamping mempertahankan dirinya semaksimal
mungkin agar tetap dalam kondisi bebas obat.
B. Tahapan terapi
Proses terapi adiksi zat umumnya dapat dibagi atas beberapa fase berikut:
1. Fase penilaian (assesment phase), sering disebut dengan fase penilaian awal
(initial intake). Informasi dapat diperoleh dari pasien dan juga dapat diperoleh
dari anggota keluarga, karyawan sekantor, atau orang yang menanggung biaya.
Termasuk yang perlu dinilai adalah :
2. Penilaian yang sistematik terhadap level intiksokasi, keparahan gejala – gejala
putus obat, dosis zat terbesar yang digunakan terakhir, lama , awitan gejala,
frekuensi dan lamanya penggunaan, efek subjektif dari semua jenis zat yang
digunakan.
3. Riwayat medis dan psikiatri umum yang komprehensif, termasuk status
pemeriksaan fisik dan mental lengkap, untuk memastikan ada tidaknya
gangguan komorbiditas psikiatris dan medis seperti tanda dan gejala
intoksikasi atau withdrawal. Pada beberapa kasus di indikasikan juga
pemeriksaan psikologik dan neuro – psikologi
4. Riwayat terapi gangguan penggunaan zat sebelumnya , termasuk karakteristik
berikut: setting terapi, kontekstual (voluntary, non voluntary), modalitas terapi
yang digunakan, kepatuhan terhadap program terapi, lamanya (singkat 3
bulanan, sedang 1 tahun) dan hasil dengan program jangka panjang, berikut
dengan jenis zat yang digunakan, level fungsi sosial dan okupasional yang
telah dicapai dan variabel hasil terapi lainnya
5. Riwayat penggunaan zat sebelumnya, riwayat keluarga dan riwayat sosio –
ekonomik lengkap, termasuk informasi tentang kemungkinan adanya
gangguan penggunaan zat dan gangguan psikiatri pada keluarga, faktor –
faktor dalamk eluarga yang mengkontribusi berkembang atau penggunaan zat
terus menerus, penyesuaian sekolah dan vokasional, hubunggan dengan
kelompok sebaya, problema finansial dan hukum, pengaruh lingkungan
kehidupan sekarang terhadap kemampuannya untuk mematuhi terapi agar
tetap abstinensia di komunitasnya, karakteristi klingkungan pasien ketika
menggunakan zat (dimana, dengan siapa, berapa kali/ banyak, bagaimana cara
penggunaan).
6. Skrining urin dan darah kualitatif dan kuantitatif untuk jenis – jenis NAPZA
yang disalah gunakan, pemerisaan – pemeriksaan laboratorium lainnya
terhadap kelainan – kelainan yang dikaitkan dengan penggunaan zat akut atau
menahun.
7. Skrining penyakit – penyaki tinfeksi dan penyak itlain yang sering
diketemukan pada pasien/lien ketergantungan zat (seperti HIV, tuberkulosis,
hepatitis).
8. Fase terapi detoksifikasi, sering disebut dengan fase terapi withdrawal atau
fase terapi intoksikasi. Fase ini memiliki beragam variasi :
a. Rawat inap dan rawat jalan
b. Intensive out – patient treatment
c. Terapi simptomatik
d. Rapid dotoxification, ultra rapid detoxification
e. Detoksifikasi dengan menggunakan: kodein dan ibuprofen, klonidin
dan naltrexon, buprenorfin, metadon
9. Fase terapi lanjutan. Tergantung pada keadaan klinis, strategi terapi harus
ditekankan kepada kebutuhan individu agar tetap bebas obat atau
menggunakan program terapi subtitusi (seperti antagonis – naltrexon, agonis
metadon, atau partial – agonis brupenorfin). Umumnya terapi yang baik
berjalan antara 24 sampai 36 bulan. Terapi yang lamanya kurang dari jangka
waktu tersebut,umumnya memiliki relaps rate yang tinggi.

BAB III
METODE

1. Analisis Situasi dan Kondisi Puskesmas

1.1. Data Wilayah Kerja Serta Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Puskesmas Kusuma Bangsa merupakan puskesmas daerah perkotaan yang terletak di


Jl. Laksda Yos Sudarso No 1, Panjang Wetan, Pekalongan Utara, Kota Pekalongan.
Wilayah kerja Puskesmas ini meliputi 3 Kelurahan di Kecamatan Pekalongan Utara,
yaitu Kelurahan Panjang Wetan, Kandang Panjang dan Panjang Baru.
Puskesmas Kusuma Bangsa terdiri dari 1 Puskesmas Induk, 2 Puskesmas Pembantu
yang yang terdiri dari Puskesmas Pembantu Panjang Wetan yang buka setiap hari dan
Puskesmas Kandang Panjang yang buka setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu.

Gambar 1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Kusuma Bangsa


Tabel 1. Data Wilayah dan Fasilitas Pelayanan

Jumlah Sekolah Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Desa Waktu
Kelurahan/ Desa Luas Jarak ke Jumlah Jumlah Jumlah
No Gondok Tempuh ke
Desa Tertinggal Wilayah Puskesmas RT/RW Rumah KK
Endemik Puskesmas Bidan
T SD/M SMP/ SLTA/M Dokter Klini
Paud Pontren Pustu praktek Apotek
K I MTs A swasta k
mandiri
Panjang
1 - - 141 Ha 80 m 1 menit 79/13 2289 3465 8 5 5 2 0 3 1 0 2 0 0
Wetan

Kandang 150,150
2 - - 1900 m 10 menit 65/13 2671 4397 3 2 4 3 0 0 1 0 0 1 1
Panjang Ha

