Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

Roti

Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang

pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan

pemanggangan dalam oven. Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti

memiliki tekstur yang khas (Yahyono, 1999).

Secara umum roti biasanya dibedakan menjadi roti tawar dan roti manis

atau roti isi. Roti tawar adalah roti yang tidak ditambahkan rasa atau isi apapun,

sehingga rasanya tawar. Biasanya konsumen menambahkan sendiri isinya sesuai

dengan selera dan keinginan masing-masing. Bisa diolesi margarin, ditaburi

cokelat mesis, diisi keju, diolesi selai buah, diisi telur, daging atau kombinasi dari

berbagai bahan tersebut. Sedangkan roti isi, sudah ditambahkan rasa atau isi

tertentu ke dalam adonan roti, sehingga konsumen tinggal menyantapnya

(Halal Guide, 2009).

Adapun syarat mutu roti tawar adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Syarat mutu roti tawar


Karakteristik Syarat Mutu
Kadar air, maksimum 40%
Kadar abu, maksimum 1% (tidak termasuk garam, dihitung
atas dasar bahan kering)
Kadar garam (NaCl), maksimum 2.5% (dihitung atas dasar bahan
kering)
Kadar silika, maksimum 0.10% (dihitung atas dasar bahan
kering)
Logam berbahaya: Hg, Pb, Cu & As negatif
Serangga / belatung negatif
Bau dan rasa normal
Sumber : Susanto dan Saneto, (1994).

Universitas Sumatera Utara


Roti umumnya dibuat dari tepung terigu kuat. Maksudnya tepung mampu

menyerap air dalam jumlah yang besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang

tepat, memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah yang

halus, tekstur lembut, volume besar dan mengandung 12 – 13 persen protein

(Astawan, 2004).

Menurut Gaman and Sherrington (1992) komposisi roti tawar dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Roti Tawar


Komposisi Jumlah (%)
Protein 8,0
Karbohidrat 50,0
Lemak 1,5
Air 39,0
Vitamin dan mineral 1,5
Sumber : Gaman and Sherrigton (1992).

Bahan-bahan Pembuatan Roti Tawar

Tepung terigu

Tepung terigu diperoleh dari penggilingan biji gandum yang baik dan telah

dibersihkan. Tepung terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah,

kering, tidak boleh menggumpal bila ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit

partikel, tidak berbau asing seperti busuk, berjamur atau bebas dari seranggga,

kotoran dan kontaminasi asing lainnya (Sunaryo, 1985).

Tepung terigu diolah dengan menyesuaikan kebutuhan konsumen. Di

pasaran dijual tepung terigu Cap Cakra, Cap Segitiga, dan Cap Kunci.

Kegunaannya berbeda dalam segi kuliner, misalnya terigu Cap Kunci dan Cap

Segitiga, untuk membuat masakan yang tidak perlu mengembang, sedangkan Cap

Universitas Sumatera Utara


Cakra untuk masakan yang perlu mengembang, seperti kue (cake), bakpao, dan

bolu. Bila akan memasak kue kering, dipilih tepung terigu Cap Kunci atau

Cap Segitiga (Tarwotjo, 1998).

Gluten adalah protein yang menggumpal, bersifat elastis serta akan

mengembang bila dicampur dengan air. Gluten akan menentukan hasil produk

karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau kerangka yang akan

mempengaruhi baik tidaknya produk. Baik tidaknya suatu produk akan

ditentukan oleh baik tidaknya jaringan, baik tidaknya jaringan akan ditentukan

oleh kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi banyak tidaknya kandungan

protein, banyak sedikitnya kandungan protein akan ditentukan oleh jenis tepung

yang digunakan (Subagjo, 2007).

Komposisi kimia tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3. Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g bahan

Komposisi Jumlah
Kalori (kal) 365
Protein (g) 8,9
Lemak (g) 1,3
Karbohidrat (g) 77,3
Kalsium (mg) 16
Fosfor (mg) 106
Besi (mg) 1,2
Nilai Vit. A (S.I) 0
Vit. B1 (mg) 0,12
Vit. C (mg) 0
Air (g) 12,0
Bdd (%) 100
Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)

Telur

Telur adalah suatu bahan makanan sumber zat protein hewani yang

bernilai gizi tinggi. Untuk dunia kuliner telur sangat penting, karena telur banyak

Universitas Sumatera Utara


kegunaannya di dalam masak-memasak. Fungsi telur dalam penyelenggaraan gizi

kuliner sebagai pengental, perekat atau pengikat (Tarwotjo, 1998).

