Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS STUDI KASUS TERHADAP KONFLIK UBER, Inc.

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perilaku Organisasi dari dosen

Anthon Rustono S.E., M.M

disusun oleh:

Azzahra Triyandhiningsih 1401164300

Farrell Fachriadi Putra 1401164555

Titania Aulia 1401160326

Umara Dewi Salwani 1401164109

Wulan Hilmi Rochmawati 1401174573

MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

TELKOM UNIVERSITY

BANDUNG

2018
KONFLIK UBER

Jakarta, CNN Indonesia -- Deretan skandal dan pemberitaan buruk mengenai kelakukan
Kalanick rupanya membuat deretan direksi Uber gerah. Kelakuannya bahkan disebut-sebut
sebagai racun perusahaan.
Kalanick telah memimpin Uber sejak pertama didirikan pada 2009. Namun, buruknya
pemberitaan publik mengenai kepemimpinan Kalanick mendorong investor Uber
berkonslidasi untuk meminta perombakan kepemimpinan di Uber. Desakan ini lantas
berujung pada mundurnya Kalanick dari kursi CEO Uber yang diumumkan hari ini (21/6).
Rentetan skandal sekaligus blunder berkali-kali terjadi di perusahaan berbasis di San
Francisco ini. Mulai dari tuduhan pelanggaran data privasi pengguna, konflik Kalanick
dengan supir Uber, hingga pelecehan seksual di lingkungan kantor Uber.
Berikut adalah daftar skandal yang Uber lakukan dalam beberapa waktu terakhir.
1. Budaya Seksisme di Lingkungan Kerja
Seksisme dan diskriminasi gender merupakan kasus paling sering mendera Uber. Kasus
peremehan berdasarkan gender semacam ini pertama kali mencuat saat Kalanick melempar
lelucon bernada seksisme pada sebuah wawancara kepada Esquire.
Kasus berikutnya adalah candaan seksisme oleh anggota direksi Uber bernama David
Bonderman. Candaan itu diutarakan dalam rapat pleno mengenai perombakan kultur
perusahaan melawan aksi pelecahan seksual. Beberapa jam setelah melontarkan lelucon
seksisme itu, Bonderman meminta maaf dan mundur dari jabatannya.
Namun kasus seksisme terbesar yang memukul Uber adalah pengakuan seorang mantan
karyawati bernama Susan Fowler. Pada hari-hari pertama ia bekerja, ia mengaku menerima
pelecehan seksual dari atasannya. Saat ia melaporkan kejadian yang menimpanya, Fowler
malah diabaikan. Dalam blog yang ia tulis, Fowler menuduh Uber memiliki budaya kerja
yang sangat seksisme. Akibat pengakuan Fowler ini, Uber mengadakan investigasi
menyeluruh di tubuh internal mereka.
PENJELASAN
Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu
proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut
pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun
pengaruh negatif.
Konflik adalah suatu bentuk hubungan interaksi seseorang dengan orang lain atau suatu
kelompok dengan kelompok lain, dimana masing-masing pihak secara sadar, berkemauan,
berpeluang dan berkemampuan saling melakukan tindakan untuk mempertentangkan suatu
isu yang diangkat dan dipermasalahkan antara yang satu dengan yang lain berdasarkan alasan
tertentu.
1. Unsur Terjadinya Konflik
Pada kasus Uber ini, konflik terjadi akibat adanya ketidaksepakatan yang didasarkan pada
harapan perilaku. Contohnya pada salah satu konflik ‘Budaya Seksisme di Lingkungan
Kerja’, karyawan Uber menginginkan perlakuan yang baik dari CEO Uber, Travis Kalanick.
Mereka juga berharap tidak mendapatkan rasisme dan perlakuan seksisme dalam jam kerja
mereka.
2. Jenis Konflik

Terdapat 3 jenis konflik:


 Konflik Tugas adalah konflik atas isi dan sasaran pekerjaan. Contoh: perbedaan
pendapat antar anggota kelompok mengenai pembicaraan tugas presentasi PO.
 Konflik Hubungan adalah konflik berdasarkan hubungan interpersonal. Contoh:
perbedaan karakter yang memicu keributan dalam kelompok karena masih belum
saling mengenal.
 Konflik Proses adalah konflik atas cara melakukan pekerjaan. Contoh: Calvin dan
Panga yang memiliki cara berbeda dalam presentasi sehingga terjadi miskomunikasi
dalam penyampaian materi dan satu sama lain saling merasa presentasinya kurang
maksimal.
Dalam kasus seksime Uber ini, jenis konflik yang dihadapi Uber adalah konflik hubungan
berdasarkan interpersonal antarindividu dalam kelompok yang berbeda. Konflik ini terjadi
antara atasan dan bawahan Uber yang mayoritas wanita.
3. Faktor-Faktor Pemicu Konflik

Faktor-faktor pemicu konflik dalam sebuah perusahaan antara lain:


 Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
 Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
 Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
 Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Faktor-faktor pemicu konflik dalam perusahaan Uber ini salah satunya adalah Perbedaan
individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Perbedaan pendirian dan perasaan
akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Dalam kasus ini perasaan wanita yang dilecehkan oleh atasan tentunya
berbeda dengan atasan yang melecehkan bawahannya.
4. Peranan Konflik
Dalam kasus seksisme Uber ini digunakan pandangan tradisional karena anggapan bahwa
konflik ini menimbulkan hal-hal negatif dalam perusahaan dan merugikan perusahaan
sehingga membuat nama baik perusahaan menurun. Juga anggapan bahwa konflik hanya
merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
5. Tindakan Penanganan Konflik
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan
konflik :

 Berkompetisi
 Menghindari konflik
 Kompromi
 Berkolaborasi

Uber telah mengambil tindakan dalam kasus ini, yaitu kompromi dengan pihak-pihak yang
merasa dirugikan dengan melakukan investigasi dalam internal, akan tetapi setelah itu tidak
ada tanggapan dan tindak lanjut dari kasus ini. Juga pada akhirnya karena terlalu banyaknya
konflik dalam internal Uber, maka Presiden dari Uber pun mengundurkan diri dan di
akuisisinya Uber oleh Grab.

KESIMPULAN
Dari salah satu kasus Uber diatas, yaitu kasus seksisme dalam internal Uber, dapat
disimpulkan bahwa konflik tersebut tidak membawa dampak baik bagi internal Uber dan
hanya menamabah kerugian bagi pihak Uber karena banyaknya karyawan yang resah dan
akhirnya memutuskan untuk resign dari perusahaan. Juga konflik-konflik lain yang
menyebabkan runtuhnya Uber sehingga harus di akuisisi oleh Grab.

Anda mungkin juga menyukai