Panjang 11,117
3 - - 950 m 8 menit 60/10 1692 3443 7 4 1 0 1 0 0 1 2 0 4
Baru Ha

Tabel 2. Peran Serta Masyarakat


Jumlah Jumlah Kader Dukun Bayi Tokoh Masyarakat Keterangan
No Kelurahan/ Desa
Posyandu Dilatih Aktif % Dilatih Aktif % Dilatih Aktif %
1 Panjang Wetan 15 75 75 100 10 10 100 10 10 100 Tokoh
2 Panjang Baru 12 63 63 100 7 7 100 10 10 100 masyarakat :
3 Kandang Panjang 17 93 93 100 2 2 100 10 10 100 FKSS, Kader ASI,
                        Kader Permata
                        Hati
  Jumlah 44 231 231 300 14 14 300 90 90 300  

A.
Tabel 3. Data Kesehatan Lingkungan
Jamban Keluarga
Jumlah Rumah TPM TTU TPA SAB SPAL
Sehat
Kelurahan/ Keluarga
No Keluarga % % Rumah
Desa Rumah Memenuhi Memenuhi Memenuhi Pemakai
Diperiksa % Diperiksa % Diperiksa % Diperiksa % Memakai Dari dari dg %
Sehat Syarat Syarat Syarat Jaga
AB Target target SPAL
Sehat
Panjang
1 20 20 100 42 39 92,9 41 38 92,7 - - - 3150 100 2970 94,3 2365 100
wetan
Kandang
2 20 20 100 31 29 93,5 26 24 92,3 - - - 2642 100 2642 100 2485 84,6
Panjang
Panjang
3 20 20 100 8 6 75 15 13 86,7 - - - 2271 100 2271 100 1606 89,3
Baru
  Jumlah 60 60 100 81 74 53 82 75 91,5 8063 100 7883 97,8 6456 90,9

Tabel 4. Data Penduduk dan Sasaran Program


Jumlah Penduduk     Sasaran Program
BAYI Anak Balita) Sasaran Balita Anak Usia Sekolah Usia Produktif Usila Sasaran Gaki
Kelurah BUF Pere
No Pend. BUM AS/ Pedag Lak
an / Desa L P SMP mpu
Miskin IL BUL SD / SMA Pet Nelay Peraji ang/ Peg.S 60 i2 5-
L P Jml L P Jml L P Jml /MT PNS Lain2 an 5- Jml
IN MI /MA ani an n Buru wasta keatas 19
s 34
h thn
thn
Panjang
1 5803 5821 5738 101 80 181 438 345 783 539 425 964 199 190 1416 1057 0 0 326 0 3287 196 1435 1140 231 0 0 0
Wetan
Kandang
2 6173 7375 2902 96 84 180 415 364 779 511 448 959 198 189 1473 1160 0 5 104 0 5453 372 1513 638 847 0 0 0
Panjang
Panjang
3 5244 5085 1164 100 74 174 435 321 756 535 395 930 192 183 128 0 862 6 686 0 1808 125 820 6880 516 0 0 0
Baru
                                                           
 23  128  103  158
  Jumlah 17220 18281 9804  297 535 2318 1268  2853 589 562 3017 2217 862 11 1116 0 10548 693 3768 8658 1594 0  0  0 
8 8 0 5
1.2. DATA KHUSUS
1. Status Kesehatan
Tabel 5. Data Kematian
Jenis Kelamin Kelompok Usia Maternal
No Penyebab Kematian Bayi 0- Usia
Laki-Laki Perempuan Balita Bumil Bufas
12bln Sekolah
Susp BRPN
1   1 1        
(Bronkopneumonia)
2 BBLRS 3 1 2        
3 Labiopalatoskisis   1 1        
4 IUFD 1 3 4        
5 Asfiksia berat 1   1        
6 Susp fraktur 1     1      
7 Susp down syndrom 1   1        
8 Demam kejang   1 1        
9 Diare   1 1        
Jumlah 7 8 12 1

Tabel 6. Kunjungan
Jumlah Kunjungan
Jumlah Total
No Kelurahan / Desa Laki-laki Perempuan
Baru Lama Baru Lama Baru Lama
  Panjang Wetan 81 1027 106 1870 187 2897 3084
  Kandang Panjang 23 174 51 539 74 713 787
  Panjang Baru 1133 8536 923 15058 2056 23594 25650
                 
  Jumlah 1237 9737 1080 17467 2317 27204 29521

Tabel 7. Data Sepuluh Penyakit Terbanyak


Rawat Jalan
Jumlah
No Nama Penyakit Laki- Total
Perempuan
laki
Commond cold/Nasopharingitis
1 1173 1672 2845
akut
Infeksi Saluran Pernapasan
2 664 929 1593
bagian Atas (ISPA)
3 Hipertensi Primer 536 1051 1587
4 Diabetes Mellitus (NIDDM) 447 1030 1477
Demam yang tidak diketahui
5 396 371 767
sebabnya
6 Nyeri kepala 167 557 724
7 Diare dan gastroenteritis 332 368 700
8 Myalgia 174 494 668
9 Dyspepsia 192 405 597
10 Gastritis 74 232 306
Rawat Inap
BPJS
Jumlah
No Nama Penyakit Laki- Total
Perempuan
laki
1 Febris 24 24 48
2 Gastroenteritis 25 23 48
3 Thyphoid fever 22 24 46
4 Dyspneu 15 13 28
5 Hipertensi 9 7 16
6 Vomitus 9 7 16
7 ISPA 6 7 13
8 Diabetes mellitus 6 6 12
9 Leukositosis 7 4 11
10 Vertigo 4 7 11

JAMKESDA / SKTM
Jumlah
No Nama Penyakit Laki- Total
Perempuan
laki
1 Febris 2 1 3
2 Anemia 0 2 2
3 Gastroenteritis 2 0 2
4 Diabetes Mellitus 0 1 1
5 Abdominal Pain 0 1 1
6 Hiperemesis Gravidarum 2 0 2
7 Kejang Demam Sederhana 0 1 1
8 Dispepsia 0 1 1
9 Vertigo 0 1 1
10 Bronkopneumonia 0 1 1