Roti yang lunak dapat diperoleh dengan penggunaan kuning telur yang

lebih banyak. Kuning telur mengandung lesitin (emulsifier). Bentuknya padat,

tetapi kadar air sekitar 50 % sedangkan putih telur kadar airnya 86 %.

Putih telur memiliki creaming yang lebih baik dibandingkan kuning telur

(Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Komposisi kimia telur ayam dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 4. Komposisi kimia telur ayam dalam 100 g bahan


Komposisi Jumlah
Kalori (kal) 162
Protein (g) 12,8
Lemak (g) 11,5
Karbohidrat (g) 0,7
Kalsium (mg) 54
Fosfor (mg) 180
Besi (mg) 2,7
Vit A (SI) 900
Vit B (mg) 0,10
Vit. C (mg) 0
Air (g) 74
Bdd (%) 90
Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996).

Peranan utama telur atau protein dalam pengolahan pada umumnya adalah

memberikan fasilitas terjadinya koagulasi, pembentukan gel, emulsi dan

pembentukan struktur. Telur banyak digunakan untuk mengentalkan saos dan

custard karena protein terkoagulasi pada suhu 62oC (Winarno, 1993).

Air

Dalam pembuatan roti, air berfungsi sebagai penyebab terbentuknya

gluten serta pengontrol kepadatan dan suhu adonan. Air berperan sebagai pelarut

Universitas Sumatera Utara


garam, penyebar dan pelarut bahan-bahan bukan tepung secara seragam dan

memungkinkan adanya aktivitas enzim (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Air yang digunakan dalam industri makanan pada umumnya harus

memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai

rasa, dan tidak menggangu kesehatan. Apabila air yang digunakan tidak

memenuhi persyaratan dalam pembentukan pati atau tepung maka dapat

meningkatkan kadar abunya sehingga mutu pati turun (Syarief dan Irawati, 1988).

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dalam beberapa

komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedang bentuk air dapat

ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang

apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan

dengan cara tersebut (Purnomo, 1995).

Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air

dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran,

dan daya tahan makanan itu (Winarno, 1997).

Lemak

Adapun tujuan penambahan lemak dalam bahan pangan ialah untuk

memperbaiki rupa dan struktur fisik bahan pangan, menambah nilai gizi dan

kalori serta memberikan cita rasa yang gurih dari bahan pangan (Ketaren, 1986).

Lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, diantaranya disebabkan

kandungannya yang tinggi akan asam lemak yang jenuh yang secara kimia tidak

mengandung ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara


Contoh asam lemak jenuh yang banyak terdapat di alam adalah asam palmitat dan

asam stearat (Winarno, 1997).

Lemak juga dapat memiliki sifat plastis, artinya mudah dibentuk atau

dicetak atau dapat diempukkan (cream), yaitu dilunakkan dengan pencampuran

udara. Lemak yang plastis biasanya mengandung kristal gliserida yang padat dan

sebagian trigliserida yang cair. Bentuk dan ukuran kristal mempengaruhi sifat

lemak pada makanan roti dan kue-kuean (Winarno, 1997).

Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran

trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri; ini berarti

pada suatu suhu, sebagian dari lemak akan cair, dan sebagian lagi dalam bentuk

kristal-kristal padat (Gaman dan Sherrington, 1981).

Garam dapur

Garam membuat proses fermentasi ragi dapat dikontrol. Jika tidak ada

garam, fermentasi berjalan lebih cepat dan gula habis ‘dimakan’ ragi. Akibatnya

warna kulit roti menjadi pucat dan berkerut karena tidak ada gula. Garam juga

berfungsi menstabilkan kekokohan gluten di dalam menahan gas sehingga adonan

tidak mudah turun. Fungsi lainnya, garam memperbaiki cita rasa roti menjadi

lebih gurih dan lebih awet (Sutomo, 2008).

Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan, jadi mengendalikan

pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh

racunnya, beberapa mikroorganisme seperti bakteri dapat tumbuh dalam larutan

garam yang hampir jenuh, tetapi mikroorganisme ini membutuhkan waktu

penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan

(Buckle, et al., 1987).

