P DENGAN PNEUMONIA +
SUSPEK CAP + POST STROKE DI RUANG ICU RSUD WANGAYA
PADA TANGGAL 27 S/D 30 JANUARI 2020
OLEH:
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN (ITEKES) BALI
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumonia adalah proses inflamsi parenkim paru yang terdapat
konsodilosi dan terjadi pengisian rongga aveoli oleh eksudat yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda- benda asing (Mutaqin
2012). Pneumonia adalah infeksi pernapasan akut yang berakibatkan
buruk terhadap paru-paru yang disebabkan oleh virus bakteri atau jamur.
Infeksi ini umumnya tersebar dari seseorang yang tepapar di lingkungan
tempat tinggal atau melakukan kontak langsung dengan orang-orang yang
terinfeksi melalui tangan atau menghirup udara (droplet) akibat batuk atau
bersin (WHO 2016 dalam Nikmah atika 2018). Faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit
menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit menular namun
menimbulkan komplikasi kematian. Saat ini pravelensi pneumonia di
dunia kian hari meningkat hal ini di tandai dengan peningkatan prevalensi
pasien pneumonia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018)
menujukan Pravelensi pneumonia berdasarkan diagnosis angka kejadian
pneumonia di Indonesia yang tertingi terjadi di pronvinsi papua sebesar
3,5%. Menurut Data Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2018, Provinsi
Bali merupakan salah satu prevalensi pneumonia cukup tinggi yaitu
sebanyak 4.539 orang. Jumlah temuan kasus pneumonia di Provinsi Bali
yang paling tinggi adalah Kota Denpasar, yaitu sebesar 1.117 orang
(Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2018).
Dari data di atas terlihat jumlah penderita pneumonia sangat tinggi
dan jika di biarkan terus gejala yang sering muncul pada pasien dengan
pneumonia biasanya batuk, demam, sesak napas, menggigil serta sakit
kepala, pneumonia diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi yaitu penyakit
sangat berat (pneumonia berat), pneumonia ringan, dan bukan pneumonia
(WHO, 2009 dalam Adi, 2018).
Pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen dada dilakukan pada
pneumonia berat yang tidak memberi respon terhadap pengobatan atau
dengan komplikasi (WHO, 2009 dalam Adi, 2018). Komplikasi yang
mungkin muncul akibat pneumoni adalah demam menetap, atelectasis
(pengembangan paru yang tidak sempurnna) karena adanya obstruksi atau
penyempitan karena penumpukan cairan, efusi pleura, emfiema, super
infeksi, abses atau infeksi paru berisi nanah, endocarditi yaitu peradangan
katup jantung, meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(Nikmah, dkk. 2018). Itulah dasar kenapa kelompok tertarik mengangkat
kasus seminar dengan topik pneumoni.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Ny. P dengan pneumonia
+ suspek cap + post stroke di ruang ICU RSUD Wangaya?
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar pada Ny.
P dengan pneumonia + suspek cap + post stroke di ruang ICU RSUD
Wangaya.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian data subjektif sesuai dengan
standar asuhan keperwatan pada Ny. P dengan pneumonia + suspek
cap + post stroke di ruang ICU RSUD Wangaya.
b. Mampu melaksanakan pengkajian data objektif sesuai dengan
standar asuhan keperawatan pada pada Ny. P dengan pneumonia +
suspek cap + post stroke di ruang ICU RSUD Wangaya.
c. Mampu menegakkan analisis sesuai dengan standar pada Ny. P
dengan pneumonia + suspek cap + post stroke di ruang ICU RSUD
Wangaya.
d. Mampu melakukan penatalaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.
P dengan pneumonia + suspek cap + post stroke di ruang ICU
RSUD Wangaya.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis menggunakan metode
deskriptif yaitu metode yang menggambarkan situasi tertentu yang ada
pada saat ini berdasarkan masalah yang ada, adapun cara-cara
pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku-buku dan sumber-sumber
lainnya untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan
dengan permasalahan dalam laporan kasus ini.
2. Studi kasus yaitu wawancara dengan keluarga serta melakukan
pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi, serta mempelajari sumber yang diperoleh dari catatan
medis, catatan keperawatan, merawat klien secara langsung, serta
bekerja sama dengan tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan
keperawatan.
E. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teori asuhan
keperawatan pada Ny. P dengan pneumonia + suspek cap + post stroke
di ruang ICU RSUD Wangaya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis
Hasil pengkajian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan saat melakukan pengkajian dan mampu menerapkan
ilmu-ilmu yang diperoleh.
b. Bagi Institusi
Diharapkan hasil pengkajian ini dapat menjadi sebuah referensi dan
masukan untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mahasiswa
jurusan Keperawatan.
c. Bagi Keluarga
Agar keluarga mengetahui dan memahami perubahan fisiologis dan
kondisi yang terjadi pada pasien.
d. Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana dalam menambah wawasan mahasiswa dalam
praktik terutama dalam hal memberi asuhan keperawatan sesuai
standar.
F. Sistematika Penulisan
Laporan studi kasus ni disusun dalam lima BAB. Adapun sistematika
penulisannya sebagai berikut: BAB I Pendahuluan, menguraikan tentang
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode yang
digunakan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. BAB II yang
mencakup Konsep Teoritis yang menguraikan tentang definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan medis, woc, dan asuhan keperawatan teorits. BAB III
yang mencakup tinjauan kasus yang menguraikan tentang pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. BAB IV
pembahasan yang menguraikan kesenjangan antara tinjauan teori dengan
tinjauan kasus. BAB V yaitu penutup yang mencakup simpulan dan saran.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PNEUMONIA
3. Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme bakteri, jamur, fungi, aspirasi
penyebab pneumonia masuk melalui saluran pernapasan bagian atas,
masuk bronkiolus dan alveoli. Mikroorganisme dapat meluas dari alveoli
ke alveoli diseluruh segmen atau lobus. Timbulnya hepatisasi merah
akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru.
Alveoli menjadi penuh dengan cairam edema yang berisi eritrosit dan
fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi
melebar dan penurunan jaringan efektif paru. Paru menjadi terisi udara,
kenyal, dan berwarna merah, stadium ini dinamakan hepatisasi merah.
Pada tingkat lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit
dan relatif sedikit eritrosit dan terjadi fagositosis dengan cepat oleh
leukosit dan saat resolusi berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli.
Paru masuk dalam tahap hepatisasai abu-abu dan tampak berwarna abu-
abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah mati, dan
eksudat-fibrin dibuang dari alveoli. Stadium ini disebut stadium resolusi
(Wahyuningsih, 2015).
4. Klasifikasi
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menyebutkan klasifikasi pneumonia,
yaitu:
a. Berdasarkan bakteri penyebab:
1) Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering
diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis
itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang
telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang
terkebelakangan mental, pasien pascaoperasi, orang yang
menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah
yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi
sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan tubuh
menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari
lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar
dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,
infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang
paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran
napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena
infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat
mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir)
yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam
paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita
alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma,
legionella, dan chalamydia.
2) Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza
(bedakan dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan
penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan
pneumonia juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama
seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam
penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir
sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe
pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia
karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi
bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah
keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
3) Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
b. Berdasarkan predileksi infeksi:
1) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun
kiri.
2) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-
bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun
kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada
bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara
paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan
demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih
(oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu.
Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala
konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh
bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian
keadaannya, tentu tambah sulit penyembuhannya. Penyebab
penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa
terjadi infeksi yang seluruh tubuh.
5. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang dapat ditemui pada pneumonia bervariasi
sesuai usia dan berat ringannya infeksi. Secara umum gejala dan tanda
tersebut dibagimenjadi gejala infeksi umum dan gejala gangguan
respiratori. Gejala infeksi umum pneumonia berupa demam, sakit kepala,
gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal, dan
kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. Gejala
gangguan respiratori berupa batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis. ( Dahlan, 2009)
h. Laboratorium :
1) Hb : menurun/normal
2) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3) Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.
