Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

P DENGAN PNEUMONIA +
SUSPEK CAP + POST STROKE DI RUANG ICU RSUD WANGAYA
PADA TANGGAL 27 S/D 30 JANUARI 2020

OLEH:

KOMANG RIZKI RAHAYU PUTRI (19J10215)


NI PUTU INDAH SARI (19J10080)
NI LUH PUTU WIRATIH P (19J10168)
I WAYAN ADI SETIAWAN (19J10056)
VERALIN POLLY (19J10108)
KADEK MEIKA WINTARI (19J10145)
NI KADEK SITI HENDRA DEWI (19J10163)
PUTU AYU SINTAYANI (19J10160)
NI WAYAN DEVI CRISTIANTI (19J10128)
I PUTU DARMAYASA (19J10070)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN (ITEKES) BALI
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia adalah proses inflamsi parenkim paru yang terdapat
konsodilosi dan terjadi pengisian rongga aveoli oleh eksudat yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda- benda asing (Mutaqin
2012). Pneumonia adalah infeksi pernapasan akut yang berakibatkan
buruk terhadap paru-paru yang disebabkan oleh virus bakteri atau jamur.
Infeksi ini umumnya tersebar dari seseorang yang tepapar di lingkungan
tempat tinggal atau melakukan kontak langsung dengan orang-orang yang
terinfeksi melalui tangan atau menghirup udara (droplet) akibat batuk atau
bersin (WHO 2016 dalam Nikmah atika 2018). Faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit
menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit menular namun
menimbulkan komplikasi kematian. Saat ini pravelensi pneumonia di
dunia kian hari meningkat hal ini di tandai dengan peningkatan prevalensi
pasien pneumonia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018)
menujukan Pravelensi pneumonia berdasarkan diagnosis angka kejadian
pneumonia di Indonesia yang tertingi terjadi di pronvinsi papua sebesar
3,5%. Menurut Data Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2018, Provinsi
Bali merupakan salah satu prevalensi pneumonia cukup tinggi yaitu
sebanyak 4.539 orang. Jumlah temuan kasus pneumonia di Provinsi Bali
yang paling tinggi adalah Kota Denpasar, yaitu sebesar 1.117 orang
(Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2018).
Dari data di atas terlihat jumlah penderita pneumonia sangat tinggi
dan jika di biarkan terus gejala yang sering muncul pada pasien dengan
pneumonia biasanya batuk, demam, sesak napas, menggigil serta sakit
kepala, pneumonia diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi yaitu penyakit
sangat berat (pneumonia berat), pneumonia ringan, dan bukan pneumonia
(WHO, 2009 dalam Adi, 2018).
Pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen dada dilakukan pada
pneumonia berat yang tidak memberi respon terhadap pengobatan atau
dengan komplikasi (WHO, 2009 dalam Adi, 2018). Komplikasi yang
mungkin muncul akibat pneumoni adalah demam menetap, atelectasis
(pengembangan paru yang tidak sempurnna) karena adanya obstruksi atau
penyempitan karena penumpukan cairan, efusi pleura, emfiema, super
infeksi, abses atau infeksi paru berisi nanah, endocarditi yaitu peradangan
katup jantung, meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(Nikmah, dkk. 2018). Itulah dasar kenapa kelompok tertarik mengangkat
kasus seminar dengan topik pneumoni.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Ny. P dengan pneumonia
+ suspek cap + post stroke di ruang ICU RSUD Wangaya?

C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar pada Ny.
P dengan pneumonia + suspek cap + post stroke di ruang ICU RSUD
Wangaya.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian data subjektif sesuai dengan
standar asuhan keperwatan pada Ny. P dengan pneumonia + suspek
cap + post stroke di ruang ICU RSUD Wangaya.
b. Mampu melaksanakan pengkajian data objektif sesuai dengan
standar asuhan keperawatan pada pada Ny. P dengan pneumonia +
suspek cap + post stroke di ruang ICU RSUD Wangaya.
c. Mampu menegakkan analisis sesuai dengan standar pada Ny. P
dengan pneumonia + suspek cap + post stroke di ruang ICU RSUD
Wangaya.
d. Mampu melakukan penatalaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.
P dengan pneumonia + suspek cap + post stroke di ruang ICU
RSUD Wangaya.

D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis menggunakan metode
deskriptif yaitu metode yang menggambarkan situasi tertentu yang ada
pada saat ini berdasarkan masalah yang ada, adapun cara-cara
pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku-buku dan sumber-sumber
lainnya untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan
dengan permasalahan dalam laporan kasus ini.
2. Studi kasus yaitu wawancara dengan keluarga serta melakukan
pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi, serta mempelajari sumber yang diperoleh dari catatan
medis, catatan keperawatan, merawat klien secara langsung, serta
bekerja sama dengan tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan
keperawatan.

E. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teori asuhan
keperawatan pada Ny. P dengan pneumonia + suspek cap + post stroke
di ruang ICU RSUD Wangaya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis
Hasil pengkajian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan saat melakukan pengkajian dan mampu menerapkan
ilmu-ilmu yang diperoleh.
b. Bagi Institusi
Diharapkan hasil pengkajian ini dapat menjadi sebuah referensi dan
masukan untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mahasiswa
jurusan Keperawatan.
c. Bagi Keluarga
Agar keluarga mengetahui dan memahami perubahan fisiologis dan
kondisi yang terjadi pada pasien.
d. Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana dalam menambah wawasan mahasiswa dalam
praktik terutama dalam hal memberi asuhan keperawatan sesuai
standar.

F. Sistematika Penulisan
Laporan studi kasus ni disusun dalam lima BAB. Adapun sistematika
penulisannya sebagai berikut: BAB I Pendahuluan, menguraikan tentang
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode yang
digunakan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. BAB II yang
mencakup Konsep Teoritis yang menguraikan tentang definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan medis, woc, dan asuhan keperawatan teorits. BAB III
yang mencakup tinjauan kasus yang menguraikan tentang pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. BAB IV
pembahasan yang menguraikan kesenjangan antara tinjauan teori dengan
tinjauan kasus. BAB V yaitu penutup yang mencakup simpulan dan saran.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PNEUMONIA

A. Konsep Dasar Teori Pneumonia


1. Pengertian
Pneumonia merupakan Insfeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
penyebab utama mortalitas. Pneumonia adalah peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. Secara klinis
pneumonia sebagai penyakit primer ataupun komplikasi dari penyakit lain
(Tammy, 2016).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah akut (ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas
disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan
aspirasi substansi asing berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi
dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma, 2013).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pneumonia
adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA)
dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan oleh
agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi
substansi asing berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan
konsolidasi.
2. Etiologi
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan
pneumonia dan penyakit ini baru akan timbul apabila ada faktor- faktor
prsesipitasi, namun pneumonia juga sebagai komplikasi dari penyakit
yang lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah
ini :
a. Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Diplococus
pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus Hemoliticus aureus,
Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia),
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri gram positif yang menyebabkan
pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia, streptococcus
aureus dan streptococcus pyogenis
b. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum
disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus merupakan penyebab utama pneumonia
virus. Virus lain yang dapat menyebabkan pneumonia adalah
Respiratory syntical virus dan virus stinomegalik.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung. Jamur yang dapat menyebabkan
pneumonia adalah : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas,
Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp,
Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
d. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti
pada penderita AIDS.
e. Faktor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya
tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein
(MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak
sempurna.
(Wilson, 2012)

3. Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme bakteri, jamur, fungi, aspirasi
penyebab pneumonia masuk melalui saluran pernapasan bagian atas,
masuk bronkiolus dan alveoli. Mikroorganisme dapat meluas dari alveoli
ke alveoli diseluruh segmen atau lobus. Timbulnya hepatisasi merah
akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru.
Alveoli menjadi penuh dengan cairam edema yang berisi eritrosit dan
fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi
melebar dan penurunan jaringan efektif paru. Paru menjadi terisi udara,
kenyal, dan berwarna merah, stadium ini dinamakan hepatisasi merah.
Pada tingkat lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit
dan relatif sedikit eritrosit dan terjadi fagositosis dengan cepat oleh
leukosit dan saat resolusi berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli.
Paru masuk dalam tahap hepatisasai abu-abu dan tampak berwarna abu-
abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah mati, dan
eksudat-fibrin dibuang dari alveoli. Stadium ini disebut stadium resolusi
(Wahyuningsih, 2015).