Universitas Sumatera Utara


Garam dapur (NaCl) banyak digunakan dalam industri pangan. Garam

dengan konsentrasi rendah berfungsi sebagai pembentuk cita rasa, dalam

konsentrasi cukup tinggi berperan sebagai pengawet. Garam akan terionisasi dan

menarik sejumlah molekul air, peristiwa ini disebut hidrasi ion. Jika konsentrasi

garam makin besar, maka makin banyak ion hidrat dan molekul air terjerat,

menyebabkan Aw bahan pangan menurun (Widyani dan Suciaty, 2008).

Kelarutan NaCl dalam air menyebabkan kelarutan O2 dalam air menurun,

denaturasi protein sehingga aktifitas enzim berkurang. Efek dari garam sebagai

pengawet adalah sifat osmotiknya yang tinggi sehingga memecahkan membran

sel mikroba, sifat hidroskopisnya menghambat aktifitas enzim proteolitik dan

adanya ion Cl yang terdisosiasi (Widyani dan Suciaty, 2008).

Gula

Di dalam adonan roti, gula berfungsi sebagai ‘makanan’ ragi sehingga ragi

bisa berkembang lebih cepat dan proses fermentasi berjalan baik. Gula juga

memberi rasa manis serta memperbaiki warna dan aroma karena proses

karamelisasi selama pemanggangan. Sifat gula yang higroskopis menjadikan roti

lebih awet (Sutomo, 2008).

Kelompok gula pada umumnya mempunyai rasa manis, tetapi masing-

masing bahan dalam komposisi gula ini memiliki suatu rasa manis yang khas yang

saling berbeda. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu jenis pemanis, konsentrasi, suhu, serta sifat mediumnya. Tujuan

penambahan gula adalah untuk memperbaiki flavour bahan makanan sehingga

rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan (Sudarmadji, et al., 1988).

Universitas Sumatera Utara


Gula tidak hanya digunakan dalam makanan karena rasanya yang manis,

tetapi juga karena hasil reaksi yang terjadi selama pemanasan; berupa karamel dan

produk Maillard. Karamel diperoleh dari pemanasan gula secara langsung tanpa

adanya bahan tambahan ataupun air. Karamel yang dihasilkan berwarna coklat

hingga hitam dan memiliki rasa yang lezat. Produk Maillard dihasilkan dari

pemanasan gula dan protein (Widyani dan Suciaty, 2008).

Susu

Pada pembuatan roti, untuk tepung jenis lunak (soft) atau berprotein

rendah, penambahan susu lebih banyak dibandingkan tepung jenis keras (hard)

atau berprotein tinggi. Penambahan susu sebaiknya susu padat. Alasannya, susu

padat menambah penyerapan (absorpsi) air dan memperkuat adonan. Bahan padat

bukan lemak pada susu padat tersebut berfungsi sebagai bahan penyegar protein

tepung sehingga volume roti bertambah (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Susu digunakan untuk memberikan flavor yang spesifik serta

pembentukan warna pada kulit roti sebab susu mengandung laktosa yang tidak

dapat difermentasikan oleh yeast. Selain itu susu juga dapat memperbaiki nilai

gizi roti sebab mengandung protein yang cukup tinggi. Dalam pembuatan roti

biasanya digunakan susu skim (Widowati, 2003).

Ragi

Ragi merupakan sediaan mikroorganisme hidup diperlukan dalam

fermentasi atau peragian produk pangan. Ada 3 jenis ragi yang umum dikenal,

yaitu ragi tapai berbentuk bulat pipih berwarna putih, ragi roti berbentuk butiran,

dan ragi tempe berbentuk bubuk. Umumnya mikroorganisme pada ragi dibiarkan

Universitas Sumatera Utara


tumbuh pada bahan pengisi berupa tepung beras atau bahan lain mengandung

karbohidrat tinggi, kemudian dikeringkan. Ragi roti dan ragi tapai mengandung

khamir yang sama, yaitu Saccharomyces cereviciae (Andarwulan, 2009).

Khamir ditambahkan dalam campuran adonan roti yang menghasilkan gas

yang mengembangkan adonan untuk menghasilkan roti dengan tekstur yang lepas

dan porous. Dan pada saat yang sama flavor yang khusus juga diperoleh pada roti

(Buckle, et al., 1987).