7. Penatalaksanaan Medis
Tata laksana pneumonia pada umumnya adalah dengan pemberian
antibiotik, oksigen, nebulisasi, cairan dan nutrisi yang adekuat, inotropik,
ventilasi mekanis dan terapi suportif. Menurut Misnadiarly, 2010 kepada
penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik
per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita anak yang
lebih besar dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit
jantung dan paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan
melalui infus. Mungkin perlu di berikan oksigen tambahan, cairan
intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan
memberikan respons terhadap pengobatan dan keadaannya membaik
dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan pada pneumonia bergantung
pada penyebab, sesuai yang di tentukan oleh pemeriksaan sputum
mencakup:
a. Oksigen 1-2L/menit
Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100mmhg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan AGD
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak
c. Fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak , khususnya dengan
clapping dan vibrasi
d. Pemberian kortikosteroid , diberikan pada fase sepsis
e. Ventilasi mekananis , indikasi intubasi dan pemasangan ventilator
dilakukanbila terjadi hipoksemia persisten, gagal nafas yang disertai
peningkatan respiratory distress dan respiratory arrest
f. IVFD dekstrose 10% :Nacl 0,9% = 3: 1,+ KCI10 mEq/500 ml cairan
g. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi
h. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
i. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
j. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
b) Time-Cycled
Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa
bila pada waktu praset selesai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo,
2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2009). Waktu ekspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah nafas per
menit). Normal rasio I:E (inspirasi:ekspirasi) 1:2 (Hudak & Gallo,
2010). Kebanyakan ventilator memiliki suatu kontrol kecepatan
yang menentukan kecepatan respirasi, tetapi siklus waktu yang
murni jarang digunakan pada pasien dewasa. Ventilator tersebut
digunakan pada bayi baru lahir dan infant (Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2009).
c) Volume-Cycled
Ventilator volume yang paling sering digunakan pada unit
kritis saat ini (Hudak & Gallo, 2010). Prinsip dasar ventilator ini
adalah bila volume udara yang ditujukan diberikan pada pasien,
inspirasi diakhiri. Ini mendorong volume sebelum penetapan (VT)
ke paru pasien pada kecepatan pengesetan. Keuntungan ventilator
volume adalah perubahan pada komplain paru pasien,
memberikan VT konsisten (Hudak & Gallo, 2010). Volume udara
yang dihantarkan oleh ventilator dari satu pernafasan ke
pernafasan berikutnya relatif konstan, sehingga pernafasan
adekuat walaupun tekanan jalan nafas bervariasi (Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2009).
5. Mode – Mode Ventilasi Mekanik
a. Control mode ventilation
Pada mode control, ventilator mengontrol pasien. Pernafasan
diberikan ke pasien pada frekuensi dan volume yang telah ditentukan
pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali
inspirasi. Bila pasien sadar atau paralise, mode ini dapat menimbulkan
ansietas tinggi dan ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010). Biasanya
pasien tersedasi berat dan/atau mengalami paralisis dengan blocking
agents neuromuskuler untuk mencapai tujuan (Chulay & Burns, 2009).
Indikasi untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea,
intoksikasi obat-obatan, trauma medula spinalis, disfungsi susunan
saraf pusat, frail chest, paralisa karena obat-obatan, penyakit
neuromuscular (Rab, 2009).
b. Assist Mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan
pada VT yang telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai
kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu
pernafasan, udara tak diberikan (Hudak & Gallo, 2010). Kesulitannya
buruknya faktor pendukung “lack of back-up” bila pasien menjadi
apnea model ini kemudian dirubah menjadi assit/control, A/C (Rab,
2009).
c. Model ACV (Assist Control Ventilation)
Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control
mode yang dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan.
Bila pasien gagal untuk inspirasi maka ventilator akan secara otomatik
mengambil alih (control mode) dan mempreset kepada volume tidal
(Rab, 2009). Ini menjamin bahwa pasien tidak pernah berhenti
bernafas selama terpasang ventilator. Pada mode assist control, semua
pernafasan-apakah dipicu oleh pasien atau diberikan pada frekuensi
yang ditentukan-pada VT yang sama (Hudak & Gallo, 2010).
