Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

MANUSIA DAN AGAMA

DISUSUN OLEH :

-ANDY SAHETAPY -MERCY NADILA BEON

-DEVANLI ERASMUS MATAKUPAN -TRIYANA ROMBE KADANG

-MONALISA EVARISTA ABON -CITRA KAKIYAI

-KARUNIA IRIANTI PUTRI PASANDA -GAMANUS GWIJANGGE

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI JAMBATAN BULAN

D3 MANAJEMEN KEUANGAN

PENDIDIKAN AGAMA

KELAS A

2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada kami untuk
menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan berkat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah pengantar bisnis di Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Jambatan Bulan. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang peluang dan hambatan bisnis yang ada.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni kita semua.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Timika, 21 November 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1

Latar Belakang ..........................................................................................................1

Rumusan masalah ......................................................................................................2

Tujuan penulisan.........................................................................................................2

Manfaat Penulisan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................3

Korelasi antara manusia dan agama ....................................................................................3

Aspek-aspek agama dalam kehidupan manusia...................................................................4

Implikasi agama dalam kehidupan manusia........................................................................6

Fungsi agama dalam kehidupan Manusia...........................................................................8

Manusia tanpa agama.........................................................................................................13

Pengaruh agama dalam kehidupan manusia.......................................................................17

BAB III PENUTUP............................................................................................................20

Kesimpulan.........................................................................................................................20

Saran.........................................................................................................................,,........20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................21

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan.

Banyak agama memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan
asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang
memperoleh moralitas, etika, hukum agama, atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar
4.200 agama di dunia.

Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, mendefinisikan tentang apa yang
merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci.

Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan,
festival, pesta, trance, inisiasi, cara penguburan, pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, atau aspek lain dari
kebudayaan manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.

Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan, atau kadang-kadang mengatur
tugas. Namun, menurut ahli sosiologi Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi karena merupakan
"sesuatu yang nyata sosial". Émile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang
terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.

Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia mengidentifikasi diri sebagai
beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada keyakinan agama
dari tahun 2005.

Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-
prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti cara
tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.

Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen (Protestan) dan Katolik,
Hindu, Buddha , dan Khonghucu. Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu
melaksanakan agamanya secara terbuka.

Namun, melalui Keppress No. 6/2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut. Ada juga
penganut agama Yahudi, Saintologi, Raelianisme dan lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk sedikit.

1
Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang
dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Meskipun demikian bukan berarti agama-agama dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh dan berkembang di
Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut.

Tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak resmi di Indonesia, kesalahan
persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat Keputusan) Menteri Dalam Negeri pada tahun 1974 tentang pengisian
kolom agama pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut.

SK tersebut kemudian dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid karena dianggap bertentangan dengan
Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tentang Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia.

Selain itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang
ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama
mayoritas.

1.2 Rumusan masalah

a. Apa hubungan antara manusia dan agama ?

b. Apa tujuan memiliki agama ?

c. Bagaimana dengan manusia yang tidak memiliki agama ?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui hubungan yang dimiliki antara manusia dengan agamanya dan dampak seperti apa yang dapat
mempengaruhi hidup seseorang jika memiliki agama dan yang tidak memiliki agama.

1.4 Manfaat penulisan

a. Dapat mengetahui hubungan antara manusia dan agama

b. Dapat mengetahui tujuan dari memiliki agama

c. Dapat mengetahui dampak dan perubahan hidup dengan memiliki agama

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Korelasi antara manusia dan agama

Manusia dengan agama adalah bentuk pengaplikasian dari akal manusia yang di mana agama menjadi penyeimbang
bagi manusia untuk memperoleh ketenangan jiwa dan menjadi alat untuk memperoleh kebenaran, agama secara
tidak langsunag mengikat dan menjadi doktrin pada masyarakat yang di mana membuat manusia di tuntut untuk
mematuhi segala norma -- norma atau aturan yang ada di dalam agama yang di ajarkan oleh kitap sucinya, secara
tidak langsung agama juga dapat menjadi tali penghubung komunikasi antar masyarakat yang di mana hal tersebut
adalah hakikat manusia itu sendiri sebagai makluk social.

Selain menjadi doktrin bagi masyarakat agama juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi psikologis manusia
karna di dalamnya diajarkan norma -- norma yang baik yang itu dapat menjadi pedoman bagi manusia untuk
bersikap terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain, selain mempengaruhi psikologis manusia agama juga
menjadi salah satu timbulnya budaya yang ada di dalam masyarakat yang di karnakan adanya aturan atau hal hal
yang harus di patuhi oleh masyarakat yang beragama.

Manusia juaga di sebut "homo religius" karna di dalam diri manusia juga terdapat sisi religius yang itu muncul
secara alami yang itu menuntun manusia mendekatkan diri kepada tuhan. Menurut Gabriel Marsel menyatakan
masalah ketuhanan berhubungan dengan ada, dari semua kenyataan yang ada. Tuhan disebut bagaikan "the Ground
of all being". Orang yang menghayati kehadiran Tuhan sebagai sang Pencipta dalam kenyataan, pada saat itu orang
tersebut benar-benar melihat kebenaran yang hakiki.

 Agama sebagai Kebutuhan Mutlak dalam Kehidupan Manusia

Di dalam perilaku manusia dalam masyarakat tentu ada dua penilaian, manusia itu merupakan makluk yang
ingin berbuat baik, tetapi karena pengaruh lingkungan maka manusia itu akanberbuat sesuai dengan pengaruh
lingkungan, walaupun unsur yang ada dalam dirinya sendiri untuk berbuat baik tidak dapat ditinggalkan,
sehingga perilaku manusia merupakan perpaduan antara pengaruh dari dalam yaitu pengaruh hati nurani dan
pengaruh dari luar yaitu alam lingkungan itu sendiri. Maka keputusan akan manusia perpaduan antara tuntutan
agama dengan pengaruh dari lingkungan.

Baik buruk manusia dalam perilaku agama dapat juga dipakai sebagai sarana yang tidak bisa ditinggalkan dalam
mencapai kehidupan diri sendiri maupun kehidupan manusia atau golongan. Sebab perbuatan baik dalam agama
dapat menunjang kehidupan manusia dalam kehidupan baik berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Maka aturan tentang baik buruk agama, manusia dan masyarakat merupakan kebutuhan yang dapat
menunjang untuk mencapai kehidupan manusia yang lebih baik.

3
2.2 Aspek-Aspek Agama dalam Kehidupan Manusia

Bahwa hakekat agama adalah kemampuan dalam diri manusia untuk membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk.
Dengan hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa manusia dapat menentukan dirinya dalam
tindakannya itu apakah ia akan berbuat baik atau akan berbuat buruk, apakah perbuatan baik yang dilakukan itu
sesuai dengan kehendak Tuhan ataukah bertentangan dengan Tuhan.

Maka agama agama seseorang berperasaan di dalam menentukan baik buruknya tindakan yang dilakukan, maka
perlulah di dalam kehidupan manusia mempunyai segi pandangan agama agama, sehingga keseluruhan dari
jumlah penduduk yang ada dalam suatu wilayah atau Negara benar-benar menyadari akan perlunya mempunyai
pengalaman akan norma agama yang berlaku di dalam masyarakat, sedangkan dalam pelaksanaannya dapat
sesuai dengan hati nurani manusia.

kesadaran manusia keseluruhan dari jumlah penduduk benar-benar tumbuh dengan subur agar dapat
menentukan perbuatan yang sesuai dengan kehendak agama, apakah perbuatan yang baik atau perbuatan yang
buruk.

Akan terlihat hakekat agama dari keseluruhan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam satu wilayah atau
Negara tertentu sehingga dapat menunjang cita-cita dari keseluruhan jumlah penduduk tersebut.

Kehidupan yang baik merupakan cita-cita dari jumlah penduduk itu begitu diperlukan, sehingga seandainya
agama dari keseluruhan jumlah penduduk itu selalu menentukan perbuatan yang buruk, maka hal itu tidak dapat
menunjang untuk kehidupan orang banyak.

Manusia dalam tindakan sehari-hari dapat dijadikan sebagai cermin daripada akal yang bersendi dalam agama
masing-masing. Walaupun manusia di dalam melakukan tindakan mempunyai kesadaran agama yang begitu
tinggi tergantung dari kebiasaan seseorang atau adat kebiasaannya.

Karena itu dapat kita kemukakan bahwa: “Sebelum mengadakan tindakan kata agama sudah memutuskan satu
diantara empat hal yaitu memerintah melarang, menganjurkan, dan membiarkan. Sesudah melakukan tindakan,
kata agama menjatuhkan sanksi, bila beragama memberikan penghargaan, dan bila tidak beragama memberi
hukuman. Atas penilaian tersebut di dalam hal-hal yang baik menjelma dalam bentuk senang, bahagia, dan
bangga.

