Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan

Fenomena Pendidikan

Disusun Oleh :
1. M.Reza Hidayat 2110206007
2. Deli Zairul Fitri 2110206026
3. Uswatun Hasanah 2110206027

Dosen Pengampu :
TITIN KUSAYANG , M.Pd

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI
TAHUN AJARAN 2021/2022
DAFTAR ISI

JUDUL................................................................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
1. Latar belakang.................................................................................
2. Rumusan masalah............................................................................
3.Tujuan penelitian................................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................
1. Fenomena Pendidikan..............................................................
a. Syarat terjadinya pendidikan........................................................
b. Perkembangan pemikiran tokoh-tokoh besar pendidikan............
BAB III PENUTUP..................................................................................
1. Kesimpulan............................................................................................
2. Saran......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan yang berjudul "Fenomena
Pendidikan" dengan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa Makalah kegiatan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karenanya, diharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis menjadi
lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan kegiatan ini menambah wawasan dan memberi manfaat bagi
pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Pendidikan pada umumnya dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Dengan demikian keluarga merupakan salah satu
lembaga yang mengemban tugas dan tanggung jawab dalam mencapai tujuan
pendidikan secara umum. Adapun tujuan pendidikan secara umum yaitu
mengupayakan subjek didik menjadi pribadi yang utuh. Hal ini merupakan
tanggung jawab keluarga.
Pendidikan merupakan salah satu fungsi yang harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah secara terpadu untuk
mengembangkan fungsi pendidikan. Keberhasilan pendidikan bukan hanya
dapat diketahui dari kualitas individu, melainkan juga keterkaitan erat dengan
kualitas kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan
diselenggarakan dengan memberikan keteladanan, membangun kemauan,
mengembangkan kreativitas anak didik dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu/kualitas layanan pendidikan.
Dilihat dari ruang lingkupnya, pendidikan terdiri dari tiga jenis, Pertama,
pendidikan dalam keluarga (informal) maksudnya pendidikan keluarga dan
lingkungan. Kedua, pendidikan di sekolah (formal), maksudnya jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Ketiga, pendidikan dalam
masyarakat (nonformal), maksudnya jalur pendidikan di luar formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Perkembangan awal intelektual anak terjadi di rumah. Lingkungan dan sikap
yang menyenangkan menolong anak belajar di rumah. Kunci membuat anak
belajar adalah orang tua, mulai dari bayi hingga selama masa pendidikan
formalnya.
Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan
kepribadian anak. Sejak kecil, anak sudah mendapat pendidikan dari kedua
orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam
keluarga. Baik tidaknya keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan
hidup orang tua sehari-hari dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan
jiwa anak (Zain, 2010:53). Dengan demikian, pola asuh orang tua akan sangat
mempengaruhi kepribadian atau tingkah laku seorang anak, dan menentukan
perkembangan kognitif anak sekarang dan masa depan mereka.
Peran orang tua yang baik dibutuhkan dalam membentuk kepribadian yang
baik bagi anak dengan cara memberikan peraturan-peraturan dan kebebasan
kepada anak. Peran orang tua juga dibutuhkan dalam hal memberikan semangat
kepada anak untuk terus belajar tidak hanya memberikan kebebasan, orang tua
juga harus mengontrol dan mendisiplinkan anak dalam belajar

2. LANDASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
3.rumusan masalah
1.Apa saja Syarat terjadi nya pendididkan
2.Bagaimana perkembangan pemikiran tokoh-tokoh besar pendidiakn
3. Jelaskan pengertian fenomena pendidikan
D. Tujuan masalah
1.Untuk mengetahui syarat terjadinya pendidikan
2.Untuk mengetahui Bagaimana perkembangan pemikiran tokoh-tokoh
besar pendidikan.
3.Untuk mengatahui bagaimana fenomena pendidikan terjadi
BAB ll
Pembahasan
Syarat-syarat terjadinya pendidikan
A. Peranan Keluarga dalam Pendidikan

Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama dalam masyarakat,


karena dalam keluarga manusia dilahirkan hingga berkembang menjadi dewasa. Lebih
jelasnya, menurut Tatang Syarifudin, keluarga dalam arti sempit adalah unit sosial yang
terdiri atas dua orang (suami-istri) atau lebih (ayah, ibu dan anak). Adapun dalam arti luas,
keluarga adalah unit sosial berdasarkan hubungan darah atau keturunan, yang terdiri atas
beberapa keluarga dalam arti sempit.
Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan dalam keluarga akan selalu mempengaruhi
tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia.
Pendidikan yang diterima dalam keliuarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai
dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.
Menurut Kamanto Sunarto (1993) keluarga dapat dibedakan dalam berbagai bentuk.
Berdasarkan keangotaannya, keluarga dibedakan menjadi keluarga batih (nuclear
family) dan keluarga luas (extended family). Keluarga batih adalah keluarga terkecil yang
terdiri atas ibu, ayah, dan anak. Sedangkan keluarga luas adalah keluarga yang terdiri dari
beberapa keluarga batih.
Berdasarkan garis keturunannya, keluarga dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:
keluarga patrilinial (garis keturunan ditarik dari pria atau ayah); keluarga matrilineal (garis
keturunan ditarik dari wanita atau ibu), dan keluarga bilateral (garis keturunan ditarik dari
pria dan wanita atau ayah dan ibu).
Selain itu, berdasarkan pemegang kekuasaannya, keluarga dibedakan menjadi
keluarga patriarhat (patriarchal),yaitu dominasi kekeuasaan berada pada pihak
ayah, keluarga matriarhat(matriarchal), yaitu dominan kekuasaaan terlerak pada
ibu, keluarga equalitarian, yaitu ayah dan ibu mempunyai kekuasaan yang sama.

Salah satu fungsi keluarga adalah untuk melaksanakan pendidikan. Dalam hal
ini orang tua (ibu dan ayah) adalah pengemban tanggung jawab pendidikan anak. Secara
kodrati orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak, dan atas kasih sayangnya orang
tua mendidik anak-anaknya. Orang yang berperan sebagai pendidik bagi anak di dalam
keluarga utamanya adalah ayah dan ibu.Namun demikian, selain mereka, saudara-
saudaranya, pembantu rumah tangga atau baby sitter pun turut serta mendidik anak. Apalagi
dalam keluarga luas (extended family), bahwa kakek, nenek, paman, bibi, atau siapapun
yang tinggal serumah dengan anak juga akan turut mempengaruhi atau mendidik anak
tersebut. Menyikapi hal itu, pergaulan pendidikan dalam keluarga terkadang tidak
berlangsung hanya dilakukan oleh orang tua (ayah dan ibu) saja.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang bersifat informal, artinya bahwa
suatu keluarga dibangun bukan pertama-tama sebagai pranata pendidikan. Namun demikian,
kenyataannya dalam keluarga berlangsung pendidikan yang diselenggarakan orang tua
kepada anak-anaknya. Pendidikan dalam keluarga terselenggara atas dasar tanggung jawab
kodrati dan atas dasar kasih sayang yang secara naluriah ada pada diri orang tua.

Disamping cara-cara pelaksanaan pendidikan dalam keluarga berlangsung tidak dengan


formal dan artificial, melainkan melalui cara-cara dalam suasana yang wajar.

Sejak kelahirannya, anak akan mendapatkan pengaruh dan pendidikan dari keluarganya.
Pendidikan yang dilakukan dalam keluarga sejak anak masih kecil akan menjadi dasar bagi
pendidikan dan kehidupannya dimasa datang. Hal ini sebagaimana dikemukakan M.I.
Soelaiman (1985) bahwa “pengalaman dan perlakuan yang didapat anak dari lingkungannya
semasa kecil –dari keluarganya– menggariskan semacam pola hidup bagi kehidupan
selanjutnya.

Adapun isi pendidikan dalam keluarga biasanya meliputi: berbagai pengetahuan yang
mendasar, sikap, nilai dan norma agama, nilai dan norma masyarakat/budaya, serta
keterampilan-keterampilan tertentu.

Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya
lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan pendidikan
kesosialan, seperti tolong-menolong, bersama-sama menjaga kebersihan rumah, menjaga
kesehatan dan ketentraman rumah tangga, dan sejenisnya. Dalam rangka pelaksanaan
pendidikan nasional, peranan keluarga sebagai lembaga pendidikan semakin tampak dan
penting. Peranan keluarga terutama dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan
bakat dan minatserta pembinaan bakat dan kepribadian.
Sehubungan dengan itu penanaman nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai keagamaan dan
nilai-nilai kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Es dimulai dalam keluarga. Agar
keluarga dapat memainkan peran tersebut keluarga juga perlu dibekali dengan pengetahuan
dan keterampilan pendidikan, perlu adanya pembinaan. Hal ini dapat dicapai melalui
pendidikan kemasyarakatan terutama pendidikan orang dewasa dan pendidikan wanita.