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien
diintubasi (karena menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh
pasien), untuk dukungan ventilasi jangka pendek misalnya setelah
anastesi, dan sebagai dukungan ventilasi ketika dukungan ventilasi
tingkat tinggi diperlukan (Chulay & Burns, 2009). Secara klinis
banyak digunakan pada sindroma Guillain Barre, postcardiac, edema
pulmonari, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan ansietas
(Rab, 2009).
d. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya
sebagian, merupakan kombinasi periode assist control dengan periode
ketika pasien bernafas spontan (Marino, 2009). Mode IMV
memungkinkan ventilasi mandatori intermiten. Seperti pada mode
kontrol frekuensi dan VT praset. Bila pasien mengharapkan untuk
bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat melakukannya. Namun tidak
seperti pada mode assist control, berapapun pernafasan dapat diambil
melalui sirkuit ventilator (Hudak & Gallo, 2010).
e. Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan
paru-paru. Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi
bisa bervariasi. Akan tetapi, ada ketertarikan kepada PCV karena risiko
injuri paru-paru yang disebabkan oleh pemasangan ventilasi mekanik
lebih rendah (Marino, 2009).
f. Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan
kepada pasien untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus
respirasi dinamakan PSV. PSV bisa digunakan untuk menambah
volume inflasi selama pernafasan spontan atau untuk mengatasi
resistensi pernafasan melalui sirkuit ventilator. Belakangan ini PSV
digunakan untuk membatasi kerja pernafasan selama penyapihan dari
ventilasi mekanik (Marino, 2009).
g. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering
terjadi pada pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan
ateletaksis ganguan pertukaran gas dan menambah berat kegagalan
pernafasan. Suatu tekanan posistif diberikan pada jalan nafas di akhir
ekspirasi untuk mengimbangi kecenderungan kolaps alveolar pada
akhir ekspirasi (Marino, 2009).
PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka.
PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara
melakukan reinflasi alveolus yang kolaps, mempertahankan alveolus
pada posisi terbuka, dan memperbaiki komplain paru (Morton &
Fontaine, 2009).
d. Barotrauma
Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke
dalam dada, menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila
PEEP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui
ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan alveolus
atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural,
menimbulkan tekanan pneumothorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada
daerah yang sakit (Hudak & Gallo, 2010).
e. Penurunan curah jantung
Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien
pertama kali dihubungkan ke ventilator ditandai adanya
kekurangan tonus simpatis dan menurunnya aliran balik vena.
Selain hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi gelisah yang dapat
dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan halauan urin,
nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah dan
nyeri dada (Hudak & Gallo, 2010).
f. Keseimbangan cairan positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh
regangan reseptor vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia
ini merangsang pengeluaran hormon antidiuretik dari hipofisis
posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan
haluaran urin melengkapi masalah dengan merangsang respon
aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis,
hemodinamik tidak stabil, dan yang memellukan resusitasi cairan
dalam jumlah besar dapat mengalami edema luas, meliputi edema
sakral dan fasial (Hudak & Gallo, 2010).
g. Peningkatan IAP
Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga
abdomen ke atas. Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma
bisa menimbulkan gangguan dalam hubungan antara intraabdomen
atas dan bawah, tekanan intrathorak dan intravaskuler
intraabdomen (Valenza et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel,
Tenhunen, Pradl, Takala, 2010). Pasien-pasien dengan penyakit
kritis, yang terpasang ventilasi mekanik, menunjukkan nilai IAP
yang tinggi ketika dirawat dan harus dimonitor terus-menerus
khususnya jika pasien mendapatkan PEEP walaupun mereka tidak
memiliki faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya IAH. Setting
optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi
respirasi dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory
distress syndrome (ARDS) berhubungan dengan IAH masih sangat
jarang dikaji.
Manajement ventilator yang optimal pada pasien dengan
ARDS dan IAH meliputi: monitor IAP, tekanan esofagus, dan
hemodinamik; setting ventilasi dengan tidal volume yang protektif,
dan PEEP diatur berdasarkan komplain yang terbaik dari sistem
respirasi atau paru-paru : sedasi dalam dengan atau tanpa paralisis
neuromuskular pada ARDS berat : melakukan open abdomen
secara selektif pada pasien dengan ACS berat.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pneumonia
1. Pengkajian
Selama langkah pengkajian dari proses keperawatan, perawat
mengumpulkan data dari klien (keluarga/kelompok/komunitas), proses
mengumpulkan data mengolahnya menjadi informasi, dan mengatur
informasi yang bermakna dalam kategori pengetahuan, yang dikenal
sebagai diagnosis keperawatan. Pengkajian memberikan kesempatan
terbaik baik bagi perawat untuk membangun hubungan terapeutik yang
efektif dengan klien. Dengan kata lain pengkajian adalah aktifitas
intelektual dan interpersonal (Muttaqin, 2012):
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh pasien
saat pengkajian. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien
dengan pneumonia adalah pasien sesak nafas, batuk, dan
peningkatan suhu tubuh/demam.
