DISUSUN OLEH:
BAIQ ABIDAH
Nim: 2020174201050
PRODI HUKUM
FAKULTAS HUKUM
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa
serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka
seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun
sarannya demi penyempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI.............................................................................................3
A. Pengertian makelar......................................................................................4
F. Jenis-Jenis Perikatan.....................................................................................7
BAB III...............................................................................................................10
PENUTUP..........................................................................................................10
3.1 Kesimpulan...................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan
kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir
kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille,
Barcelona dan Negara-negara lainnya) .tetapi pada saat itu hukum Romawi
(corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam
perdagangan , maka dibuatlah hukum baru di samping hukum Romawi yang
berdiri sendiri pada abad ke-16 yang disebut hukum pedagang
(koopmansrecht). Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada
abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan
dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan
(ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673.
Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang
mengatur tentang kedaulatan dan pada tahun 1807 di Perancis di buat
hukum dagang tersendiri dari hukum sipil yang ada yaitu (CODE DE
COMMERCE) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan
ordonnance du la marine (1838) Pada saat itu Nederlands menginginkan
adanya hukum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda, dan pada tahun 1819
drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan
khusus. lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan. KUHD Belanda
berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi
pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 dan pada akhir abad ke-
19 Prof. Molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD
Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896) Dan
sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu, tentang dagang
umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Kitab undang undang hukum perdata perancis (code civil des francais)
2. Kitab undang undang hukum dagang perancis (code du commerce)
Kemudian karena saat itu (tahun 1838 indonesia sedang dijajah oleh
belanda maka burgerlike wetboek dan wetboek van kophandel diberlakukan
di indonesia (hindia belanda) sejak tahun 1848 yang diterjemahkan dengan
nama kuh perdata (kuhp) dan kitab undang undang hukum dagang (kuhd).
3
manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh
keuntungan.
4. Sunaryati Hartono, lebih khusus lagi mensinonimkan hukum dagang
dengan hukum ekonomi yaiitu, keseluruhan peraturan putusan pengadilan
dan hukum kebiasaan yang menyangkut pengembangan kehidupan
ekonomi.
5. Munir Fuadi mengartikan Hukum Bisnis, suatu perangkat kaedah hukum
yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan urusan kegiatan dagang,
industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran
barang atau jasa dengan menempatkan uang dalam resiko tertentu dengan
usaha tertentu dengan optik adalah untuk mendapatkan keuntungan
tertentu.
4
KUHD, mendapat upah atau provisi, atas amanat dan nama orang orang
dengan siapa ia tidak mempunyai sesuatu hubungan yang tetap.
5
a. Provisi oleh prinsipalnya.
b. Kurtasi oleh makelar yang menerimanya.
Buku III KUH Perdata tidak memberikan suatu rumusan dari perikatan,
akan tetapi menurut ilmu pengetahuan hukum, dianut rumus bahwa
perikatan adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang
terletak di dalam lapanganharta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak
atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut.
6
untuk berbuat sesuatu (te doen) dan untuk tidak berbuat sesuatu (niet te
doen). Dalam arti sempit objek hukum adalah benda yang meliputi barang
dan hak.
F. Jenis-Jenis Perikatan
Menurut ilmu hukum perdata, perikatan dapat dibagi atas beberapa jenis
sebagai berikut:
7
3. Dalam Pasal 1268 KUH Perdata menyebutkan: Suatu ketepatan
waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya
menagguhkan pelaksanaannya.
4. Dalam Pasal 1272 KUH Perdata menyebutkan: Dalam perikatan-
perikatan manasuka siberutang dibebaskan jika ia menyerahkan
salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi
ia tidak dapat memaksa si berpiutang untuk menerima sebahagian
dari barang yang satu dan sebahagian dari barang yang lain.
5. Dalam Pasal 1278 KUH Perdata menyebutkan: Suatu perikaan
tanggung- menanggung atau perikatan tanggung-renteng terjadi
antara beberapa orang berpiutang, jika di dalam persetujuan secara
tegas kepada masing- masing diberikan hak untuk menuntut
pemenuhan seluruh utang sedang pembayaran yang dilakukan
kepada salah satu menbebaskan orang yang yang berutang
meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi
antara orang berpiutang tadi.
6. Dalam Pasal 1296 KUH Perdata menyebutkan: Suatu perikatan
dapat dibagi-bagi atau tak dapat dibagibagi sekedar perikatan
tersebut mengenai suatu barang yang penyerahannya, atau suatu
perbuatan yang peleksanaannya dapat dibagi-bagi atau tak dapat
dibagibagi, baik secara nyata-nyata, maupun secara perhitungan.
7. Dalam Pasal 1304 KUH Perdata menyebutkan: Ancaman hukuman
adalah suatu ketentuan sedemikian rupa seorang untuk jaminan
pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan sesuatu,
manakala perikatan itu tidak dipenuhi.
Dalam KUH Perdata Pasal 1234, perikatan dapat dibagi 3 (tiga) macam,
yaitu:
8
perikatan ini, adalah jual beli, tukar-menukar, penghibahan, sewa-
menyewa, pinjam-meminjam, dan lain- lain.
2. Perikatan untuk berbuat sesuatu; menyerahkan sesuatu barang
Ketentuan ini, siatur dalam KUH Perdata Pasal 1235 sampai
dengan Pasal 1238 KUH Perdata. Sebagai contoh untuk perikatan
ini, adalah jual beli, tukar- menukar, penghibahan, sewa-menyewa,
pinjam-meminjam, dan lain-lain.
3. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. Perikatan untuk tidak
berbuat sesuatu Hal ini diatur dalam Pasal 1240 KUH Perdata,
sebagai contoh perjanjian ini adalah: perjanjian untuk mendirikan
rumah bertingkat, perjanjian untuk tidak mendirikan perusahaan
sejenis dan lain-lain.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
11