Sedang dalam hal tidak baik menjelma dalam bentuk sedih tau menyesal”. Berdasarkan hal itu kita mendapatkan
gambaran bahwa manusia dalam melakukan agama sudah merupakan keputusan dari kata hati, karena
sebelumnya kata hati sudah memutuskan dengan pertimbangan empat hal yaitu memerintah, melarang,
menganjurkan, dan membiarkan, sehingga dengan empat hal itulah manusia dapat menentukan tindakan apakah
tindakan itu baik sesuai agama ataukah tindakan itu buruk tidak sesuai agama

Oleh sebab itu, kata hati yang agamais juga memberikan penilaiannya. Akan tetapi, hal itu hanya akan dirasakan
oleh seseorang yang melakukan tindakan itu karena tindakan yang tidak diberikan penghargaan namun dicela,
akan tetapi tindakan yang beragama tentu diberikan penghargaan, sedangkan kedua hal itu akan menjelma dalam
bentuk-bentuk tertentu, misalnya dalam tindakan yang tidak beragama penjelmaannya dalam bentuk sedih,
menyesal dan lainnya sebagainya, sedangkan tindakan yang beragama akan menjelma dalam rasa bangga dan
senang.

Dengan demikian dapat kita ketahui dalam penjelmaan merupakan bagian dari salah satu unsur dari kehidupan
manusia yaitu rasa senang, bangga dan penyesalan, rasa sedih hal itu bertentangan dengan unsur-unsur dalam
kehidupan manusia yang beragama.

4
Maka di dalam menunjang kehidupan beragama memerlukan perbuatan yang beragama, karena perbuatan yang
beragama merupakan keputusan dari hati nurani, sehingga akan dapat menentramkan situasi dan kondisi dalam
masyarakat tertentu yang mana kesadaran agama selalu berhubungan Tuhan dengan keadaan kejiwaan manusia,
karena itu akan selalu mendekati kebaikan dan berbuat yang benar, bertindak yang adil. Oleh karena itu,
seseorang yang beragama dalam mengambil keputusan untuk bertindak akan selalu mendekati kebaikan dan
kebenaran, serta keadilan.

Dapat kita melihat bagaimana fungsi agama dalam kehidupan manusia, apakah dalam hal kebenaran dan
kebaikan serta keadilan merupakan suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan dan apakah memang menjadi salah
satu bagian untuk mencapai kehidupan yang layak yang di dunia dan di akhirat.
Masalah kebaikan, kebenaran, dan keadilan akan selalu mendekat pada unsur kejiwaan manusia. Unsur-unsur
kejiwaan itu merupakan bagian dari salah satu unsur pokok dalam pemenuhan kebutuhan yang bersifat rohaniah.
Maka unsur kejiwaan dapat menentukan tentang mampu dan tidaknya di dalam memenuhi rohaninya sendiri
dalam mana kepuasaannya itu juga tergantung daripada unsur kejiwaan, sehingga unsur kejiwaan manusia itulah
yang dapat menentukan apakah dapat memenuhi kebutuhan rohaninya itu secara layak sesuai dengan harkat
kemanusiaannya.

Dapatkah kita kemukakan bahwa: “Perbuatan yang beragama yang harus terlihat padanya secara mutlak dan
esensial sifanya. Manusia yang serba baik dan serba bisa itu masih harus mempertahankan norma agama, dan
manusia hanya akan tidak baik sebagai manusia bilamana manusia itu tidak mematuhi norma agama. Oleh sebab
itu, norma agama mutlak dipertahankan bahkan agama itu sebagai miliknya yang dipakai sebagai kelengkapan
hidup”

Berdasarkan hal itu dapatlah kita mendapat gambaran bahwa agama merupakan teman hidup yang tidak dapat
dipisahkan, bilamana manusia dapat memisahkan dari kehidupan, manusia itu dalam dirinya sendiri sudah tidak
dapat mempertahankan nilai-nilai kemanusiaanya.

Dalam kehidupan sehari-hari masalah agama tidak dapat lepas dengan sendirinya norma agama selalu mengikuti
perkembangan kehidupan manusia baik dalam kehidupan secara individu maupun dalam kehidupan sosialnya,
maka barulah manusia di dalam pergaulannya mempunyai kehendak untuk mempertahankan nilai-nilai
agamanya, sehingga nilai agama itu benar-benar dapat meresap dalam hati sanubarinya masing-masing, dan di
dalam pergaulan betul-betul menyadari akan perlunya adanya kesadaran terhadap agama baik secara pribadi
berdiri sendiri maupun secara kelompok.

Baik secara pribadi maupun kelompok akan tumbuh kesadaran agamanya, sehingga mempunyai anggapan
bahwa kesadaran agama tidak lain adalah di dalam diri manusia baik secara pribadi maupun kelompok merasa
wajib untuk nelakukan tindakan yang beragama, sehingga tindakan itu dapat sesuai hati nurani dari masing-
masing pribadi maupun kelompok. Maka perasaan wajib akan selalu berkembang sesuai kejiwaan dari manusia
sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.
Oleh sebab itu, perasaan wajib dapat dipakai sebagai unsur dari kesadaran agama. Sehingga dapatlah kita
kemukakan bahwa: “Norma agama melekatkan wajib di pundak manusia tanpa syarat mutlak; misalnya ada
sesuatu perintah jangan engkau membunuh, hal itu bukan dimaksud sebagai imperaktif bersyarat melainkan
sesuatu hal yang memang sudah mutlak tidak bersyarat”.

Berdasarkan hal itu bahwa norma agama berlakunya dengan syarat apapun sehingga manusia tanpa terkecuali
dapat dikenai oleh norma agama yang mana norma agama timbul sejak manusia lahir, karena norma agama itu
merupakan keputusan dari hati sanubari manusia yang akan dipakai untuk mempertahakan harkat
kemanusiaannya.

Sehingga norma agama itu secara individu maupun secara kelompok tanpa mempunyai syarat yang harus
dipenuhi oleh setiap manusia. Norma agama itu akan mempunyai ruang lingkup yang dalam kenyataanya tidak
mempunyai batas dan selalu berada di atas perilaku kehidupan manusia.

5
Maka dapatlah kita kemukakan bahwa: “Norma agama mempunyai kenyataan atau realitas yang termasuk aktif,
objektif, bahkan transenden. Ia mendalam suatu realitas dalam arti ideal. Pengertian realitas mengandalkan
kaitan-kaitan bersama. Mereka tidak dalam keadaan terlepas satu sama lain melainkan bertalian satu sama lain”. 5

Dapatlah kita ketahui bahwa norma agama berada di atas setiap perilaku kehidupan manusia. Dalam kehidupan
manusia itu selalu berhubungan dengan segala aspek-aspeknya di dalam aspek itu akan dapat mencapai suatu
mencapai suatu tujuan bersama yang selalu didambakan dalam kehidupannya baik secara pribadi maupun secara
kelompok.

Norma agama akan selalu mengikuti segala gerak-gerik perkembangan kehidupan manusia mempunyai
kewajiban mengatur dan memerintahkan agar melalui jalan yang baik sehingga akan dapat mencapai arah yang
ingin dituju daripada kehidupannya itu.

Oleh sebab itu, norma agama dapat memberikan arah dan pandangan kepada setiap manusia, karena manusialah
yang ingin mencapai kehidupan itu sendiri memerlukan arah yang baik pada hal yang dapat menentukan dan
memberikan arah, sehingga dapat terwujudnya kehidupan, baik kehidupan yang bersifat individu maupun
keseluruhan dari individu yang bertempat tinggal dalam satu wilayah Negara.

2.3 Implikasi Agama dalam Kehidupan Manusia

Untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk, oleh sebab itu dapatlah diketahui bahwa tindakan
yang bertentangan dengan norma adalah tindakan yang tidak beragama, sedang tindakan yang tidak bertentangan
dengan norma itu adalah tindakan yang beragama.

Dengan dekimian norma agama dapatlah diperuntukkan kepada semua masyarakat di dalam masyarakat itu
dapatlah dilihat dari tindakannya, jika di dalam masyarakat yang anggota masyarakatnya tidak selalu mentaati
norma agama atau selalu bertentangan dengan norma agama, maka akan dapat membawa masyarakat itu norma
agama dapat bersifat empiris.

Sehingga dalam hubungannya dengan kehidupan manusia dapatlah dikatakan bahwa manusia terdiri dari
beberapa masyarakat yang mempunyai arah dan pandangan sama.

Kehidupan manusia memerlukan suatu norma yang dapat mengatur perilaku manusia dalam masyarakat yang
mana angota dari masyarakat itu saling dapat tercapai cita-citanya. Dalam mencapai cita-cita itu diperlukan
manusia yang betul-betul dapat menggunakan agamanya baik secara pribadi maupun bersama- sama dalam
kelompoknya.

Dalam kehidupan manusia itu betul-betul manusia mengerti akan penggunaan norma agama agar dapat
menyadari bahwa untuk mencapai kehidupan itu diperlukan unsur agama itu dapat membedakan tindakan yang
baik dan buruk berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat masing- masing.