Ragi (yeast) adalah mikroorganisme hidup dari keluarga fungus, spesies

Saccaharomyces cerevisiae. Ragi berfungsi memfermentasi adonan sehingga

adonan dapat mengembang dan terbentuk serat atau pori roti. Di dalam proses

fermentasi, ragi merubah gula dan karbohidrat di dalam adonan menjadi gas

karbondioksida (CO2) dan alkohol. Terbentuknya zat inilah yang menjadikan

adonan mengembang dan beraroma harum khas roti ketika dipanggang

(Apriyantono, 2009).

Karboksimetil Selulosa (CMC)

Turunan selulosa yang dikenal sebagai carboxymethyl cellulose (CMC)

sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik.

Misalnya pada pembuatan es krim, pemakaian CMC akan memperbaiki tekstur

dan kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus. CMC juga sering dipakai

dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. CMC yang

banyak dipakai pada industri makanan adalah garam carboxymethyl cellulose

disingkat Na CMC yang bentuk murninya disebut gum selulosa (Winarno, 1997).

Karboksimetil selulosa merupakan merupakan eter polimer selulosa linear

dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak

Universitas Sumatera Utara


berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut

dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada

rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang

tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik

(Deviwings, 2008).

Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil perlakuan antara

cellulose bersifat alkali dengan chloroacetic acid. CMC berfungsi sebagai binder

dan thickener yang digunakan untuk memperbaiki tekstur. CMC dapat

mempertahankan tekstur ice cream dan mencegah kristalisasi gula pada

produk candy serta mencegah retrogradasi pati pada produk yang dipanggang

(Mari Saling Berbagi untuk Sesama, 2007).

Adapun rumus struktur dari karboksimetil selulosa dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Karboksimetilselulosa (Laskowski, 2001)

Tepung talas

Kormus atau kormel adalah sumber pangan berkarbohidrat tinggi yang

murah, tetapi dari sudut gizi memiliki kandungan protein dan vitamin yang

rendah. Pati talas-talasan mudah dicerna dan tidak menyebabkan alergi. Kormus

dan kormel talas-talasan digunakan sebagai sayuran berpati yang disiapkan

Universitas Sumatera Utara


dengan cara direbus, dan dimakan setelah dibakar, dipanggang, dikukus atau

digoreng (Rubatzky and Yamaguchi, 1998).

Tanaman talas banyak tersebar di Indonesia, dapat dibudidayakan dengan

baik karena umbinya banyak mengandung zat tepung (sebagai pembuat berbagai

jenis makanan) sehingga sangat menunjang dalam mencukupi kebutuhan pangan.

Apabila hendak diolah menjadi tepung akan diperoleh hasil sekitar 60% dari hasil

kering (Kartasapoetra, 1988).

Ada dua jenis talas, yaitu talas yang tidak gatal dan talas yang gatal. Yang

tidak gatal misalnya talas bote, talas garbu, tales lumbu dan jenis yang gatal,

misalnya yang disebut sente. Cara pengolahannya yaitu, talas dikupas, dicuci

bersih karena biasanya berlendir. Dapat dicuci dengan air garam agar lendir

mudah hilang (Tarwotjo, 1998).

Komposisi kimia talas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 5. Komposisi Kimia Talas 100 gram Bahan


Komposisi Jumlah
Kalori (kal) 98
Protein (g) 1,9
Lemak (g) 0,2
Karbohidrat (g) 23,7
Kalsium (mg) 28
Fosfor (mg) 61
Besi (mg) 1,0
Nilai Vit. A (SI) 20
Vit. B1 (mg) 0,13
Vit. C (mg) 4
Air (g) 73,0
b.d.d (%) 85
Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996).

Umbi talas mudah dicerna, tetapi banyak mengandung kalsium oksalat

yang menyebabkan rasa umbinya tajam. Kalsium oksalat akan hilang dengan

dimasak terlebih dahulu. Bagian tanaman yang dapat dimakan, yaitu umbi, tunas

Universitas Sumatera Utara


muda dan tangkai daun. Umbi talas banyak dibuat makanan ringan, seperti

keripik dan getuk talas (Purnomo dan Purnamawati, 2007).

Konversi umbi segar talas menjadi bentuk tepung yang siap pakai terutama

untuk produksi makanan olahan disamping mendorong munculnya produk-produk

lebih beragam juga mendorong berkembangnya industri berbahan dasar tepung

atau pati talas sehingga meningkatkan nilai jual komoditas talas. Penepungan

talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi

segar talas di pasar ketika produksi panen berlebih (Hartati dan Prana, 2003).