UMUM
Jumlah
No Nama Penyakit Laki- Total
Perempuan
laki
1 Gastritis 3 2 5
2 Thypoid fever 1 3 4
3 Febris 1 2 3
4 Kejang Demam Sederhana 2 1 3
5 Vomitus 1 2 3
6 DHF 1 1 2
7 ISPA 1 1 2
8 Diabetes Mellitus 0 1 1
9 Hipertensi 1 0 1
10 Gastritis 0 1 1
2. Data Kejadian Luar Biasa
Tabel 8. Data Kejadian Luar Biasa
Jumlah Tindak
No Jenis KLB Lokasi Meninggal
Kasus Lanjut
1 Diare 0 0 0 -

2 DBD 0 0 0 -

3 Campak 0 0 0 -

4 Polio 0 0 0 -

5 Rabies 0 0 0 -

6 Covid-19 Kandang KP : 50 KP : 1 Petugas


Panjang PW : 52 PW : 1 melakukan
(KP), PB : 42 PB :0 test,
Panjang tracing,
Baru (PB), treatmen
Panjang
Wetan
(PW)

3. Cakupan Program Pelayanan Kesehatan


Tabel 9. Hasil Kinerja Cakupan Pelayanan Kesehatan Puskesmas Kusuma
Bangsa Tahun 2020
NO JENIS PELAYANAN TARGET HASIL CAPAIA TINGKAT
SASARAN N KINERJA

UPAYA KESEHATAN WAJIB        


I PROMOSI KESEHATAN        
  A Perilaku Hidup Bersih dan Sehat        
:
    1. Cakupan Rumah Tangga ber- 75,20% 81,95% 100% Baik
PHBS
    2. Persentase Tatanan Institusi 81% 100% 100% Baik
Pendidikan yang melaksanakan
PHBS
  B Mendorong terbentuknya Upaya
Kesehatan Bersumber
Masyarakat
    1. Presentase Posyandu strata 19,5% 25% 100% Baik
mandiri
    2. Presentase Kelurahan Siaga 12% 33% 100% Baik
Aktif Mandiri
TOTAL 100% Baik

II.   KESEHATAN LINGKUNGAN


  A Penyehatan Air

    1. Proporsi penduduk akses air 75% 100% 100% Baik


bersih
2. Persentase kualitas air minum di 75% 76% 100% Baik
penyelenggara air minum
memenuhi syarat
  B Hygiene Dan Sanitasi Makanan
Dan Minuman
    1. Proporsi TPM memenuhi syarat 18% 15% 83% Cukup
kesehatan
  C Penyehatan lingkungan
permukiman dan jamban
keluarga
    1. Proporsi penduduk akses jamban 100% 99% 99% Baik

  D Sanitasi Berbasis Masyarakat

    1. Jumlah kelurahan ODF 3 kelurahan 2 66,66% Kurang

2.Fasyankes ramah lingkungan 80% 27% 33,75% Kurang


(bebas dari penggunaan alkes
bermerkuri)
  E Pengawasan Sanitasi TTU

    1. Proporsi TTU memenuhi syarat 82% 90% 100% Baik


kesehatan
TOTAL 88% Cukup

III.   KESEHATAN IBU DAN ANAK


& KELUARGA BERENCANA
  A Kesehatan Ibu

    1. Presentase kunjungan bumil k1 100% 100% 100% Baik

    2. Persentase ibu hamil mendapat 100% 100% 100% Baik


pelayanan kesehatan sesuai standar
    3. Persentase ibu bersalin 100% 100% 100% Baik
mendapat pelayanan kesehatan
sesuai standar
    4. Persentase ibu nifas yang 100% 100% 100% Baik
memperoleh 3 kali pelayanan
sesuai standar
    5. Persentase Bumil dengan 100% 100% 100% Baik
komplikasi yang ditangani.
    6. Persentase ibu hamil dengan 20% 30,17% 100% Baik
resiko tinggi terdeteksi oleh nakes
  B Kesehatan Bayi

    1. Cakupan neonatal dengan 100% 92,08% 92,08% Baik


komplikasi yang ditangani
    2. Persentase bayi baru lahir 91% 100% 100% Baik
mendapat pelayanan kesehatan
sesuai standar
    3. Kunjungan Bayi 100% 88,95% 88,95% Cukup

  C Upaya Kesehatan Balita dan


Anak Pra Sekolah
    1. Persentasi anak balita mendapat 100% 97,78% 97,78% Baik
pelayanan kesehatan sesuai standar
    2. Persentase anak-anak Pra 100% 91% 91% Cukup
  Sekolah mendapat pelayanan
SDIDTK
  D Pelayanan Keluarga Berencana

    1. Cakupan peserta KB aktif 85% 68,82% 81% Cukup

TOTAL 96% Baik

IV.   UPAYA PERBAIKAN GIZI


MASYARAKAT
    1. Pemberian kapsul vitamin A 100% 100% 100% Baik
(dosis 100.000 SI) pada anak usia
6-11 bln
    2. Pemberian kapsul vitamin A 99% 100% 100% Baik
(dosis 200.000 SI) pada anak usia
1-5 tahun
    3.  Pemberian tablet besi (90 tablet) 95% 94,92% 100% Baik
pada ibu hamil
    4. Persentase balita kurus 85% 100% 100% Baik
mendapat makanan tambahan
(indikator : BB/TB)
    5. Persentase balita ditimbang berat 82% 48% 58% Kurang
badannya (D/S)
6. Persentase balita gizi buruk <0,05% 0% 100% Baik

7. Persentase remaja putri 30% 100% 100% Baik


mendapat Fe
8. Persentase bayi baru lahir 50% 100% 100% Baik
mendapat IMD
9. Persentase Bayi usia 0-6 bln 50% 60,56% 100% Baik
mendapat ASI ekslusif
TOTAL 95,33% Baik