Menurut Dr. Zakiah Drajat, tanggung jawab pendidikan yang menjadi beban orang tua
sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka:

1. Memelihara dan membesarkan anak.


2. Melindungi dan menjamin keamanan, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari berbagai
gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai
dengan
falsafah hidup dan agama yang dianut.
3. Memberi pengajaran dalam arti yang luas, sehingga anak memperoleh peluang-peluang
memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi-tinggi mungkin yang dapat
dicapainya.
4. Membahagiakan anak di dunia, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup.

Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain :

1) Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak
mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka
berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi
dan menyelesaikannya dengan baik.

2) Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan
ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan
kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat
dan hendaknya mereka diberi hak pilih.

3) Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Saling menghormati
artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan
perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban. Kedua orang tua harus
bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.

4) Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-


anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan
menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak
terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan
kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya
sendiri.

Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu
tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang
susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu
kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-
hukum fikih serta kehidupan manusia.

Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya
maka anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau buruk dan hal ini akan menyiapkan
sarana penyelewengan anak. Hal yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah
satu-satunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian.

Orang tua mendukung proses pendidikan di sekolah dengan cara:

1. Membimbing anak untuk terus melanjutkan apa yang sudah diberikan di sekolah.
2. Menemukan minat-minat anak yang kemudian hasilnya dapat dikomunikasikan
dengan sekolah
3. Mengkomunikasikan masalah-masalah pendidikan sekolah anak dengan pihak sekolah
4. Memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.[4]
Berdasarkanuraianterdahuludapatdisimpulkanbahwa fungsi keluarga dalam pendidikan ad
alah: 1. Sebagai peletak dasar pendidikan anak, dan 2. Sebagai persiapan kearah kehidupan
anak dalam masyarakat.

B. Peranan Sekolah dalam Pendidikan

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi (Pasal 1 ayat 11 UU RI No. 20 Tahun 2003). Pendidikan formal
diselenggarakan di sekolah. Sekolah didirikan secara sengaja oleh masyarakat dan/atau
pemerintah dalam rangka penyelenggaran pendidikan.[5]

Sekolah melakukan pembinaan pendidikan untuk peserta didiknya didasarkan atas


kepercayaan dan tuntutan lingkungan keluarga dan masyarakat yang tidak mampu atau
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan pendidikan di lingkungan masing-masing,
mengingat berbagai keterbatasan yang dipunyai oleh orang tua anak. Namun tanggung jawab
utama pendidikan tetap berada di tangan kedua orang tua anak yang bersangkutan.

Sekolah hanya meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang telah diletakan dasar-
dasarnya oleh lingkungan keluarga sebagai pendidikan informal yang menurut Passal 9 Ayat
2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 1989 Nomor 2 Tahun 1989 dinyatakan,
bahwa satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang
berjenjang dan berkesinambungan, tanggung jawab sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal didasarkan atas tiga faktor yaitu:

a. Tanggung Jawab Formal

Kelembagaan pendidikan sesuai dengan fungsi, tugasnya dan mencapai tujuan pendidikan
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b. Tanggung Jawab Kelimuan

Berdasarkan bentuk, isi dan tujuan serta tingkat pendidikan yang dipercayakan kepadanya
oleh masyarakat sebagaimana dalam Pasal 13, 15 dan 16 Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional.

c. Tanggung Jawab Fungsional

Tanggung jawab yang diterima sebagai pengelola Fungsional dalam melaksanakan


pendidikan oleh para pendidik yang diserahi kepercayaan dan tanggung jawab melaksanakan
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagai limpahan wewenang dan
kepercayaan serta tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua peserta didik.

Peran sekolah dalam pendidikan dalam pengelolaan siswa adalah proses penerimaan
hingga siswa tersebut tamat dari sekolah atau keluar karena pindah sekolah atau sebab lain.
Pekerjaan mengenai siswa kadang-kadang termasuk kedalam manajemen siswa, tetapi ada
kalanya termasuk manajemen lain. Mengelompokan siswa untuk membentuk kelompok
belajar, termasuk kurikulum, tetapi mencatat hasil belajar siswa dapat dikategorikan sebagai
kegiatan manajemen siswa.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah merupakan kesatuan kegiatan-kegiatan yang
menyelenggarakan pembelelajaran yang dilakukan oleh para petugas khusus dengan cara–
cara yang terencana dan teratur menurut tatanan nilai dan norma yang telah ditentukan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Redja Mudyahardjo (Odang Muchtar, 1991) mengemukakan bahwa sebagai lembaga


pendidikan formal sekolah mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Sekolah mempunyai fungsi atau tugas khusus dalam bidang pendidikan. Fungsi/tugas
intern sekolah adalah melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan kurikuler. Adapun
fungsi/tugas ekstern sekolah adalah kegiatan untuk mencapai tujuan institusional.
b. Sekolah mempunyai tatanan nilai dan norma yang dinyatakan secara tersurat tentang
peranan-pernan dan hubungan-hubungan sosial di dalam sekolah, dan antara sekolah denga
lemabag lainnya.
c. Sekolah mempunyai program yang terorganisisr dengan ketat. Hal ini seperti tampak
dalam jenjang sekolah dan tingkat kelas, adanya kurikulum formal, jadwal belajar tertulus,
dsb.