Norma agama yang berlaku dalam masing-masing masyarakat itu kadang dapat bersifat tetap dan kadang-kadang
bersifat tidak tetap tergantung daripada penggunaanya, serta harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam
masyarakat itu.

Dan akan terciptalah masyarakat beragama dalam arti norma agama itu betul- betul dihayati dan dilaksanakan
berdasarkan keputusan hati nurani dari anggota masyarakat itu, karena hati nurani dapat memberikan petunjuk-
petunjuk sebelum manusia melakukan tindakan dan juga dapat memberikan keputusan tentang baik buruknya
tindakan itu serta kadang-kadang memberikan hukuman baik itu bersifat non pribadi atau sekelompok orang.

Sebagai induk karena kata hati dapat memberikan petunjuk tentang baik buruk suatu tindakan yang mungkin
akan dilakukan seseorang. Indek karena sesudah tindakan dilakukan kata hati lalu menentukan baik buruknya
tindakan.

6
Jika ternyata tindakan itu buruk maka dinyatakan dengan tegas dan berulangkali buruklah itu.
Atas dasar itulah peranan kata hati yang bersifat ganda alam selalu melekat dalam setiap manusia yang mana
manusia itu bagian dari manusia.

Sehingga untuk itulah kata hati dari manusia akan mempunyai peranan yang sama dengan kata hati dari manusia
pribadi. Maka kata hati dari manusia itu dapat juga memberikan petunjuk di dalam manusia akan melakukan
tindakan dan sesudah manusia akan melakukan maka memberikan keputusan tentang baik buruknya tindakan
dari manusia itu serta akan memberikan hukuman jika tindakan dari manusia itu buruk dan akan memberikan
penghargaan jika tindakan dari manusia itu baik.

Jika peranan kata hati begitu maka kata hati itu juga dapat menentukan apakah manusia itu dapat memenuhi
kebutuhannya, dalam hal ini kata hati memberikan petunjuk supaya dapat memenuhi kebutuhannya dengan layak
sesuai dengan hakekat kemanusiaannya.

Untuk memenuhi kebutuhan itu kata hati juga memberikan keputusan tentang jalan yang ingin dilakukan ataukah
jalan yang sudah dilakukan untuk menentukan apakah jalan yang dilakukan itu melalui jalan yang baik atau yang
buruk, dan kata hati juga memberikan penghargaan jika melalui jalan yang tidak baik maka kata hati
memberikan penyesalan, dalam hal itu kata hati memberikan dalam bentuk rasa senang dan rasa bangga jika
melalui jalan yang baik dan memberikan penghargaan dalam bentuk sedih, menyesal jika melalui jalan yang
tidak baik.

Dengan itulah manusia di dalam ingin mencapai kehidupan juga memerlukan norma yang berupa norma agama
karena manusia agar mempunyai kesadaran agama yang tinggi sehingga dapat menentukan dengan pasti untuk
menentukan tindakannya.

Dengan kesadaran yang terdapat dalam manusia itu maka kehidupan itu maka kehidupan tidak dapat lepas dari
unsur agama seseorang. Karena kehidupan itu kepentingan manusia baik secara individu maupun sosial.

Norma agama dapat mengatur manusia secara pribadi maupun secara kelompok dengan demikian manusia pun
berada di bawah norma agama dengan sendirinya hati nurani dari manusia itu memerintahkan untuk berbuat
yang sesuai dengan kehendak kata hati dengan berdasarkan kesadaran agama yang sesuai dengan kebiasaannya.

Manusia di dalam setiap perilaku kehidupannya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tentulah didasarkan
pada ketiga hal di atas baik yang bersifat individu maupun yang bersifat sosial di dalam kehidupan itu tidak
dapat lepas dengan masalah kepuasaan.

Mengenai kepuasaan baik yang bersifat jasmani maupun ruhani, baik dalam bentuk individu maupun dalam
bentuk sosial tidak akan dapat sama, sehingga dapat dikatakan bersifat realatif karena di dalam memenuhi
kebutuhan itu didasarkan harkat kemanusiaan masing-masing. Dengan demikian masalah kehidupan juga
bersifat relatif dari sifat relatif yang didasarkan pada masing-masing individu tapi mempunyai unsur yang sama
yang tidak dapat ditinggalkan di dalam mencapai kehidupan itu yakni:

Unsur alam, unsur manusia, dan unsur nilai. Ketiga unsur itu selalu melekat, sehingga merupakan hal yang tidak
dapat ditinggalkan dan merupakan hal yang bersifat umum. Di samping unsur yang mendasari untuk mencapai
kehidupan maka ada beberapa hal yang merintanginya, hal-hal merintangi itu kadang-kadang berasal dari luar
dan ada yang berasal dari dalam.

7
Oleh sebab itu, hal-hal yang merintangi harus dapat diatasi oleh manusia. Hal-hal yang merintangi itu dapatlah
kita kemukakan bahwa:

a. Rintangan dari luar manusia, misalnya: bahaya, paksaan, dan ancaman.


b. Rintangan dari dalam diri sendiri yang dapat dibagi atas: dasar jasmaniah dan dasar rohaniah/kejiwaan.

Kita mendapat gambaran bahwa untuk mencapai kehidupan mendapat rintangan yang berasal dari luar manusia,
berupa ancaman dan paksaan hal itu dapat menganggu keamanan sehingga ketentraman kurang terjamin pada hal
ketentraman kurang terjamin pada hal ketentraman merupakan bagian dari kehidupan yang harus dicapai.

Mengenai rintangan dari dalam diri manusia sendiri yang didasarkan unsur jasmaniah harus diatasi oleh manusia
yaitu dengan mengatasi semua kebutuhan dan memenuhinya sesuai dengan harkat kemanusiaannya, misalnya:
mengenai perumahan, sandang, pangan, dan sebagainya.

Mengenai rintangan yang didasarkan rohani/kejiwaan dapat diatasi dengan memenuhi kebutuhan yang bersifat
kejiwaan sesuai dengan harkat kemanusiaan

2.4 Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia

Norma agama dimaksudkan untuk membedakan tindakan seseorang apakah baik atau buruk. Dengan agama
itulah dapat ditentukan tindakan yang beragama atau tidak beragama.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dengan manusia yang lain dalam kehidupan sehari-harinya.

Oleh sebab itu, di dalam perilaku kehidupannya selalu timbul penilaian baik dari diri sendiri maupun dari
masyarakat tentang baik buruknya tindakan itu. Nilai tentang baik buruk itu ditentukan oleh diri sendiri maupun
oleh masyarakat. Dengan demikian norma agama itu datang dari hati nurani masyarakat kadang-kadang yang
ada yang sama.

Walaupun begitu secara filsafat ingin mencari unsur yang sama untuk setiap agama dari beberapa masyarakat,
agar dapat memperoleh suatu patokan yang dapat dipergunakan sebagai kriteria yang bersifat umum.

Dengan kriteria yang bersifat umum itulah maka norma agama mempunyai pekerjaan untuk memberikan
penilaian kepada semua tindakan seseorang dalam masyarakat. Mengenai penilaian itu ada yang positif/negatif
dan baik/buruk.

Kehidupan manusia, dalam hubungannya dengan fungsi agama, maka mempunyai kewajiban merupakan
penilaian terhadap tindakan seseorang untuk mencapai kehidupan. Tentu saja tindakan seseorang itu dapat
memenuhi kebutuhan secara langsung sesuai dengan harkat kemanusiaan.

Tentang nilai baik buruk dari tindakan itu ditentukan oleh norma agama, apakah seseorang dalam berkehendak
atas tuntunan hati nurani untuk mencukupi kebutuhan itu telah melaui jalan yang baik atau melalui jalan yang
tidak baik, atau jalan yang positif dan tidak positif.

Hal itu akan ditentukan oleh norma- norma sehingga akan dapat ditentukan kadar agamaitas.
Walaupun kadar agamaitas itu didasarkan dari beberapa hal yang selalu melekat pada manusia sendiri tetapi hal
itu dapat dipakai sebagai titik tolak untuk dipakai ke arah yang lebih maju.

Oleh sebab itu, dapatlah kita kemukakan bahwa: “Secara positif norma agama dianggap sebagai norma yang
dapat menentukan dalam menyatakan penilaian terhadap baik atau buruknya seseorang. Harus selalu
dilaksanakan, walaupun barang kali tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang lebih faktual dan yang lebih
tergantung dari situasi dan keadaan. Secara negatif norma tersebut dianggap tidak dapat dipaksakan
pelaksanaannya”.
8

Berdasarkan hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa norma agama dapat menentukan nilai dari
tindakan seseorang walaupun dalam pelaksanaan tidak sesuai dengan peraturan yang secara nyata ada dan norma
agama tidak dapat memaksakan dirinya untuk dilaksanakan akan tetapi didasarkan atas kesadaran dari masing-
masing orang. Walaupun norma agama dapat diubah karena secara formal norma tersebut tertulis.