V.   UPAYA PENCEGAHAN DAN


PEMBERANTASAN
PENYAKIT MENULAR
  A TB Paru

    1. Cakupan penemuan kasus TB 50% 21,78% 43,56% Kurang

    2. Cakupan penderita TB dengan 85% 92,31% 100% Baik


BTA positif yang disembuhkan
3. Cakupan penemuan TB anak 3% 16,67% 100% Baik

4. Persentase orang dengan 100% 100% 100% Baik


tuberkulosis (TB) yang mendapat
pelayanan kesehatan sesuai standar
  B Kusta

    1.  Cakupan penemuan penderita <1% 8,45% 91,55% Baik


kusta baru
    2. Cakupan pengobatan penderita 100% 100% 100% Baik
kusta
3. Cacat tingkat 2 <5% 0% 100% Baik

  C Diare

    1. Penemuan kasus diare 90% 66,7% 74% Kurang

    2. Kasus Diare ditangani 100% 100% 100% Baik

  D ISPA

    1. Cakupan penemuan dan 100% 14,48% 14,48% Kurang


tatalaksana penderita pnemonia
balita
  E Demam Berdarah Dengue (DBD)

    1. Angka Bebas Jentik (ABJ) 95% 98,6% 100% Baik

    2. Cakupan penemuan penderita <2/10.000 0% 99,99% Baik


DBD (IR)
    3. Angka Kematian Kasus DBD <1% 0% 99,99% Baik
(CFR)
  F Pelayanan Imunisasi

    1. Imunisasi DPT 3 pada bayi 95% 88,6% 93% Baik

    2. DO DPT3 - Campak 5% 4,24% 95,76% Baik

    3. Imunisasi Hb0 95% 94,5% 99% Baik

    4. Imunisasi campak pada bayi 95% 89% 93,6% Baik

    5. Imunisasi DT pada anak kelas 1 98% 84% 86% Cukup


SD
    6. Imunisasi Td pada anak kelas 2 98% 88% 90% Cukup
    7. Persentase anak usia 0-11 bulan 95% 88,6% 93% Cukup
yang mendapat imunisasi dasar
lengkap
    8. Persentase desa yang mencapai 100% 100% 100% Baik
Universal Child Imunisasi (UCI)
G Surveilans

1. Ketepatan dan Kelengkapan lap 100% 98,11% 98,11% Baik


W2 puskesmas
  H FILARIASIS

    1. Kasus Filariasis yang ditangani 100% 0% 0% Tidak ada


kasus
I HIV/AIDS

1. Cakupan pemeriksaan HIV pada 100% 85,57% 86% Baik


ibu hamil
2. Cakupan pemeriksaan HIV pada 100% 100% 100% Baik
penderita TB
3. Cakupan pemeriksaan HIV pada 100% 100% 100% Baik
penderita IMS
J Hepatitis

1. Cakupan pemeriksaan Hepatitis 100% 100% 100% Baik


pada ibu hamil
TOTAL 98% Baik

VI PENYAKIT TIDAK MENULAR


DAN KESEHATAN JIWA
1. Persentase penduduk usia 100% 22,5% 22,5% Kurang
produktif yang mendapatkan
pelayanan skrining kesehatan PTM
sesuai standar
2. Persentase penderita hipertensi 100% 12,10% 12,10% Kurang
yang mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar
3. Persentase penderita Diabetes 100% 56,4% 56% Kurang
Mellitus yang mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar
4. Persentase penderita orang 90% 65,6% 73% Kurang
dengan gangguan jiwa (ODGJ)
mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar
5. Jumlah kelurahan terbentuk 3 kelurahan 3 3 Baik
posbindu
6. Persentase perempuan usia 30- 2% 0,5% 25% kurang
50 th yang dideteksi dini kanker
serviks & payudara
TOTAL 27% Kurang

VI   UPAYA PENGOBATAN
I.
   A PENGOBATAN

    1. Kunjungan rawat jalan umum 15% 20,8% 100% Baik

    2. Kunjungan rawat jalan gigi 2% 2,4% 100% Baik

   B PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
    1. Pemeriksaan Hb pada Bumil K1 100% 100% 100% Baik

    2. Pemeriksaan darah trombosit 100% 100% 100% Baik


tersangka DBD
    3. Pemeriksaan test kehamilan 100% 100% 100% Baik
    4. Pemeriksaan sputum Tb 100% 100% 100% Baik
TOTAL 100% Baik

Rata-rata 86% cukup

VIII UPAYA KESEHATAN


PENGEMBANGAN
  A Puskesmas dengan Rawat
. inap
  1. Angka Penggunaan tempat 60% 26,39% 44% Kurang
tidur (BOR)
  2. Angka perawatan (LOS) 5% 2% 100% Baik
  B
Upaya Kesehatan Usia

Lanjut
   
1. cakupan lansia yang 100% 36,62% 37% kurang
mendapat pelayanan kesehatan
C Upaya Kesehatan Anak Usia
Sekolah dan Remaja
1. Cakupan penjaringan 100% 100% 100% Baik
kesehatan siswa SD kelas1
2. Cakupan skrining anak 100% 0 0 Tidak dapat
sekolah kesehatan remaja dilaksanakan
(SMP)
3. Cakupan skrining anak 100% 0 0 Tidak dapat
sekolah kesehatan remaja dilaksanakan
(SMA)
RATA-RATA 70% kurang

4.
Adapun perkembangan pelaksanaan UKM bidang Promosi Kesehatan sejak
bulan Januari 2021 sampai dengan Agustus 2021 dirangkum dalam tabel
berikut
Tabel 10. Perkembangan Pelaksanaan UKM Bidang Promosi Kesehatan Sejak Bulan Januari 2021 Sampai Dengan Agustus 2021
JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS MASALAH
NO INDIKATOR
TARGE CAPAIA TARGE CAPAIA TARGE CAPAIA TARGE CAPAIA TARGE CAPAIA TARG CAPAIA TARGE CAPAIA TARGE CAPAIA
T N T N T N T N T N ET N T N T N

