REFARAT
REFARAT
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Akhir Kepaniteraan Klinik Madya
Disusun oleh:
Pembimbing:
SMF NEUROLOGI
JAYAPURA-PAPUA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani “epilepsia” yang artinya adalah gangguan
neurologis umum kronis yang ditandai dengan kejang berulang tanpa alasan, kejang
sementara dan/atau gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal, berlebihan atau sinkron
di otak. Epilepsi oleh Hipocrates diidentifikasi sebagai sebuah masalah yang ada
kaitannya dengan otak. Epilepsi terkait dengan kinerja sistem saraf pusat di otak kita.
Saraf di otak berfungsi sebagai koordinator dari semua pergerakan seperti, penglihatan,
peraba, bergerak, dan berpikir. Pada penderita epilepsi, sistem saraf pusat di otak
mengalami gangguan, sehingga koordinasi dari sistem saraf di otak tidak dapat
mengirimkan sinyal ke sistem panca indera.
Terganggunya pengiriman sinyal ke sistem panca indera penderita epilepsi dapat
disebabkan oleh beberapa hal seperti pernah mengalami trauma kepala berupa benturan
atau cedera dibagian kepala, atau menderita tumor otak. Penyakit epilepsi dapat muncul
karena penderita mengalami kerusakan otak pada saat dilahirkan. Namun selain penyebab
yang telah disebutkan di atas, penyebab epilepsi masih belum dapat dipastikan. Epilepsi
yang berkembang di tengah masyarakat adalah semacam penyakit yang ditandai dengan
kejang-kejang tiba-tiba serta mengeluarkan air liur berwarna putih.
Pada umumnya epilepsi dapat muncul karena penderita mengalami kelelahan atau
mengalami benturan dibagian kepala, yang disusul dengan tidak sadarkan diri, terjatuh,
tubuh tegang, lalu disusul dengan gerakangerakan kejang tanpa terkendali di seluruh
tubuh. Kejang biasanya berlangsung paling lama lima menit. Sesudahnya penderita bisa
mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita
tidak dapat mengingat apa yang terjadi setelah kejang. Tulisan ini akan mengkaji
mengenai epilepsi dalam berbagai ragam budaya.
World Health Organization (WHO) (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat
8,2 orang dengan gangguan epilepsi aktif per 1000 orang penduduk, dengan angka
insidensi 50 per 100.000 penduduk. Sekitar 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap
epilepsi dimana diperkirakan angka prevalensi dan insiden di negara berkembang lebih
tinggi dibandingkan prevalensi dan insiden di negara maju. Dari banyak studi
menunjukkan bahwa angka kejadian epilepsi cukup tinggi, diperkirakan prevalensinya
berkisar antara 0,5-4 %. Sedangkan angka insidensi epilepsi di negara berkembang
mencapai 50-70 kasus per 100.000 penduduk. Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi
epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup
tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian menlngkat lagi pada
kelompok usia lanjutJ Dl Amerika Serikat, satu dl antara 100 populasi (1%) penduduk
terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan
pada lima tahun terakhir. Dl Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.
Jadi setidaknya terdapat 456.000 pengidap epilepsi di Inggris. Di Indonesia belum ada
penelitian epidemologi tentang berapa tepatnya prevalensi epilepsi. Namun diperkirakan
berkisar antara 0,5-1,2 %, yaitu sekitar 1,1-1,3 juta orang. Jumlah penduduk Indonesia
yang menderita epilepsi tersebut adaiah 2 % dari seluruh pasien epilepsi di dunia. Jadi,
dengan jumlah penduduk 210 juta jiwa, populasi penderita epilepsi mencapai 2.100.000
orang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh
lepas muatan listrik abnormal yang berlebihan di neuron-neuron paroksimal. Epilepsi terjadi
karena berbagai etiologi. Sebagian besar kasus epilepsi disebut epilepsi idiopati yang tidak
diketahui asal usuinya; sedangkan kasus epilepsi yang lain disebut epilepsi sekunder atau
epilepsi simptomatik. Epiepsi sekunder disebabkan oleh adalah kerusakan otak akibat
kekurangan oksigen, cedera, infeksi (misalnya meningitis), tumor otak. Epilepsi dapat
disertai kejang (konvuisi) atau tanpa kejang (misalnya pada epilepsi absence/lena). Sindrom
epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara
bersamasama, yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset) jenis bangkitan,
faktor pencetus, dan kronisitas. Bangkitan epilepsi {epileptic seizure) adalah manifestasi
klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa perubahan kesasaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok
sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Status Epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit, atau
adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitanbangkitan tadi tidak terdapat
pemulihan kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan konvuisi hams dimulai bila
bangkitan konvuisi sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. Status epileptikus dikatakan
pasti {established) bila pemberian benzodiazepin awal tidak efektif dalam menghentikan
bangkitan. Ada dua bentuk status epileptikus yaitu:
2.3. Klasifikasi
Diagnosis dan identifikasi tentang tipe epilepsi sangat penting untuk pemberian terapi
yang tepat. Ada banyak pengelompokan epilepsi, namun Liga Intemasional untuk Melawan
Epilepsi (International League Against Epilepsy, ILAE) telah menetapkan standar untuk
mengklasifikasi bangkitan epilepsi serta Epilepsi dan Sindrom epilepsi.