Dalam hubungannya dengan kehidupan manusia norma agama kewajiban memberikan dan menentukan
penilaiannya, maka setiap orang dapat diberikan penilaiannya di dalam tindakannya untuk mencapai kehidupan.
Tentu saja nilai itu tergantung dari jalan yang dilalui untuk memenuhi kebutuhannya.

Mungkin jalan yang dilakukan itu secara pribadi dapat dianggap baik, tapi berdasarkan masyarakat dapat
dikatakan buruk. Karena individu sebagai anggota dari masyarakat dan jika didasarkan pada teori atomisme
maka jika individu telah dianggap telah melalui jalan yang baik.

Kalau didasarkan dari teori itu jika norma telah menggangap bahwa individu telah dianggap telah melalui jalan
yang baik, maka keseluruhan masyarakat itu juga dianggap dalam mencapai kehidupan telah melalui jalan yang
baik, tapi jika didasarkan pada teori totalitas maka jika keseluruhan dari anggota masyarakat telah dianggap
melalui jalan yang baik maka masing-masing dari anggota tersebut juga telah dianggap melalui jalan yang baik.

Kalau kita diterapkan teori totalitas tersebut dalam kehidupan maka masing-masing dari individu dapat dianggap
dalam mencapai kehidupan telah melalui jalan yang baik.

Tentu saja dalam memberikan penilaian itu memakai beberapa pertimbangan dan di dalam pertimbangan itu
dibedakan menjadi berapa hal. Sehingga dapatlah kita kemukakan bahwa :

a. Pertimbangan terhadap kewajiban agama. Didalam etika normatif agama ini terdapat istilah mengenai
suatu tindakan tertentu atau jenis tindakan yang secara agama dapat wajib/tidak wajib dan dapat betul
atau salah serta harus/tidak harus.
b. Pertimbangan terhadap nilai agama. Dalam etika normatif ini terdapat istilah yang selalu bersangkutan
pada pribadi-pribadi, dorongan-dorongan, maksud-maksud, ciri-ciri untuk watak yang dapat bernilai atau
tidak mempunyai nilai dalam arti agama tentang baik buruk, jahat-tidak jahat, mengagumkan, suci,
bertanggungjawab, kesemuanya dalam arti agama.
c. Pertimbangan terhadap nilai yang non agama. Apa saja yang dapat dinilai termasuk dalam kategori ini,
misalnya: bagus, sehat, kuat, pendiam, berguna, jarak, dan cantik.

Dengan hal ini diatas dapatlah kita mendapat gambaran bahwa memberikan penilaian terhadap suatu tindakan
dapatlah mengingat beberapa hal yaitu; keajaiban agama, nilai agama, nilai yang non agama. Dalam kaitannya
kehidupan manusia, hal ini untuk memberikan penilaiaan tertentu saja harus mengingat apakah tindakan dari
manusia untuk mencapai kehidupan itu termasuk kewajiban agama atau tidak maka dapat kita melihat dengan
didasarkan pada ciri- ciri bahwa suatu tindakan itu dapat dikatakan wajib atau tidak wajib, betul/salah dan
harus/tidak harus.

Maka kalau menentukan tindakan seseorang dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan
sehari-hari agar dapat mencapai kehidupan. Misalnya si A harus mengembalikan uang pinjaman kepada si B, ini
merupakan suatu tindakan yang dapat digolongkan dalam pertimbangan kewajiban agama.

Dalam pertimbangan yang lain untuk menentukan penilainya itu atas dasar di atas yakni pertimbagan tentang
nilai agama , maka dalam hubungannya dengan ketentraman manusia, apakah dalam tindakan manusia untuk
mencapai kehidupan itu telah melalui jalan yang dapat digolongkan nilai agama atau tidak.

Oleh sebab itu, maka dapatlah kita melihat ciri-cirinya yakni baik/buruk, jahat/tidak jahat. Tanggugjawab yang
semuanya termasuk dalam arti agama. Dengan demikian tindakan seseorang untuk mencapai kehidupan itu
apakah telah dapat digolongkan dalam kategori nilai agama. Misalnya dalam masalah keamanan, hal itu untuk
mencapai kehidupan, maka ada perintah janganlah engkau mencuri uang itu, maka perintah itu merupakan
kalimat perintah yang mempunyai nilai agama.

Dalam pertimbangan yang ketiga ini mengenai nilai non agama berkaitan dengan kehidupan manusia maka
apakah seseorang dalam tindakannya untuk mencapai kehidupan dapat digolongkan dalam kategori nilai yang
non agama. Untuk menentukan hal itu harus kita lihat ciri-ciri dalam tindakan yang tidak beragama yaitu sehat,
kuat, dan cantik. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, tindakan manusia itu dapat dikategorikan dalam
nilai yang non agama. Misalnya si A badannya begitu sehat, sehingga dapat menyelesaikan pekerjaannya.
Kalimat itu ada kata sehat, sehat itu merupakan unsur juga dalam mencapai kehidupan, tetapi kata yang terdapat
dalam kalimat itu dapat dikategorikan dalam nilai yang non agama.

Dengan demikian dapatlah kita uraikan secara singkat bahwa fungsi agama dalam kehidupan manusia yakni
memberikan suatu penilaiaan apakah tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencapai
kehidupan dapat diberikan penilaiaan baik-buruk, yang secara positif ditentukan dengan berdasarkan
pertimbangan- pertimbangan yakni kewajiban agama, nilai agama, dan nilai non agama

 Agama sebagai dasar Kehidupan Manusia.

Sebagaimana yang kita ketahui dasar berarti: sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen. Sesuatu yang dapat
dipakai sebagai alas. Dengan demikian yang dimaksud dasar dalam kehidupan adalah sesuatu yang dapat dipakai
sebagai fundamen atau alas dalam kehidupan masyarakat. Jika dalam hal ini kesesuaian sebagai dasar dalam
kehidupan manusia yang dimaksud adalah agama itu dipandang, sebagai sesuatu yang dapat dipakai sebagai
fundamen dalam kehidupan manusia.

Oleh sebab itu, kesesuaian selalu melekat dalam kehidupan manusia baik dalam kehidupan yang bersifat pribadi
maupun sebagai anggota dari pada rakyat. Dengan demikian tindakan atau perbuatan manusia selalu diikuti oleh
norma-norma agama yang berlaku dalam masyarakat dimana manusia itu dalam perilaku kehidupan manusia
baik sebagai individu maupun sebagai anggota dewan masyarakat. Oleh sebab itu, ada dua hal yang perlu kita
ketahui yaitu:

a. Kebahagiaan sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia


b. Pentingnya kesusilaan dalam kehidupan agama.

 Kebahagiaan sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia.

Kebahagiaan merupakan hal yang bersifat abstrak, tetapi hal yang bersifat abstrak, tetapi hal yan bersifat abstrak
itu oleh manusia ingin diwujudkan kedalam dunia yang nyata. Walaupun dalam prosesnya memahami banyak
rintangan-rintangan yang harus dihadapi dan harus diselesaikan.

Namun manusia dalam kehidupan sehari-hari mempunyai sesuatu yang dapat juga disebut tujuan. Oleh sebab
itu, tujuan tersebut pasti diarahkan demi kebaikan hidupnya.

Karena agama dapat memberikan perintah terhadap perilaku manusia dalam kehidupannya tentang baik, maka
dengan sendirinya jelas bahwa tingkah laku manusia adalah baik dan benar jika tingkah laku itu sependapat
mungkin menyampaikan manusia ke arah kesempurnaan kebaikan.

Setiap manusia dalam perilaku kehidupannya pasti mempunyai tujuan hidup, sehingga agama dalam hal ini
melihat masalah kebaikan dalam lapangan merupakan tinjaun jarak pendek, karena langsung dapat dirasakan
manusia setelah berhasil dalam bertindak.

Sebagai contoh; keberhasilan seseorang dalam berdagang yaitu dapat memperoleh laba yang banyak, hal itu
dapat langsung dirasakan oleh manusia di dunia. Sedangkan tujuan akhir mausia untuk kepentingan
akhirat/sesudah di dunia ini merupakan tujuan jangka panjang tidak dapat langsung dirasakan oleh manusia di
dunia ini.

10

Dalam kehidupan manusia tentu mempunyai tujuan akhir, karena tujun akhir dapat dipakai sebagai arah yang
ditempatkan dipuncak dari suatu tindakan demi untuk kebaikan hidupnya. Kalau didasarkan pada etika agama
sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat umum dalam arti berlaku untuk semua manusia. Semua manusia dalam
usahanya mempunyai tujuan akhir yang sama dan akan didasarkan pada suatu tingkah laku yang membuat baik
bagi manusia.