2) Riwayat Penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Lakukan pengkajian sehingga jawaban yang diberikan klien hanya
kata “ya” atau “tidak” atau menggelengkan kepala. Apabila keluhan
utama adalah batuk, maka perawat harus tau berapa lama keluhan
batuk muncul (onset) pada klien dengan pneumonia, keluhan
mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat batuk yang
biasanya. Pada awal keluhan batuk tidak tidak produktif, tapi
selanjutnya akan produktif dengan mukus purulen kekuning-
kuningan,kehijau-hijauan dan sering kali berbau busuk. Klien
biasanya mengeluh mengalami demam mungkin tiba-tiba dan
berbahaya. Adanya keluhan nyeri dada pleura, frekuensi pernafasan,
lemas, dan nyeri kepala.
3) Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dengan gejala
seperti luka tenggorok dan kongesti nasal. Pada pasien pneumonia
sering menderita penyakit saluran pernapasan atas. Prediksi
penyakit saluran pernafasan lain seperti, influenza sering terjadi
dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit
pneumonia. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital
bawaan dapat memperberat klinis klien.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya atau tidak penyakit keturunan seperti asma, jantung
hipertensi, dll.
5) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawatan yang memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan prilaku klien. Pada
pengumpulan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas
fisik dan intelektual sehingga data ini penting untuk menentukan
tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang sama. Pada
kondisi klinis, klien dengan pneumonia sering mengalami
kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya, hal
lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi pemukiman dima klien
bertempat tinggal, klien dengan pneumonia sering dijumpai bila
bertempat tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk.
6) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat dilakukan
secara selintas pandangan untuk menilai keadaan fisik tiap
bagian tubuh. Selain itu perlu dinilai secara umum tentang
kesadaran yang terdiri atas compos metis, apatis, somnolen,
sopor, soporocoma, atau koma. Seseorang perlu mempunyai
pengalaman dan pengetahuan tentang konsep anatomi dan
fisiologi umum dengan cepat dapat menilai keadaan umum,
kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran menurun yang
memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian. Hasil
pemeriksaan TTV pada klien dengan pneumonia biasanya
terjadi peningkatan suhu tubuh lebih dari 40oC, frekuensi nafas
meningkat dari frekuensi normal nadi biasanya meningkat
seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernafasan apabila tidak melibatkan infeksi sistemis ysng
berpengaruh pada hemodinamika keadaan tekanan darah
biasanya tidak ada masalah.
b) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan
pemeriksaan fokus, berurutan. Pemeriksaan ini terdiri atas IPPA:
(1)Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan, gerakan pernafasan
simetris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan
peningkatan frekuensi nafas cepat dan dangkal, serta adanya
retraksi sternum dan inter costal space (ICS). Nafas cuping
hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-anak.
Batuk dan sputum, saat dilakukan pengkajian batuk pada
klien pneumonia biasanya didapatkan batuk produktif disertai
dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi
sputum yang purulen. Pada jantung ditemukan Iktus kordis
tak tampak.
(2)Palpasi
Gerakan dinding toraks anterior /ekskresi pernapasan. Pada
palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas
biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan
bagian kiri. Getaran suara (fremitus vokal). Taktil fremitus
pada klien dengan pneumonia biasanya normal. Pada jantung
ditemukan iktus kordis teraba di ICS IV MCL sinistra, thrill
(-)
(3)Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai dengan komplikasi,
biasanya didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru, bunyi redup perkusi pada klien dengan
pneumonia didapatkan apabila bronkopneumonia menjadi
suatu sarang (kunfluens). Pada jantung ditemukan batas
kanan atas pada SIC II linea para stenarlis dextra, batas kanan
bawah SIC IV linea para sternalis dextra, batas jantung kiri
atas pada SIC II linea para stenarlis sinistra, batas kiri bawah
SIC IV linea medio clavicularis sinistra.
