Anda di halaman 1dari 53

I.

EKOSISTEM
KEANEKARAGAMAN

Pendahuluan
Kekayaan hayati tidaklah tersebar merata di dunia karena
masing-masing daerah atau geografis di dunia memiliki perbedaan
iklim, kondisi tanah dan perbedaan lingkungan lainnya. Indonesia
bersama dengan 11 negara lainnya yaitu Brazil, Peru, Ekuador,
Malaysia, Columbia, Meksiko, India, Zaire, Madagaskar, China dan
Australia merupakan megadiversity karena menjadi negara-negara
penyumbang 70% kekayaan hayati vertebrata dan tumbuh-tumbuhan
di dunia. Jika diperhatikan, umumnya negara-negara dengan
kekayaan hayati terbesar merupakan negara-negara yang terletak di
daerah tropis.
Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan semua
kehidupan baik tumbuhan, hewan, jamur, mikroorganisme beserta
berbagai material genetik yang dikandungnya maupun
keanekaragaman sistem ekologi dimana mereka hidup.
Keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan atas keanekaragaman
hayati pada tingkat genetik atau tingkat gen, keanekaragaman hayati
tingkat species atau jenis, dan keanekaragaman hayati tingkat
ekosistem.
Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk dari
hubungan timbal balik dan tidak terpisahkan antara komunitas suatu
makhluk hidup dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi antar
makhluk hidup dan antar makhluk hidup dengan lingkungannya ini
sangat kompleks namun serasi, serta menjadi dasar bagi aliran
energi dan siklus nutrisi (www.wikipedia.com). Ekosistem merupakan
dasar dan penentu bagi biosfer dan menentukan keberadaan dari
keseluruhan sistem di atas bumi.
Ukuran dari suatu ekosistem bervariasi, namun spesifik dan
mencakup daerah tertentu. Ekosistem bisa besar sekali dengan
ratusan hewan dan tumbuhan yang semuanya hidup dalam
keserasian, namun juga bisa kecil seperti halnya di dalam botol kultur
invitro. Ekosistem bisa kompleks namun juga bisa sederhana seperti
halnya di kutub utara atau kutub selatan ketika hanya terdapat
beberapa jenis makhluk hidup saja yang bisa hidup dalam kondisi
temperatur beku dan kondisi kehidupan yang keras (www.conserve-
energy-future.com). Oleh karena itu ekosistem tidak ditentukan oleh
ukuran, namun ditentukan oleh struktur atau komponennya.
Struktur dari suatu ekosistem harus terdiri dari komponen
produsen, konsumen, dekomposer dan komponen tak hidup seperti
air, intensitas cahaya, matahari, suhu, kelembaban dan sebagainya.
Produsen yang berupa tumbuhan dapat memanen energi dari
matahari melalui proses fotosintesis. Energi yang dihasilkan
kemudian mengalir melalui rantai makanan hingga sampai kepada
konsumen. Dekomposer yang berada pada level rantai makanan
paling rendah selanjutnya memanfaatkan energi sekaligus merombak
bahan organik menjadi senyawa-senyawa organik.
Terdapat berbagai tipe ekosistem di muka bumi, yaitu (1)
ekosistem air tawar, (2) ekosistem terestrial, dan (3) ekosistem
lautan. Ini semua adalah tipe ekosistem yang umum dan mudah
dibedakan. Namun pada dasarnya tipe ekosistem sangat banyak dan
beragam. Sebagai contoh adalah pada sistem pertanian organik
dengan sistem pertanian konvensional yang menerapkan pemberian
pestisida berlebihan, menghasilkan dua ekosistem yang berbeda.
Jumlah spesies dan jumlah individu serangga pengunjung bunga
yang berperan sebagai polinator lebih tinggi pada ekosistem
pertanian organik dibandingkan pada ekosistem pertanian
konvensional (Hamid dan Dewi, 2012).

Tujuan praktikum
1. Mengenal berbagai ekosistem yang ada di hutan Kebun UIN
Suska Riau

2. Mempelajari komponen-komponen pembentuk ekosistem


yang ditemui di hutan Kebun UIN Suska Riau.

Bahan dan Alat


 Berbagai ekosistem : hutan, sungai, kebun, semak belukar,
 Meteran, tali plastik, pancang, kompas, termometer, altimeter,
data curah hujan dan suhu harian

Pelaksanaan
1. Buatlah satu petak contoh berukuran 5 x 5 meter pada dua
ekosistem masing-masing meliputi ekosistem alami dan
ekosistem buatan yang ditentukan oleh asisten praktikum
2. Untuk memudahkan penghitungan, bagi petakan atas petakan
kecil (sub petak) berukuran 1 x 1 m
3. Lakukan inventarisasi dan identifikasi semua sepecies (jenis)
dan jumlah komponen biotik (tumbuhan dan hewan)pada
setiap sub petak. Kemudian gabungkan data semua sub
petak dengan melakukan pencacahan (tally) sebagaimana
pada Tabel 1 dan 2. Lakukan juga pengukuran terhadap
komponen abiotik pada kedua ekosistem sebagaimana Tabel
3.
4. Tentukan struktur atau komponen ekosistem berdasarkan
Tabel 2
5. Buatlah jaring makanan yang menggambarkan siklus energi
dalam ekosistem tersebut
6. Terangkan perbedaan antara kedua ekosistem berdasarkan
komponen dan siklus energinya

Tabel 1. Komponen biotik ekosistem pada setiap sub plot

Ekosistem Sub Species Jumlah


Plot individu
1. Semak 1
Ekosistem Sub Species Jumlah
Plot individu
1. Semak 2

..

15

2. Kebun nanas 1

15
Tabel 2. Komponen biotik total ekosistem

Jumlah Peranan Keterangan


Ekosistem Species
individu organisme
1. Semak

2. Kebun
nanas
Tabel 3. Komponen abiotik ekosistem
Ekosistem
Komponen abiotik
Semak Kebun nanas
Suhu rata-rata harian (oC)
Curah hujan rata-rata
bulanan (mm)
Kelembaban (%)
Kemiringan (o)
Jenis tanah (ordo)
Kesuburan tanah
Warna tanah topsoil
Lainnya
II. KEANEKARAGAMAN SPECIES