Dalam memberikan uraian mengenai tujuan akhir dari manusia kita sebut seorang filsuf ada jaman Yunani Kuno
yaitu Aristoteles. Menurut Arisoteles dikatakan bahwa tujuan akhir atau yang tertinggi ialah kebahagiaan.
Dengan demikian setiap aktifitas manusia, terarahkan kepada tujuan, misal seorang dokter mengarah kepada
kesehatan.

Dikatakan bahwa kabahagiaan dapat ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya; orang kalau baru sakit
mempunyai harapan buat sembuh sehingga ia mendapatkan kesehatan yang diharapkan. Orang tersebut
menggangap kesehatan merupakan sehat.

Ada juga jika orang dalam usahanya baru berhasil dengan baik dan lalu bisa jadi kaya, orang tersebut
menyetarakan bahwa kekayaan merupakan kebahagiaan, untuk menjawab pertanyaan itu disini kita ambilkan
pendapat dari Aristoreles bahwa: Kebahagiaan harus disamakan dengan suatu aktifitas, bukan dengan
potensialitas, karena aktifitas mempunyai potensi.
Suatu makhluk mendapat suatu kesempurnaannya bukan karena potensi saja melainkan karena potensi sudah
mencapai aktualisasi.

Berdasarkan contoh atau uraian diatas kita mendapat gambaran bahwa aktifitas manusia untuk mencapai
kebahagiaan hanya dapat dicapai oleh manusia saja jadi tidak dapat dicapai dalam makhluk yang lain.

Dengan demikian kebahagiaan yang sempurna manusia itu terdapat pada manusia saja maka kesempurnaan
manusia itu dapat terwujud dalam dunia kenyataan jika manusia itu dapat menggunakan serta malaksanakan
aktifitasnya sesuai dengan keputusan akalnya. Jika manusia tidak dapat melaksanakan aktifitasnya itu sesuai
dengan keputusan akal, maka manusia itu tidak dapat mecapai kebahagiaan yang sempurna, maka kebahagiaan
hanya dapat dicapai oleh manuisa dengan jalan kebaikan dalam menjalankan aktifitasnya.

Walaupun demikian aktifitasnya itu harus masih disesuaikan dengan situasi dan kondisinya masing-masing,
sehingga kebahagiaan itu merupakan sesuatu yang bersifat stabil. Jika kebahagiaan itu terlekat pada manusia
maka kebahagiaan adalah merupakan suatu keadaan manusia yang bersifat stabil.

Maka kebahagiaan merupakan suatu keadaan yang bersifat tetap yang hanya dapat ditemukan pada makhluk
yang berbudi, karena makhluk yang berbudi itulah mempunyai keinginan dan keinginan itu hanya dapat
dipenuhi dalam makhluk yang berbudi.

Manusia menurut sifat kodratnya merupakan makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, oleh karena itu
kebahagiaan manusia mendapat bersifat objektif dapat bersifat subjektif. Bagaimana yang dimaksud kebahagiaan
subjektif dan kebahagiaan objektif?

Maka dalam hal ini kita berikan penjelasan secara singkat. Setiap manusia dalam perilakunya kadang-kadang
dirinya merasa tidak merasa puas terhadap situasi dan kondisi dialamnya, sehingga ia merasa gelisah, merasa
keinginannya yang akan dicapai sudah dapat dirasakan, maka seseorang itu dikatakan bahagia.

Dapatlah kita ketahui bahwa setiap manusia ingin mencapai tujuan hidup yaitu kebahagiaan, maka dalam hal ini
dapat kita kemukakan hal-hal berikut:

a. Manusia mempunyai keingianan akan bahagia sempurna.


b. Keinginan ini ialah sifat bawaan yang berasal dari kodrat manusia sendiri.
c. Keinginan semacam ini harus ditanamkan dalam hati sanubari manusia oleh Tuhan, pencipta-Nya segala
makhluk, kalau tidak demikian mungkin diterangkan

11

d. Sifat bawaan sedemikian tapi dimaksudkan Tuhan untuk mencapai kesempurmaan yang sesuai dengan
manusia. Bukan Tuhan sesungguhnya jujur, bijaksana, dan baik. Oleh sebab itu harus ada sesuatu, apapun
juga yang dapat dicapai dan akan dapat dicapai dan akan dapat memenuhi keingianan akan kebahagiaan
sempurna.
e. Memenuhi keingian itu bersama-sama dengan mencapai tujuan akhir.

Dengan gambaran diatas maka dapatlah dikatakan setiap manusia mempunyai keinginan akan kebahagiaan,
tetapi keinginan itu merupakan bawaan kodratnya manusia yang ditemukan dalam hati sanubari oleh Tuhan
sebagai penciptanya.

Sifat bawaan demikian itu dimaksudkan supaya dapat mencapai kebahagiaan, sedang kebahagiaan sendiri sudah
meliputi segala keinginan yang diharapkan, oleh sebab itu tidak ada kemungkianan lain untuk sesuatu itu. Maka
kebahagiaan selalu berhubungan dengan kehidupan manusia yang bersifat perorangan/subjektif.

Kalau kita melihat segala sesuatu secara hakiki maka akan dapatkan sesuatu, hal itu dalam pengertiannya yang
bersifat umum, sehingga dapat berlaku oleh banyak orang. Tentu saja dalam hal ini mempunyai unsur-unsur
kesamaan dalam mencapai kebahagiaan.

Oleh kerena itu kebahagiaan itu dapat dikatakan kebahagiaan yang bersifat objektif. Bagaimana halnya yang
disebut dengan kebahagiaan yang objektif. Untuk menjawab hak itu makan akan kita berikan secara singkat.
Untuk jelasnya kita berikan contoh, baik yang bersifat subjektif maupun bersifat objektif sehingga akan Nampak
jelas perbedaannya.

Bila si A merasa dirinya bahagia. Kebahagiaan si A tidak dapat dirasakan oleh si B, tetapi jika si A tidak berhasil
dalam mencapai golongan kesarjanaan, maka si A merasa sedih, kesedihan si A tidak dapat dirasakan oleh si B.
demikian itu dinamakan kebahagiaan sujektif.

Tetapi kalau si A berhasil memperbaiki jalan yang telah rusak, maka si A merasa bahagia karena dapat melewati
dengan lancar. Kebahagiaan si A dapat dirasakan oleh si B karena si B dapat juga lewat jalan tersebut dengan
lancar.

Tetapi kalau jalan itu dibiarkan rusak sehingga si A pada waktu melawati merasa sedih, kesediahan itu juga
dirasakan oleh si B pada waktunya melewati jalan tersebut. Demikian itu dinamakan kebahagiaan objektif.

Kebahagiaan subjektif dalam ruang lingkupnya lebih sempit dibanding dengan kebahagiaa objektif. Kabahagiaan
subjektif hanya menyangkut individu tetapi kebahagiaan objektif menyangkut manusia sebagai individu dan
sebagai kelompok.

Untuk mencapaikan lebih lanjut tentang kebahagiaan objektif akan kita berikan dua aliran yang sekiranya dapat
memberikan keterangan secara singkat.

 Hedonisme.
Dalam aliran ini menganggap bahwa manusia menurut kodratnya selalu berusaha untuk memperoleh
kesenangan. Dengan prinsip kesenangan itu maka dianggap merupakan faktor terpenting dalam kehidupan
manusia. Oleh sebab itu manusia menurut kodratnya selalu ingin menghindari penderitaan dan mengganggap
kesenangan merupakan suatu yang bernilai.

Dengan demikian maka dalam kehidupan sehari-hari maka menganggap bahwa kebahagiaan didasarkan pada
kesenangan, sehinga hal ini kebahagiaan didasarkan kesenangan, sehingga dalam hal ini kepuasan jasmani
merupakan hal yang intensif dan mendalam di banding dengan kepuasan rohani.

Walaupun demikian para penganut aliran ini masih mempunyai pemikiran untuk mencari bagaimana yang
seharusnya untuk dapat melihat saat-saat kepuasan yang banyaknya demi untuk kepentingan bersama.

12

 Ultilitarianisme
Adalah paham atau aliran dalam filsafat moral yang menekankan prinsip manfaat atau kegunaan sebagai prinsip
moral yang paling dasar. Tetapi kegunaan disini tidak hanya bersifat egoistik saja tapi juga memandang
kepentingan kelompok. Sehingga dalam hal ini kepuasan tidak hanya bersifat egoistik tetapi juga melihat
kepentingan orang lain, oleh karena itu dalam aliran ini selalu berusaha untuk kepentingan umum.

Dengan demikian seseorang harus menolong demi kebahagiaan tertinggi bagi sejumlah orang yang terbanyak,
maka dalam hal ini sebagian ukuranya bersifat kualitatif. Karena manusia dalam kehidupannya sebagai individu
dan sebagai makhluk sosial. Sedang manusia adalah jumlah dari semua warga negara yang ada dalam suatu
negara tertentu kecuali orang asing.

Maka manusia merupakan unsur pokok untuk berdirinya manusia, oleh karena itu kehidupan manusia yang
mempunyai tujuan hidup yaitu untuk mencapai kebahagiaan, dengan sendiriya kebahagiaan itu juga merupakan
tujuan akhir dari kehidupan manusia.