Dari sekian versi tentang fungsi pendidikan sekolah dapat dikemukakan fungsi-fungsi
sebagai berikut:

a. Fungsi transmisi kebudayaan masyarakat.


b. Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan sosial).
c. Fungsi integrasi sosial.
d. Fungsi mengembangkan kepribadian individu/anak.
e. Fungsi mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan.
f. Fungsi inovasi/men-transformasi masyarakat dan kebudayaan.

Menurut Kamanto Sunarto 1993) pemikiran Drebben ini dipengarui oleh dikhotomi Talcot
Parsons– misalnya antara ascriptions dan achievment, particularism dan unuversalim,
diffusiness dan specifity. Keempat perbedaan yang dikemukakan Drebben tersebut yaitu:

a. Kemandirian (independence)

Disekolah anak mulai belajar hidup lepas dari orang tuanya. Kalau dirumah anak dapat
mengharapkan bantuan orang tuanya dalam mengerjakan sesuatu, sebaliknya di sekolah ia
belajar menyeksaikannya sendiri.

b. Prestasi (achiement)
Kalau dirumah anak lebih banyak terkait dengan statusnya yang diterimanya (ascribed
status) dan peranan-peranan yang diterimanya; dalam hal tertentu disekolah anak dituntut
untuk belajar dengan apa yang dapat diraihnya.

c. Universalisme (universalisme)

Kalau dirumah anak mendapatkan perhatian khusus dari orang tuanya karena ia memang
anak mereka, disekolah setiap anak memperoleh perlakuan yang relatif sama.

d. Spesifity (specifity)

Di sekolah, kegiatan siswa serta penialaian terhadap kelakuan mereka dibatasi secara
spesifik. Misal: kekeliruan siswa dalam pelajaran Matematika tidak mempengaruhi
penialaian guru dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Siswa dapat memperoleh kegagalan
serta kritik dalam perjalanan tertentu, tetapi ia pun dapat meraih keberhasilan dan pujian jam
pelajaran lainnya.[8]

C. Peranan Masyarakat dalam Pendidikan

Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah pendidikan di lingkungan


keluarga dan pendidikan dilingkungan sekolah. Bila dilihat ruanglingkup masyarakat,
banyak dijumpai kenakeragaman bentuk dan sifat masyarakat. Namun justru
keanekaragaman inilah dapat memperkaya budaya bangsa Indonesia.
Lembaga pendidikan yang diselenggrakan oleh masyarakat adalah salah satu unsur
pelaksana asas pendidikan seumur hidup. Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga
dan sekolah sangat terbatas, dimasyarakatlah orang akan meneruskannya hingga akhir
hidupnya. Segala pengetauan dan keterampilan yang diperoleh di lingkungan pendidikan
keluarga dan di lingkungan sekolah akan dapat berkembang dan dirasakan manfaatnya
dalam masyarakat.

Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak
sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah. Hal
ini disebabkan faktor waktu, hubungan, sifat dan isi pergaulan yang terjadi didalam
masyarakat. Waktu pergaulan terbatas hubungannya hanya pada waktu-waktu tertentu, sifat
pergaulannya bebas, dan isinya sangat kompleks serta beraneka ragam. Meskipun demikian,
masyarakat mempunyai peran yang besar dalam pelaksanaan pendidikan nasional.