Pendahuluan
Keanekaragaman jenis atau species adalah salah satu bagian
dalam keanekaragaman hayati atau biodiversity. Berbagai faktor
seperti alih fungsi lahan, pembukaan jalan dan lain-lain
menyebabkan tumbuhan ataupun tanaman tertentu semakin
terancam keberadaannya. Jika dibiarkan terus menerus maka
keanekaragaman jenis semakin berkurang dan akhirnya hilang.
Penilaian mengenai keanekaragaman species tidak terlepas
dari ekosistem atau habitat dimana suatu organisme tersebut berada.
Ekosistem alami akan memiliki kekayaan species yang lebih besar
dibandingkan dengan ekosistem buatan ataupun ekosistem alam
yang terganggu.
Ada beberapa metode untuk menilai status species atau jenis
pada suatu ekosistem, diantaranya adalah menggunakan metode
kuadrat, estimasi visual dan metode transek. Metode kuadrat
menggunakan teknik sensus pada keluasan petakan tertentu
sedangkan metode estimasi visual dilakukan pada habitat yang
vegetasinya cukup merata. Metode transek atau garis dilakukan dari
daerah tepi hingga ke tengah pertanaman secara diagonal.
Pengamatan dilakukan ke kiri dan ke kanan jalan transek sepanjang
jarak tertentu (Hamid, 2002). Dari berbagai metode ini kemudian
diperoleh berbagai peubah seperti nilai kerapatan jenis, frekuensi
jenis, dominasi jenis, dan nilai penting jenis yang menjadi objek
penelitian. Indeks Nilai Penting (INP) jenis merupakan besaran yang
menunjukkan kedudukan suatu jenis terhadap jenis lain di dalam
suatu komunitas. Agar INP jenis mudah untuk diinterpretasikan maka
digunakan Perbandingan Nilai Penting (NP) atau Some Dominance
Ratio (SDR). Apabila besarnya nilai INP mendekati 100%, maka nilai
penting jenis tumbuhan tersebut tergolong tinggi.
Suatu komunitas dalam suatu habitat atau ekosistem dikatakan
memiliki keanekaragaman species/jenis yang tinggi bila disusun oleh
banyak jenis dengan kelimpahan jenis yang sama atau hampir sama.
Tingginya nilai keanekaragaman jenis di daerah tropika menurut
Deshmukh, 1992 cit. Prasetyo (2007) disebabkan karena lebih
banyaknya jenis yang terdapat dalam masing-masing habitat, lebih
banyaknya habitat yang masing-masing berisi jenis dengan jumlah
sama dan kombinasi dari keduanya. Tingginya tingkat adaptasi jenis
pada habitatnya juga menjadi faktor tingginya tingkat
keanekaragaman jenis.
Keanekaragaman jenis dapat ditentukan dari keanekaragaman
α (keanekaragaman dalam habitat) dan keanekaragaman ß
(keanekaragaman antar habitat). Keanekaragaman α pada setiap plot
penelitian diukur dengan menggunakan Indeks Shannon – Wienner
atau juga sering disebut sebagai Shannon index (H’) dan Indeks
kemerataan species atau Evenness index (E). Indeks Shannon
merupakan suatu ukuran mengenai species richness atau kelimpahan
species dalam suatu habitat, sedangkan indeks kemerataan species
merupakan suatu ukuran untuk mengetahui dominasi ataupun
proporsi masing-masing spesies dalam suatu habitat
(Magurran,1988).`

Tujuan praktikum
1. Mempelajari potensi kekayaan jenis tumbuhan di kebun
percobaan UIN Suska Riau

2. Mempelajari keanekaragaman jenis tumbuhan di kebun


percobaan UIN Suska Riau

Bahan dan Alat


 Berbagai ekosistem hutan, semak belukar dan kebun
 Meteran, tali plastik, pancang, kompas, dan alat-alat
dokumentasi

Pelaksanaan
1. Lakukan identifikasi terhadap berbagai jenis anggrek baik
yang merupakan anggrek epifit (menggantung di batang
pohon sebagai epifit) maupun anggrek yang terestrial (hidup
di permukaan tanah) di kawasan hutan dan kebun percobaan
UIN Suska Riau
2. Metode yang dilakukan adalah gabungan antara metode
transek garis dan petakan kuadrat. Transek dilakukan mulai
dari awal jalan hingga ke tengah kawasan hutan mengikuti
jalan yang sudah ada. Pengamatan dilakukan menyisir jalan
sepanjang 5 meter ke kiri dan kanan jalan.
3. Buatlah satu petak contoh berukuran 5 x 5 meter pada kiri
dan kanan jalan
4. Penyisiran dilakukan oleh banyak kelompok sehingga
petakan-petakan yang dibuat dapat menjadi representasi dari
hutan di sekitar kebun percobaan Faperta Unand
5. Lakukan penghitungan terhadap berbagai species anggrek
dan tabulasikan jenis dan jumlah masing-masing.

6. Hitung Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner dengan


rumus berikut:
s

H′ = − ∑(pi )(log e. pi)


i=1
Keterangan:
H: Indeks keragaman Shannon-Wiener
pi: Jumlah individu suatu spesies/jumlah total seluruh spesies

Kriteria keanekaragaman species adalah sebagai berikut :


 H’ < 1,5 = tingkat keanekaragaman rendah
 1,5 ≤ H’≤ 3,5 = tingkat keanekaragaman sedang
 H’ > 3,5 = tingkat keanekaragaman tinggi.

7. Kemerataan spesies adalah proporsi masing-masing spesies


dalam suatu komunitas dan dapat dihitung dengan rumus

H′
E=
ln. S
Keteterangan :

E = indeks kemerataan (nilai antara 0 – 10)


H’ = keanekaragaman spesies maksimum
Ln = logaritma natural
S = jumlah jenis / banyaknya spesies
III. KEANEKARAGAMAN GENETIK

Pendahuluan
Salah satu komponen dari keanekaragaman hayati adalah
keanekaragaman genetik yang terdapat di dalam species yang sama.
Umumnya perhatian kepada keragaman genetik di dalam species
lebih tertuju pada keragaman genetik pada species yang
dibudidayakan. Hal ini dapat dipahami karena informasi mengenai
keragaman genetik pada species budidaya menjadi perhatian utama
para pemulia tanaman.
Keragaman genetik perlu dievaluasi dalam rangka manipulasi
genetik ke arah perakitan varietas unggul yang diinginkan. Sumber
daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian menjadi landasan
hayati dari ketahanan pangan yang menopang kesejahteraan
manusia (Devy et al. 2014).
Ada beberapa pendekatan untuk mempelajari keragaman
genetik pada tanaman yaitu melalui penggunaan penanda (marka)
tertentu dan melalui kandungan analisis kimiawi jaringan tertentu
tanaman. Penanda genetik yang digunakan dibedakan atas penanda
morfologi, sitologi dan molekular (Dewi-Hayati et al., 2000).
Karakter morfologi merupakan komponen utama data paspor
yang menjadi deskripsi bagi suatu tumbuhan. Deskripsi karakter
morfologi dilengkapi dengan data karakter agromorfologi yaitu
karakter-karakter morfologi yang berkaitan erat dengan karakter
agronomis tanaman yang meliputi karakter pertumbuhan, hasil dan
komponen hasil. Panduan deskriptor tanaman inilah yang dikeluarkan
oleh badan-badan konservasi di dunia seperti deskriptor padi dari
IRRI, tanaman sayuran dari IVRDC, kelapa dari COGENT dan lain
sebagainya.
Penanda sitologi yang umum digunakan meliputi karyotipe dan
idiogram. Namun penanda sitologi tidak bisa digunakan ketika ukuran
kromosom sangat kecil dan jumlahnya banyak. Pada kondisi ini
kromosom tidak dapat membedakan satu aksesi dengan aksesi
lainnya. Itulah kenapa penanda sitologi tidak dapat digunakan untuk
membedakan populasi kelapa genjah jombang yang terdiri atas
populasi kelapa genjah hijau, merah, kuning dan coklat (Dewi-Hayati
et al, 2000).
Penanda molekuler terdiri atas penanda DNA dan penanda
protein enzim. Penanda protein (isoenzim atau isozim) walaupun
menawarkan analisis yang cepat, mudah dan murah, namun masih
memiliki polimorfisme yang terbatas. Sebaliknya penanda DNA
menawarkan alternatif analisis keragaman genetik (DNA
fingerprinting) yang lebih baik karena mampu menyediakan
polimorfisme pita DNA dalam jumlah yang lebih banyak, konsisten
dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan maupun stadia perkembangan
organisme (Weising et al., 1995).