Dalam hal ini hanya kita disebut dua aliran yang bersifat objektif yaitu aliran hedonism dan ultilitarianisme
karena dalam hedonism, kesenangan merupakan ukuran dari kehidupan manusia, dan kesenangan merupakan
ukuran dari kehidupan manusia serta sebagai salah satu unsur dari kebahagiaan. Sedangkan ultitarianisme,
kegunaan merupakan ukuran dari kehidupan manusia baik yang bersifat individu maupun unsur untuk hal yang
bersifat objektif.

2.5 Manusia tanpa agama

Dulu, ketika pengaruh gereja di Eropa  menindas  para  ilmuwan  karena penemuan  mereka  yang dianggap 
bertentangan  dengan  kitab  suci, bagaimana Anda memandang Nicolaus Copernicus, Kepler, dan Galileo
Galileiyang dihukum dan ditentang karena menemukan teori Heliosentris?. Bagaimana mereka memandang agama
yang telah memiliki kitab suci bertentangan dengan fakta yang terjadi dan terbukti secara sains?.

Yang terjadi ternyata para ilmuan itu mencoba meninggalkan agama, padahal dari pembahasan sebelumnya
dikemukakan bahwa agama merupakan fitrah, ia tetap ada dalam diri manusia. Tidak mungkin bisa ditinggalkan.

Dan benar. Ternyata kecenderungan meninggalkan agama itu tidak berlangsung lama. Mereka menyadari akan
kebutuhan adanya pegangan sejati dalam hidup. Pegangan pasti yang sangat  stabil, yang tidak terbentuk   oleh  
lingkungan  dan  latar  belakang pendidikan, budaya, serta kondisi sosial kemasyarakatan. William James
menegaskan bahwa, “Selama manusia masih memiliki naluri cemas  dan  mengharap,  selama  itu  pula  ia 
beragama (berhubungan  dengan Tuhan).”

Selama manusia tetap ingin menjadi manusia, dia harus tetap berpegang pada satu nilai yang tetap, nilai yang akan
menemani jiwanya kapanpun, yang memberi tujuan, ajaran, jalan, serta pijakan untuk menempuh kehidupan yang
terarah. Se-komunis apapun, seseorang pasti membutuhkan agama. Baik dia mengaku beragama maupun tidak.

Apalagi alam modern sebagai produk kemajuan sains dan teknologi telah melahirkan pola hidup yang materialis,
konsumtif, hedonis, dan individualis. Pola hidup seperti ini akan berpotensi menghilangkan jati diri dan ketenangan
batin bagi masyarakat.

Sehingga wajar jika John Neisbitt dalam Ten New Direction for The 1990 Megatrend 2000 meramalkan
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mampu memberitahu kepada manusia tentang arti kehidupan.
Arti kehidupan itu bisa dipelajari melalui spiritualitas.

Jejak pendapat yang sempat diadakan oleh BBC dan dipublikasikan pada 20 April 1998 menunjukkan
bahwa mayoritas masyarakat Barat masih membutuhkan agama.

13
Dihadapkan pada pertanyaan,”Apakah sekarang ini agama telah kehilangan maknanya?” responden yang menjawab
”Tidak” ternyata lebih besar daripada yang menjawab ”Ya”.

Satu lagi, dalam buku Calestine Prophecy diceritakan bahwa akan terjadi pembalikan budaya umat manusia di abad
ke-20 secara besar-besaran, dari budaya materialistik menjadi budaya spiritualistik. Hal ini terjadi karena adanya
rasa sepi di tengah keberlimpahan materi yang terdapat di masyarakat yang telah maju.

Ketika manusia dengan kemampuannya yang luar biasa telah mencapai kesuksesan, sering kali ia disergap dengan
adanya perasaan kosong dan hampa dalam batinnya. Ia seringkali bingung saat telah meraih puncak kesuksesan dan
kejayaan kariernya.

Ia sering kehilangan pijakan, kemana dia harus melangkah, untuk apa semua prestasi yang telah diraihnya itu. Di
sini agama berperan memberi bimbingan, jalan akan stabil dan menuju ke tujuan akhir dari hidup manusia, yaitu-
dalam bahasa Williem James The Great Socius. Dialah Allah.

Pada intinya, orang atheis berorientasi pada Indra dan sangat ketergantungan dengan segala kenikmatan dunia. Saat
mereka tidak mengindrakan sesuatu yang baik menurutnya atau menurut kebanyakan orang atau setidak-tidaknya
menurut media yang ternama maka tidak ada kebahagiaan.

Apa yang ada didalam dunia inilah yang membuat mereka senang dimana kesenangan itu identik dengan
kebahagiaan. Tanpa gemerlapan dunia ini (harta, pujian, penghargaan, penghormatan dan popularitas) bahkan hal-
hal yang keji/ jahat juga (narkoba, seks bebas dan pesta pora), mereka akan merasa sangat hampa dan tidak berarti.
Kebahagiaan semu semacam ini membuatnya cenderung melegalkan hal-hal yang jahat untuk memenuhinya.

Ada begitu banyak ilmuan atheis yang mencoba menceritakan struktur alam semesta dan segala gejolak yang ada di
dalamnya. Akan tetapi bukannya menjelaskan fakta justru mereka mengkaburkannya, Bukannya mengurai masalah
malahan mereka membuatnya semuanya menjadi lebih rumit.

Dan pada intinya perputaran alam semesta kembali lagi kepada teori Tuhan Yesus tentang garam dan terang. Kedua
hal inilah yang membuat bumi dan seluruh yang ada didalamnya tetap berputar.

Jika anda memiliki keduanya maka andapun akan bisa tetap hidup dalam siklus perputaran yang menguntungkan
dan sempurna (tanpa meninggalkan efek samping).

Ada yang beranggapan bahwa mereka yang tidak percaya kepada Tuhan cenderung menganut paham saintisme
dimana pengetahuan adalah segalanya. Sejauh mana pengetahuan dan wawasan anda menjengkali bumi dan segala
yang ada didalamnya?

Harus disadari bahwa tidak semuanya kejadian yang terjadi di bumi ini dapat dijelaskan secara teori dan logika. Ada
hal-hal dimana kita hanya bisa berkata “menunggu keajaiban dari Tuhan”.

Jika memang semua hal dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan maka pastilah dunia ini tidak akan terus-menerus
bermasalah. Tapi lihatlah sekarang, isu lingkungan, bencana alam, peperangan dan kelaparan masih saja mewarnai
telinga kita.

Saat anda tidak memiliki kepercayaan pada kekuatan ajaib dari Tuhan maka ada kecenderung seseorang
menganggap bahwa “hidup ini hanya sekali jadi puas-puaskanlah dirimu dengan semua yang ada didalamnya”.

Ateisme tidak memiliki masa depan, mereka menganggap bahwa kematian adalah segalanya sehingga seumur
hidupnya dihabiskan untuk mencari uang sebanyak-banyaknya untuk dapat menikmati hidup dengan segala pesona
dan gemerlapan dunia yang ada didalamnya

14
Keputusan untuk menjadi seorang atheis adalah sebuah prinsip yang membuatmu lebih fokus kepada dunia ini.
Mereka terlalu memperhitungkan kejadian yang terjadi di dunia ini bahkan sampai melogikakannya.

Kemampuan intelektual yang memadai membuat seseorang lebih memperhatikan “bagaimana caranya
beruntung lagi dan lagi tanpa harus peduli dengan keberadaan orang lain”.
Berkembanglah yang namanya orang-orang yang tidak memiliki hati nurani yang hanya hidup demi dirinya
sendiri tetapi mengabaikan orang lain.

Mereka yang tidak beragama, tidak mengenal yang namanya ujian kehidupan. Maunya hidup nyaman terus alias
kenyamanan adalah hasrat tertinggi dalam kehidupannya “jangan ganggu gua maka loe nggak akan gua
ganggu”.

Mereka cari aman dalam menjalani hidup sehingga cenderung menjauhi kehidupan sosial. Hanya bergaul dengan
orang-orang yang dikenalnya dan ada kecenderungan memisahkan diri dari mereka yang dianggapnya sebagai
pengganggu, pembuat masalah, pembuat onar.

Saat kita merasa bahwa diri ini adalah esensi yang adanya begitu saja secara otomatis tanpa bantuan apapun dan
siapapun maka kehidupan anda telah mendekati teori evolusi. Padahal teori evolusi jelas-jelas salah secara
teoristik.

Bila dalam hal teori saja sudah salah terlebih lagi ketika hal-hal demikian dibuktikan secara nyata melalui
praktek lapangan. Teori inilah yang pada awalnya menjadi suatu landasan hukum bagi orang-orang yang
menganut paham ateisme.

Zaman sekarang sudah bukan saatnya untuk membutakan mata hati dari pikiran orang lain, sebab teori ini
benar-benar tidak masuk akal, hanya sebuah kesalahan teknis yang sebenarnya dibesar-besarkan.