Peran masyarakat itu anatara lain menciptakan suasana yang dapat menunjang pelaksanaan
pendidikan nasional, ikut menyelenggarakan pendidikan non pemerintah (swasta),
membantu pengadaan tenaga, biaya, sarana dan prasarana, menyediakan lapangan kerja,
membantu pengembangan profesi baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran
masyarakat tersebut dilaksanakan melalui jalur-jalur: a. Perguruan swasta; b. Dunia usaha;
c. Kelompok profesi; d. Lembaga swasta lainnya.

a. Peranan Perguruan Swasta


Perguruan swasta mempunyai tanggung jawab dan peranan yang penting dalam
usaha ikut serta melaksnakan pendidikan nasional karena itu pertumbuhan dan kemampuan
perlu dikembangkan berdasrkan pola pendidikan nasional yang mantap dengan tetap
mengindahkan ciri khas perguruan yang bersangkutan. Yang dimaksud perguruan swasta
yaitu usaha-usaha dari masyarakat yang secara langsung mengelola dan menyelenggarakan
pendidikan formal.
Perguruan swasta dapat menyelenggarakan semua jenis dan jenjang pendidikan,
kecuali pendidikan kedinasan dilingkungan pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya
perguruan swasta berkewajiban melaksanakan ketentuan-ketentuan pokok pendidikan
nasional seperti Peraturan Perundang-undangan, Standarisasi dan Akreditasi. Karena itu
perguruan swasta perlu dan harus dikelola oleh suatu lembaga yang berbentuk badan hukum,
sehingga hak dan kewajiban kelangsungan pertumbuhannya mempunyai dukungan yang
mantap.

b. Peranan Dunia Usaha

Sebagai bagian dari masyarakat dunia usaha mempunya kaitan yang erat dengan unsur-
unsur kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pendidikan. Hubungan dunia usaha dengan
dapat dilihat dari dua segi yaitu:

1) Dunia usaha sebagai konsumen pendidikan dalam arti dunia usaha memanfaatkan dan
mengambil dari hasil pendidikan yang berupa lulusan; dan
2) Dunia usaha sebagai pengembang dan pelaksana dalam penyelnngaran pendidikan.

A. Sekilas Tentang Historis Pendidikan Di Dunia

Sejarah pendidikan dunia yang banyak dibahas dalam beberapa literatur mengemukakan
tentang periodisasi pendidikan dunia yang terdiri dari:

a) Zaman Realisme

· Tokoh-tokoh zaman ini ialah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius.
· Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui
penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi pengiinderaan.

b) Zaman Rasionalisme

· Tokoh pada zaman ini adalah John Locke


· Aliran ini memberikan kekuasaan kepada manusia untuk berpikir sendiri dan
bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan
bertindak untuk dirinya.

c) Zaman Naturalisme

· Tokoh pendidikan pada zaman ini ialah J.J. Rousseau


· Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar seperti korupsi, gaya hidup yang
dibuat-buat dan sebagainya.
· Aliran ini menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dan
dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri.

d) Zaman Developmentalisme

· Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga
sering disebut sebagai gerakan psikologis dalam pendidikan
· Tokohnya ialah Pestalozzi, Johan Frederich Herbart, Stanley Hall

e) Zaman Nasionalisme

· Dibentuk sebagai upaya membentuk patriot bangsa dalam mempertahankan bangsa


dari kaum imperialis
· Tokohnya adalah La Chatolais, Fichte, dan Jefferson

f) Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme

· Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan


penguasa/pemerintahan, dipelopori oleh Adam Smith
· Positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga
kepercayaan terhadap agama semakin melemah, tokohnya August Comte

g) Zaman Sosialisme

· Aliran ini berpendapat bahwa masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada
individu. Oleh karena itu pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial
· Tokohnya Paul Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey.

B. Tokoh-Tokoh Pendidikan di Indonesia, Kontribusi dan Implikasinya terhadap Pendidikan di


Indonesia

a. Ki Hajar Dewantara

1) Biografi

Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Beliau lahir
di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889. Hari kelahirannya kemudian diperingati
setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki Hajar
Dewantara terlahir dari keluarga bangsawan maka beliau berhak memperoleh pendidikan
untuk para kaum bangsawan. Ia pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk
anak-anak Eropa/dan melanjutkan pendidikannya di STOVIA.
Ki Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-menulis, hal
ini dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar pada masa
itu. Berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai organisasi sosial dan politik kemudian
mendorong Ki Hadjar Dewantara untuk bergabung didalamnya. Pada tahun 1919, ia kembali
ke Indonesia dari pengasingan dan langsung bergabung sebagai guru di sekolah yang
didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajar yang ia terima di sekolah tersebut
kemudian digunakannya untuk membuat sebuah konsep baru mengenai metode pengajaran
pada sekolah yang ia dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922. Sekolah tersebut
bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian kita kenal sebagai
Taman Siswa.

2) Tinjauan Ontologi, Aksiologi, dan Epistimologi

· Ontologi

Ki Hajar Dewantara melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya
manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya
menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu
menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan
sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek
intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata
pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan
kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan
menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.