Tujuan praktikum
1. Mengetahui keragaman antar species dan di dalam species
2. Menilai keragaman genetik suatu karakter tanaman dengan
menggunakan perhitungan statistika sederhana.

Bahan dan Alat


 Berbagai aksesi markisa, yaitu :
- Markisa erbis (Passiflora erbis)
- Markisa ungu (P. edulis)
- Markisa konyal (P. ligularis)
- Markisa hutan (P. foetida)
- Markisa liar (Passiflora sp.)
Masing-masing species diamati 2 aksesi berbeda
 Meteran, jangka sorong, dan alat-alat tulis

Pelaksanaan
1. Lakukan karakterisasi terhadap berbagai aksesi pada karakter
batang, daun, bunga dan buah berikut. Aksesi mengacu pada
genotip yang berbeda. Aksesi dalam hal ini merupakan tanaman
yang tumbuh pada tempat/pertanaman yang berbeda sehingga
hibridisasi alami menghasilkan segregasi yang menimbulkan
perbedaan genetik antara satu aksesi dengan aksesi lainnya.
Deskriptor mengacu pada IBPGR.

Batang :
1) Diameter batang: diameter batang setelah muncul cabang
pertama
2) Warna batang: warna batang setelah muncul cabang pertama
3) Diameter ruas cabang: diameter cabang pada ruas daun ke-6
dan ke-7 dari ujung
4) Warna ruas cabang: warna cabang pada ruas daun ke-6 dan
ke-7 dari ujung
5) Panjang sulur: panjang sulur mulai dari pangkal hingga ujung
sulur
6) Warna sulur : warna sulur secara umum
Daun :
1) Bentuk helai daun : daun ke-7 dari ujung yang sudah
mencapai ukuran maksimal
2) Panjang tangkai daun : idem
3) Panjang helai daun : idem
4) Lebar helai daun : idem
5) Warna permukaan daun atas : idem
6) Warna permukaan daun bawah : idem
7) Tepi helai daun : idem
8) Bentuk ujung daun : idem
9) Bentuk pangkal daun : idem
10) Permukaan atas daun (adaksial) : idem
11) Permukaan bawah daun (abaksial) : idem
12) Bentuk pertulangan daun : idem
13) Warna daun muda : 1 atau 2 daun yang sudah terbuka
sempurna dari pucuk/sulur
14) Warna tangkai daun muda : idem
Bunga :
1) Jumlah mahkota bunga
2) Warna mahkota bunga
3) Warna mahkota tambahan
4) Warna kepala putik
5) Warna anther
6) Panjang tangkai bunga
7) Diameter tangkai bunga
Buah :
1) Bentuk buah
2) Panjang buah
3) Diameter buah
4) Panjang tangkai buah
5) Bobot buah matang (jika memungkinkan)
6) Warna buah tua
7) Warna buah muda

2. Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan terhadap tanaman


sampel dengan mengamati, mendokumentasikan dan mengukur
sesuai karakter. Tiap sampel yang diamati dibagi atas 4 sektor
sesuai dengan arah mata angin, Utara, Selatan, Barat dan Timur.
Tiap sektor diamati 4 cabang secara acak. Nilai yang diperoleh
merupakan rata-rata dari semua sampel dalam satu aksesi.
Pengamatan morfologi mengacu pada buku Morfologi Tumbuhan
(Tjitrosoepomo, 1989).
3. Lakukan analisis terhadap nilai ragam dengan rumus sbb:

∑(𝑋𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑠2 =
𝑛−1

Keterangan :
s2 = ragam sampel
xi = nilai pengamatan ke-i
x = nilai rata-rata pengamatan
n = total tanaman sampel yang menjadi pengamatan

4. Amati nilai varibilitas masing-masing karakter yang diamati, baik


untuk data kualitatif maupun data kuantitatif. Data kuantitatif dapat
dianalisis dengan terlebih dahulu menjadikan data kualitatif
menjadi data kuantitatif yaitu dengan cara melakukan skoring
untuk mendapatkan nilai skor (score).
5. Variabilitas fenotipik dikatakan luas apabila nilai ragam fenotipik
(σ2P) lebih besar daripada dua kali nilai standar deviasi fenotipik
(σP) (Dewi-Hayati, 2018). Ragam fenotipik diperoleh dari nilai
ragam sampel, sedangkan standar deviasi fenotipik diperoleh dari
nilai standar deviasi sampel.
IV. EKSPLORASI DAN KOLEKSI PLASMA NUTFAH