1 Rumah Tangga Sehat yang 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% Belum Terlaksana
memenuhi 11 - 16 indikator
PHBS (strata utama dan
paripurna)

2 Institusi Pendidikan yang 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% Belum Terlaksana
memenuhi 12-15 indikator
PHBS (strata utama dan
paipurna)

3 Tempat Kerja yang memenuhi 20% 0% 20% 0% 20% 0% 20% 0% 20% 0% 20% 0% 20% 0% 20% 0% Belum Terlaksana
8-9/ 7-8 indikator PHBS
Tempat-Tempat Kerja (strata
utama dan paripurna)

4 Kegiatan intervensi pada 50% 0% 50% 0% 50% 0% 50% 0% 50% 0% 50% 0% 50% 0% 50% 0% Belum Terlaksana
Kelompok Rumah Tangga

5 Kegiatan intervensi pada 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% Belum Terlaksana
Institusi Pendidikan

6 Kegiatan intervensi pada 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% Belum Tercapai
Tempat Kerja

7 Posyandu Mandiri 30% 33% 30% 33% 30% 33% 30% 33% 30% 33% 30% 33% 30% 33% 30% 33% Tercapai

8 Penyuluhan Napza 20% 0% 20% 0% 20% 0% 20% 0% 20% 0% 20% 0% 20% 0% 20% 0% Belum Terlaksana
9 Kelurahan Siaga Aktif 30% 33% 30% 33% 30% 33% 30% 33% 30% 33% 30% 33% 30% 33% 30% 33% Tercapai
Mandiri

10 Pembinaan Kelurahan Siaga 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 33% 100% 33% 100% 33% 100% 33% Belum Tercapai

11 Promosi kesehatan untuk 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 25% 100% 25% 100% 25% 100% 100%
program prioritas di dalam
gedung Puskesmas dan Tercapai
jaringannya (Sasaran
masyarakat )

12 Promosi kesehatan untuk 100% 0,00% 100% 0,00% 100% 0,00% 100% 0,00% 100% 8,33% 100% 8,33% 100% 8,33% 100% 8,33%
program prioritas melalui
pemberdayan masyarakat di Belum Tercapai
bidang kesehatan ( kegiatan di
luar gedung Puskesmas)

13 Pembinaan tingkat 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 0% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Tercapai
perkembangan Poskestren
5. Data Ketenagaan
Tabel 11. Data Ketenagaan
Yang ada Status Kepegawaian
No Jenis Ketenagaan Keterangan
sekarang PNS NON PNS
  I. Puskesmas Induk  
A. KESEHATAN
1 Dokter 3 3 0  
2 Dokter Gigi 1 1 0  
4 Bidan        
  a. DIV Kebidanan 2 2 0  
  b. DIII Kebidanan 11 3 8  
5 Perawat        
  a. Profesi Keperawatan 4 2 2  
  b. DIII Keperawatan 6 3 3  
6 Perawat Gigi 1 0 1  
7 Sanitarian 1 1 0  
8 Kesehatan Masyarakat 2 0 2  
9 Tenaga Laboratorium 2 1 1  
10 Pengelola Obat        
  1. Apoteker 1 0 1  
  2. Asisten Apoteker 2 1 1  
11 Perekam Medis 2 1 1  
12 Nutrisionis 2 1 1  
B. NON KESEHATAN
13 Tenaga Administrasi 3 2 1  
14 Tenaga Akuntansi 2 0 2
15 Supir 3 1 2  
15 Penjaga Kantor 2 0 2  
17 Juru Masak 1 0 1  
18 Petugas Kebersihan 1 0 1  
19 Caraka 1 1 0  
TOTAL 53 23 30  

2. Analisis Potensi dan Identifikasi Isu Strategis

A. Analisis Potensi

Analisis penyebab masalah dilakukan berdasarkan pendekatan sistem sehingga dapat


dilihat apakah output (skor pencapaian suatu indikator kinerja) mengalami masalah
atau tidak. Apabila ternyata bermasalah, penyebab masalah tersebut dapat kita
analisis dari input dan proses kegiatan tersebut. Input mencakup indikator yaitu man
(sumber daya manusia), money (sumber dana), method (cara pelaksanaan suatu
kegiatan), material (perlengkapan), minute (waktu) dan market (sasaran). Proses
menjelaskan fungsi manajemen yang meliputi tiga indikator yaitu: P1 (perencanaan),
P2 (penyelenggaraan) dan P3 (pengawasan, pemantauan, dan penilaian).

I. Input

a. Man (Tenaga Kesehatan)

Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai


keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No. 75 tahun 2014 pasal 16 ayat 3 jenis tenaga kesehatan di
Puskesmas paling sedikit terdiri atas dokter atau dokter layanan primer,
dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan
lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga
kefarmasian. Jumlah tenaga kesehatan dalam wilayah Puskesmas Kusuma
Bangsa adalah sebagai berikut:

1) Dokter Umum

Dokter umum yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah Puskesmas


Kusuma Bangsa pada tahun 2021 sebanyak 3 orang. Jumlah dokter
pada puskesmas kawasan pedesaan dengan fasilitas rawat inap
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (RI) No. 75
tahun 2014 tentang Puskesmas adalah minimal 2 orang.

2) Dokter Gigi

Dokter gigi yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah Puskesmas


Kusuma Bangsa 1 orang. Jumlah dokter gigi pada puskesmas kawasan
pedesaan dengan fasilitas rawat inap menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas adalah minimal 1
orang.

3) Tenaga Perawat
Tenaga perawat di Puskesmas Kusuma Bangsa pada tahun 2021
sebanyak 11 orang. Jumlah tenaga perawat pada puskesmas kawasan
pedesaan dengan fasilitas rawat inap menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas adalah minimal 8
orang.

4) Tenaga Bidan

Tenaga bidan di Puskesmas Kusuma Bangsa berjumlah 13 orang.


Jumlah tenaga perawat pada puskesmas kawasan pedesaan dengan
fasilitas rawat inap menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75
tahun 2014 tentang Puskesmas adalah minimal 7 orang.

5) Tenaga Farmasi

Tenaga farmasi di Puskesmas Kusuma Bangsa berjumlah 3 orang.


Jumlah tenaga perawat pada puskesmas kawasan pedesaan dengan
fasilitas rawat inap menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75
tahun 2014 tentang Puskesmas adalah minimal 1 orang.

6) Tenaga Gizi

Tenaga Gizi di Puskesmas Kusuma Bangsa berjumlah 2 orang. Jumlah


tenaga gizi pada puskesmas kawasan pedesaan dengan fasilitas
rawat inap menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun
2014 tentang Puskesmas adalah minimal 2 orang.

7) Tenaga Kesehatan Masyarakat

Tenaga Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Kusuma Bangsa


berjumlah 2 orang. Jumlah tenaga perawat pada puskesmas kawasan
pedesaan dengan fasilitas rawat inap menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas adalah minimal 1
orang.

8) Ahli Teknologi Laboratorium

Ahli Teknologi Laboratorium di Puskesmas Kusuma Bangsa


berjumlah 2 orang. Jumlah tenaga perawat pada puskesmas kawasan
pedesaan dengan fasilitas rawat inap menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas adalah minimal 1
orang.

9) Tenaga Kesehatan Lingkungan

Tenaga Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Kusuma Bangsa


berjumlah 1 orang. Jumlah tenaga perawat pada puskesmas kawasan
pedesaan dengan fasilitas rawat inap menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas adalah minimal 1
orang.

Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Kusuma Bangsa sudah


memenuhi standar Puskesmas dari Permenkes No 75 Tahun 2014.

b. Money (Sumber Dana)

Sumber dana operasional kegiatan program UKM Puskesmas Kusuma


Bangsa tahun 2021 berasal dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
Pendanaan program promosi kesehatan melalui Penyuluhan Napza berasal
dari dana BOK.

c. Material

Di wilayah kerja Puskesmas Kusuma Bangsa terdapat 2 Puskesmas


Pembantu, yaitu Puskesmas Pembantu Panjang Wetan dan Puskesmas
Pembantu Kandang Panjang. Puskesmas Kusuma Bangsa sudah dilengkapi
dengan fasilitas Rawat Inap, Ruang Gawat Darurat, 1 mobil ambulans, dan
sebuah laboratorium. Bila perlu mobil ambulans juga dapat digunakan
sebagai transportasi petugas apabilah terdapat kegiatan diluar puskesmas.
Puskesmas Kusuma Bangsa juga memiliki sarana dan prasarana yang
mendukung untuk pelaksanaan promo kesehatah cukup memadai. Saat
pelaksanaan petugas biasanya menggunakan laptop untuk melakukan
program penyuluhan NAPZA kepada target sasaran.

Namun pada masa pandemi covid-19 kegiatan penyuluhan


berlangsung secara virtual, namun sarana dan prasarana yang mendukung
pelaksanaan Program Penyuluhan Napza kurang memadai karena alat yang
digunakan yaitu television (TV) sedang mengalami kerusakan, dimanasaat
pelaksanaan Program Penyuluhan NAPZA biasanya menggunakan siaran
TV yang diletakan di ruang tunggu untuk melakukan penyuluhan kepada
target sasarannya yaitu pasien dan pengunjung Puskesmas Kusuma Bangsa.

d. Method

Promosi kesehatan dalam program Penyuluhan Napza dilakukan


dengan tujuan menjelaskan tentang pengertian NAPZA dan klasifikasinya,
bahaya penyalagunaan NAPZA, tanda dan gejala ketergantungan NAPZA,
dan cara pencegahan NAPZA.

Penyuluhan biasanya dilakukan oleh petugas puskesmas yang


berkaitan dengan program Penyuluhan NAPZA . Petugas akan menyiapkan
materi kemudian ditampilkan melalui presentasi atau kegiatan penyuluhan.
Atau dapat disiarkan melalui siaran TV di ruang tunggu untuk disebarkan
kepada pasien dan pengunjung Puskesma Kusuma Bangsa.

e. Minute

Promosi Kesehatan untuk program penyuluhan NAPZA dilakukan


oleh tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu
tertentu. Dimana kegiatan penyuluhan kelompok pada rumah tangga atau
kelompok yang ada di wilayah puskesmas selama 1 tahun dibagi (4 kali
jumlah posyandu yang ada di wilayah puskesmas), pada institusi
pendidikan selama 1 tahun dibagi (jumlah institusi pendidikan), pada
tempat kerja selama 1 tahun dibagi (jumlah tempat kerja yang dikaji
PHBS). Waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan penyuluhan NAPZA
adalah 60 menit, dengan rincian 30 menit presentasi, 30 menit tanya jawab.

Namun pada masa pandemi covid-19 saat ini, waktu untuk kegiatan
program penyuluhan NAPZA tidak ada karena banyaknya kegiatan
puskesmas yang membutuhkan tenaga kesehatan.

f. Market
Sasaran promosi kesehatan untuk program penyuluhan NAPZA
prioritas di tingkat sebelum seseorang menggunakan NAPZA pada
kelompok potensial (generasi muda, tokoh masyarakat, kader dll) yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kusuma
Bangsa yaitu warga kelurahan Panjang Wetan, Kandang panjang, dan
Panjang Baru.