2. Kejang umum
- Absens / lena / petit mal
- Mioklonik
- Tonik
- Klonik
- Atonik
- Tonik-klonik
3. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan
Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE :
1. Berkaitan dengan letak fokus
a. Idiopatik
-Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
- Childhood epilepsy with occipital paroxysm
b. Simptomatik
-Lobus temporalis
-Lobus frontalis
-Lobus parietalis
-Lobus oksipitalis
2. Epilepsi Umum
a. Idiopatik
-Benign neonatal familial convulsions, Benign neonatal convulsions
-Benign myoclonic epilepsy in infancy
-Childhood absence epilepsy
-Juvenile absence epilepsy
-Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
-Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
-Other generalized idiopathic epilepsies
b. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik:
-West’s syndrome (infantile spasms)
-Lennox gastaut syndrome
-Epilepsy with myoclonic astatic seizures
-Epilepsy with myoclonic absences
c. Simtomatik
-Etiologi non spesifik
-Early myoclonic encephalopathy
-Specific disease states presenting with seizures
2.4. Etiologi
Hampir setengah dari seluruh kasus epilepsi bersifat idiopatik. Beberapa penyebab
epilepsi yang dapat ditemukan adalah pengaruh genetik, trauma kepala, kelainan medis
(sebagai contoh akibat akibat stroke maupun serangan jantung), demensia, meningitis,
ensefalitis, jejas prenatal, atau gangguan perkembangan (sindroma Down, autisme).
1. Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ±50% dari penderita epilepsi
anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia >3tahun.
2. Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf pusat Misalnya:
post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan gangguan metabolik,
malformasi otak kongenital, asfiksia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran
termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik.
2.5. Patofisiologi
Penghantaran rangsang di saraf otak berlangsung melalui dua cara yaitu perubahan
konsentrasi ion (Na, K, Ca) dan pelepasan neurotransmiter (GABA, dsb). Perubahan
konsentrasi ion menyebabkan penghantaran impuls sepanjang sel saraf yang akhirnya akan
menyebabkan pelepasan neurotransmiter di ujung saraf. Neurotransmiter dapat menghambat
(GABA) atau merangsang (asetilkolin) sel saraf berikutnya. Ketidakseimbangan dari ion-ion
dalam sel (berlebihan atau berkurang) dapat mengganggu transmisi antar sel-sel saraf tadi.
Beberapa area di otak (korteks motoiik, lobus temporal termasuk hipokampus yang berperan
dalam memori) peka terhadap perubahan biokimia, cenderung berperan pada aktivitas
terjadinya serangan tadi. Misalnya pada kejang parsial pada daerah tertentu di salah satu
hemisfer otak, pada kejang parsiai simple terkait aktivltas abnormal di area motorik,
sensorik, pusat otonom di otak. Suatu serangan dapat dilacak pada membran sel otak atau sel
disekitarnya yang tidak stabil. Rangsangan yang berlebih dapat menyebar secara lokal pada
serangan fokal, maupun lebih luas pada serangan umum. Terjadinya konduktansi kalium
yang tidak normal, gangguan pada kanal kalsium sensitif voltase, atau defisiensi pada
membran ATPase yang berkaitan dengan transport ion dapat menghasilkan ketidakstabilan
membran neuronal dan serangan kejang. Aktivitas neuronal normal tergantung pada fungsi
normal pemicu rangsang (yaitu, glutamat, aspartat, asetilkholine norepineprin, histamin,
faktor pelepas kortikotropin, purin, peptida, sitokin, dan hormon steroid) dan penghambat
neurotransmiter (yaitu, dopamin, asam-aminobutirat [GABA]); pasokan glukosa, oksigen,
natrium, kalium, klorida, kalsium, dan asam amino yang cukup; pH normal; dan fungsi
normal reseptor. Kejang yang lama, terpapar glutamat secara terusmenerus, sejumlah besar
kejang tonik-klonik umum (GTC) (lebih besar dari 100), dan episode ganda status
epileptikus dapat dikaitkan dengan kerusakan neuronal.
2.6. Gejala
Gejala dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi, yaitu:
1). Kejang parsial
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis
epilepsi dan tipe kejang lainnya yang tepat dan bahkan sindrom epilepsi. EEG juga
dapat membantu pemilihan obat anti epilepsi dan prediksi prognosis pasien. Adanya
kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan
perekaman pada waktu sadar dalam keadaan istirahat dan pada waktu tidur. Rekaman
EEG dikatakan abnormal bila:
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer
otak
Migrain : Migrain pada aura gejala aura yang khas mencakup perubahan penglihatan
dan sensorik abnormal lainnya seperti kilatan atau cahaya tajam atau merasa mengecap
atau membaui sesuatu, serta defisit motorik dan bicara (afasia). Aura juga dapat bersifat
somatosensorik seperti rasa baal di satu tangan atau satu sisi wajah.