4. Klasifikasi
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menyebutkan klasifikasi pneumonia,
yaitu:
a. Berdasarkan bakteri penyebab:
1) Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering
diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis
itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang
telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang
terkebelakangan mental, pasien pascaoperasi, orang yang
menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah
yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi
sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan tubuh
menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari
lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar
dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,
infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang
paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran
napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena
infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat
mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir)
yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam
paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita
alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma,
legionella, dan chalamydia.
2) Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza
(bedakan dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan
penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan
pneumonia juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama
seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam
penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir
sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe
pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia
karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi
bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah
keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
3) Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
b. Berdasarkan predileksi infeksi:
1) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun
kiri.
2) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-
bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun
kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada
bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara
paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan
demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih
(oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu.
Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala
konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh
bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian
keadaannya, tentu tambah sulit penyembuhannya. Penyebab
penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa
terjadi infeksi yang seluruh tubuh.

5. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang dapat ditemui pada pneumonia bervariasi
sesuai usia dan berat ringannya infeksi. Secara umum gejala dan tanda
tersebut dibagimenjadi gejala infeksi umum dan gejala gangguan
respiratori. Gejala infeksi umum pneumonia berupa demam, sakit kepala,
gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal, dan
kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. Gejala
gangguan respiratori berupa batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis. ( Dahlan, 2009)

6. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik)


Menurut Misnadiarly, 2010 pemeriksaan diagnostik pada klien
pneumonia yaitu sebagai berikut:
a. Sinar X : mengidentifikasi distribusi structural (missal : lobar,
bronchial) dapat juga menyatakan abses
b. Biopsi paru : untuk menetapkan diagnosis
c. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah : untuk dapat
mengidentifikasi semua organism yang ada
d. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis
organism khusus
e. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru – paru, menetapkan
luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan
f. Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
g. Bronkostopsi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda
asing.

h. Laboratorium :
1) Hb : menurun/normal
2) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3) Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.

7. Penatalaksanaan Medis
Tata laksana pneumonia pada umumnya adalah dengan pemberian
antibiotik, oksigen, nebulisasi, cairan dan nutrisi yang adekuat, inotropik,
ventilasi mekanis dan terapi suportif. Menurut Misnadiarly, 2010 kepada
penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik
per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita anak yang
lebih besar dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit
jantung dan paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan
melalui infus. Mungkin perlu di berikan oksigen tambahan, cairan
intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan
memberikan respons terhadap pengobatan dan keadaannya membaik
dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan pada pneumonia bergantung
pada penyebab, sesuai yang di tentukan oleh pemeriksaan sputum
mencakup:
a. Oksigen 1-2L/menit
Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100mmhg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan AGD
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak
c. Fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak , khususnya dengan
clapping dan vibrasi
d. Pemberian kortikosteroid , diberikan pada fase sepsis
e. Ventilasi mekananis , indikasi intubasi dan pemasangan ventilator
dilakukanbila terjadi hipoksemia persisten, gagal nafas yang disertai
peningkatan respiratory distress dan respiratory arrest
f. IVFD dekstrose 10% :Nacl 0,9% = 3: 1,+ KCI10 mEq/500 ml cairan
g. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi
h. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
i. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
j. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia


community base:

a. Ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian


b. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian

Untuk kasus pneumonia Hospital base :

a. Sefotaksim 100mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian


b. Amikasin 10-15mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
c. Antipiretik : Paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
d. Mukolitik : Ambroxol 1,2 -1,6 mg/kgBB/2 dosis/ oral

Tabel Pemilihan Antibiotika berdasarkan Etiologi


Mikroorganisme Antibiotika
Streptokokus dan Penisilin G 50.000 unit/hari IV atau
Stafilokokus Penisilin Prokain 600.000U/kali/hari IM atau
Ampisilin 100mg/Kg BB/hari atau
Seftriakson 75-200 mg/Kg BB/hari
M.Pnemoniae Eritromisin 15mg/Kg BB/hari atau derivatnya
H.Influenzae Kloramfenikol 100mg/Kg BB/hari atau
Klebsiella Sefalosforin
8. Komplikasi
Komplikasi yang biasanya timbul akibat pneumonia, sebagai berikut :
a. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
b. Atelektasis ( pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi
karena obstruksi bronkus oleh penumpukan sekresi
c. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
d. Empisema (efusi pleura yang berisi nanah)
e. Delirium terjadi karena hipoksia
f. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang
benar, seperti penisilin
g. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang
h. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
i. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
(Djojodibroto, R.D, 2013)

B. Konsep Dasar Ventilator


1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk
memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan
alveoli untuk tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden,
Stacy, Lough, 2010). Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan
negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian
oksigen untuk periode waktu yang lama (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2009).

2. Indikasi Ventilasi Mekanik


Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan fisiologis dan klinis
(Urden, Stacy, Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika
modalitas manajemen noninvasif gagal untuk memberikan bantuan
oksigenasi dan/atau ventilasi yang adekuat. Keputusan untuk memulai
ventilasi mekanik berdasarkan pada kemampuan pasien memenuhi
kebutuhan oksigenasi dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan pasien
untuk secara klinis mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada
tingkat yang dapat diterima yang menunjukkan terjadinya kegagalan
pernafasan dan hal tersebut merupakan indikasi yang umum untuk
intervensi ventilasi mekanik (Chulay & Burns, 2009).

3. Tujuan Ventilasi Mekanik


Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi
alveolar yang tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk
memperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan transpor oksigen (Hudak &
Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk melaksanakan pembebasan CO2 atau
pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup, maka dapat dipertimbangkan
pemakaian ventilator (Rab, 2009). Tujuan fisiologis meliputi membantu
pertukaran gas kardio-pulmonal (ventilasi alveolar dan oksigenasi arteri),
meningkatkan volume paru-paru (inflasi paru akhir ekspirasi dan kapasitas
residu fungsional), dan mengurangi kerja pernafasan. Tujuan klinis
meliputi mengatasi hipoksemia dan asidosis respiratori akut, mengurangi
distress pernafasan, mencegah atau mengatasi atelektasis dan kelelahan
otot pernafasan, memberikan sedasi dan blokade neuromuskular,
menurunkan konsumsi oksigen, mengurangi tekanan intrakranial, dan
menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Lough, 2010).