Pendahuluan
Catatan sejarah menunjukkan bahwa kegiatan eksplorasi tertua
dilakukan oleh ratu Hatsheput dari Mesir tahun 1495 sebelum masehi
yang memerintahkan ekspedisi ke Somalia untuk mendapatkan
pohon penghasil resin berbau harum. Selanjutnya sejarah mencatat
berbagai legenda ekspedisi dalam rangka eksplorasi baik yang
dilakukan atas nama perorangan maupun institusi. Tersebutlah nama-
nama Sir Joseph Banks abad ke-18 yang bekerja untuk Royal Society
di Kew hingga Vavilov dan timnya pada tahun 1920 – 1930an. Vavilov
lah yang kemudian menyadari arti penting nilai keragaman pada
tanaman dan kerabat liarnya untuk tujuan pemuliaan tanaman.
Eksplorasi dan koleksi sumber daya genetik harus didasarkan
pada penerapan prinsip-prinsip sains (Ford-Lloyd dan Jackson,
1986). Eksplorasi adalah kegiatan mencari sumber-sumber material
genetik tanaman baru yang memiliki nilai atau potensi untuk
digunakan ataupun dikembangkan lebih lanjut. Koleksi merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan material genetik. Perlu
dipahami bahwa tujuan koleksi yang dilakukan oleh kolektor botani
dan kolektor sumber daya genetik tanaman tidaklah sama.
Ada empat tempat atau lokasi utama untuk dapat melakukan
koleksi, yaitu 1) lahan petani, 2) pekarangan, 3) pasar, dan 4) habitat
liar (Ford-Lloyd dan Jackson, 1986). Masing-masing tempat tersebut
memiliki tujuan koleksi sendiri-sendiri. Pada saat melakukan koleksi,
maka dokumentasi lapang berkaitan dengan tempat, waktu dan kode
yang diberikan terhadap koleksi harus jelas, selain tentu saja
karakteristik koleksi agar tidak terjadi keraguan dan duplikasi plasma
nutfah dalam penggunaannya.
Dalam melakukan koleksi, maka perlu dipahami strategi
sampling yang dilakukan. Sampling acak umumya dilakukan pada
habitat liar sedangkan purposive sampling (sampling secara sengaja)
dilakukan tanaman yang memiliki karakter-karakter yang telah
ditentukan sebelumnya. Pada prinsipnya, koleksi yang dilakukan
harus dapat mencakup semua keragaman genetik yang ada,
mencakup semua kemungkinan kombinasi alel dan heterozigositas
yang ada.
Istilah deskriptor (descriptor) digunakan untuk menjelaskan
karakteristik dari tumbuhan/tanaman yang dikoleksi. IBPGR
(International Board of Plant Genetic Resources) telah mengeluarkan
4 kelompok deskriptor, meliputi : 1) data paspor, 2) data karakterisasi,
3) data evaluasi awal, dan 4) data evaluasi lengkap. Informasi data
paspor dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan data karakterisasi
untuk contoh tanaman cabe dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Data paspor berkaitan dengan data aksesi dan data


koleksi
Gambar 1 (sambungan)
Gambar 1 (sambungan)
Gambar 2. Sebagian deskriptor untuk tanaman Capsicum

Tujuan praktikum
1. Mahasiswa dapat melakukan eksplorasi tanaman yang
berasal dari daerah asalnya
2. Mahasiswa dapat melakukan karakterisasi terhadap tanaman
yang dieksplorasi berdasarkan panduan deskriptor untuk
tanaman tersebut
3. Mahasiswa mampu melakukan koleksi terhadap tanaman
yang dieksplorasi
Bahan dan Alat
 Tanaman utuh sebagai sumber plasma nutfah
 Jangka sorong, color chart, kuisioner, meteran, kantong
plastik, kamera digital, kertas label, pisau, gunting, sabit, GPS
(Global Pasitioning System), mistar, tisu, dan alat tulis.

Pelaksanaan
1. Tentukan satu komoditas tanaman yang akan dilakukan
rangkaian tahapan pelestarian plasma nutfahnya dari daerah
asal masing-masing. Jika berasal dari kota Padang, maka
lakukan eksplorasi untuk tanaman pare, gambas, dan
mentimun untuk tanaman sayuran dan kwini, ambacang dan
pauh untuk tanaman buah-buahan.
2. Lakukan survei pendahuluan dengan mengumpulkan data
yang memuat tentang keberadaan populasi tanaman yang
berada di daerah tersebut dari pemilik tanaman, penduduk,
tokoh masyarakat setempat, PPL (petugas penyuluh
lapangan) ataupun berupa pencarian langsung di lapangan.
Informasi mengenai komoditas tanaman juga dapat diperoleh
dari pasar tradisional.
3. Tipe plasma nutfah yang menjadi perhatian juga harus
diketahui, apakah merupakan lanras atau varietas lokal,
varietas yang dikembangkan petani, varietas komersial atau
kerabat liar
4. Sebelum melakukan eksplorasi dan koleksi material tanaman,
maka sudah harus dipersiapkan peralatan yang digunakan,
anggota tim yang melakukan eksplorasi dan koleksi,
perencanaan rute eksplorasi dan waktu melakukan
eksplorasi.
5. Lakukan eksplorasi untuk mengetahui keberadaan tanaman
berdasarkan data pendahuluan. Lakukan penilaian untuk
menetapkan tanaman yang akan dipilih sebagai sampel.
Berikan nama untuk kode aksesi yang meliputi kode lokasi
dan tanaman sampel. Gunakan GPS untuk menentukan
koordinat pohon ataupun populasi tanaman yang menjadi
aksesi. Tandai atau label tanaman jika diperlukan untuk
memudahkan pengambilan data, terutama jika dilakukan
pengamatan secara berulang.
6. Lakukan karakterisasi berdasarkan panduan deskriptor
tanaman dengan mengamati, mengukur dan
mendokumentasikan secara langsung karakter yang diamati.
Banyaknya sampel yang diambil tergantung dari keberadaan
tanaman di lapangan dengan seluruh keragaman yang
dimiliki.
7. Jika ekplorasi dilakukan pada tanaman yang menghasilkan
benih, maka benih harus dipanen dan diproses serta disimpan
sedemikian rupa untuk tetap mempertahankan viabilitas dan
vigor benih. Benih diberi label seperti contoh berikut :

Padi Ladang (Oryza sativa L.)


Tanggal koleksi : 12 November 2017
Tempat koleksi : Kab. Siak, Riau
Tipe material : kultivar lokal
Nama daerah : Seminyak
Kolektor : Sarman

8. Jika eksplorasi dilakukan terhadap tanaman yang dapat


diperbanyak secara vegetatif, maka bagian vegetatif tanaman
tersebut (daun, batang, umbi) dibawa dan ditanam di kebun
koleksi Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Andalas. Tanaman diberi label seperti contoh berikut :

Talas (Colocasia esculenta L)


Tanggal koleksi : 10 November 2017
Tempat koleksi : Dharmasraya
Tipe material : kultivar lokal
Nama daerah : Kaladi bulek
Kolektor : Ubpa Yulita
MATERI V
TEKNIK PEMBUATAN HERBARIUM

A. PENDAHULUAN

Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani

yang dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah

koleksi spesimen yang telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistim

klasifikasi. Fungsi herbarium secara umum antara lain:

1. Sebagai pusat referensi; merupakan sumber utama untuk identifikasi

tumbuhan bagi para ahli taksonomi, ekologi, petugas yang

menangani jenis tumbuhan langka, pecinta alam, para petugas yang

bergerak dalam konservasi alam.

2. Sebagai lembaga dokumentasi; merupakan koleksi yang mempunyai

nilai sejarah, seperti tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru,

tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi dan lain-lain.

3. Sebagai pusat penyimpanan data; ahli kimia memanfaatkannya untuk

mempelajari alkaloid, ahli farmasi menggunakan untuk mencari

bahan ramuan untuk obat kanker, dan sebagainya.