Jangan berpikir bahwa menjadi seorang yang tidak beragama adalah sebuah pilihan yang tepat, padahal ini
merupakan sebuah kesalahan yang dimulai dari pikiran. Saat pikiran seseorang sudah salah maka semua hal yang
dilakukan dan dikatakannya juga pasti pada bersalahan semua, paling juga enaknya di telinga saja tetapi tujuannya
jauh dari kebenaran. Berikut beberapa dampak buruk yang akan anda rasakan ketika tidak memiliki keyakinan di
dalam hati.

1. Kenyamanan indra mutlak sebagai kepuasan baginya. Mereka baru puas jikalau sesuatu menyentuh atau
setidaknya menyaksikan hal-hal duniawi secara langsung.
2. Egois, lebih mementingkan diri sendiri. Mereka hanya peduli diri sendiri dimana dialah yang menjadi
pusatnya sedangkan orang lain dianggap sebagai pengganggu/ orang yang lebih rendah/ orang yang tidak
penting.
3. Sangat materialistik. Tidak ada uang maka tidak ada kebahagiaan. Tanpa uang dan kesenangan sesaat mereka
tidak mampu bertahan hidup.
4. Tidak memiliki harapan. Seolah tidak mempunyai semangat di dalam jiwanya yang lemah – lesu. Putus asa
terlalu cepat.
5. Tidak memiliki tujuan hidup. Dunia ini adalah tujuan akhirnya maka apa yang bisa diraihnya akan berusaha
dimiliki jua.
6. Bahagianya sangat tergantung pada lingkungan sekitar dan materi yang dimiliki. Tanpa peran lingkungan
maka tidak ada rasa bahagia, tanpa materi yang melimpah di tangan maka hati cenderung gundah gulana.
Mereka tidak pernah belajar mengatakan cukup untuk kenikmatan dunia yang dimiliki.
7. Tidak tahan uji – penuh dengan kebencian, dendam, amarah dan kekerasan. Mereka hanya mengetahui
tentang bagaimana caranya agar dirinya nyaman. Saat ada orang lain yang berusaha mengganggu
ketenangannya maka emosional yang tidak terkendali menguasai hidupnya.
8. Melakukan kejahatan demi materi. Saat hal-hal yang waw itu belum dimilikinya maka ada kecenderungan
untuk menghalalkan segala cara sehingga iapun dapat memperoleh apa yang diinginkannya.
9. Melakukan manipulasi (pencurian dan korupsi) demi materi. Kebutuhan akan uang yang begitu
tinggi tidak dapat lagi terpenuhi. Oleh sebab itu, beberapa orang akan menghalalkan segala cara
untuk meraihnya.

15
10. Siap-siap masuk neraka. Sekalipun di dunia ini hidup anda bergelimang harta dan syarat dengan materi
namun apalah daya sebab semuanya itu akan ditinggalkan kelak. Kesenangan anda yang sesaat di bumi ini
telah mengantarkanmu dalam pintur neraka yang kekal selamanya.

Jaman sekarang hati-hati meninggikan sesuatu sebab bisa jadi orang lain menjadikan hal itu sebagai sesembahan
untuk dipuja-puji dan disembah. Ada baiknya jikalau anda menyetarakan hal-hal seperti pendapatan dan kekuasaan.

Sebab jika kedua hal ini ditinggikan maka dapat dipastikan bahwa akan ada banyak yang menjadi atheis. Mereka
memang percaya kepada Tuhan akan tetapi hatinya, moralnya dan sikapnya syarat dengan hawa nafsu yang sesat,
kebinatangan (benci, dendam, amarah dan kekerasan) dan kejahatan lainnya (agamanya hanya di dalam KTP saja).

Ateisme merupakan konsep dimana manusia tidak percaya akan keberadaan atau
adanya Tuhan. Dimana dalam kehidupan yang mereka jalani, Tuhan tidak benar-benar
dibutuhkan dalam aspek-aspek yang mereka lakukan. Mereka menjalani hidup tanpa
berpangku tangan pada TuhanNya, seolah mereka hanya perlu berjuang atas dirinya sendiri.

Bagaimana mereka menjalani hidup adalah keputusan yang harus mereka lewati dengan usaha
dan tekad mereka. Tulisan ini hanya ingin menghadirkan kembali problematika yang terjadi di
dunia yang sementara ini. Dimana hal ini berkenaan dengan realitas kehidupan manusia dalam
mengenal Tuhan yang seolah keliru sehingga membuat minoritas diantara mereka menyangkal adanya Tuhan.

Realitas kehidupan yang terjadi pada manusia membuat mereka akan memberikan
pilihan yang sangat variatif mengenai hal-hal yang terjadi. Tentu saja hidup adalah pilihan,
bagaimana manusia memilih mana jalan yang harus mereka lewati untuk kelanjutan hidup yang
mereka jalani. Begitu pula pilihan untuk mereka yang memilih meyakini bahwa Tuhan
sebenarnya memang tidak ada.

Seseorang yang menyengkal adanya Tuhan akan tercermin pada


kehidupan sehari-hari yang mereka jalani. Mereka menjalani hidup dengan berpegang teguh
atas dirinya sendiri.

Seseorang yang meyakini bahwa Tuhan itu ada akan memulai atau
mengawali segala aspek kehidupannya dengan mengingat Tuhan. Apapun yang mereka
lakukan atas dasar dan keyakinan untuk mencapai tujuan berkesinambungan juga dengan apa
yang Tuhan perintahkan.

Berbeda dengan mereka yang menyangkal adanya Tuhan akan tidak


peduli dengan apa-apa yang seharusnya tidak mereka lakukan. Mereka hanya hidup atas
kemauan mereka dan seolah berada di atas kebebasan tanpa apapun yang menghalangi.

“...Two hands working can do more than a thousand clasped in prayer....”

Kalimat tersebut seolah menegaskan bahwa mereka yang menyangkal adanya Tuhan
mempunyai prinsip tersendiri dalam menjalani hidupnya. Dibandingkan dengan berdo’a
dengan seribu tangan sekaligus tanpa berusaha itu adalah hal-hal yang sia-sia.

Mereka yang menyangkal adanya Tuhan lebih memilih menggunakan kedua tangannya untuk terus-menerus
bekerja sehingga apa yang menjadi tujuan hidup mereka dapat terpenuhi.

Untuk mewujudkan segala pencapaian mereka, dibutuhkan usaha dan mereka menggunakan kedua tangan
mereka untuk bekerja sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan berserah diri dan memohon pada
Tuhan.

16
Kebebasan ada karena meniadakan Tuhan, begitulah prinsipnya. Mereka bebas untuk
menyangkal adanya Tuhan sehingga dalam kehidupannya mereka tidak mempedulikan
larangan jika mereka percaya akan adanya Tuhan.

Menurut Freud dalam bukunya yang The Future of Illusin, Tuhan hanyalah sesuatu
yang ada hanya untuk suatu pelampiasan kekecewaan dan pelarian dari kenyataan.

Maka dari itu Freud menyarankan dalam bukunya agar manusia membentuk sikap kritis dan rasional yang
membuang segala ilusi dan penipuan ketimbang menerima suatu kepercayaan yang tidak punya
dasar rasional. Dalam hal ini, manusia merasa bahwa Tuhan adalah sesuatu yang tidak tampak
dan rasional.

Manusia yang tidak mempercayai adanya Tuhan akan berpikir, dimana Tuhan
saat umatnya mengalami kesusahan. Dimana Tuhan saat umatnya meminta tetapi tidak pernah
ia beri, dimana Tuhan saat umatnya selalu beribadah tetapi ia tidak pernah ada saat dibutuhkan,
serta dimana Tuhan saat umatnya selalu memohon tetapi ia tidak pernah mengabulkan.

Perasaan-perasaan itulah yang seringkali melingkupi mereka yang sudah melepaskan dirinya
dari belenggu Tuhan. Tuhan hanyalah sesuatu ilusi yang seolah ada namun sebenarnya tidak
ada.

Begitulah mereka yang menjdikan Tuhan sebagai pelampiasan kekecewaan dan pelarian
dari kenyataan. Akhirnya, penolakan eksistensi adanya Tuhan menjadi dasar problem sebagai
sesuatu hal yang akan merujuk pada ateisme.

2.6 Pengaruh agama dalam kehidupan manusia

 Agama Dalam Kehidupan Individu

Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu.
Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan
dengan keyakinan agama yang dianutnya.

Sebagai sistem nilai agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai
bentuk ciri khas. Dapat disaksikan dan bahkan dilihat dalam pengalaman kehidupan nyata bahwa, betapa besar
perbedaan antara orang beriman yang hidup menjalankan agamanya, dengan orang yang tidak beragama atau
acuh tak acuh kepada agamanya.