4. Jenis – Jenis Ventilasi Mekanik


a. Ventilator tekanan negative
Ventilator tekanan negatif pada awalnya diketahui sebagai “paru-
paru besi”. Tubuh pasien diambil alih oleh silinder besi dan tekanan
negatif didapat untuk memperbesar rongga toraks. Saat ini, ventilasi
tekanan negatif jangka-pendek intermiten (VTNI) telah digunakan
pada penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) untuk memperbaiki
gagal nafas hiperkapnik berat dengan memperbaiki fungsi diafragma
(Hudak & Gallo, 2010). Ventilator ini kebanyakan digunakan pada
gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neuromuskular
seperti poliomielitis, muscular dystrophy, amyotrophic lateral
sclerosis, dan miastenia gravis (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2009).
Ventilator tekanan negatif menggunakan tekanan negatif pada dada
luar. Penurunan tekanan intrathorak selama inspirasi menyebabkan
udara mengalir ke dalam paru-paru. Secara fisiologis, tipe assisted
ventilator ini sama dengan ventilasi spontan. Ventilator tekanan negatif
mudah digunakan dan tidak memerlukan intubasi jalan nafas
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2009). Ventilator ini dapat
digerakkan dan dipasang seperti rumah kura-kura, bentuk kubah diatas
dada dengan menghubungkan kubah ke generator tekanan negatif.
Rongga toraks secara harfiah “menghisap” untuk mengawali inspirasi
yang disusun secara manual dengan “trigger”. Ventilator tekanan
negatif menguntungkan karena ia bekerja seperti pernafasan normal.
Namun, alat ini digunakan terbatas karena keterbatasannya pada posisi
dan gerakan seperti juga rumah kura-kura (Hudak & Gallo, 2010).
b. Ventilator tekanan positif
a) Pressure-Cycled
Ventilator pressure-cycled bekerja pada prinsip dasar
bahwa bila tekanan praset dicapai, inspirasi diakhiri (Hudak &
Gallo, 2010). Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan
ekshalasi terjadi dengan pasif. Ini berarti bahwa bila komplain
atau tahanan paru pasien terhadap perubahan aliran, volume udara
yang diberikan berubah (Hudak & Gallo, 2010).
Secara klinis saat paru pasien menjadi lebih kaku (kurang
komplain) volume udara yang diberikan ke pasien menurun-
kadang secara drastis (Hudak & Gallo, 2010). Volume udara atau
oksigen bisa bervariasi karena dipengaruhi resistansi jalan nafas
dan perubahan komplain paru, sehingga volume tidal yang
dihantarkan tidak konsisten (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2009). Perawat harus sering memonitor tekanan inspirasi,
kecepatan, dan volume tidal (VT) ekshalasi untuk meyakinkan
ventilasi menit yang adekuat dan untuk mendeteksi berbagai
perubahan pada komplain dan tahanan paru. Pada pasien yang
status parunya tak stabil, penggunaan ventilator tekanan tidak
dianjurkan. Namun pada pasien komplain parunya sangat stabil,
ventilator tekanan adekuat dan dapat digunakan sebagai alat
penyapihan pada pasien terpilih (Hudak & Gallo, 2010).

b) Time-Cycled
Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa
bila pada waktu praset selesai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo,
2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2009). Waktu ekspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah nafas per
menit). Normal rasio I:E (inspirasi:ekspirasi) 1:2 (Hudak & Gallo,
2010). Kebanyakan ventilator memiliki suatu kontrol kecepatan
yang menentukan kecepatan respirasi, tetapi siklus waktu yang
murni jarang digunakan pada pasien dewasa. Ventilator tersebut
digunakan pada bayi baru lahir dan infant (Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2009).
c) Volume-Cycled
Ventilator volume yang paling sering digunakan pada unit
kritis saat ini (Hudak & Gallo, 2010). Prinsip dasar ventilator ini
adalah bila volume udara yang ditujukan diberikan pada pasien,
inspirasi diakhiri. Ini mendorong volume sebelum penetapan (VT)
ke paru pasien pada kecepatan pengesetan. Keuntungan ventilator
volume adalah perubahan pada komplain paru pasien,
memberikan VT konsisten (Hudak & Gallo, 2010). Volume udara
yang dihantarkan oleh ventilator dari satu pernafasan ke
pernafasan berikutnya relatif konstan, sehingga pernafasan
adekuat walaupun tekanan jalan nafas bervariasi (Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2009).
5. Mode – Mode Ventilasi Mekanik
a. Control mode ventilation
Pada mode control, ventilator mengontrol pasien. Pernafasan
diberikan ke pasien pada frekuensi dan volume yang telah ditentukan
pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali
inspirasi. Bila pasien sadar atau paralise, mode ini dapat menimbulkan
ansietas tinggi dan ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010). Biasanya
pasien tersedasi berat dan/atau mengalami paralisis dengan blocking
agents neuromuskuler untuk mencapai tujuan (Chulay & Burns, 2009).
Indikasi untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea,
intoksikasi obat-obatan, trauma medula spinalis, disfungsi susunan
saraf pusat, frail chest, paralisa karena obat-obatan, penyakit
neuromuscular (Rab, 2009).
b. Assist Mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan
pada VT yang telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai
kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu
pernafasan, udara tak diberikan (Hudak & Gallo, 2010). Kesulitannya
buruknya faktor pendukung “lack of back-up” bila pasien menjadi
apnea model ini kemudian dirubah menjadi assit/control, A/C (Rab,
2009).
c. Model ACV (Assist Control Ventilation)
Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control
mode yang dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan.
Bila pasien gagal untuk inspirasi maka ventilator akan secara otomatik
mengambil alih (control mode) dan mempreset kepada volume tidal
(Rab, 2009). Ini menjamin bahwa pasien tidak pernah berhenti
bernafas selama terpasang ventilator. Pada mode assist control, semua
pernafasan-apakah dipicu oleh pasien atau diberikan pada frekuensi
yang ditentukan-pada VT yang sama (Hudak & Gallo, 2010).
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien
diintubasi (karena menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh
pasien), untuk dukungan ventilasi jangka pendek misalnya setelah
anastesi, dan sebagai dukungan ventilasi ketika dukungan ventilasi
tingkat tinggi diperlukan (Chulay & Burns, 2009). Secara klinis
banyak digunakan pada sindroma Guillain Barre, postcardiac, edema
pulmonari, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan ansietas
(Rab, 2009).
d. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya
sebagian, merupakan kombinasi periode assist control dengan periode
ketika pasien bernafas spontan (Marino, 2009). Mode IMV
memungkinkan ventilasi mandatori intermiten. Seperti pada mode
kontrol frekuensi dan VT praset. Bila pasien mengharapkan untuk
bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat melakukannya. Namun tidak
seperti pada mode assist control, berapapun pernafasan dapat diambil
melalui sirkuit ventilator (Hudak & Gallo, 2010).
e. Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan
paru-paru. Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi
bisa bervariasi. Akan tetapi, ada ketertarikan kepada PCV karena risiko
injuri paru-paru yang disebabkan oleh pemasangan ventilasi mekanik
lebih rendah (Marino, 2009).
f. Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan
kepada pasien untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus
respirasi dinamakan PSV. PSV bisa digunakan untuk menambah
volume inflasi selama pernafasan spontan atau untuk mengatasi
resistensi pernafasan melalui sirkuit ventilator. Belakangan ini PSV
digunakan untuk membatasi kerja pernafasan selama penyapihan dari
ventilasi mekanik (Marino, 2009).
g. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering
terjadi pada pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan
ateletaksis ganguan pertukaran gas dan menambah berat kegagalan
pernafasan. Suatu tekanan posistif diberikan pada jalan nafas di akhir
ekspirasi untuk mengimbangi kecenderungan kolaps alveolar pada
akhir ekspirasi (Marino, 2009).
PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka.
PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara
melakukan reinflasi alveolus yang kolaps, mempertahankan alveolus
pada posisi terbuka, dan memperbaiki komplain paru (Morton &
Fontaine, 2009).

h. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)


Pernafasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan
sepanjang siklus respirasi dinamakan CPAP (Marino, 2009). CPAP
merupakan mode pernafasan spontan digunakan pada pasien untuk
meningkatkan kapasitas residu fungsional dan memperbaiki oksigenasi
dengan cara membuka alveolus yang kolaps pada akhir ekspirasi.
Mode ini juga digunakan untuk penyapihan ventilasi mekanik (Urden,
Stacy, Lough, 2010).