Material herbarium yang diambil harus memenuhi tujuan pembuatan

herbarium, yakni untuk identifikasi dan dokumentasi. Dalam pekerjaan

identifikasi tumbuhan diperlukan ranting, daun, kuncup, kadang-kadang

bunga dalam satu kesatuan. Material herbarium yang lengkap mengandung

ranting, daun muda dan tua, kuncup muda dan tua yang mekar, serta buah

muda dan tua.


Material herbarium dengan bunga dan buah jauh lebih berharga dan biasanya

disebut dengan herbarium fertile, sedang material herbarium tanpa bunga

dan buah disebut herbarium steril. Untuk keperluan dokumentasi ilmiah

dianjurkan agar dibuat material herbarium fertile dan untuk setiap nomor koleksi

agar dibuat beberapa specimen sebagai duplikat (tiga specimen atau lebih per

nomor koleksi).

Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam

praktek pembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus memberikan

informasi terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti. Dengan kata

lain, suatu koleksi tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian tumbuhan

dan harus ada keterangan yang memberikan seluruh informasi yang tidak

nampak pada spesimen herbarium.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengkoleksi tumbuhan antara


lain:

1. Tumbuhan kecil harus dikoleksi seluruh organnya.

2. Tumbuhan besar atau pohon, dikoleksi sebagian cabangnya

dengan panjang 30-40 cm yang mempunyai organ lengkap: daun

(minimal punya

3 daun untuk melihat phylotaksis), bunga dan buah, diambil dari

satu tumbuhan. Untuk pohon yang sangat tinggi, pengambilan organ

generatifnya bisa dilakukan dengan galah, ketapel atau menggunakan

hewan, misalnya beruk.

3. Untuk pohon atau perdu kadang-kadang penting untuk

mengkoleksi kuncup (daun baru)karena kadang-kadang stipulanya

mudah gugur dan brakhtea sering ditemukan hanya pada bagian-bagian


yang muda.

4. Tumbuhan herba dikoleksi seluruh organnya kecuali untuk herba

besar seperti Araceae.


5. Koleksi tumbuhan hidup; dianjurkan untuk ditanam di kebun botani

dan rumah kaca. Contoh:

a. Epifit, anggrek; akarnya dibungkus dengan lumut, akar-akar

paku, serat kelapa

b. Biji-biji tumbuhan air disimpan dalam air

c. Biji-biji kapsul kering jangan diambil dari kapsulnya.

Catatan lapangan segera dibuat setelah mengkoleksi tumbuhan, berisi

keterangan-keterangan tentang ciri-ciri tumbuhan tersebut yang tidak terlihat

setelah spesimen kering. Beberapa keterangan yang harus dicantumkan

antara lain: lokasi, habitat, habit, warna (bunga, buah), bau, eksudat, pollinator

(kalau ada), pemanfaatan secara lokal, nama daerah dan sebagainya. Bersamaan

dengan pencatatan identitas tumbuhan tersebut, perlu juga dibuatkan segera label

gantung yang diikatkan pada material herbarium. Satu label untuk satu specimen.

Pada setiap label gantung ditulis kode (singkatan nama), kolektor (pengumpu l),

nomor koleksi, nama local (daerah) tumbuhan yang dikumpulkan, lokasi

pengumpulan dan tanggal. Dianjurkan pula untuk penulisan pada label gantung

tersebut menggunakan pensil agar tulisan tidak larut bila terkena siraman alcohol

atau spritus.

Ada dua cara yang memungkinkan dalam pembuatan herbarium di lokasi

pengumpulan, yaitu cara basah dan cara kering. Cara basah, yaitu material

herbarium yang telah dikoleksi dimasukan dala lipatan kertas Koran dan disiram

dengan alcohol 75%. Sedangkan cara kering dapat dilakukan dengan dua proses,

yaitu:
a. Pengeringan langsung, yakni tumpukan material herbarium yang tidak

terlalu tebal dipres di dalam sasak, kemudian dikeringkan di atas

tungku pengeringan dengan panas yang diatur. Pengeringan harus

segera dilakukan karena jika terlambat akan mengakibatkan material

herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi busuk.

b. Pengeringan bertahap, yakni material herbarium terlebih dahulu

dicelupkan di dalam air mendidih sekitar 3 menit, kemudian dirapikan

lalu dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran. Selanjutnya ditumpuk

dan dipres, dijemur dan dikeringkan diatas tungku pengeringan.

Selama proses pengeringan material herbarium itu harus sering

diperiksi dan diupayakan agar pengeringan merata.

B. TUJUAN

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan herbarium.

C. ALAT DAN BAHAN

a. Alat untuk mengambil material herbarium: pisau, parang, kampak,

gunting stek, galah berpisau, skop (untuk terna).

b. Alat pembungkus material herbarium: kertas Koran, karung plastic besar,

kantong plastic berukuran 40 x60 cm, tali plastic dan hekter, serta sasak

kayu dari bambu ukuran 30 x 50 cm untuk pengepresan

c. Alat tulis: kertas label gantung (dari kertas manila ukuran 3 x 5 cm),

tally sheet, pensil, buku catatan dan alat tulis lainnya.


d. Alkohol 70% atau spritus (1 liter untuk ±30 specimen)

e. Alat pelengkap lainnya, kamera digital, pita ukur.

D. METODE

1. Pengambilan spesimen di lapangan

Specimen yang diambil sebaiknya dalam kondisi fertile, yaitu semua

organ-organ tumbuhan terwakili mulai umbi, akar, batang, daun, buah

dan bunga. Apabila tidak memungkinkan cukup diwakili oleh batang,

daun, dan bunga. Adapun langkah kerjanya sebagai berikut:

a. Dipilih specimen yang masih segar dan sedang berbunga.

b. Untuk jenis rumput dan tumbuhan herba, tanah disekitar

specimen digali untuk memudahkan pengambilan specimen

serta supaya akar-akarnya tidak patah.

c. Beri label gantung dan rapikan material herbarium, kemudian

dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran. Satu lipatan kertas

Koran untuk satu specimen (contoh). Tidak dibenarkan

menggabungkan beberapa specimen di dalam satu lipatan

kertas.

d. Selanjutnya, lipatan kertas Koran yang berisi

material herbarium tersebut ditumpuk satu diatas yang lainnya.

Tebal tumpukan disesuaikan dengan daya muat kantong

plastic (40x60 cm) yang akan digunakan.

e. Tumpukan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastic dan

kemudian disiram dengan alcohol 70% atau spiritus

sampai seluruh bagian tumpukan tersiram secara merata,


kemudian
kantong plastic ditutup rapat dengan solatip atau hekter

supaya alcohol atau spiritus tidak menguap ke luar kantong.

f. Catat ciri spesifik masing-masing jenis dan dikumpulkan

pada buku catatan.