(4)Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas
melemah dan bunyi napas tambahan ronki basah pada sisi
yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Pada jantung ditemukan S1 S2
normal reguler, murmur (-)
c) B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajiannya yang didapat
meliputi:
(1)Inspeksi: didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
(2)Palpasi: dengyut nadi perifer melemah
(3)Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran
(4)Auskultasi: tekanan darah biasanya normal. Bunti jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan
d) B3 (Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis apabila gangguan perpusi
jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak
meringis, merintih, meregang, dan menggeliat.
e) B4 (Bladder)
Pengukuran voluma output urine berhubungan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat memonitor adanya oliguria
karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
f) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan
g) B6 (Bone)
Pada apsien pneumonia akan mengalami sesak dan
menyebabkan kelelahan sehingga menyababkan ketergantungan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Diganosa Keperawatan
Menurut NANDA (2015-2017), diagnosa keperawatan pada pasien
dengan pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi
mukus berlebihan
2. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : infeksi
6. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
7. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplei dan kebutuhan oksigen
9. Risiko kekurangan volume cairan d.d kehilangan cairan melalui rute
normal
10. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
11. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan
12. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan depresi pusat
pernafasan
13. Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan imobilitas fisik
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC: Airway Airway Management
bersihan jalan asuhan keperawatan Management 1. Agar mengetahui
5. Membantu
mencegah
5. Suction jika aspirasi
diperlukan
6. Penggunaan ps
atau peep
membantu
6. Kolaborasi
meminimalkan
penggunaan
hipoventilasi
ventilator
alveolus
kurang dari selama .... x ... jam, 1. Monitor vital sign 1. Agar mengetahui
diharapkan nutrisi px perubahan tanda
kebutuhan tubuh
terpenuhi mampu vital dan
berhubungan
memenuhi Kriteria merencanakan
dengan kurang
Hasil sebagai berikut tindakan yang
asupan makanan
: akan diberikan
2. Kaji adanya 2. Agar dapat
NOC : alergi makanan mengurangi resiko
Status Nutrisi terjadinya
Kriteria Hasil : komplikasi
1. Menunjukkan 3. Anjurkan 3. Agar dapat
asupan makanan keluarga pasien membantu
dan cairan yang untuk meningkatkan
normal meningkatkan nutrisi yang hilang
2. Tidak asupan makanan
menunjukkan Nutrition
hidrasi Nutrition Monitoring
Monitoring 1. Agar mengetahui
1. Monitor interaksi ada atau tidaknya
anak atau orang masalah pada
tua selama makan interaksi terkait
pemenuhan nutrisi
pasien
2. Elastisitas kulit
2. Monitor turgor kembali <2 detik
kulit berarti kebutuhan
cairan baik
3. Agar mengetahui
3. Monitor mual dan output pasien
muntah (oral)
5 Nyeri akut Setelah dilakukan NIC: Pain Pain Management
berhubungan asuhan keperawatan Management 1. Nyeri dada
dengan selama .... x ... jam, 1. Monitor vital sign 1. Agar mengetahui
diharapkan suhu perubahan tanda
penyakit
kembali normal vital pasien
memenuhi Kriteria
Hasil: 2. Monitor warna 2. Agar mengetahui
NOC dan suhu kulit perubahan warna
Thermoregulasi dan suhu tubuh
Kriteria Hasil : pasien
1. Suhu tubuh
dalam rentang 3. Selimuti pasien 3. Menjaga suhu
45 mmHg darah).
4. Pem
berian obat
tekanan darah
untuk menaikan
tekanan darah.