II. Proses

1) Perencanaan (P1)

Perencanaan program kegiatan Puskesmas dimulai dengan tahap


persiapan untuk menyusun rencana kegiatan dan target yang hendak
dicapai. Kemudian dilakukan pengumpulan data dan perumusan masalah.
Lalu masing-masing bidang akan membuat Rencana Usulan Kegiatan
(RUK) terintegrasi bersama dengan lintas sektor terkait, sehingga
didalamnya akan mencakup target pencapaian output. RUK yang
terintegrasi dan telah disetujui nantinya akan dibuat menjadi Rencana
Pelaksanaan Kegiatan (RPK) dalam bulanan maupun tahunan. Tahap
penyusunan RPK dilakukan melalui pendekatan keterpaduan lintas program
dan lintas sektor sehingga kegiatan Puskesmas dapat terselenggara secara
efisien, efektif, bermutu dan target yang ditetapkan pada perencanaan dapat
tercapai (Permenkes, 2016).

Perencanaan yang dilakukan Puskesmas Kusuma Bangsa dalam


menjalankan promosi kesehatan salah satunya program penyuluhan
NAPZA yaitu diawali dengan penyusunan SOP dan jadwal kegiatan. Tahap
perencanaan program puskesmas cukup baik dengan adanya standar
prosedur operasional (SOP) program kegiatan.

2) Penggerakan dan pelaksanaan program (P2)

Penggerakan dan Pelaksanaan program/kegiatan merupakan kegiatan


lanjutan dari RPK. Proses P2 di Puskesmas didasarkan pada lokakarya mini
yang diadakan oleh Puskesmas Kusuma Bangsa setiap bulan untuk internal
bidang, dan untuk lintas sektoral diadakan setiap tiga bulan sekali. Pada
pertemuan tersebut membahas seberapa jauh pencapaian dan hambatan
yang muncul pada saat kegiatan bulan sebelumnya serta evaluasinya,
sehingga diharapkan mendapat umpan balik dari Kepala Puskesmas dan
petugas kesehatan lain (Permenkes, 2016).

Kegiatan dari program ini yaitu memberikan penyuluhan tentang


pengertian NAPZA dan klasifikasinya, bahaya penyalagunaan NAPZA,
tanda dan gejala ketergantungan NAPZA, dan cara pencegahan NAPZA
kepada masyarakat di wilayah kerja puskemas Kusuma Bangsa. Setelah
petugas promosi kesehatan menentukan jadwal dan tenaga kesehatan yang
bertugas untuk melakukan penyuluhan, mereka memberikan informasi
kepada pihak terkait atau tokoh masyarakat setempat mengenai kegiatan
tersebut. Petugas promkes bekerja sama dengan lurah dan kepala RW
setempat mengenai adanya tersebut sehingga komunikasi dan
penyelanggaraan kegiatan menjadi lebih mudah. Selain itu, terdapat
kerjasama antar bidang tenaga kesehatan dalam menjalankan
program ini.

3) Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kerja

Pengawasan internal dilakukan oleh kepala puskesmas, pelaksana program

dan penanggung jawab program. Pengawasan eksternal dilakukan oleh Dinas

Kesehatan Kota Pekalongan. Apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian baik

terhadap rencana, standar, peraturan perundangan maupun berbagai kewajiban

yang berlaku perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pengawasan dilakukan melalui kegiatan supervisi yang dapat dilakukan secara

terjadwal atau sewaktu-waktu (PMK, 2016). Proses pengawasan kegiatan di

Puskesmas Kusuma Bangsa sudah berjalan cukup baik.

Pelaporan kegiatan promosi kesehatan untuk program penyuluhan


NAPZA dilakukan setiap bulan oleh penanggung jawab program dan
dilaporkan ke Kepala Puskesmas melalui Kasubag TU, untuk dikompilasi
dengan laporan kegiatan lainnya. Pencatatan pelaporan pengawasan oleh
sanitarian dilakukan 1x dalam setahun untuk selanjutnya dikirimkan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten untuk diverifikasi.

Penilaian Kinerja Puskesmas dilaksanakan oleh Puskesmas dan


kemudian hasil penilaiannya akan diverifikasi oleh dinas kesehatan
kabupaten. Aspek penilaian meliputi hasil pencapaian pelaksanaan kegiatan
dan manajemen Puskesmas.

III. Output

Target minimal pelaksanaan program promosi kesehatan untuk program


Penyuluhan NAPZA adalah 20%, namun sejak Januari 2021 hingga Agustus
2021 tidak terlaksana. Sehingga capaian targetnya 0%.

IV. Outcome

Dampak yang dapat terjadi akibat tidak terlaksananya program program


penyuluhan NAPZA. Menurunya pengetahuan masyarakat tentang Bahaya
NAPZA, sehingga waspada terhadap narkoba juga menurun.

V. Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan pihak-pihak diluar komponen puskesmas yang


mempengarhi keberhasilan program kerja puskesmas. Puskesmas Kusuma
Bangsa mempunyai kader kesehatan posyandu, kader balita dan kader
kesehatan lainnya yang tersebar di setiap kelurahan wilayah kerja yang
mendukung pelaksanaan promosi kesehatan untuk program penyuluhan
NAPZA. Selain itu, Dinas kesehatan kota juga mendukung program tersebut
dengan memfasilitasi kegiatan penyuluhan pada komunitas tertentu, misalnya
pegawai pabrik di wilayah kerja Puskesmas Kusuma Bangsa.

B. Identifikasi Masalah (Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat)

Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT) untuk menilai


permasalahan pada proses tercapainya program promosi kesehatan untuk program
prioritas melalui pemberdayaan masyarakat di luar gedung Puskesmas, maka
didapatkan informasi sebagai berikut :
1. Strength
1) Puskesmas Kusuma Bangsa memiliki tenaga promosi kesehatan yang kompeten
dan bertanggung jawab dibidangnya.
2) Program ini bertujuan membantu pencapaian program Penyuluhan NAPZA
sehingga memperoleh dukungan yang baik dari internal maupun eksternal
puskesmas.
3) Kepala puskesmas mampu melakukan kepemimpinan yang efektif dan
bertanggungjawab dalam pengambilan kebijakan puskesmas.
4) Adanya kebijakan/ payung hukum terkait promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat
2. Weakness
a. Terbatasnya jumlah SDM dalam pelaksanaan program promosi kesehatan.

b. Kurang tersedianya waktu untuk pelaksanaan program ini karena banyaknya


program promosi kesehatan dan kegiatan di puskesmas yang membutuhkan
bantuan tenaga promosi kesehatan.