Pembuatan Roti Tawar

Pencampuran

Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan

hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan

glutein, serta menahan gas pada glutein. Mixing harus berlangsung hingga tercapai

perkembangan optimal dari glutein dan penyerapan airnya. Mixing yang

berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan semakin panas, dan

peragiannya semakin lambat (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Pengadukan yang terlalu singkat menyebabkan adonan lengket, tidak

elastis, dan tidak lembut. Hasilnya remah roti kasar dan keras ketika dipanggang.

Sebaliknya, pengadukan yang terlalu lama mengakibatkan adonan berair, lengket,

lunak, dan gluten kehilangan elastisitasnya. Akibatnya roti mengerut kembali

ketika dikeluarkan dari oven (Sutomo, 2008).

Peragian

Didalam proses fermentasi, ragi mengubah gula dan karbohidrat di dalam

adonan menjadi gas karbondioksida (CO2) dan alkohol. Terbentuknya zat inilah

Universitas Sumatera Utara


yang membuat adonan mengembang, membentuk pori-pori dan beraroma harum

ketika dipanggang (Sutomo, 2007).

Suhu ideal untuk fermentasi roti adalah 34 - 35 oC. Suhu terlalu dingin

menyebabkan proses fermentasi berjalan lambat, sedangkan suhu terlalu panas

menyebabkan fermentasi berjalan terlalu cepat sehingga tekstur roti kasar. Waktu

yang diperlukan untuk fermentasi adalah 30 menit. Dalam suhu yang lebih dingin

fermentasi bisa mencapai 1 jam (Sutomo, 2008).

Pembentukan Adonan

Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah

diistrahatkan digiling pakai roll pin, kemudian digulung atau dibentuk sesuai

dengan jenis roti yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam

adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang diinginkan sehingga mudah

untuk digulung atau dibentuk (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Adonan yang sudah digulung dimasukkan ke dalam cetakan dengan cara

bagian lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas yang mengakibatkan

bentuk roti tidak baik. Selanjutnya adonan diistirahatkan dalam cetakan sebelum

dimasukkan ke dalam pembakaran (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Pemanggangan (Baking)

Roti dipanggang atau dibakar dalam oven hingga matang dan kulit

berwarna kuning kecoklatan. Untuk roti ukuran kecil diperlukan suhu sekitar

180oC selama 12 – 15 menit. Untuk ukuran roti yang lebih besar, seperti roti

tawar, diperlukan suhu 220oC selama 20 -25 menit. Untuk roti yang

menggunakan gula banyak waktu pemangganggannya lebih singkat karena gula

yang tinggi membuat adonan lebih cepat berwarna kecoklatan (Sutomo, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Perusakan zat gizi dalam bahan makanan yang dipanggang (umumnya roti

dan kue) terutama berkaitan dengan suhu oven dan lamanya pemanggangan, serta

pH adonan. Nampaknya tak ada susut vitamin yang berarti dalam tahap

pencampuran, fermentasi, dan pencetakan. Bahkan kadar beberapa vitamin dapat

meningkat sedikit selama fermentasi, yaitu vitamin yang disintesis oleh sel khamir

(Harris and Karmas, 1989).

Pada saat adonan memasuki suatu oven yang panas, adonan bertemu

udara panas dari ruang pemanggangan dan lapisan film tampak terbentuk pada

permukaan adonan. Selanjutnya, terjadi pengembangan roti, selama itu terjadi

pengembangan volume adonan yang dapat mencapai 30 persen (Desrosier, 1988).

Pengemasan

Roti yang telah selesai dipanggang harus segera dikeluarkan dari oven

agar tidak gosong. Roti yang masih panas tersebut sebelum dimasukkan ke dalam

kemasan, dibiarkan di udara terbuka. Namun udaranya tidak boleh terlalu lembab

dan dingin. Jika udara terlalu lembab maka permukaan roti akan basah sehingga

roti mudah busuk dan berjamur. Jika roti dimasukkan panas-panas ke dalam

kemasan, akan menyebabkan terjadinya uap air dan menempel pada kemasan

plastik (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Penelitian Sebelumnya

Substitusi atau campuran tepung sukun pada produk roti seperti roti

tawar maupun roti manis hanya berkisar antara 10-20% karena memerlukan

daya mengembang tinggi. Tiadanya gluten pada tepung sukun menyebabkan

tidak tergantikannya peran seluruh komponen terigu (Widowati, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai