Makalah KB J
Makalah KB J
RESPON FISIOLOGIS TUMBUHAN TAPAK DARA (Catharanthus roseus (L.) G. Don) TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN DAN SALINITAS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Fisiologi Tumbuhan”
Dosen Pengampu :
Arbaul Fauziah, M.Si.
Disusun oleh :
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan tapak dara (Catharanthus roseus (L.) G. Don.) adalah tumbuhan yang telah
diketahui mempunyai bermacam-macam manfaat di bidang pengobatan dan pertanian.
Telah diketahui saat ini pemanfaatannya belum begitu luas, namun suatu ketika akan dapat
lebih digali dan dikembangkan lagi pemanfaatan tanamannya di berbagai bidang.
Berdasarkan hasil penelitian Pohan dan Amrizal (2010) diketahui bahwa ekstrak daun
tapak dara dapat menyebabkan poliploidisasi pada tanaman sawi hijau (Brassica rapa).
Pemberian ekstrak daun tapak dara pada konsentrasi 10 % memberikan pengaruh nyata
terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan bobot basah tanaman sawi hijau
yang diujikan. Oleh sebab itu tanaman ini memiliki potensi untuk dikembangkan di masa
mendatang terutama di bidang farmasi dan pertanian.
Mengingat potensi tapak dara yang besar maka perlu diketahui tingkat toleransinya
terhadap perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan seperti kekeringan, peningkatan
suhu, intensitas cahaya, tingkat salinitas, dan adanya senyawa polutan dapat memberikan
pengaruh terhadap tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor
eksternal tersebut juga akan menyebabkan tumbuhan memiliki pola adaptasi yang berbeda
dari sebelumnya.
Tumbuhan dapat memiliki respon bermacam-macam terhadap perubahan faktor
lingkungan. Banyak hasil penelitian yang telah membuktikan adanya perubahan anatomis
dan fisiologis pada tumbuhan akibat perubahan lingkungan. Fotosintesis dan penghambatan
pertumbuhan, akumulasi asam absisat, prolin.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana respon fisiologis tumbuhan Catharanthus roseus (L.) G. Don. Terhadap
cekaman kekeringan dan cekaman salinitas?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Bagaimana respon fisiologis tumbuhan Catharanthus roseus (L.)
G. Don. Terhadap cekaman kekeringan dan cekaman salinitas
1
BAB II
BAHAN DAN METODE
2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Biologi, Laboratorium Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Medan.
2.3 Metode
Metode penelitian mengadopsi metode eksperimen menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor dengan 16 kombinasi dan 3 ulangan masing-
masingnya. Faktor pertama adalah perlakuan cekaman kekeringan (C) dan terdiri dari 4
taraf meliputi
C0= tanpa cekaman (100% kapasitas lapang)
C1= perlakuan cekaman kekeringan (75% kapasitas lapang)
C2= perlakuan cekaman kekeringan (50% kapasitas lapang), dan
C3= [perlakuan cekaman kekeringan (25% kapasitas lapang).
Adapun faktor kedua adalah perlakuan salinitas melalui pemberian NaCl dengan 4 taraf:
G0= 0 ppm (tanpa garam NaCl)
G1= 500 ppm (0,5 g NaCl/L air)
G2= 1.000 ppm (1 g NaCl/1 L air)
G3= 2.000 ppm (2 g NaCl/1 L air)
2.3.1 Persiapan Tanaman
Penelitian dimulai dengan menanam bibit tapak dara (Caranthus reseus) dengan
media tanah : pupuk kompos (1:1) dan dibiarkan tumbuh hingga 6 minggu sampai
tingginya 20-30 cm.
2.3.2 Penentuan kapasitas lapang (KL)
Penentuan kapasitas lapang dilakukan dengan mencampur tanah dan kompos (1:1)
yang kemudian diletakan ke dalam 5 pot berukuran 1 kg dengan volume masing-
2
masing 500 g. Selanjutnya dilakukan penyiraman hingga keadaan jenih dan dibiarkan
selama 3x24 jam lalu ditimbang sebagai berat basah (Tb). Setelah itu tanah
dimasukkaan ke dalam oven dengan suhu 1000 selama 24 jam, didinginkan dalam
desikator dan ditimbang sebagai berat kering (Tk). Penghitungan kapasitas lapang
tanah menggunakan rumus berikut:
Kerapatan stomata =
3
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Perubahan morfologi yang terlihat selama 8 minggu pengamatan adalah adanya
perubahan warna pada daun tanaman menjadi kuning dan kemudian layu. Gejala ini
terlihat pada perlakuan C2G1, C3G1, C2G3 dan C3G3 (Gambar 1).Perubahan ini dialami
oleh tanaman dimulai pada minggu keenam hingga akhir pengamatan.
5
Tabel 2. Data hasil pengamatan kerapatan dan indeks stomata pada daun bagian
adaksial dan abaksial tanaman Catharanthus roseus(L.) G. Don pada semua perlakuan
cekaman.
Respon anatomis yang dialami oleh sel epidermis pada perlakuan cekaman:
- Pada perlakuan stress air 75% kapasitas lapang (C1G0), sel epidermis tidak mengalami
perubahan yang signifikan bila dibandingkan dengan 100% kapasitas lapang.
- Pada perlakuan stress air 50% kapasitas lapang (C2G0), sel epidermis juga tidak
mengalami perubahan anatomis yang berarti bila dibandingkan dengan 100% kapasitas
lapang
- Pada perlakuan stress air 25% kapasitas lapang (C3G0), sel epidermis tidak megalami
perubahan yang signifikan bila dibandingkan dengan 100% kapasitas lapang, namun
nilai indeks stomata sangat rendah (terendah di antara semua perlakuan lainnya)
- Pada perlakuan stress salinitas konsentrasi NaCl 500 ppm/L (C0G1), sel epidermis tidak
mengalami perubahan yang berarti
- Pada perlakuan stress salinitas konsentrasi NaCl 1000 ppm/L (C0G2), sel epidermis
mengalami pengkerutan dan stomata cenderung menutup
- Pada perlakuan stress salinitas konsentrasi NaCl 1500 ppm/L (C0G3),sel epidermis
mengalami pengkerutan lebih parah dibandingkan dengan perlakuan C0G2
- Kombinasi perlakuan stress air dan salinitas dengan kadar masing-masing yang rendah
(C1G1), sel epidermis tidak mengalami perubahan yang signifikan secara anatomis bila
dibandingkan dengan perlakuan C0G0
- Kombinasi perlakuan sedikit stress air dan salinitas yang lebih tinggi (C1G2), juga belum
mempengaruhi sel epidermis secara anatomis
- Kombinasi perlakuan sedikit stress air dan salinitas cukup tinggi (C1G3) mempengaruhi
sel epidermis secara signifikan bila dibandingkan dengan perlakuan C0G0. Jumlah
stomata pada permukaan atas daun (adaksial) sedikit
- Kombinasi stress air yang cukup tinggi dengan salinitas yang sedikit (C3G1)
menyebabkan sel epidermis (abaksial) mulai mengkerut.
6
Gambar 2. Sayatan melintang epidermis daun Catharanthus roseus setelah diberi
perlakuan cekaman kekeringan dan salinitas.
- Kombinasi stress air cukup tinggi dengan salinitas yang lebih tinggi (C3G2),
menyebabkan pengkerutan sel epidermis (abaksial) yang lebih parah dibandingkan
dengan C3G1, namun sel epidermis adaksial tidak terlalu terpengaruh oleh cekaman
yang diberikan.
- Kombinasi stress air tertinggi sekaligus dengan stress salinitas maksimal (C3G3)
menyebabkan terjadinya pengkerutan di sel epidermis adaksial dan lebih parah lagi
pada sel epidermis abaksial (stomata menutup semua).
3.2 Pembahasan
Sejumlah strategi yang berhubungan dengan fisiologis dilakukan oleh tanaman yang
tahan terhadap kekeringan.Ada tiga kategori tanaman berdasarkan mekanisme ketahanan
terhadap kekeringan, yaitu escape, avoidan, dan toleran. Tanaman tergolong kategori
escape memiliki ciri-ciri perkembangan daun yang lebih sempit, lapisan kutikula tebal,
penyesuaian jumlah stomata permukaan bawah daun, dan kemampuan stomata menutup
secara cepat (Courtois dan Lafitte, 1999 dalam Lestari, 2006). Anatomi daun seperti
7
ukuran palisade, klorofil dan stomata sangat menentukan efisiensi fotosintesis (Sahardi,
2000 dalam Lestari, 2006).
Salinitas adalah salah satu faktor yang paling serius yang membatasi produktivitas
tanaman agrikultur dengan efek merugikan terhadap proses germinasi, ketahanan
tanaman dan dan hasil tanaman pangan. Salinitas mempengaruhi banyak area yang
diirigasi terutama yang menggunakan air payau. Lebih dari 45 juta hektar lahan yang
diirigasi rusak oleh kadar garam yang tinggi pada tanah (Munns and Tester, 2008). Kadar
garam tinggi mempengaruhi tanaman dengan beberapa cara, yaitu: stress air, keracunan
ion, kekurangan nutrisi, stress oksidatif, perubahan proses metabolik, disorganisasi
membrane, reduksi pembelahandan pelebaran sel, genotoksisitas (Hasegawa, Bressan,
Zhu,& Bohnert, 2000; Munns, 2002, Zhu, 2007). Selama serangan dan perkembangan
stress salinitas pada tubuh tanaman, semua proses-proses penting seperti fotosintesis,
sintesis protein, metabolisme energi dan lipid juga dipengaruhi (Parida & Das, 2005).
Selama periode awal paparan salinitas, tanaman mengalami stress air, yang menyebabkan
pengurangan perluasan daun. Efek osmotik dari stress salinitas dapat kemudian diamati
secara cepat setelah aplikasi garam dan kemudian berlanjut efeknya terhadap
terganggunya pembelahan dan pelebaran sel, begitu juga pembukaan stomata (Flowers,
2004; Munns, 2002). Tanaman yang terpapar dalam periode yang lama oleh salinitas,
tanaman mengalami stress ionic, yang kemudian memicu penuaan dini pada daun
dewasa, dan kemudian pengurangan fotosintesis(Carillo et al., 2006).
Stress ionik menghasilkan penuaan dini daun dewasa dan gangguan keracunan
(klorosis, nekrosis) pada daun dewasa akibat Na+ yang mempengaruhi tanaman dengan
cara menganggu sintesis protein dan aktivitas enzim (Hasegawa, Bressan, Zhu, & Bohnert,
2000, Munns, 2002,Munns & Termaat, 1986).
8
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pmberian cekaman kekeringan
pada kondisi 25% kapasitas lapang memberikan pengaruh kepada penurunan nilai indeks
stomata. Pemberian NaCl dengan kadar 1000 ppm menyebabkan pengerutan pada sel
epidermis. Kombinasi stress air tertinggi sekaligus dengan stress salinitas maksimal (C3G3)
menyebabkan terjadinya pengerutan di sel epidermis adaksial dan lebih parah lagi pada sel
epidermis abaksial (stomata menutup semua). Perlakuan ini juga memiliki kerapatan
stomata dan indeks stomata terendah dari keseluruhan perlakuan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Pohan, Selvia Dewi., dkk. 2018. Respon FisiologisTumbuhan Tapak Dara (Catharanthus roseus
(L.) G. Don. terhadap Cekaman Kekeringan dan Cekaman Salinitas. Hasil penelitian pada
Seminar Nasional dan Pembelajarannya ke-4 FMIPA. Universitas Negeri Medan
Tanggal 08 September 2018
10