3. Opportunity
a. Terdapat dukungan pemerintah daerah dalam rangka kegiatan promosi kesehatan
untuk program prioritas.
b. Adanya media sosial resmi Puskesmas Kusuma Bangsa sehingga dapat
mempermudah penyebaran informasi dalam rangka promosi kesehatan.
c. Adanya kader promosi kesehatan di setiap desa di wilayah kerja Puskesmas
Kusuma Bangsa yang dapat membantu pemberdayaan masyarakat
d. Antusiasme yang baik oleh warga desa untuk mendapatkan informasi kesehatan.
4. Threat
a. Adanya pandemic covid-19
membuat kegiatan program promosi kesehatan menjadi terhambat salah satunya
program penyuluhan NAPZA
b. Tidak semua warga dapat
mengakses internet guna keperluan penyuluhan NAPZA secara online
c. Rusaknya media penyuluhan
NAPZA secara virtual yaitu television (TV)
d. Wilayah geografis wilayah kerja
Puskesmas Kusuma Bangsa rawan terjadi banjir
e. Belum optimalnya kerjasama
antar petugas.

Man Methode Material

Jumlah pelaksana program cukup Penyuluhan tentang NAPZA Ambulans tersedia, Laptop tersedia, TV
Rusak

Tidak
Terlaksananya
Program
Penyuluhan
NAPZA
generasi muda, tokoh masyarakat, kader
Dana dari BOK Tidak ada di wilaya kerja Puskesmas Kusuma
Bangsa

Money TIME Market

Gambar 2. Kerangka fishbone analisis penyebab masalah


Man Methode Material

Jumlah pelaksana program cukup Penyuluhan tentang NAPZA Ambulans tersedia, Laptop tersedia, TV
Rusak

Tidak
Terlaksananya
Program
Penyuluhan
NAPZA
generasi muda, tokoh masyarakat, kader
Dana dari BOK Tidak ada di wilaya kerja Puskesmas Kusuma
Bangsa

Money TIME Market

3. Alternatif Penyebab Masalah

Pandemi covid-19 mempengaruhi kegiatan promosi kesehatan salah satunya tidak


terlaksananya program penyuluhan NAPZA. Tidak terlaksanaya dikarenakan adanya
beberapa masalah. Pada saat pandemi sangat membutuhkan tenaga kesehatan lebih
banyak sehingga petugas untuk program tidak dapat melaksanakan program. Pada masa
pandemi social distancing diperlakukan guna mengurangi penularan virus covid-19
sehingga kegiatan penyuluhan yang biasanya dilakukan pada kelompok-kelompok
masyarakat tidak dapat dilakukan.

Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yaitu:

1. Melakukan penyuluhan NAPZA secara virtual melalui media sosial seperti zoom
yang mana dapat meminimalisir petugas dan menghemat waktu, dan juga dapat
diikuti oleh banyak masyarakat seperti tokoh masyarakat, kader, siswa sekolah dll,
yang dapat mewakili target sasaran yaitu masyarakat yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Kusuma Bangsa.
2. Penyuluhan Napza dapat dilakukan di aula Puskesmas Kusuma Bangsa dengan
pesertanya yaitu kader-kader setiap kelurahan yang dapat mewakili target sasarn
yaitu masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kusuma Bangsa.

3. Dapat dilakukan penyuluhan NAPZA di dalam ruangan puskesmas seperti diruang


tunggu , dimana targetnya yaitu pengunjung dan pasien puskesmas Kusuma Bangsa
yang dapat mewakili sasaran target yaitu masyarakat yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Kusuma Bangsa.

4. Rekomendasi dan Rencana Evaluasi

Rekomendasi yang dipilih adalah penyuluhan Napza secara virtual melalui media
sosial seperti zoom yang mana dapat menghindari penularan covid-19, meminimalisir
petugas dan menghemat waktu, dan juga dapat diikuti oleh banyak masyarakat seperti
tokoh masyarakat, kader, siswa sekolah dll, yang dapat mewakili target sasaran yaitu
masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kusuma Bangsa. Adapun materi
yang dapat disampaikan;

 Pengertian NAPZA

 Bahaya NAPZA

 Ciri-ciri dan gejala klinis ketergantungan NAPZA

 Cara pencegahan Penggunaan NAPZA

Evaluasi program kerja pertama kali dapat dilakukan setelah program berjalan selama
satu bulan, kemudian dapat dilanjutkan secara berkala setiap enam bulan sekali.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Tidak tercapainya target minimal pada salah satu program promosi kesehatan
yaitu penyuluhan NAPZA disebabkan belum terlaksananya kegiatan tersebut. Tidak
terlaksanya program merupakan dampak dari pandemi covid-19, yang mana pada
saat pandemi sangat membutuhkan banyak tenaga kesehatan sehingga petugas pada
program dari cukup menjadi terbatas, waktu menjadi terbatas, kegiatan diluar tidak
dapat dilakukan karena social distancing.

4.2. Saran

1. Perlu dilakukan wawancara dengan pelaksana program untuk lebih dapat


menganalisis akar penyebab masalah

2. Perlu dilakukan penyuluhan NAPZA secara virtual melalui media sosial seperti
zoom yang mana dapat menghindari penularan covid-19, meminimalisir petugas
dan menghemat waktu, dan juga dapat diikuti oleh banyak masyarakat seperti
tokoh masyarakat, kader, siswa sekolah dll, yang dapat mewakili target sasaran
yaitu masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas

3. Perlu dilakukan evaluasi berkala terhadap alternatif penyelesaian masalah yang


dipilih untuk mengetahui keberhasilan solusi dalam menangani penyebab
masalah dan memperbaiki capaian indikator program

Anda mungkin juga menyukai