12 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Observasi Observasi
1. Monitor TTV 1. Tanda-tanda
pola napas asuhan keperawatan
2. Monitor vital dapat
berhubungan selama .... x ... jam, frekuensi, memberika
diharapkan pola irama, gambaran
dengan depresi
napas efektif
kedalaman dan keadaan umum
pusat pernafasan usaha nafas pasien
memenuhi Kriteria 3. Monitor pola 2. Kecepatan
Hasil : nafas: biasanya
dyspneu, meningkatkan
1. TTV dalam bradipnea, dyspnea dan
rentang takipnea, terjadi
normal kusmaul, peningkatan
TD : 120/80 cheyne stokes, kerja napas,
mmHg biot kedalaman
N : 60-100 4. Monitor bunyi pernapasan
x/menit nafas bervariasi
RR : 12- tambahan tergantung
20x/menit (mis. mengi, derajat gagal
2. Dispneu wheezing, napas.
berkurang atau ronchi) 3. Memastikan
tidak ada 5. Monitor kepatenan jalan
3. Menunjukan adanya napas dan
jalan nafas penggunaan pertukaran gas
yang paten otot bantu yang adekuat
(frekuensi, nafas 4. Penurunan
irama nafas Nurshing bunyi napas
dalam rentang Treatment indikasi
normal, suara 1. Pertahankan atelectasis/ketid
nafas bersih) kepatenan akmampuan
jalan nafas membersihkan
2. Posisikan semi jalan napas
fowler atau sehingga otot
fowler aksesori
3. Berikan digunakan dan
oksigen kerja pernapasan
Edukasi meningkat.
1. Anjurkan 5. Penggunaan otot
asupan cairan bantu
2000ml/hari pernapasan
(jika tidak ada menunjukkan
kontraindikasi usaha untuk
) memenuhi
2. Ajarkan kebutuhan
teknik oksigen yang
relaksasi nafas tidak dapat
dalam terpenuhi
Kolaborasi dengan usaha
1. Kolaborasi napas biasa.
pemberian
bronkodilator Nurshing
Treatment
1. Mempertahanka
n kepatenan
jalan napas dan
pertukaran gas
yang adekuat
2. Meningkatkan
ekspansi
paru,ventilasi
maksimal
membuka area
atelectasis.
3. Memberikan
hidrasi
maksimal
membantu
pernapasan.
Edukasi
1. Meningkatkan
keseimbangan
cairan dan
mencegah
komplikasi
akibat cairan
abnormal
2. Relaksasi napas
dalam dapat
mengurangi
intensitas nyeri
dan
meningkatkan
ventilasi paru
meningkatkan
oksigen.
Kolaborasi
1. Menurunkan
kekentalan
secret, lingkaran
ukuran lumen
trakeabronkial,
berguna jika
terjadi
hipoksemia
pada kavitas
yang luas.
13 Kerusakan Setelah dilakukan NIC: Pressure 1. Untuk
Integritas asuhan management mengetahui
Jaringan keperawatan 1. catat kondisi luka
selama .. x ...jam, karakteristik pada pasien
diharapkan px luka tekan sehingga dapat
memenuhi KH : setiap hari diberikan
NOC meliputi: tindakan yang
Tissue integrity : ukuran tepat
skin and mucous (panjang x lebar 2. Meminimalisir
membrans x dalam) gesekan dan
Kriteria Hasil: penekanan pada
1. Luk 2. sokong luka sehingga
a tampak bersih bagian tubuh perluasan luka
dan terawat yang terdapat dapat di
2. Dera luka dekubitus minimalisir
jat luka menjadi 3. Mencegah luka
derajat I terkontaminasi
3. Tida 3. Rawat luka bakteri,
k ada pasien dengan sehingga
peradangan teknik aseptik mencegah
pada luka timbulnya pus
(tumor,color, 4. Kulit yang
dolor, rubor, 4. Jaga agar kering
functio laesa) luka tetap mempermudah
lembab untuk terjadinya
membantu kerusakan pada
proses kulit pasien,
penyembuhan sehingga perlu
dijaga agar luka
tetap
lembabuntuk
membantu
proses
penyembuhan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyususun rencana keperawatan. Implementasi
keperawatan adalah serangkaia kegiatan yang dilakukan oleh perawatat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan Kriteria Hasil yang diharapkan.
Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan
memilih tindakan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien. Semua
tindakan keperawatan dicatat dalam format yang telah ditetapkan oleh institusi
(Aziz, 2017).