2. Pengepresan

Pengepressan adalah proses pengaturan specimen pada alat

pengepresan yang terdiri dari kertas Koran, karton, sasak. Langkah

kerjanya:

a. Specimen yang telah terkumpul dikeluarkan dari

kantong plastic dan lipatan Koran

b. Specimen kembali diatur diantara kertas Koran

c. Untuk specimen yang terlalu panjang, batang

dipatahkan membentuk huruf N atau A

d. Pada saat pengepressan, kondisi tumbuhan harus utuh,

tidak diperbolehkan adanya bagian-bagian yang dikurangi.

e. Atur posisi sebagian daun, sehingga daun tampak

bagian permukaan atas dan bawah.

f. Atur kertas-kertas Koran yang telah berisi specimen

tadi menjadi tumpukan sebanyak 10-15 specimen.

g. Lapisi antar specimen tersebut menggunakan triplek dan

ikat kuat-kuat.

3. Pengeringan, dan identifikasi

a. Tumpukan specimen yang telah disusun dalam sasak

dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari atau dioven

dengan suhu
800 C selama 48 jam.
b. Material yang sudah kering diidentifikasi nama botaninya.

Biasanya secara berturut-turut material tersebut termasuk suku

apa, marga dan jenis apa (nama local ataupun nama ilmiah),

lokasi tempat pengambilan, tanggal pengambilan, nama

kolektor, ketinggian lokasi pengambilan.

c. Hasil identifikasi ini dituliskan pada label identifikasi yang

telah disiapkan. Dalam hal ini harus diperhatikan agar nomor

koleksi yang ditulis pada label identifikasi sesuai dengan

nomor koleksi pada label gantung.

4. Pengawetan.

Material herbarium yang telah diidentifikasi kemudian diawetkan dengan

cara sebagai berikut:

a. Material dicelupkan ke dalam larutan sublimat, yakni

campuran alcohol 96% dan tepung sublimat dengan

perbandingan50 gram sublimat dalam 1 liter alcohol. Pada

proses pengawetan ini dianjurkan agar menggunakan sarung

tangan dan kain kasa penutup hidung untuk menghindari cairan

dan uap sublimat.

b. Material yang sudah dicelup (sekitar 2 menit) di dalam larutan

sublimat dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran, kemudian

beberapa material ditumpuk menjadi satu dan ditaruh di

antara

2 sasak, lalu diikat kencang.

c. Sasak yang berisi material tersebut dimasukkan ke dalam

tungku pengeringan atau dijemur sampai material menjadi


kering.
5. Pengeplakan

a. Material herbarium yang telah kering kemudian diplak

atau ditempelkan pada kertas gambar/karton yang kaku dan

telah disterilkan. Bersamaan dengan pengeplakkan dilakukan

pula pemasangan label identifikasi yang telah diisi. Dalam hal

ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi salah pasang antara

label identifikasi dengan nomor koleksi herbarium yang

bersangkutan.

b. Material herbatium kering yang sudah diplak dan

memiliki label identifikasi selanjutnya bisa disimpan di

ruangan herbarium.
MATERI VI
INVENTARISASI SERANGGA

A. PENDAHULUAN

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dalam

mendukung keanekaragaman flora dan fauna. Salah satu sumber daya hutan

adalah serangga tanah. Serangga tanah adalah serangga yang hidup di tanah, baik

yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Serangga

permukaan tanah, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup, tetapi

juga memakan tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Serangga permukaan

tanah berperan dalam proses dekomposisi. Proses dekomposisi dalam tanah tidak

akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan serangga

permukaan tanah.

Keberadaan serannga permukaan tanah dalam tanah sangat

tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan

hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan

dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara

bagi serangga permukaan tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas

serangga permukaan tanah akan berlangsung baik. Secara garis besar proses

perombakan berlangsung sebagai berikut : pertama perombak yang besar atau

makrofauna meremah-remah substansi habitat yang telah mati, kemudian

materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses.

Feses juga dapat juga dikonsumsi lebih dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan

enzim spesifik yang terdapat dalam saluran pencernaannya. Penguraian akan

menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan serangga

pemakan bahan organik yang mambusuk,


membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih

sederhana. Banyak jenis serangga yang sebagian atau seluruh hidup mereka di

dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang,

pertahanan dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa

sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya

oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah

memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di

hutan, adalah, struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi,

kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan

dalam daur hidup, suhu tanah mempengaruhi peletakan telur,cahaya dan tata

udara mempengaruhi kegiatannya.

Hutan larangan Adat Kecamatan Kampar adalah salah satu kawasan hutan

hujan tropis yang menyediakan sumber kehidupan bagi satwa yang terdapat di

dalamnya, termasuk serangga permukaan tanah. Kondisi hutannya yang memiliki

kelembaban tinggi merupakan salah satu habitat yang disukai oleh serangga

permukaan tanah.

B. TUJUAN

Praktikum ini bertujuan

1. Untuk melihat komposisi dan keanekaragaman serangga permukaan

tanah pada hutan sekunder UIN Suska Riau

2. Untuk melihat indeks kesamaan jenis serangga yang ada di kedua habitat.
C. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan perangkap jebak yaitu

gelas plastik (luas permukaan 51,5 cm2), lidi, styrofoam, sekop, alat tulis,

k ertas label, alkohol 70% dan larutan asam asetat 5%. Untuk mengukur

faktor lingkungan digunakan pH meter, higrometer, termometer (Yenaco)dan

mistar. Dalam pengumpulan sampel, alat yang digunakan yaitu pinset,

kantung plastik dan karet. Dalam identifikasi sampel serangga digunakan

mikroskop dengan perbesaran 20 x. Untuk dokumentasi digunakan kamera

digital.

D. METODE

1. Penentuan Lokasi

Lokasi pengambilan sampel dipilih pada 2 (dua) kondisi habitat yang

berbeda yaitu hutan sekunder UIN SUSKA RIAU dan hutan Alam

Larangan Adat Kecamatan Kampar.

2. Pengambilan dan Identifikasi Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memasang sepuluh

perangkap jebak pada kedua habitat. Perangkap diisi dengan larutan

alcohol 70% dan ditambahkan larutan asam asetat 5% sebanyak 1 tetes

pada masing-masing perangkap. Perangkap dipasang secara random dan

dibiarkan selama 3 hari kemudian sampel yang tertangkap dikumpulkan.

Untuk kepentingan identifikasi, sampel yang diperoleh kemudian

dibawa ke laboratorium.
Gambar 1. Pemasangan Perangkap Jebak

3. Analisis data

a. Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Indeks


Keanekaragaman Shannon-Wiener :

dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-

Wiener ni = Jumlah jenis yang didapat

N = Total jumlah jenis yang didapat

Besaran H’ < 1.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong

rendah, H’ = 1.5 – 3.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong

sedang dan H’ > 3.5 menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi.


b. Indeks kesamaan jenis serangga pada dua habitat dihitung dengan Uji

Sorenson :

IS = [2 C / (A + B)] x 100%

Keterangan :

IS = indeks kesamaan.