6. Pengaturan Pernafasan pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik


Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh
ventilator (Smith-Temple & Johnson, 2011):
a. Volume tidal (VT): jumlah udara dalam mililiter dalam satu
kali nafas, yang diberikan selama inspirasi. Pengaturan awal
adalah 7-10 ml/kg; dapat ditingkatkan sampai15 ml/kg
b. Frekuensi: jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan
awal biasanya10 kali dalam 1 menit tetapi akan bervariasi
sesuai dengan kondisi klien.
c. Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired
oxygen, FiO2): persentase oksigen dalam udara yang diberikan.
Udara kamar memiliki FiO2 21%. Pengaturan awal
berdasarkan pada kondisi klien dan biasanya dalam rentang
50% sampai 65%. Dapat diberikan sampai 100%, tetapi FiO2
lebih dari 50% dihubungkan dengan toksisitas oksigen.
d. PEEP: tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang
membantu alveoli tetap terbuka dan mencegahnya menguncup
dan atelektasis. Pengaturan PEEP awal biasanya adalah 5
cmH2O. Tetapi dapat juga mencapai hingga 40 cmH2O untuk
kondisi seperti sindrom gawat nafas pada orang dewasa
(ARDS). Setiap perubahan yang dilakukan pada pengaturan
ventilator harus dievaluasi setelah 20 sampai 30 menit melalui
analisis gas darah arteri, hasil pengukuran SaO2, atau hasil
pembacaan karbon dioksida tidal-akhir untuk melihat
keefektivitasan ventilator

7. Komplikasi Ventilasi Mekanik


Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik antara lain:
a. Komplikasi jalan nafas
Jalur mekanisme pertahanan normal, sering terhenti ketika
terpasang ventilator, penurunan mobilitas dan juga gangguan reflek
batuk dapat menyebabkan infeksi pada paru-paru (Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2009). Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama,
atau setelah intubasi. Risiko aspirasi setelah intubasi dapat
diminimalkan dengan mengamankan selang, mempertahankan
manset mengembang, dan melakukan suksion oral dan selang
kontinyu secara adekuat (Hudak & Gallo, 2010).
b. Masalah selang endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus
berat dapat terjadi. Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau
telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tak diketahui,
sinus dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber
infeksi (Hudak & Gallo, 2010). Beberapa derajat kerusakan trakeal
disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis trakeal dan malasia dapat
diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi arteri
dihambat oleh tekanan manset 30 mmHg. Bila edema laring
terjadi, maka ancaman kehidupan pascaekstubasi dapat terjadi
(Hudak & Gallo, 2010).
c. Masalah mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap
2 sampai 4 jam ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau
pernafasan. VT tidak adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam
sirkuit atau manset, selang, atau ventilator terlepas, atau obstruksi
aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan
sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang
endotrakeal (Hudak & Gallo, 2010).

d. Barotrauma
Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke
dalam dada, menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila
PEEP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui
ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan alveolus
atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural,
menimbulkan tekanan pneumothorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada
daerah yang sakit (Hudak & Gallo, 2010).
e. Penurunan curah jantung
Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien
pertama kali dihubungkan ke ventilator ditandai adanya
kekurangan tonus simpatis dan menurunnya aliran balik vena.
Selain hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi gelisah yang dapat
dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan halauan urin,
nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah dan
nyeri dada (Hudak & Gallo, 2010).
f. Keseimbangan cairan positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh
regangan reseptor vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia
ini merangsang pengeluaran hormon antidiuretik dari hipofisis
posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan
haluaran urin melengkapi masalah dengan merangsang respon
aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis,
hemodinamik tidak stabil, dan yang memellukan resusitasi cairan
dalam jumlah besar dapat mengalami edema luas, meliputi edema
sakral dan fasial (Hudak & Gallo, 2010).
g. Peningkatan IAP
Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga
abdomen ke atas. Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma
bisa menimbulkan gangguan dalam hubungan antara intraabdomen
atas dan bawah, tekanan intrathorak dan intravaskuler
intraabdomen (Valenza et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel,
Tenhunen, Pradl, Takala, 2010). Pasien-pasien dengan penyakit
kritis, yang terpasang ventilasi mekanik, menunjukkan nilai IAP
yang tinggi ketika dirawat dan harus dimonitor terus-menerus
khususnya jika pasien mendapatkan PEEP walaupun mereka tidak
memiliki faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya IAH. Setting
optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi
respirasi dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory
distress syndrome (ARDS) berhubungan dengan IAH masih sangat
jarang dikaji.
Manajement ventilator yang optimal pada pasien dengan
ARDS dan IAH meliputi: monitor IAP, tekanan esofagus, dan
hemodinamik; setting ventilasi dengan tidal volume yang protektif,
dan PEEP diatur berdasarkan komplain yang terbaik dari sistem
respirasi atau paru-paru : sedasi dalam dengan atau tanpa paralisis
neuromuskular pada ARDS berat : melakukan open abdomen
secara selektif pada pasien dengan ACS berat.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pneumonia
1. Pengkajian
Selama langkah pengkajian dari proses keperawatan, perawat
mengumpulkan data dari klien (keluarga/kelompok/komunitas), proses
mengumpulkan data mengolahnya menjadi informasi, dan mengatur
informasi yang bermakna dalam kategori pengetahuan, yang dikenal
sebagai diagnosis keperawatan. Pengkajian memberikan kesempatan
terbaik baik bagi perawat untuk membangun hubungan terapeutik yang
efektif dengan klien. Dengan kata lain pengkajian adalah aktifitas
intelektual dan interpersonal (Muttaqin, 2012):
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh pasien
saat pengkajian. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien
dengan pneumonia adalah pasien sesak nafas, batuk, dan
peningkatan suhu tubuh/demam.
2) Riwayat Penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Lakukan pengkajian sehingga jawaban yang diberikan klien hanya
kata “ya” atau “tidak” atau menggelengkan kepala. Apabila keluhan
utama adalah batuk, maka perawat harus tau berapa lama keluhan
batuk muncul (onset) pada klien dengan pneumonia, keluhan
mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat batuk yang
biasanya. Pada awal keluhan batuk tidak tidak produktif, tapi
selanjutnya akan produktif dengan mukus purulen kekuning-
kuningan,kehijau-hijauan dan sering kali berbau busuk. Klien
biasanya mengeluh mengalami demam mungkin tiba-tiba dan
berbahaya. Adanya keluhan nyeri dada pleura, frekuensi pernafasan,
lemas, dan nyeri kepala.
3) Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dengan gejala
seperti luka tenggorok dan kongesti nasal. Pada pasien pneumonia
sering menderita penyakit saluran pernapasan atas. Prediksi
penyakit saluran pernafasan lain seperti, influenza sering terjadi
dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit
pneumonia. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital
bawaan dapat memperberat klinis klien.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya atau tidak penyakit keturunan seperti asma, jantung
hipertensi, dll.
5) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawatan yang memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan prilaku klien. Pada
pengumpulan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas
fisik dan intelektual sehingga data ini penting untuk menentukan
tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang sama. Pada
kondisi klinis, klien dengan pneumonia sering mengalami
kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya, hal
lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi pemukiman dima klien
bertempat tinggal, klien dengan pneumonia sering dijumpai bila
bertempat tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk.

6) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat dilakukan
secara selintas pandangan untuk menilai keadaan fisik tiap
bagian tubuh. Selain itu perlu dinilai secara umum tentang
kesadaran yang terdiri atas compos metis, apatis, somnolen,
sopor, soporocoma, atau koma. Seseorang perlu mempunyai
pengalaman dan pengetahuan tentang konsep anatomi dan
fisiologi umum dengan cepat dapat menilai keadaan umum,
kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran menurun yang
memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian. Hasil
pemeriksaan TTV pada klien dengan pneumonia biasanya
terjadi peningkatan suhu tubuh lebih dari 40oC, frekuensi nafas
meningkat dari frekuensi normal nadi biasanya meningkat
seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernafasan apabila tidak melibatkan infeksi sistemis ysng
berpengaruh pada hemodinamika keadaan tekanan darah
biasanya tidak ada masalah.
b) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan
pemeriksaan fokus, berurutan. Pemeriksaan ini terdiri atas IPPA:
(1)Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan, gerakan pernafasan
simetris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan
peningkatan frekuensi nafas cepat dan dangkal, serta adanya
retraksi sternum dan inter costal space (ICS). Nafas cuping
hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-anak.
Batuk dan sputum, saat dilakukan pengkajian batuk pada
klien pneumonia biasanya didapatkan batuk produktif disertai
dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi
sputum yang purulen. Pada jantung ditemukan Iktus kordis
tak tampak.

(2)Palpasi
Gerakan dinding toraks anterior /ekskresi pernapasan. Pada
palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas
biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan
bagian kiri. Getaran suara (fremitus vokal). Taktil fremitus
pada klien dengan pneumonia biasanya normal. Pada jantung
ditemukan iktus kordis teraba di ICS IV MCL sinistra, thrill
(-)
(3)Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai dengan komplikasi,
biasanya didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru, bunyi redup perkusi pada klien dengan
pneumonia didapatkan apabila bronkopneumonia menjadi
suatu sarang (kunfluens). Pada jantung ditemukan batas
kanan atas pada SIC II linea para stenarlis dextra, batas kanan
bawah SIC IV linea para sternalis dextra, batas jantung kiri
atas pada SIC II linea para stenarlis sinistra, batas kiri bawah
SIC IV linea medio clavicularis sinistra.
(4)Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas
melemah dan bunyi napas tambahan ronki basah pada sisi
yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Pada jantung ditemukan S1 S2
normal reguler, murmur (-)
c) B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajiannya yang didapat
meliputi:
(1)Inspeksi: didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
(2)Palpasi: dengyut nadi perifer melemah
(3)Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran
(4)Auskultasi: tekanan darah biasanya normal. Bunti jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan
d) B3 (Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis apabila gangguan perpusi
jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak
meringis, merintih, meregang, dan menggeliat.
e) B4 (Bladder)
Pengukuran voluma output urine berhubungan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat memonitor adanya oliguria
karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
f) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan
g) B6 (Bone)
Pada apsien pneumonia akan mengalami sesak dan
menyebabkan kelelahan sehingga menyababkan ketergantungan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2. Diganosa Keperawatan
Menurut NANDA (2015-2017), diagnosa keperawatan pada pasien
dengan pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi
mukus berlebihan
2. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : infeksi
6. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
7. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplei dan kebutuhan oksigen
9. Risiko kekurangan volume cairan d.d kehilangan cairan melalui rute
normal
10. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
11. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan
12. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan depresi pusat
pernafasan
13. Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan imobilitas fisik

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC: Airway Airway Management
bersihan jalan asuhan keperawatan Management 1. Agar mengetahui

nafas selama …x...jam, 1. Monitor vital sign perubahan tanda


diharapkan masalah vital dan
berhubungan
jalan nafas kembali merencanakan
dengan mucus
efektif dengan px tindakan yang
berlebihan
mampu memenuhi akan diberikan
Kriteria Hasil 2. Agar jalan napas
sebagai berikut: 2. Posisikan pasien terbuka dengan
NOC : untuk baik
1. Status memaksimalkan
Pernapasan : ventilasi 3. Agar merelaksasi
Kepatenan Jalan 3. Lakukan napas pasien,
Napas fisioterpai dada clapping dan
Kriteria Hasil : bila perlu vibrasi membantu
1. Menunjukan merontokkan
kemampuan secret yang
untuk menempel
mengeluarkan
sekret 4. Agar jalan napas
2. Menunjukan 4. Keluarkan sekret pasien tidak
frekuensi, irama dengan batuk terhalang oleh
pernapasan atau suction sekret
normal 5. Agar mengetahui
3. Tidak 5. Monitor respirasi kebutuhan O2
menunjukan dan status O2 pasien terpenuhi
suara napas atau tidaknya
tambahan dan 6. Untuk
penggunaan 6. Kolaborasi memperlancar
otot bantu dengan Dokter jalan nafas
napas. dalam pemberian
7. Memperlancar
nebulizer
proses
7. Anjurkan
pernapasan
pemberian asi
karena dengan
pada bayi dan
minum air putih
air hangat pada
partikel-partikel
anak
pencetus sesak
dan lendir dalam
alveoli akan
dipecah dan
menyebabkan
sirkulasi
pernapasan
sehingga
mendorong
alveoli
mengeluarkan
lendir
2 Gangguan Setelah dilakukan NIC: Manajemen
Ventilasi asuhan keperawatan ventilasi mekanik

spontan selama …x ...jam, 1. Monitor kondisi 1. Mengetahui tanda


diharapkan pasien yang klinis, untuk
berhubungan
mampu mengindikasikan diagnosa suatu
dengan
mempertahankan perlunya penyakit shingga
kelemahan otot
ventilasi yang dukungan bisa mengetahui
pernafasan
adekuat dengan ventilasi (mis : prluny dukungan
NOC: kelelahan otot ventilasi
1. Airway pernafasaan,
management asidosis
2. Mechanical respiratorik
ventilation (AGD)) 2. Mengetahui akan
weaning 2. Monitor gejala terjadinya
response peningkatan peningkatan
Kriteria Hasil: pernafasaan pernafasaan,
1. Tidak (mis : memberikan
mengeluh/tamp peningkatan sokongan napas
ak sesak denyut jantung bantuan secara
frekwensi dan atau pernapasan, tepat
irama nafas peningkatan
teratur (12-20 tekanan darah). 3. Mamapu
x/menit) memberika akan
2. Nadi teratur 60- 3. Monitor kondisi kebutuhan
100 x/menit meningkatkan oksigen secara
3. PH darah arteri konsumsi oksigen tepat
7,35-7,45 (mis: demam,
4. Pco2 35-45 mengigil, kejang 4. Posisi kepala 45-
mmHg dan nyeri). 600 membantu
5. SaO2.SpO2>95 4. Atur posisi dalam mencegah
% kepala 30-400 aspirasi.