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Poer, 2012 proses evaluasi dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
a. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis
terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis analisis
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu)
Dx.1 Bersihan jalan nafas efektif
Dx.2 Ventilasi adekuat
Dx. 3 Pengetahuan bertambah
Dx. 4 Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
Dx. 5 Nyeri akut berkurang
Dx. 6 Suhu tubuh kembali normal
Dx. 7 Gangguan pertukaran gas teratasi
Dx. 8 Intoleransi aktivitas dapat terpenuhi secara mandiri
Dx. 9 Volume cairan pasien terpenuhi
Dx. 10 Ansietas pasien berkurang
Dx. 11 Curah jantung adekuat
Dx. 12 Pola napas kembali efektif
Dx. 13 Tampak proses penyembuhan pada luka
DAFTAR PUSTAKA
Adi, S. (2018). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada
Anak. Diakses tanggal 27 Januari 2020, dari
htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id
Aziz, AH. (2017). Bab II Tinjaun Pustaka Dokumentasi Keperawatan. Diakses
tanggal 27 Januari 2020, dari
http://repository.ump.ac.id/3810/3/Ahmad%20H%20Aziz%20BAB
%20II.pdf
Badan Pusat Statistik, (2018). Jumlah Kasus Penyakit Menurut Jenis Penyakit
Menurut Kabupaten Atau Kota Di Provinsi Bali. Diperoleh tanggal 29
Januari 2020 dari https://bali.bps.go.id
Chulay, M. and S. M. Burns (2009). Essensial Of Critical Care Nursing. United
States of America, The McGraw-Hill Companies.
Dahlan Z. (2009). Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Djojodibroto, R.D. (2013). Respirologi : Respiratory Medicine. Jakarta : ECG.
Huda Nurarif, Amin dan Kusuma, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3.
Jogjakarta: Percetakan Mediaton Publishing Jogjakarta.
Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Kusuma, H., Nurarif, AH. (2015). Handbook For Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Marino, P.L. (2009). The ICU Book. Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins.
Misnadiarly. (2010). Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoniapada Balita,
OrangDewasa, Usia Lanjut. Pustaka. Jakarta: Obor Populer
Morton, P.G. & Fontaine, D.K. (2009). Critical Care Nursing: A Holistic
Approach. Philadelphia, Lippincott William & Wilkin. Volume 1.
Muttaqin. A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika
Nikmah, A., Rahardjo, S. S., & Qadrijati, I. (2018). Indoor smoke exposure and
other risk factors of pneumonia among children under five in
Karanganyar, Central Java. Journal of Epidemiology and Public
Health, 3(1), 25-40. Diakses pada tanggal 29 Januari 2020 dari
https://pdfs.semanticscholar.org/8a07/b273cc8dbd42523c832d5685ac5
e5b93ebf9.pdf
Poer, M. (2012). Makalah Dokumentasi Keperawatan “Dokumentasi Evaluasi”.
Diakses tanggal 27 Januari 2010, dari
https://www.scribd.com/doc/106424735/makalah-dokumentasi-
evaluasi-keperawatan.
Rab. T. (2009). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media
Riset Kesehatan Dasar. (2018). Profil Kesehatan Kota Denpasar. Denpasar.
Diperoleh tangal 29 Januari 2020
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2009). Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia,
Lippincott Williams & Wilkins.
Smith-Temple-Johnson. (2011). Buku Saku Prosedur Klinis Keperawatan / Jean
Smith temple, Joyce Young Johnson, Edisi 5. Jakarta : EGC
Tammy, AP. (2016). Perbedaan Saturasi Oksigen Awal Masuk Terhdap Luaran
Pneumonia Pada Anak. Diakses tanggal 27 Januari 2020, dari
http://eprints.undip.ac.id/50248/3/aldora_putri_tammy_2201011213013
1_Lap.KTI_BAB_II.pdf
Urden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care Nursing.
USA, Mosby Elsevier.
Wahyuningsih, (2015).Asuhan Keperawatan Pada An. B dengan Gangguan
Pneumonia. Diakses tanggal 27 Januari 2010, dari
http://eprints.ums.ac.id/33928/1/1.%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson LM. (2012).
Patofisiologi: konsep klinis prosses-proses penyakit E/6 Vol.2.
Jakarta:EGC. Hal:796-815