C = jumlah jenis serangga yang ada di kedua habitat, dimana Jumlah nilai

yang sama dan nilai terendah dari jenis-jenis yang terdapat

dalam dua habitat yang dibandingkan

A = jumlah jenis serangga yang hanya ada di habitat pertama

B = jumlah jenis serangga yag hanya ada di habitat kedua

E. TUGAS

Identifikasilah jumlah serangga yang terperangkap, kelompokkan mereka

dan hitung indek keragaman dan indek kesamaan serangga pada kedua

habitat.
MATERI VII
INVENTARISASI KUPU-KUPU

A. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki sumberdaya alam hayati yang sangat tinggi, hampir

sekitar 10% dari semua species makhluk hidup yang ada di dunia ini terdapat di

Indonesia. Kekayaan faunanya meliputi sekitar 400.000 species, 7800

species merupakan kelompok vertebrata yang terdiri dari 1500 species

burung, 800 species mammalia, 2500 species ikan, 200 species reptil, dan 1000

species amphibia (Ditjen PHPA, 1993).

Kupu-kupu merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki

Indonesia. Kupu-kupu termasuk dalam ordo Lepidoptera, yakni serangga yang

sayapnya ditutupi oleh sisik. Kupu-kupu merupakan bagian kecil (sekitar

10%) dari 170.000 jenis Lepidoptera yang ada di dunia dan jumlah jenis

kupu-kupu yang telah diketahui di seluruh dunia diperkirakan ada sekitar 13.000

jenis, dan mungkin beberapa ribu jenis lagi yang belum dideterminasi (Peggie

2004). Arti kupu-kupu bagi manusia tidak hanya sebagai obyek yang memiliki

keindahan, namun dalam banyak hal kupu-kupu memiliki arti penting lain.

Penyebaran geografi yang mantap dan keanekaragaman kupu-kupu dapat

memberikan informasi yang baik dalam studi lingkungan sebagai indikator

lingkungan, serta perubahan yang mungkin terjadi. Kupu-kupu juga memberi

andil yang sangat berarti dalam mempertahankan keseimbangan alam dengan

bertindak sebagai penyerbuk pada proses pembuahan bunga bersama hewan

penyerbuk lainnya (Hamidun 2003).


Kupu-kupu merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang

harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman

jenisnya. Kupu-kupu telah banyak memberikan manfaat dalam kehidupan

manusia,seperti estetika atau keindahan, budaya pendapatan ekonomi, penelitian,

petunjuk mutu lingkungan, dan penyebaran tumbuhan (Achmad 2002).

Keberadaan kupu-kupu tidak terlepas dari daya dukung habitatnya, yakni habitat

yang memiliki penutupan vegetasi perdu dan pohon yang berakar kuat,

serta adanya sungai-sungai yang mengalir. Kerusakan alam seperti berubahnya

fungsi areal hutan, sawah, dan perkebunan yang menjadi habitat bagi kupu-kupu

, dapat menyebabkan penurunan jumlah maupun jenis kupu-kupu di alam.

Hutan banyuwindu terletak di desa Limbangan, Kecamatan Limbangan,

Kabupaten Kendal, Propinsi Jawa Tengah. Hutan banyuwindu termasuk salah

satu kawasan hutan yang diperkirakan memiliki keanekaragaman satwa liar

termasuk kupu-kupu yang cukup tinggi. Lokasi hutan banyuwindu terletak di

kawasan perbukitan dan termasuk kawasan yang masih dijumpai berbagai

macam tipe habitat seperti tegakan pohon, vegetasi semak berumput, semak

belukar, alang- alang, berdekatan dengan ladang, kebun, sawah, dan pekarangan

penduduk. Hutan banyuwindu saat ini mengalami tekanan dari berbagai

aktivitas masyarakat di sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sehari-hari. Tekanan tersebut berupa pengambilan sumber daya hutan seperti

penebangan kayu dan reklamasi hutan untuk dijadikan sebagai area perkebunan.

Kondisi tersebut dapat berdampak buruk bagi keberadaan kupu-kupu di hutan

banyuwindu, karena kupu-kupu akan kehilangan habitat yang menjadi

tempat hidupnya. Berbagai upaya telah dilakukan termasuk adanya

peraturan desa yang menetapkan area desa tersebut


sebagai area konservasi, namun pada pelaksanaan di lapangan tetap saja

terjadi pelanggaran walaupun sudah mulai berkurang.

Untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan tersebut, maka salah satu

upaya yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan kesejahteraan

masyarakat setempat melalui pemanfaatan potensi kupu-kupu di hutan

banyuwindu sebagai ekoturisme. Untuk mengetahui potensi kupu-kupu di

hutan banyuwindu perlu dilakukan berbagai penelitian, terutama penelitian

mengenai kekayaan jenis kupu- kupu. Hasil dari penelitian ini diharapkan

dapat digunakan sebagai data awal untuk pengembangan kawasan hutan

banyuwindu sebagai kawasan Ekoturisme.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kupu-kupu yang ada di

hutan Banyuwindu, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Propinsi

Jawa Tengah.

C. ALAT DAN BAHAN

Materi pengamatan adalah jenis-jenis kupu-kupu yang dijumpai di

sepanjang jalur pengamatan, sedangkan alat yang digunakan adalah teropong

binokuler, jaring kupu-kupu, kaca pembesar, kamera digital dan buku

panduan lapangan tentang identifikasi kupu-kupu.

D. METODE

1. Pengambilan data jenis kupu-kupu dilakukan pada saat aktivitas

kupu- kupu tinggi pada pukul 08.00-11.00 dan 13.00-16.00


dengan
menggunakan metode eksplorasi. Inventarisasi jenis kupu-kupu yang

hadir pada hutan larangan Adat dan kampus UIN SUSKA RIAU

dilakukan dengan mencatat semua jenis kupu, kemudian diidentifikasi

dengan menggunakan buku identifikasi yang ada.

2. Data hasil penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan Analis is

Deskriptif.
MATERI
VIII
KONSERVASI SUMBERDAYA GENETIK

A. PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki

keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Keanekaragaman hayati tersebut

meliputi keanekaragaman ekosistem, spesies, dan variabilitas genetik dari

tumbuhan, hewan, serta jasad renik. Indonesia yang secara geografis

terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra

(Hindia dan Pasifik), jumlah pulau yang sangat banyak (lebih dari

17.000), serta sifat geografisnya yang unik memungkinkan Indonesia

memiliki keanekaragaman plasma nutfah yang sangat tinggi dengan tingkat

endemisme yang tinggi pula. Keanekaragaman ekosistem telah melahirkan

keanekaragaman spesies. Walaupun Indonesia hanya memiliki luas daratan

bumi sekitar 1,3%, tetapi memiliki 17% dari jumlah spesies dunia. Dari segi

fauna Indonesia memiliki fauna dari kawasan Indo-Malaysia sebanyak 17%

dari mamalia dunia, 15% amfibi dan reptilia, 17% dari semua burung, dan

37% dari ikan dunia.