Pada raut wajah orang yang hidup dengan berpegang teguh dengan keyakinan agamanya terlihat ketentraman
pada batinnya , sikapnya selalu tenang. Mereka tidak merasa gelisah atau cemas, kelakuan dan perbuatannya
tidak ada yang akan menyengsarakan atau menyusahkan orang lain.
Lain halnya dengan orang yang hidupnya terlepas dari ikatan agama. Mereka biasanya mudah terganggu oleh
kegoncangan dan suasana galau vyang senanhtiasa menghiyasi pikiran dan perasaanya. Perhatiannya hanya
tertuju kepada diri dan golongannya;

tingkah laku dan sopan santun dalam hidup biasanya diukur atau dikendalikan oleh kesenangan-kesenangan
lahiriyah yang mengacu kepada pemenuhan dan kepuasan hawa nafsu belaka. Dalam keadaan senang, dimana
segala sesuatu berjalan lancar dan menguntungkannya, seorang yang tidak beragama akan terlihat gembira,
senang dan bahkan mungkin lupa daratan.

Tetapi apabila ada bahaya yang mengancam, kehidupan susah, banyak problema yang harus dihadapinya, maka
kepanikan dan kebingungan akan menguasai jiwanya, bahkan akan memuncak sampai kepada terganggunya
kesehatan jiwanya, bahkan lebih jauh mungkin ia akan bunuh diri atau membunuh orang lain.

17
Menurut Mc. Guire, diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini merupakan sesuatu yang
dianggap bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai
dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi pendidikan dan masyarakat luas.

Selanjutnya, berdasarkan perangkat informasi yang diperoleh seseorang dari hasil belajar dan sosialisasi tadi
meresap dalam dirinya. Sejak itu perangkat nilai itu menjadi sistem yang menyatu dalam membentuk
identitas seseorang. Ciri khas ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana sikap, penampilan maupun untuk
tujuan apa yang turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan tertentu.

Menurut pandangan Mc. Guire dalam Jalaludin menjelaskan bahwa dalam membentuk sistem nilai dalam diri
individu adalah agama. Segala bentuk simbol-simbol keagamaan, mukjizat, magis maupun upacara ritual sangat
berperan dalam proses pembentukan sistem nilai dalam diri seseorang.

Setelah terbentuk, maka seseorang secara serta-merta mampu menggunakan sistem nilai ini dalam memahami,
mengevaluasi serta menafsirkan situasi dan pengalaman. Dengan kata lain sistem nilai yang dimilikinya terwujud
dalam bentuk norma-norma tentang bagaimana sikap diri.
.
Pada garis besarnya, menurut Mc. Guire sistem nilai yang berdasarkan agama dapat memberi individu dan
masyarakat perangkat sistem nilai dalam bentuk keabsahan dan pembenaran dalam mengatur sikap individu dan
masyarakat. Pengaruh sistem nilai terhadap kehidupan individu karena nilai sebagai realitas yang abstrak dirasakan
sabagai daya dorong atau prinsip yang menjdi pedoman hidup.

Dalam relaitasnya nilai memiliki pengaruh dalam mengatur pola tingkah laku, pola pikir, dan pola bersikap.

 Agama dalam kehidupan masyarakat

Dalam realita keadaan masyarakat mengenai sistem organisasi keagamaan merupakan organisasi formal yang
mempunyai tenaga profesional tersendiri. Walaupun agama masih memberikan arti dan
ikatan kepada sistem nilai dalam sistem kejadian masyarakat, namun pada saat yang sama lingkungan yang dianggap
sakral dan yang sekuler masih dapat dibedakan.

Agama sudah tidak sepenuhnya menyusup dalam aktivitas atau kegiatan yang terjadi pada masyarakat. Walaupun
masih ada anggapan fakta bahwa agama dapat dijadikan sikap secara universal dan lebih tinggi dari norma-norma
sosial sehari-hari pada umumnya (Elizabeth: 56).

Nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat tipe ini memaparkan fokus utamanya pada pengintegrasian perbuatan
manusia dan pembentukan citra pribadi yang baik. Elizabeth berpendapat bahwa walaupun tidak sekental
masyarakat tipe pertama, maka pada masyarakat tipe kedua ini agama ternyata masih difungsikan dalam kehidupan
masyarakat.

Namun terlihat ada kecenderungan adanya keyakinan tentang agama kian bergeser ke pembentukan sikap individu.
Kemudian pada masyarakat industri sekuler, organisasi keagamaan terpecah-pecah dan bersifat majemuk.

Elizabeth melihat di lingkungan masyarakat modern yang kompleks ini, ikatan antara terorganisasi keagamaan dan
pemerintahan duniawi tidak ada sama sekali. Karena itu, agama cenderung dinilai sebagai bagian dari

kehidupan manusia yang berkaitan dengan persoalan akhirat, sedangkan pemerintahan berhubungan dengan
kehidupan duniawi. Elizabeth melihat gejala kehidupan keagamaan dalam masyarakat modern ini adalah masyarakat
Amerika.

Sejak sekitar tahun 1950-an, masyarakat terdiri atas mereka yang masuk ke dalam organisasi keagamaan yang
jumlahnya cukup banyak, baik besar maupun kecil. Antar organisasi keagamaan itu terjadi persaingan karena itu
tidak mengherankan jika ada warga masyarakat yang tidak ikut menjadi anggota dari salah satu organisasi
keagamaan yang ada.

18
Mereka disebut sebagai anggota gereja di atas kertas. Dalam masyarakat industri sekuler ini Elizabeth
mengemukakan ciri-ciri khusus tersebut mengandung implikasi ganda bagi fungsi agama. Pertama, perbedaan
bidang agama dan pertumbuhan sekularisme menimbulkan sikap toleransi terhadap perbedaan agama yang cukup
tinggi.

Kedua, keyakinan dan pengamalan keagamaan menjadikan agama sebagai pemersatu lingkungan organisasinya,
khususnya bagi masyarakat minoritas. Terlepas dari bentuk prioritas antara agama dengan masyarakat,
baik dalam bentuk organisasi maupun fungsi intrinsik agama, maka yang jelas dalam keadaan masyarakat agama
masih tetap memiliki fungsi dalam kehidupan masyarakat.

Agama sebagai anutan masyarakat, terlihat masih berfungsi sebagai pedoman yang dijadikan sumber untuk
menjalankan rona proses kehidupan. Masalah agama tidak akan mungkin dapat disimpangkan dari
roda kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.

 Memberikan edukatif

Para penganut agama berpendapat bahwa norma agama yang


mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan
melarang.

Kedua unsur menyuruh dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi
penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing antar manusia.

 Menciptakan perdamaian

Melalui agama seseorang yang bersalah atau menganggap perbuatan berdosa dapat mencapai kedamaian batin
melalui tuntunan agama. Bisa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seseorang
pelanggar telah menebus dosanya melalui taubat, pensucian, atau penebusan dosa dengan bentuk lain.

 Menciptakan social control

Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terkait sifat batin kepada tuntunan ajaran
tersebut, baik pribadi maupun antar kelompok.

Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai
pengawasan secara individu maupun secara kelompok karena agama merupakan instansi dan secara dogmatis
mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis (wahyu, kenabian).

 Menciptakan rasa solidaritas

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan: keimanan,
dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan
kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. Pada beberapa agama rasa persaudaraan itu bahkan
dapat mengalahkan rasa kebangsaan.

 Memuculkan kreatif itas

Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk kerja produktif bukan saja untuk kepentingan
dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin
dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuaan baru.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

dapat disimpulkan bahwa Manusia merupakan makhluk yang rumit dan misterius. Untuk memahami manusia
dibutuhkan penjelasan dan interpretasi yang lebih banyak dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh selain
manusia. Sebenarnya spiritualitas sebagai potensi batini manusia. Sebagai potensi yang memberikan dorongan bagi
manusia untuk melakukan kebajikan.

3.2 Saran

Manusia yang melakukan ajaran sesuai perintah agama umumnya karena adanya suatu harapan atau keyakinan
tentang pengampunan atau kasih sayang diri sesuatu yang ghaib atau supernatural. Motivasi mendorong seseorang
untuk berkreasi, berbuat kebajikan ataupun berkorban.

Sedangkan nilai etik membawa aspek seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji, menjaga amanat dan lain
sebagainya. Serta harapan mengharuskan pribadi seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat
ataupun berdoa. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama .

20
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/rokfad/593bb15b398b207eaf638d22/manusia-dan-agama

https://lasealwin.wordpress.com/2017/04/06/ciri-khas-dan-dampak-buruk-menjadi-atheis-saintisme-tidak-dapat-
menjelaskan-segala-sesuatu-di-alam-semesta/

file:///C:/Users/toshiba/AppData/Local/Temp/Ateisme%20sebagai%20Akibat%20dari%20Kebobrokan
%20Realitas.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/294850-agama-dalam-kehidupan-individu-debb02ed.pdf

https://www.researchgate.net/publication/330817003_AGAMA_DAN_MANUSIA

21

Anda mungkin juga menyukai