5. Membantu
mencegah
5. Suction jika aspirasi
diperlukan
6. Penggunaan ps
atau peep
membantu
6. Kolaborasi
meminimalkan
penggunaan
hipoventilasi
ventilator
alveolus

3 Defisiensi Setelah dilakukan NIC: Pengajaran: Pengajaran: Proses


pengetahuan asuhan keperawatan Proses Penyakit Penyakit

berhubungan selama .... x ... jam, 1. Jelaskan 1. Agar orang tua


diharapkan patofisiologi mengetahui
dengan kurang
pengetahuan pasien penyakit patofisiologi
sumber
bertambah dengan penyebab
pengetahuan
Kriteria Hasil pneumonia
sebagai berikut : 2. Jelaskan tanda 2. Agar orang tua
NOC : dan gejala umum mengetahui tanda
1. Pengetahua dari penyakit dan gejala
n : Manajemen penyakit
Pneumonia pneumonia
Kriteria Hasil : 3. Edukasi pasien 3. Agar orang tua
1. Mengetahui mengenai mengurangi factor
proses terjadinya tindakan untuk penyebab
penyakit mengontrol/memi timbulnya gejala
pneumonia nimalkan gejala
2. Mengetahui tanda 4. Edukasi pasien 4. Agar orang tua
dan gejala mengenai tanda mampu mengenal
kekambuhan dan gejala yang dan melaporkan
penyakit harus dilaporkan tanda dan gejala
kepada petugas
kesehatan yang serius
4 Ketidakseimban Setelah dilakukan NIC: Nutrition Nutrition
gan nutrisi asuhan keperawatan Management Management

kurang dari selama .... x ... jam, 1. Monitor vital sign 1. Agar mengetahui
diharapkan nutrisi px perubahan tanda
kebutuhan tubuh
terpenuhi mampu vital dan
berhubungan
memenuhi Kriteria merencanakan
dengan kurang
Hasil sebagai berikut tindakan yang
asupan makanan
: akan diberikan
2. Kaji adanya 2. Agar dapat
NOC : alergi makanan mengurangi resiko
Status Nutrisi terjadinya
Kriteria Hasil : komplikasi
1. Menunjukkan 3. Anjurkan 3. Agar dapat
asupan makanan keluarga pasien membantu
dan cairan yang untuk meningkatkan
normal meningkatkan nutrisi yang hilang
2. Tidak asupan makanan
menunjukkan Nutrition
hidrasi Nutrition Monitoring
Monitoring 1. Agar mengetahui
1. Monitor interaksi ada atau tidaknya
anak atau orang masalah pada
tua selama makan interaksi terkait
pemenuhan nutrisi
pasien

2. Elastisitas kulit
2. Monitor turgor kembali <2 detik
kulit berarti kebutuhan
cairan baik
3. Agar mengetahui
3. Monitor mual dan output pasien
muntah (oral)
5 Nyeri akut Setelah dilakukan NIC: Pain Pain Management
berhubungan asuhan keperawatan Management 1. Nyeri dada

dengan agens selama .... x ... jam, 1. Tentukan biasanya ada

cedera biologis : diharapkan nyeri karakteristik dalam beberapa


berkurang mampu nyeri, misal : derajat dalam
infeksi
memenuhi Kriteria tajam, ditusuk, pneumonia, juga
Hasil sebagai berikut konstan. dapat timbul
: komplikasi
NOC : pneumonia
Pain Level seperti
Kriteria Hasil : perikarditis dan
1. Nyeri berkurang endokarditis.
atau hilang 2. Perubahan
2. Menunjukkan 2. Pantau Tanda- frekuensi jantung
rileks, istirahat / tanda Vital atau TD
tidur dan menunjukkan
peningkatan bahwa pasien
aktivitas dengan mengalami nyeri.
cepat 3. Tindakan non
3. Ajarkan teknik analgesikdiberika
relaksasi n dengan
sentuhan lembut
dapat
menghilangkan
ketidaknyamanan
dan memperbesar
efek terapi
analgesic.
4. Untuk
4. Anjurkan dan mengurangi efek
bantu pasien ketidaknyamanan
dalam teknik karena rasa nyeri
menekan dada 5. Diharapkan dapat
selama episode membantu
batuk. mengurangi
5. Kolaborasi dalam nyeri.
pemberian
analgesik
6 Hipertermia Setelah dilakukan NIC: Fever Fever Treatment
berhubungan asuhan keperawatan Treatment

dengan selama .... x ... jam, 1. Monitor vital sign 1. Agar mengetahui
diharapkan suhu perubahan tanda
penyakit
kembali normal vital pasien
memenuhi Kriteria
Hasil: 2. Monitor warna 2. Agar mengetahui
NOC dan suhu kulit perubahan warna
Thermoregulasi dan suhu tubuh
Kriteria Hasil : pasien
1. Suhu tubuh
dalam rentang 3. Selimuti pasien 3. Menjaga suhu

normal (36oC- tubuh agar tetap


hangat
37,5oC)
4. Adanya seka
2. Nadi dan RR 4. Anjurkan
kompres anak tubuh pada
dalam rentang
dengan teknik teknik tersebut
normal (nadi
kompres tepid akan
60-
sponge (teknik mempercepat
100x/menit,
kompres hangat vasodilatasi
Respirasi 12-
yang pembuluh darah
20x/menit)
menggabungkan perifer di
3. Tidak ada
teknik kompres sekujur tubuh
perubahan
blok pada sehingga
warna kulit
pembuluh darah evaporasi panas
dan tidak ada
supervisial dari kulit ke
pusing
dengan teknik lingkungan

seka. sekitar akan


lebih cepat.
5. Berikan anti 5. Pemberian obat
piretik penurun panas
untuk mengurangi
demam.

6. Kolaborasi 6. Agar cairan dan


pemberian cairan nutrisi tetap
IV. terpenuhi.

7 Gangguan Setelah dilakukan NIC: Management Management


pertukaran gas asuhan keperawatan Airway Airway

berhubungan selama .... x ... jam, 1. Monitor TTV 1. Untuk


diharapkan gangguan (TD, Suhu, mengetahui
dengan
pertukaran gas Respirasi dan kondisi umum
perubahan
teratasi memenuhi
membrane Nadi). anak.
Kriteria Hasil :
alveolar-kapiler 2. Monitor 2. Untuk
NOC :
pernapasan mengetahui
Respon Alergi :
(catat perubahan perubahan pada
Sistemik
Kriteria Hasil :
pola napas pada nafas meliputi

1. Gas darah arteri saturasi O2, saturasi O2,

normal volume tidal volume tidal

a. pH: 7,35- akhir CO2 dan akhir CO2 dan

7,45 perubahan nilai nilai analisa gas

b. PaCO2: 35- analisa gas darah.