Pertambahan penduduk yang cukup tingggi akan berdampak pada

peningkatan kebutuhan pangan. Ketersedian pangan dan kebutuhan lain

sangat dipengaruhi salah satunya adalah ketersediaan lahan. Akhir-akhir ini

untuk mendukung penyediaan lahan pertanian, maka lahan hutan yang

merupakan tempat hidup plasma nutfah cenderung dikonversi menjadi lahan

pertanian, akibatnya banyak plasma nutfah yang terganggu keberadaannya

dan tidak jarang juga mengalami kepunahan/hilang. Oleh karena itu, upaya
konservasi atau pengamanan plasma nutfah tersebut harus dilakukan

segera
karena plasma nutfah tersebut memiliki berbagai manfaat yang tidak ternilai,

meskipun kadang kala saat ini belum teridentifikasi manfaatnya secara jelas

tetapi harus tetap kita jaga dan pertahankan keberadaannya.

Di masa depan, plasma nutfah akan lebih penting peranannya dalam

pembangunan mengingat kebutuhan dunia akan bahan-bahan hayati untuk

obat, varietas baru tanaman pertanian dan ternak, proses industri, dan

pengolahan pangan semakin meningkat. Tetapi prospek ini tidak akan dapat

diraih apabila erosi plasma nutfah yang diawali dengan kerusakan sebagian

ekosistem dan kepunahan beberapa spesies masih berlanjut seperti yang

terjadi sekarang ini apabila tidak dilakukan usaha pencegahan secara lebih

serius. Fokus dari pengelolaan plasma nutfah adalah melestarikan,

mengembangkan, dan memanfaatkannya secara berkelanjutan, baik pada

ekosistem darat maupun laut, kawasan agroekosistem dan kawasan produksi,

serta program konservasi ex siu. Upaya pengelolaan ini harus disertai dengan

pemeliharaan sistem pengetahuan tradisional dan pengembangan sistem

pemanfaatan plasma nutfah yang dilandasi oleh pembagian keuntungan yang

adil. Unsur utama dari pengelolaan plasma nutfah adalah pelestarian in situ

dan ex situ dari plasma nutfah yang kita miliki.

Konservasi in-situ adalah upaya pengawetan jenis tumbuhan dan

satwa liar di dalam habitat alaminya. Upaya konservasi in-situ cukup efektif

karena perlindungan dilakukan di dalam habitat aslinya sehingga tidak

diperlukan lagi proses adaptasi bagi tanaman yang bersangkutan. Namun

demikian, suatu kelemahan akan terjadi jika suatu jenis yang dikonservasi

secara in-situ tersebut memiliki penyebaran yang sempit, kemudian

tanpa
diketahui terjadi perubahan habitat, maka akan sangat berpengaruh terhadap

kelangsungan hidup jenis tersebut. Dan begitu pula jika di daerah konservasi

terjadi kebakaran atau bencana, dapat dipastikan seluruh jenis yang terdapat

di dalamnya akan terancam musnah. Oleh karena iru, selain upaya

konservasi in-situ perlu dilengkapi dengan upaya konservasi eks-situ.

Konservasi eks-situ merupakan upaya pengawetan jenis flora dan

fauna di luar habitat aslinya. Kegiatan konservasi eks-situ dilakukan untuk

menghindari adanya kepunahan suatu jenis dengan menyimpan

variasi genetik yang ada di habitat alaminya. Hal ini perlu dilakukan

mengingat tingginya tekanan terhadap habitat dan populasinya akibat prilaku

manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

B. TUJUAN

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa memahami melakukan

konservasi eks-situ suatu species.

C. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan merupakan alat untuk mengambil

tanaman atau bagian tanaman dari lapangan seperti parang, sekop, kotak/box,

alat tulis menulis dan lain-lainnya.

D. METODE

1. Eksplorasi

Eksplorasi dilaksanakan secara bertahap dengan

mengandalkan nara sumber dan sumber informasi, baik langsung dari


pemberi informasi
utama (key informan) maupun data kepustakaan. Dalam kaitan ini

dilakukan penggalian informasi keberadaan contoh tanaman,

pengumpulan contoh tanaman dan deskripsi tanaman, konservasi contoh

tanaman hasil eksplorasi. Eksplorasi didukung oleh keterangan petani

tentang preferensi mereka terhadap plasma nutfah. Keterangan dari

petani berupa tempat tumbuh tanaman yang akan dijadikan

pertimbangan dalam karakterisasi dan deskripsi.

Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna

mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk

mengamankan dari kepunahan. Plasma nutfah yang ditemukan

diamati sifat fisik asalnya. Eksplorasi merupakan langkah awal dari

konservasi tanaman. Kegiatan tersebut diawali dengan inventarisasi

tanaman / species tertentu yang ditetapkan, baik yang sudah

dibudidayakan maupun spesies liarnya.

Langkah pertama praeksplorasi adalah mencari informasi ke dinas-

dinas dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh informasi

tentang jenis dan habitat tumbuhnya. Informasi ini kemudian

dikembangkan pada saat eksplorasi ke lokasi sasaran yang umumnya

daerah asal dan penyebaran jenis tanaman. Plasma nutfah tanaman hasil

eksplorasi dipelihara di kebun koleksi. Tanaman koleksi diamati

pertumbuhannya, diukur semua organ tanaman, dan dicatat sifat-sifat

morfologinya. Bahan yang dikumpulkan berupa bibit, biji, dan umbi.


2. Konservasi

Untuk mempertahankan sumber daya genetic yang ada dilakukan

usaha pelestarian plasma nutfah secara ex situ dalam bentuk kebun

koleksi, visitor plot, dan pot-pot pemeliharaan.

3. Karakterisasi dan Evaluasi

Hasil eksplorasi tanaman kemudian dibuat karakterisasinya

meliputi bentuk tanaman, letak daun, bentuk daun, warna daun, tepi daun,

permukaan daun, warna bunga, letak bunga, bentuk buah, bagian tanaman

yang bermanfaat, dan khasiatnya. Karakterisasi tanaman berada dalam

kondisi lingkungan optimal agar dapat tumbuh dengan baik. Sifat-

sifat kuantitatif yang diamati antara lain adalah tinggi tanaman, hasil dan

komponen hasil. Karakterisasi dilakukan dengan mengidentifikasi sifat

fisik dan sifat fisiologi spesifik dari tanaman yang ditemukan, termasuk

potensial hasilnya.

4. Deskripsi

Karakterisasi lanjutan atau evaluasi dilakukan dengan skala

prioritas untuk mendapatkan deskripsi tanaman

Anda mungkin juga menyukai