Hiperventilasi
Syncope : adalah penurunan kesadaran mendadak karena kurangnya aliran darah ke
otak. Pada usia muda hal ini paling sering terjadi akibat vasovagal, dengan penurunan
tekanan darah akibat bradikardia. Respon tubuh terhadap penurunan aliran darah
otak adalah dengan peningkatan simpatis, sehingga menimbulkan gejala presyncopal
seperti berkeringat, palpitasi, pucat, dyspnea, dan perasaan cemas. Penurunan
kesadaran pada syncope berlangsung cepat dan kesadaran juga kembali dengan cepat.
Pada syncope juga dapat terjadi inkontinensia urin seperti pada kejang. Menggigit lidah
juga mungkin terjadi pada syncope tetapi biasanya ujung lidah yang tergigit bukan
pada sisi samping, dimana pada kejang injuri lidah lebih berat. Pada syncope gerakan
yang biasa terjadi adalah hentakan myoklonik yang jelas. Mata pasien biasanya tertutup
bukan mendelik, serta tidak ada sekuele neurologis fokal. Diagnosis syncope harus
disertai pemeriksaan EKG.
Sleep Disorder: Gangguan Tidur
2.9. Penatalaksanaan
Penderita epilepsi cenderung untuk mengalami serangan kejang secara spontan, tanpa
faktor provokasi yang kuat atau yang nyata. Timbulnya bangkitan kejang yang tidak dapat
diprediksi pada penderita epilepsi selain menyebabkan kerusakan pada otak, dapat pula
mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Golongan obat ini lebih
tepat dinamakan anti epilepsi sebab jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.
1. Mencegah timbulnya letup nya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epil ron
2. Mencegah letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus
epilepsi. Bagian terbesar anti epilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan
terakhir ini.
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE,
atoniv
Lini pertama Valproic cacid Carbamazepine Valproic acid Valproic acid
Lamotrigine
Valproic acid
Lini Kedua Phenytoin Topiramate Lamotrigine Lamotrigine
Felbamate Gabapentine
Primidone Primidone
Phenobarbital Phenobarbital
dipertimban
gkan
Lena Lamotrigine m
Myoklonik Levetiracetam,
Zonisamade Clobazam
Clonazepam
Phenobarbit
al
Phenytoin m
Phenobarbital Zonisamide
Primidon
Atonik Topiramate
Topiramate Pregabalin
Lamotrigine
Terklasifikasi Levetiraceta
kan m
Zonisamade
Dosis Terapi
mg/KgBB/hari terbagi
mg/KgBB/hari terbagi
mg/KgBB
dosis
300 mg
Lamotrigin 50-100 mg/hari 1-2 dosis Tab 50 mg, tab 100 mg:
terbagi Lamictal
mg/Kg/BB/hari
mg/KgBB/hari terbagi
terbagi mg
- Fisioterapi
- Psikoterapi
Edukasi
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan
utama.
a. Definisi
menerus selama 30 menit atau lebih. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika
seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama
b. Klasifikasi
- Status epileptikus konvulsif: bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit atau
bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran di antara bangkitan.
60-80 th 2 mg iv.
> 80 th 1 mg iv.
Clonazepam< 60 th 1 mg iv.
60 - 80 th 0,75 mg iv.
> 80 th
0,50 mg iv.
Midazolam<60th 5 mg iv.
60-80 th 2 mg iv.
Diazepam< 60 th
10 mg iv.
60 - 80 th >80 th
5 mg iv.
2.5 mg iv
B. Lini Kedua
Fenitoin
15-18mg/kg
Bolus Kec.50mg/menit
Rumatan <70kg 150mg i.v.
Dalam 30 menit
1. Kejang satu kali tidak dapat langsung dikatakan sebagai epilepsi (sekitar 10%
penduduk dunia pernah mengalami satu kali kejang selama hidupnya). Epilepsi
didefinisikan sebagai dua atau lebih kejang yang tidak terprovokasi. .
2. Epilepsi didefinisikan sebagai suatau keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi
berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tampa provokasi. Sedangkan yang
dimaksud dengan bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh
aktifitas listrik yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron di otak
3. International League Against Epilepsy mendefinisikan status epileptikus sebagai aktivitas
kejang yang berlangsung terus menerus selama 30 menit atau lebih.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC., Hall JE., Sistem saraf. In : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of
September5]Availablefrom:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs999/en/
3. Panduan praktik klinis. Edisi ke-1. Jakarta: penerbit Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia,
2017; p. 199-203.
5. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta:
EGC
Indonesia.
7. Pelayanan Kefarmasian untuk orang dengan gangguan epilepsy : Bakti Husada 2009
8. Andy Arifputera, Fitri Octaviana Sumantri: Kapita Selekta Ed ke- 4 Jilid II 2014, hal 961-962