Dari titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan manusia yang membedakannya dengan


makhluk lain adalah bahwa manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak
berbudaya. Maka salah satu cara yang efektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi
adalah dengan mengembangkan kebudayaannya. Persoalannya budaya dalam masyarakat itu
berbeda-beda. Dalam masalah kebudayaan berlaku pepatah: ”Lain ladang lain belalang, lain
lubuk lain ikannya”. Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam
budayanya sendiri. Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai manusia itu
sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.

· Aksiologi

Tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pendidikan hendaknya


menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di
masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak
luhur dan berkeahlian. Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menempatkan kemerdekaan
sebagai syarat dan juga tujuan membentuk kepribadian dan kemerdekaan batin bangsa
Indonesia agar peserta didik selalu kokoh berdiri membela perjuangan bangsanya. Karena
kemerdekaan menjadi tujuan pelaksanaan pendidikan, maka sistem pengajaran haruslah
berfaedah bagi pembangunan jiwa dan raga bangsa. Untuk itu, di mata Ki Hajar Dewantara,
bahan-bahan pengajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan hidup rakyat.
Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak boleh dimaknai sebagai paksaan; kita harus
mengunakan dasar tertib dan damai, tata tentram dan kelangsungan kehidupan batin,
kecintaan pada tanah air menjadi prioritas. Karena ketetapan pikiran dan batin itulah yang
akan menentukan kualitas seseorang. Memajukan pertumbuhan budi pekerti- pikiran
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, agar pendidikan dapat memajukan
kesempurnaan hidup. Yakni: kehidupan yang selaras dengan perkembangan dunia tanpa
meninggalkan jiwa kebangsaan.

· Epistimologi

Cara mengajar beliau menerapkan metode “among”. Metode sistem among dapat dikatakan
metode pembelajaran inovatif yang mampu mengembangkan jiwa merdeka siswa. Metode
ini melawan metode klasikal yang kaku, statis, dan dingin dengan info-info guru semata.
Among mempunyai pengertian menjaga, membina, dan mendidik anak dengan kasih sayang.
Lalu gurunya disebut pamong karena momong (mengasuh) yang mempunyai kepandaian
dan pengalaman lebih dari yang diamong.

Sistem among memberikan ciri jiwa merdeka. Jadi, mengajar dengan sistem among yang
pertama harus ditumbuhkan adalah mengenalkan, menanamkan, dan mewujudkan jiwa
merdeka. Dengan jiwa merdeka, kreativitas dn imajinasi siswa akan muncul dan kelak
menjadi bekal membangun Indonesia. Oleh karena itu, sistem among mengharamkan
hukuman disiplin dengan paksaan/kekerasan karena itu akan menghilangkan jiwa merdeka
anak. Sistem Among dilaksanakan secara “tut wuri handayani”, bila perlu perilaku anak
boleh dikoreksi (handayani) namun tetap dilaksanakan dengan kasih sayang.

Anak didik dibiasakan bergantung pada disiplin kebatinannya sendiri, bukan karena paksaan
dari luar atau perintah orang lain. Seperti prinsip Ki Hadjar Dewantara bahwa kita tidak perlu
segan-segan memasukkan bahan- bahan dan kebudayaan asing, dari manapun asalnya, tetapi
harus diingat bahwa dengan bahan itu kita dapat menaikkan derajad hidup kita dengan jalan
mengembangkan apa yang sudah menjadi milik kita, memperkaya apa yang belum kita
miliki.

3) Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan

Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam
kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan
juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata
lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau
figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama
Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan,
keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan
di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan
kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru
sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak
Tuhan dan membawa keselamatan.
Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan (relasi
dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasi dan
komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi
administrasi sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi
antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan
zaman. Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung
tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk
melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan
seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan
kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu
kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap
peserta didik.

Di sinilah relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara di bidang pendidikan: mencerdaskan


kehidupan bangsa hanya mungkin diwujudkan dengan pendidikan yang memerdekakan dan
membentuk karakter kemanusian yang cerdas dan beradab. Oleh karena itu, konsepsi
pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat menjadi salah satu solusi membangun kembali
pendidikan dan kebudayaan nasional yang telah diporak-porandakan oleh kepentingan
kekuasan dan neoliberalisme.

b. R. A Kartini

1) Biografi

Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, 21 Apil 1879. Beliau adalah seorang tokoh pahlawan
nasional Indonesia dari suku Jawa. Raden Ajeng Kartini berasal dari bangsa priyayi. Kartini
bersekolah di ELS (Europese Lagere School) sampai usia 12 tahun. Di sisi lain Kartini
belajar Bahasa Belanda. Ia juga banyak membaca surat kabar Semarang De
Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel paket majalah
yang diedarkan took buku kepada langganan. Diantaranya terdapat majalah kebudayaan dan
ilmu pengetahaun yang cukup berat. Kartini banyak membuat tulisan dan mengutip kalimat.
Perhatiannya tersorot pada emansipasi wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi, dan
persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.

b) Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan

Peran R.A Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia merupakan salah satu contoh
kontribusi wanita dalam sejarah. Kartini mendobrak kondisi yang memprihatinkan tersebut
dengan membangun sekolah khusus wanita. Selain itu beliau juga mendirikan perpustakaan
bagi anak-anak. Kartini dalam memajukan pendidikan Indonesia tertuang dalam karya nya
“Door Duisternis Tot Licht”, yang diartikan sebagai ‘habis gelap terbitlah terang’.

Kartini telah membawa banyak perubahan dan kemajuan dalam pendidikan Indonesia.
Kartini mengajarkan bahwa seorang wanita harus mempunyai pemikiran jauh ke depan. Di
mata Kartini pendidikan adalah hal penting. Pendidikan akan mampu mengangkat derajat
dan martabat bangsa. Kartini konsisten mengemukakan pentingnya pendidikan yang
mengasah budi pekerti, atau yang kita kenal sebagai pendidikan karakter pada masa
sekarang.i

Kartini mengatakan bahwa pendidikan itu janganlah hanya akal saja yang dipertajam, tetapi
budi pekerti pun harus dipertinggi. Sekolah diperlukan dalam memajukan pendidikan.
Pendidikan di sekolah juga harus dibarengi dengan pendidikan di keluarga. Untuk para guru
di sekolah, kartini berharap guru tidak hanya mengajar semata, tetapi juga harus menjadi
pendidik. Dalam notanya berjudul ‘Berilah Orang Jawa Pendidikan’ Kartini dengan tegas
mengatakan “guru-guru memiliki tugas rangkap: menjadi guru dan pendidik! Mereka harus
melaksanakan pendidikan rangkap itu, yaitu pendidikan pikiran dan budi pekerti”

Bagi Kartini mendidik perempuan merupakan kunci peradaban, karena perempuan yang
akan mendidik anak-anak (generasi muda). Beliau juga memiliki pemikiran tentang
kebijakan pendidikan, dimana pemerintah berkewajiban meningkatkan kesadaran budi
perempuan, mendidik perempuan, memberi pelajaran perempuan, dan menjadikan
perempuan sebagai ibu dan pendidik yang cakap dan cerdas. Namun Kartini juga tidak lantas
membatasi pendidikan yang normatif, beliau memberi kebebasan kepada siswa untuk
berpikir dan mengutarakan pendapat. Bahan bacaan menjadi gagasan kartini juga, karena
bahan bacaan atau yang sekarang ini kita artikan sebagai sumber belajar merupakan alat
pendidikan yang diharapkan banyak mendatangkan kebajikan. Anak-anak hendaknya diberi
bahan bacaan yang mengasyikkan, bukan karangan kering yang semata-mata ilmiah.

2. Zaman Pengaruh Islam

a. K.H Ahmad Dahlan

1) Biografi

K.H Ahmad Dahlan adalah tokoh pendidikan Indonesia sekaligus pendiri Muhammadiyah.
Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912. Dasar tujuan pendidikan Muhammadiyah, yaitu
ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rasul. Dalam usaha penyelenggaraan
pendidikan,

2) Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan

Muhammadiyah tidak tertarik untuk mendirikan pesantren, karena pada saat itu pesantren cenderung
mengisolasi diri. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan Muhammadiyah ada yang bercorak sekolah
umum seperti sekolah yang diselenggarakan pemerintah Belanda, dan ada sekolah-sekolah khusus
keislaman. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan Muhammadiyah ialah pada 1921, yaitu Al-
Islamul Arqo, kemudian diubah menjadi Hooger Muhammadiyah School, dimana pada 1923
menjadi Kweekschool Islam. Pada tahun 1924 sekolah tersebut dipisahkan antara murid laki-laki dan
perempuan, yang akhirnya pada tahun 1932 menjadi Muallimien Muhammadiyah (Sekolah Guru
Islam Putra), dan Muallimat Muhammadiyah (Sekolah Guru Muhammadiyah Putri).

Taman kanak-kanak Muhammadiyah (Bustanul Athfal) didirikan pada tahun 1926, HIS met de
Quran pertama kali didirikan pada tahun 1923 di Jakarta, tahun 1926 di Kudus, dan tahun 1928 di
Aceh. Selanjutnya Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah seperti HIS, Volschool,
Verpolgschool, Schakelschool. Jadi pada dasarnya Muhammadiyah mendirikan sekolah sesuai dan
sama dengan sekolah-sekolah Belanda.