45 mmHg darah).

c. HCO3: 22- 3. Posisikan pasien 3. Agar


untuk memudahkan
26 mEq/L
memaksimalkan jalan napas px
d. PaO2: 80-
ventilasi
100 mmHg
4. Gunakan teknik 4. Membantu dalam
e. SaO2: 93-
yang merangsang batuk
99%
menyenangkan dan mengeluarkan
2. Tidak mengalami untuk memotivasi secret.
sesak napas saat
istirahat bernapas dalam
3. Tidak ada suara kepada anak-anak
tambahan (misal : meniup
(wheezing, lilin layaknya
stridor) pesta)
5. Bantu dengan alat
5. Kelola pemberian
napas jika sulit
bronkodilator,
bernapas
sebagaimana
mestinya
8 Intoleransi Setelah dilakukan NIC: Manajemen
aktivitas asuhan keperawatan Manajemen Energi

berhubungan selama .... x ... jam, Energi 1. Agar mengetahui


diharapkan aktivitas 1. Kaji status kemampuan
dengan
dapat terpebuhi fisiologis px yang beraktivitas sesuai
ketidakseimbang
secara mandiri menyebabkan dengan fungsi
an antara suplei
memenuhi Kriteria kelelahan sesuai tubuh px
dan kebutuhan
Hasil : dengan konteks
oksigen NOC: usia dan 2. Pastikan px
Daya Tahan perkembangan makan dan
Kriteria Hasil : 2. Monitor intake minum cukup
1. Menunjukkan nutrisi untuk untuk memenuhi
aktivitas fisik mengetahui nutrisi dalam
2. Tidak sumber energi tubuh
menunjukkan yang adekuat 3. Memantau napas
kelelahan px, apakah
3. Monitor system frekuensi normal
kardiorespirasi px atau tidak
selama kegiatan 4. Agar mengurangi
kelelahan akibat
4. Anjurkan periode kegiatan berlebih
istirahat dan
kegiatan secara
bergantian
9 Risiko Setelah dilakukan NIC: Fluid Fluid Management
kekurangan asuhan keperawatan Management 1. Agar
volume cairan selama .... x ... jam, 1. Monitor status mengetahui
dibuktikan diharapkan volume hidrasi tanda hidrasi
dengan cairan terpenuhi (kelembaban pasien dan

kehilangan memenuhi Kriteria membrane pemberian


Hasil : mukosa, nadi tindakan
cairan melalui
NOC adekuat, TD) lanjutan
rute normal
1. Fluid Balance jika diperlukan
2. Hydration 2. Agar
3. Nutritional Status 2. Monitor vital mengetahui
: food and fluid sign perubahan tanda
intake vital pada pasien
Kriteria Hasil : 3. Monitor intake 3. Agar tetap
1. Vital sign dan output menjaga
dalam batas cairan keseimbangan
normal (suhu cairan dalam
36-37,5oC, nadi 4. Kolaborasi tubuh pasien
60-100x/menit, pemberian 4. Agar nutrisi dan
respirasi 12-20 cairan IV cairan dalam
x/menit, TD tubuh pasien
120/80 mmHg) terpenuhi
5. Tawarkan snack
2. Tidak ada
(jus buah, buah
tanda-tanda 5. Membantu
segar)
dehidrasi, menambah
elastisitas turgor asupan nutrisi
kulit baik, dalam tubuh
membrane pasien
mukosa lembab,
tidak ada rasa
haus yang
berlebihan
10 Ansietas Setelah dilakukan NIC: 1.
berhubungan asuhan keperawatan Pengurangan tingkat

dengan selama .... x ... jam, Kecemasan kecemasan pada


diharapkan ansietas 1. Identifikasi anak dan
perubahan status
pasien berkurang tingkat pengaruhnya
kesehatan
memenuhi Kriteria kecemasan anak. pada anak.
Hasil :
NOC 2. Gunakan 2.
1. Anxiety pendekatan yang merasa
2. Fear leavel menenangkan. nyaman dan
3. Comfort,
tenang saat
readiness for
berinteraksi.
ecnchanced
3.
Kriteria Hasil: 3. Gunakan teknik
pengalihan
1. Ana distraksi atau
perhatian untuk
k mampu pengalihan
sementara dapat
mengungkapkan dengan terapi
menekan emosi
rasa takut dan bermain atau
dan pikiran
cemasnya lagu.
negatif dari
2. Rasa
sensasi yang
nyaman anak 4. Berikan
tidak
meningkat dukungan kepada
diinginkan.
3. Rasa keluarga untuk
4.
bosan anak dapat menemani
kehadiran
berkurang anaknya.
keluarga dapat
mengurangi
rasa cemas,
takut pada
anak.
5.
11 Penurunan Setelah dilakukan NIC: Perawatan 1. Moni
Curah Jantung asuhan keperawatan jantung tor irama jantung

berhubungan selama .... x ... jam, 1. Monitor irama dilakukan untuk


diharapkan curah jantung dan mengetahui tanda
dengan
jantung adekuat kecepatan denyut klinis, untuk
memenuhi Kriteria jantung diagnosis suatu
Hasil : penyakit pada
NOC pasien, dan untuk
1. Curah jantung menegtahui
adekuat keteraturan detak
2. Vital sign status jantung sehingga
Kriteria Hasil: bisa mengetahui
1. Teka adanya kelainan
nan darah atau tidak pada
kembali normal 2. Monitor tekanan jantung.
(100-140/80-90 darah, nadi, suhu 2. Moni
mmHg) dan status toring TTV
2. Den pernapasan sangat penting
yut nadi perifer dengan tepat. untuk dilakukan
kembali normal oleh seseorang
(60-100 x/menit) perawat karena
3. Tida TTV merupakan
k ada penurunan indikator dari
kesadaran GCS status kesehatan,
normal ukuran-ukuran ini
(E4V5M6) menandakan
keefektifan
sirkulasi,respirasi
,fungsi neural dan
endokrin tubuh.
TTV merupakan
cara yang paling
cepat dan efisien
untuk memantau
kondisi klien atau
mengidentifikasi
3. Monitor balance masalah pada
cairan pasien.
3. Mem
onitor cairan
4. Kolaborasi dalam pasien akan
pemberian obat mengetahui input
tekanan darah dan output cairan
pasien.

4. Pem
berian obat
tekanan darah
untuk menaikan
tekanan darah.
12 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Observasi Observasi
1. Monitor TTV 1. Tanda-tanda
pola napas asuhan keperawatan
2. Monitor vital dapat
berhubungan selama .... x ... jam, frekuensi, memberika
diharapkan pola irama, gambaran
dengan depresi
napas efektif
kedalaman dan keadaan umum
pusat pernafasan usaha nafas pasien
memenuhi Kriteria 3. Monitor pola 2. Kecepatan
Hasil : nafas: biasanya
dyspneu, meningkatkan
1. TTV dalam bradipnea, dyspnea dan
rentang takipnea, terjadi
normal kusmaul, peningkatan
TD : 120/80 cheyne stokes, kerja napas,
mmHg biot kedalaman
N : 60-100 4. Monitor bunyi pernapasan
x/menit nafas bervariasi
RR : 12- tambahan tergantung
20x/menit (mis. mengi, derajat gagal
2. Dispneu wheezing, napas.
berkurang atau ronchi) 3. Memastikan
tidak ada 5. Monitor kepatenan jalan
3. Menunjukan adanya napas dan
jalan nafas penggunaan pertukaran gas
yang paten otot bantu yang adekuat
(frekuensi, nafas 4. Penurunan
irama nafas Nurshing bunyi napas
dalam rentang Treatment indikasi
normal, suara 1. Pertahankan atelectasis/ketid
nafas bersih) kepatenan akmampuan
jalan nafas membersihkan
2. Posisikan semi jalan napas
fowler atau sehingga otot
fowler aksesori
3. Berikan digunakan dan
oksigen kerja pernapasan
Edukasi meningkat.
1. Anjurkan 5. Penggunaan otot
asupan cairan bantu
2000ml/hari pernapasan
(jika tidak ada menunjukkan
kontraindikasi usaha untuk
) memenuhi
2. Ajarkan kebutuhan
teknik oksigen yang
relaksasi nafas tidak dapat
dalam terpenuhi
Kolaborasi dengan usaha
1. Kolaborasi napas biasa.
pemberian
bronkodilator Nurshing
Treatment
1. Mempertahanka
n kepatenan
jalan napas dan
pertukaran gas
yang adekuat
2. Meningkatkan
ekspansi
paru,ventilasi
maksimal
membuka area
atelectasis.
3. Memberikan
hidrasi
maksimal
membantu
pernapasan.

Edukasi
1. Meningkatkan
keseimbangan
cairan dan
mencegah
komplikasi
akibat cairan
abnormal
2. Relaksasi napas
dalam dapat
mengurangi
intensitas nyeri
dan
meningkatkan
ventilasi paru
meningkatkan
oksigen.

Kolaborasi
1. Menurunkan
kekentalan
secret, lingkaran
ukuran lumen
trakeabronkial,
berguna jika
terjadi
hipoksemia
pada kavitas
yang luas.
13 Kerusakan Setelah dilakukan NIC: Pressure 1. Untuk
Integritas asuhan management mengetahui
Jaringan keperawatan 1. catat kondisi luka
selama .. x ...jam, karakteristik pada pasien
diharapkan px luka tekan sehingga dapat
memenuhi KH : setiap hari diberikan
NOC meliputi: tindakan yang
Tissue integrity : ukuran tepat
skin and mucous (panjang x lebar 2. Meminimalisir
membrans x dalam) gesekan dan
Kriteria Hasil: penekanan pada
1. Luk 2. sokong luka sehingga
a tampak bersih bagian tubuh perluasan luka
dan terawat yang terdapat dapat di
2. Dera luka dekubitus minimalisir
jat luka menjadi 3. Mencegah luka
derajat I terkontaminasi
3. Tida 3. Rawat luka bakteri,
k ada pasien dengan sehingga
peradangan teknik aseptik mencegah
pada luka timbulnya pus
(tumor,color, 4. Kulit yang
dolor, rubor, 4. Jaga agar kering
functio laesa) luka tetap mempermudah
lembab untuk terjadinya
membantu kerusakan pada
proses kulit pasien,
penyembuhan sehingga perlu
dijaga agar luka
tetap
lembabuntuk
membantu
proses
penyembuhan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyususun rencana keperawatan. Implementasi
keperawatan adalah serangkaia kegiatan yang dilakukan oleh perawatat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan Kriteria Hasil yang diharapkan.
Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan
memilih tindakan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien. Semua
tindakan keperawatan dicatat dalam format yang telah ditetapkan oleh institusi
(Aziz, 2017).
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Poer, 2012 proses evaluasi dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
a. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis
terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis analisis
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu)
Dx.1 Bersihan jalan nafas efektif
Dx.2 Ventilasi adekuat
Dx. 3 Pengetahuan bertambah
Dx. 4 Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
Dx. 5 Nyeri akut berkurang
Dx. 6 Suhu tubuh kembali normal
Dx. 7 Gangguan pertukaran gas teratasi
Dx. 8 Intoleransi aktivitas dapat terpenuhi secara mandiri
Dx. 9 Volume cairan pasien terpenuhi
Dx. 10 Ansietas pasien berkurang
Dx. 11 Curah jantung adekuat
Dx. 12 Pola napas kembali efektif
Dx. 13 Tampak proses penyembuhan pada luka
DAFTAR PUSTAKA

Adi, S. (2018). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada
Anak. Diakses tanggal 27 Januari 2020, dari
htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id
Aziz, AH. (2017). Bab II Tinjaun Pustaka Dokumentasi Keperawatan. Diakses
tanggal 27 Januari 2020, dari
http://repository.ump.ac.id/3810/3/Ahmad%20H%20Aziz%20BAB
%20II.pdf
Badan Pusat Statistik, (2018). Jumlah Kasus Penyakit Menurut Jenis Penyakit
Menurut Kabupaten Atau Kota Di Provinsi Bali. Diperoleh tanggal 29
Januari 2020 dari https://bali.bps.go.id
Chulay, M. and S. M. Burns (2009). Essensial Of Critical Care Nursing. United
States of America, The McGraw-Hill Companies.
Dahlan Z. (2009). Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Djojodibroto, R.D. (2013). Respirologi : Respiratory Medicine. Jakarta : ECG.
Huda Nurarif, Amin dan Kusuma, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3.
Jogjakarta: Percetakan Mediaton Publishing Jogjakarta.
Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Kusuma, H., Nurarif, AH. (2015). Handbook For Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Marino, P.L. (2009). The ICU Book. Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins.
Misnadiarly. (2010). Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoniapada Balita,
OrangDewasa, Usia Lanjut. Pustaka. Jakarta: Obor Populer
Morton, P.G. & Fontaine, D.K. (2009). Critical Care Nursing: A Holistic
Approach. Philadelphia, Lippincott William & Wilkin. Volume 1.
Muttaqin. A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika
Nikmah, A., Rahardjo, S. S., & Qadrijati, I. (2018). Indoor smoke exposure and
other risk factors of pneumonia among children under five in
Karanganyar, Central Java. Journal of Epidemiology and Public
Health, 3(1), 25-40. Diakses pada tanggal 29 Januari 2020 dari
https://pdfs.semanticscholar.org/8a07/b273cc8dbd42523c832d5685ac5
e5b93ebf9.pdf
Poer, M. (2012). Makalah Dokumentasi Keperawatan “Dokumentasi Evaluasi”.
Diakses tanggal 27 Januari 2010, dari
https://www.scribd.com/doc/106424735/makalah-dokumentasi-
evaluasi-keperawatan.
Rab. T. (2009). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media
Riset Kesehatan Dasar. (2018). Profil Kesehatan Kota Denpasar. Denpasar.
Diperoleh tangal 29 Januari 2020
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2009). Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia,
Lippincott Williams & Wilkins.
Smith-Temple-Johnson. (2011). Buku Saku Prosedur Klinis Keperawatan / Jean
Smith temple, Joyce Young Johnson, Edisi 5. Jakarta : EGC
Tammy, AP. (2016). Perbedaan Saturasi Oksigen Awal Masuk Terhdap Luaran
Pneumonia Pada Anak. Diakses tanggal 27 Januari 2020, dari
http://eprints.undip.ac.id/50248/3/aldora_putri_tammy_2201011213013
1_Lap.KTI_BAB_II.pdf
Urden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care Nursing.
USA, Mosby Elsevier.
Wahyuningsih, (2015).Asuhan Keperawatan Pada An. B dengan Gangguan
Pneumonia. Diakses tanggal 27 Januari 2010, dari
http://eprints.ums.ac.id/33928/1/1.%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson LM. (2012).
Patofisiologi: konsep klinis prosses-proses penyakit E/6 Vol.2.
Jakarta:EGC. Hal:796-815

Anda mungkin juga menyukai