Alasan yang melatarbelakangi sebab-sebab munculnya gagasan modernisasi K.H Ahmad Dahlan
dalam pendidikan Islam, yaitu karena lembaga pendidikan barat yang cenderung sekuler dengan
menjadikan murid sekedar bisa menjadi pegawai pemerintah, serta lemahnya lembaga pendidikan
yang dimiliki umat Islam yang belum mampu menyiapkan generasi yang sesuai dengan tuntutan pada
zaman itu. Di dalam pendidikan dan pengajaran agama islam KH Ahmad Dahlan menanamkan
keyakinan dan faham tentang Islam yang utuh. Penerapan gagasan modernisasi pendidikannya telah
membawa hasil yang tak ternilai. Sumbangan pemikiranya yaitu dengan usaha-usaha yang
direalisasikan melalui:

a. Memasukkan pelajaran agama Islam ke dalam lembaga pendidikan milik kolonial Belanda

b. Penerapan sistem dan mengadopsi metode pendidikan Barat dalam lembaga pendidikan Islam

c. Memadukan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum

BAB lll
Penutup

KESIMPULAN

1. Setiap tokoh pemikir pendidikan pada masanya memiliki hasil pemikiran yang berpengaruh
atau berimplikasi dalam dunia pendidikan dunia, khususnya pendidikan Indonesia. Buah
pemikiran setiap tokoh pendidikan dipengaruhi oleh ideolog, filsafat yang dianutnya pada masa
itu, atau kondisi pemerintahan dalam negara. Hal ini berimplikasi pada pelaksanaan pemikiran-
pemikiran tokoh pendidikan tersebut, baik secara ontologism, aksiologis, maupun
epistimologisnya.

2. Tokoh pendidikan di Indonesia memberikan sumbangsih pemikirannya dari mulai masa


Hindu Budha, bahkan sampai sekarang. Secara filosofis, pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan
Indonesia dipengaruhi oleh ideologi Pancasila sebagai ideologi Negara.

3. Selain itu, latar belakang historis dan aliran agama juga mempengaruhi pemikiran tokoh
pendidikan. Misalnya, tokoh Kartini pada masa sebelum kemerdekaan yang memperjuangkan
hak perempuan dan pendidikan berdasarkan budi pekerti. Tokoh K.H. Ahmad Dahlan yang
menganut pemikiran pendidikan berdasarkan akhlak dan budi pekerti menjadi salah satu bukti
hasil pemikiran yang dipengaruhi aliran agama tertentu.

Saran
Bagi para pengajar khususnya pengajar sosiologi, bahwa pembelajaran yang bermakna
harus dinamis dan memerlukan kreativitas dari pengajar untuk mengambangkannya.
Apabila pengajaran sosiologi tetap berpola pada strategi konvensional, maka pengajaran
sosiologi yang demikian telah terperangkap pada bidang gelap yang menyesatkan.

Pengajar sosiologi akan kehilangan arah dan makna, atau lebih buruk lagi dampak
destruktifnya akan ditinggalkan oleh orang banyak. Dengan demikian, tugas pengajar
adalah selalu tanggap terhadap perkembangan situasi, termasuk harus memiliki
kompetensi dalam merespon arus perubahan yang semakin global dan kompetitif. Apabila
tidak adaptif terhadap berbagai perubahan jaman, maka pengajar sosiologi akan
ketinggalan dan atau bahkan tergilas oleh arus globalisasi. Selain itu juga, pendidik
diharapkan untuk lebih sabar dalam mendidik peserta didik untuk mewujudkan peserta
didik yang unggul dan mampu bersaing di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung PT Remaja


Rosdakarya

Erawati, M. (2012). Diktat Kuliah Psikologi Semester Ganjil. Tidak diterbitkan

Pidarta, M. (2007). Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak


Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Pribadi, S.A.T (2010). Kiprah K.H. Ahmad Dahlan dalam Modernisasi Pendidikan Islam
di Indonesia. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah

Mudyahardjo, R. (2008). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar


Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Nasution, S. (2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sadulloh, U & Setiasih, O. (2009). Landasan Historis Pendidikan. Dalam Sub Koordinator
MKDP Landasan Pendidikan (hlm 143-203) Bandung: UPI

Suryadi, A. (2014). Pendidikan Indonesia menuju 2025. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Suyitno. (2009). Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia. Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak


Diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai