Anda di halaman 1dari 81

VOL.2 NO.

6, JULI 2015

JURNAL
PERSADA HUSADA INDONESIA
PERSADA HUSADA INDONESIA HEALTH JOURNAL
ISSN 2356-3281

Analisis Implementasi Sistem Primary-Care BPJS di


Puskesmas Wilayah Kota Kabupaten Sumedang

Tinjauan Pelepasan Informasi Rekam Medis: Studi Kasus Aspek Hukum di


RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung

Hubungan Sikap, Pengetahuan dan Motivasi dengan Kinerja Perawat dalam


Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Anggrek dan Teratai
RSUD Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat

Analisis Ketepatan Kode External Cause Kasus Kecelakaan Lalu Lintas (KLL)
Berdasarkan ICD-10 di RSUD dr.Soekardjo
Kota Tasikmalaya Tahun 2014

Persepsi Pelanggan Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan di


Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur
Tahun 2015: Suatu Studi Kasus

Gambaran Perawat dalam Merawat Anak yang Menjalani Terapi Continuous


Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di Rumah Sakit Persatuan Gereja
Indonesia (PGI) Cikini Jakarta: Suatu Studi Fenomenologi

STIKES PERSADA HUSADA INDONESIA, JAKARTA


Jurnal Persada Jakarta ISSN
VOL.2 No.6 Hal.64
Husada Indonesia Juli, 2015 2356-3281
Jurnal Persada Husada Indonesia
(Health Journal of Persada Husada Indonesia)
____________________________________________________________________________________

Penanggung Jawab : Dr. Qomariah Alwi, SKM., M.Med.Sc (Ahli Kesehatan Reproduksi)
Wakil Penanggung Jawab : Elwindra, ST., M.Kes

Pemimpin Redaksi : Diana Barsasella, ST., SKM., SKom., MKM


Wakil Pemimpin Redaksi : Siti Rukayah, SKp., MKep
Sekretaris : Ns. Fitria Prihatini, S.Kep

Mitra Bestari :
Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH
( Profesor Riset Ahli Kebijakan Kesehatan dan Ilmu Biomedik,
Profesor Pendidikan Ahli Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Guru Besar FKM UNDIP )
Prof. Dr. M. Sudomo
( Profesor Riset Ahli Medical Parasitologist )
Prof. Dr. Herman Sudiman, SKM
( Profesor Riset Ahli Gizi )
Prof. Dr. Drs. Wasis Budiarto, MS
( Profesor Riset Ahli Ekonomi Kesehatan)
Prof. Dr. Amrul Munif, MSc
( Profesor Riset Ahli Biologi Lingkungan )
Dr. Rustika, SKM., M.Sc
( Ahli Biostatistik Epidemiologi )
Dr. dr. Sandi Iljanto, MPH
( Ahli Kebijakan Kesehatan )

Dewan Redaksi :
Herlina, SKM., M.Kes
Ns. Revie Fitria Nasution, S.Kep., M.Kep
Evi Vestabilivy, SKp., M.Kep
Agustina, SKM., M.Kes
Eliya, S.Pd., M.Pd
Ahmad Farid Umar, SKM., M.Kes
Edi Junaidi, SH., SKM
Evandri Wancik, ST
Ns. Restu Iriani, S.Kep
Ns. Ade Supendi, S.Kep

Sekretariat :
Feri Maulana, SKM
Gardika Sandra

Alamat Redaksi :
STIKes PHI
Jl. Jatiwaringin Raya, Gd. Jatiwaringin Junction Kav 4-7 No.24,
Cipinang Melayu, Jatiwaringin, Jakarta Timur.
Telp/Fax. (021) 86611954
Website : www.phi.ac.id

i
ii
JURNAL PERSADA HUSADA INDONESIA
Persada Husada Indonesia Health Journal
Volume 2. No. 6 Juli 2015

DAFTAR ISI

Editorial

Artikel Penelitian Halaman

1. Analisis Implementasi Sistem Primary-Care BPJS di Puskesmas Wilayah Kota


Kabupaten Sumedang ............................................................................................... 1 - 16
Eri Yulianti, Diana Barsasella

2. Tinjauan Pelepasan Informasi Rekam Medis: Studi Kasus Aspek Hukum di RSUP
Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung ........................................................................ 18 - 26
Harie Saktian Yusuf, Imas Masturoh

3. Hubungan Sikap, Pengetahuan Dan Motivasi Dengan Kinerja Perawat Dalam


Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Anggrek Dan Teratai RSUD
Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat.............................................................................. 27 - 34
Aisyiah, Yarni, Nova Angginy

4. Analisis Ketepatan Kode External Cause Kasus Kecelakaan Lalu Lintas (KLL)
Berdasarkan ICD-10 Di RSUD dr.Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2014 .......... 36 - 45
Amalia Wulandari, Ida Wahyuni

5. Persepsi Pelanggan Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas


Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun 2015: Suatu Studi Kasus.................... 46 - 61
Yuhani, Herlina

6. Gambaran Perawat dalam Merawat Anak yang Menjalani Terapi Continuous


Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di Rumah Sakit Persatuan Gereja
Indonesia (PGI) Cikini Jakarta: Suatu Studi Fenomenologi ...................................... 62 - 72
IGA Dewi Purnamawati, Krisna Yetti, Happy Hayati

iii
iv
EDITORIAL

Salam hangat,

Redaksi kembali menerbitkan Jurnal Kesehatan Persada Husada Indonesia volume 2 no 6 dengan
No.ISSN 2356-3281 berisi delapan artikel ilmiah dari penelitian dosen–dosen STIKes PHI maupun
dosen-dosen Insitusi lain dari berbagai jurusan kesehatan (Kesehatan Masyarakat, Keperawatan,
Kebidanan, dan lain-lain).

Jurnal Persada Husada Indonesia dapat menjadi wadah yang sangat bermanfaat bagi peneliti dan
pengguna hasil penelitian dalam menginformasikan, mendiskusikan, memanfaatkan hasil-hasil
penelitian dalam meningkatkan kualitas, kebijakan, perencanaan kesehatan evidence based sehingga
dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Topik penelitian dalam jurnal edisi saat ini terdiri dari
implementasi sistem P-Care BPJS, tinjauan pelepasan informasi Rekam Medis, kinerja perawat,
analisis ketepatan kode external cause kasus kecelakaan lalu lintas, mutu pelayanan kesehatan, dan
gambaran perilaku perawat.

Sehubungan dengan penerbitan Jurnal Persada Husada Indonesia edisi berikutnya, kami dari redaksi
mengharapkan kerjasama rekan-rekan baik dari internal STIKes PHI maupun eksternal untuk mengisi
jurnal ini dengan artikel-artikel yang berguna dalam mendukung pendidikan dan pembangunan
kesehatan saat ini maupun dimasa yang akan datang. Tidak menutup kemungkinan jika masih
ditemukan kekurangan dan kesalahan pada jurnal terbitan edisi ini, maka kami dari redaksi
mengucapkan banyak terima kasih dengan adanya kritik dan saran untuk perbaikan jurnal Persada
Husada Indonesia.

Pemimpin Redaksi,

Diana Barsasella, ST., SKM., SKom., MKM

v
vi
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Analisis Implementasi Sistem Primary-Care BPJS di Puskesmas Wilayah Kota


Kabupaten Sumedang

Eri Yulianti1, Diana Barsasella2 3

Analysis of Primary-Care BPJS System Implementation in Primary Health Care


in Central of Sumedang District

Abstrak

Pada 1 Januari 2014 mulai digunakannya sistem primary-care BPJS untuk mendukung terlaksananya
pelayanan BPJS di Puskesmas. Sistem ini diimplementasikan oleh seluruh puskesmas yang ada di Indonesia,
termasuk di 32 Puskesmas yang ada di Kabupaten Sumedang. Berdasarkan hasil observasi di Puskesmas yang
berada di wilayah kota, dalam pengimplementasian sistem primary-care ini ada beberapa kendala diantaranya,
kurangnya fasilitas seperti komputer, printeran dan jaringan internet, serta sering terjadinya error. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran implementasi sistem primary-care di puskesmas wilayah kota
Kabupaten Sumedang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi dan menggunakan model analisis HIPO. Informan dalam penelitian ini ada 3 kelompok yaitu
kelompok informan yang terdiri dari 6 orang user primary-care, kelompok informan kunci yang terdiri dari 5
orang kepala puskesmas dan 1 orang kepala TU serta kelompok informan pendukung yaitu Kepala Manajemen
Pelayanan Primer BPJS Kab. Sumedang. Cara pengumpulan data meliputi wawancara mendalam dan observasi.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa faktor input terdiri dari knowledge user sudah baik, skill user juga
baik, komunikasi masih sangat minim, sumber daya yang terdiri dari manusia, fasilitas, anggaran belum
tercukupi dan informasi masih minim, sikap user sudah baik dan struktur birokrasi yang masih kurang karena
tidak ada SOP. Proses terdiri dari pengumpulan data masih belum akurat, pengolahan tidak dilakukan, penyajian
data disesuaikan dengan kebutuhan Puskesmas dan analisis data untuk menyesuaikan jumlah kunjungan. Output
dalam implementasi sistem ini berupa pelaporan kunjungan puskesmas untuk BPJS yang masih perlu untuk
dikembangkan demi mendukung optimalisasi implementasi sistem primary-care di puskesmas.

Kata kunci: implementasi sistem primary-care, faktor implementasi sistem

Abstract

On 1st January 2014 primary-care BPJS began to be applied to support the implementation of BPJS
services at Community Health Centers. This system is implemented by all community health centers in Indonesia,
inclusive of the 32 community health centers in the Sumedang District. Based on the observation results at the
community health centers in the city area in the implementation of the of the primary-care system, there were
several problems among others, lack of facilities liked computers, printers and internet network, also frequent
system errors. The purpose of this study is to find out primary-care system implementation overviews at
Sumedang City District community health centers. Method used in the study was qualitative with phenomenology
approach and used HIPO analysis model. There were 3 informant groups in this study, i.e. informant group of 6
primary-care users, key informant group of 5 community health center Heads and 1 Head of administration, and
support informant group being the Primary Services Head Management of Sumedang District BPJS. Data
collection process comprised of in-depth interviews and observations. Study results showed that input factors
made up of knowledge was good, good users’ skill, very minimized communication, inadequate resources
comprised of human, facilities, budget and minimal information, acceptable users’ attitude and inadequate
bureaucratic structure due to unavailability of SOP. Process comprised of data collection still inaccurate,
process undone, data presentation accommodated to Community Health Centers needs and data analysis
accommodating number of visitations. Output in the system implementation in the form of community health

1
Staf pada Rumah Sakit PELNI
2
Dosen pada Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya
3
Dosen pada STIKes Persada Husada Indonesia

1
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

centers visitation reports for BPJS still need to be expanded for the sake of supporting primary-care system
implementation optimization at community health centers.

Keywords : Implementation primary-care system, Factors Implementation System

Pendahuluan primary-care di puskesmas ini masih banyak


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial masalah dan kendala yang terjadi, diantaranya
(BPJS) Kesehatan mulai diberlakukan di kurangnya fasilitas seperti komputer yang
seluruh pelayanan kesehatan di Indonesia pada tersedia untuk menjalankan sistem ini,
tanggal 1 Januari 2014. Uji coba BPJS sudah kurangnya sumber daya manusia terlatih untuk
mulai dilaksanakan sejak tahun 2012 dengan menjalankan sistem, pelatihan terhadap user
rencana aksi dilakukan pengembangan fasilitas masih dirasa kurang oleh para petugas yang
kesehatan dan tenaga kesehatan dan perbaikan bertanggungjawab terhadap sistem ini, serta
pada sistem rujukan dan infrastruktur. Fasilitas masih sering terjadi network error sehingga
pelayanan kesehatan untuk peserta BPJS ada 2 susah untuk melakukan log-in ke sistem.
yaitu Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama Menurut data dari BPJS Kabupaten
(FKTP) yaitu puskesmas atau klinik dokter dan Sumedang pada bulan Januari 2015, 10 besar
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat kedua puskesmas yang memiliki jumlah kunjungan
yaitu Rumah Sakit. terbanyak untuk pasien BPJS adalah
Dalam rangka menyukseskan program Puskesmas Cimanggung, Puskesmas
JKN BPJS, sejak Januari tahun 2014 ini telah Tanjungsari, Puskesmas Sumedang Selatan,
digunakan aplikasi verifikasi kepesertaan Puskesmas Situ, Puskesmas Cimalaka,
JKN (BPJS Kesehatan) untuk layanan primer Puskesmas Kotakaler, Puskesmas Sukagalih,
(Puskesmas dan Dokter Keluarga yang Puskesmas Ganeas, Puskesmas Jatinunggal
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan) dengan dan Puskesmas Jatigede. Enam dari 10
nama ” primary-care (p-care)“. Sistem puskesmas yang memiliki jumlah kunjungan
primary-care ini secara serentak di tertinggi untuk pasien BPJS adalah puskesmas-
sosialisasikan pada 1 Januari 2014 oleh BPJS puskesmas yang berada di wilayah kota
masing-masing daerah di seluruh Indonesia. Kabupaten Sumedang. Puskesmas-puskesmas
Sistem primary-care ini digunakan lebih dari ini menempati urutan ke 3 sampai ke 8
9500 Puskesmas di seluruh Indonesia. puskesmas dengan kunjungan pasien BPJS
Salah satu Kabupaten di Jawa Barat tertinggi.
yang telah mengimplementasikan sistem Berdasarkan latar belakang di atas
primary-care di tiap puskesmasnya adalah penulis tertarik untuk melakukan penelitian
Kabupaten Sumedang. Menurut data dari Pusat mengenai implementasi sistem primary-care di
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan puskesmas, penulis membatasi lingkup
Republik Indonesia pada tahun 2014, penelitian yaitu hanya pada puskesmas yang
Kabupaten Sumedang memiliki 32 puskesmas berada di wilayah kota Kabupaten Sumedang
di wilayahnya, dan berdasarkan data yang yaitu sebanyak 6 puskesmas yang terdiri dari
Peneliti dapatkan dari pihak BPJS daerah Puskesmas Sumedang Selatan, Puskesmas
Kabupaten Sumedang pada Januari 2015 ada Situ, Puskesmas Cimalaka, Puskesmas
32 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang Kotakaler, Puskesmas Sukagalih dan
terdaftar di pihak BPJS dan ini menunjukkan Puskesmas Ganeas.
bahwa setiap puskesmas yang ada di
Kabupaten Sumedang telah Metode
mengimplementasikan sistem primary-care Jenis penelitian Analisis Implementasi
BPJS. Dalam pengimplementasian sistem Sistem primary-care di Puskesmas Wilayah

2
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Kota Kabupaten Sumedang adalah penelitian b. Kepala Puskesmas Situ disebut sebagai
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. informan kunci 2
Instrumen utama dalam penelitian kualitatif c. Kepala Puskesmas Cimalaka disebut
adalah peneliti, dengan alat pengumpul data sebagai informan kunci 3
yaitu menggunakan pedoman wawancara, d. Kepala TU Puskesmas Kotakaler
lembar observasi, buku catatan dan recorder. disebut sebagai informan kunci 4
Informan penelitian terdiri dari 3 kelompok e. Kepala Puskesmas Sukagalih disebut
yaitu kelompok informan yang terdiri dari 6 sebagai informan kunci 5
orang user primary-care di masing-masing f. Kepala Puskesmas Ganeas disebut
puskesmas, kelompok informan kunci yang sebagai informan kunci 6
terdiri dari 5 orang kepala puskesmas dan 1 3. Kelompok informan pendukung
orang kepala TU, serta kelompok informan berjumlah satu orang yaitu Kepala
pendukung yang terdiri dari kepala unit Manajemen Pelayanan Primary-Care
manajemen pelayanan primer BPJS Kabupaten BPJS Kabupaten Sumedang disebut
Sumedang. Cara pengumpulan data yaitu sebagai informan pendukung.
dengan wawancara mendalam dan observasi.
Analisis data kualitatif yang digunakan dalam Hasil dan Pembahasan
penelitian ini menggunakan dari konsep Input
Varkevisser, Pathmanathan dan Brownlee Ada 6 faktor yang mempengaruhi
dalam WHO (2003), analisis data terdiri dari keberhasilan implementasi suatu kebijakan,
empat alur kegiatan, yaitu deskripsi sample, terdiri dari 2 faktor menurut Pankake yaitu
pengkodean data, meringkas data disajikan knowledge dan skill dan 4 faktor lainnya
dalam bentuk matrik, diagram dan flow chart menurut Edward yaitu komunikasi, sumber
dan interpretasi data. daya, sikap dan struktur birokrasi. Knowledge
Informan dalam penelitian ini terdiri dari masing-masing informan dan informan
dari 3 kelompok sebagai berikut: mengenai sistem primary-care cukup baik,
1. Kelompok user primary-care berjumlah 6 baik informan maupun informan kunci
orang yaitu : mengetahui apa itu pengertian primary-care
a. User primary-care Puskesmas dan apa manfaat yang didapatkan dari adanya
Sumedang Selatan disebut sebagai sistem primary-care ini, hanya ada beberapa
informan 1 informan yang kurang mengetahui apa yang
b. User primary-care Puskesmas Situ dimaksud dengan sistem primary-care ini.
disebut sebagai informan 2 Pengetahuan user dan kepala puskesmas
c. User primary-care Puskesmas sebagai pelaksana kebijakan (implementer)
Cimalaka disebut sebagai informan 3 mengenai sistem primary-care yang diterapkan
d. User primary-care Puskesmas di masing-masing puskesmas sangat baik.
Kotakaler disebut sebagai informan 4 Hampir seluruh informan menyatakan bahwa
e. User primary-care Puskesmas sistem primary-care itu sangat penting
Sukagalih disebut sebagai informan 5 dikerjakan karena berbagai alasan.
f. User primary-care Puskesmas Ganeas Sebagaimana yang dikatakan oleh Pankake
disebut sebagai informan 6 (2014) bahwa pengetahuan dari implementer
2. Kelompok informan kunci berjumlah 6 akan sangat mempengaruhi kesuksesan dari
orang yaitu : implementasi suatu sistem. Selain itu
a. Kepala Puskesmas Sumedang Selatan pemahaman petugas dalam pemanfaatan
disebut sebagai informan kunci 1 sistem primary-care harus lebih ditingkatkan
lagi, agar kemampuan mereka dalam

3
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

menggunakan sistem primary-care ini primary-care ini. Kurangnya sosialisasi


meningkat. Sebagaimana dikatakan oleh mengenai penggunaan sistem primary-care ini
DeLone dan Mc.Lean dalam majalah Visi juga membuat komunikasi antara pihak BPJS
Pustaka Edisi Vol 15 No 3 (2013) implementor dan pihak Puskesmas semakin minim, bahkan
harus memahami manfaat dari adanya suatu beberapa informan menyatakan bahwa mereka
sistem informasi agar kemampuan mereka belum pernah berkomunikasi dengan pihak
bertambah dan optimalisasi implementasi BPJS mengenai sistem primary-care ini.
sistem akan tercapai. Jika pengguna hanya Beberapa informan kunci menyatakan ada
mempelajari sedikit mengenai sistem informasi petugas penghubung yang menghubungkan
yang mereka gunakan maka kemampuan pihak BPJS dengan Puskesmas terkait sistem
mereka akan terbatas. Sistem Informasi harus primary-care ini. kenyataan ini tidak sesuai
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dengan teori yang dikemukakan oleh Widodo
dan keinginan pengguna. (2011) yang menyatakan bahwa komunikasi
Begitupula dengan skill dari masing- kebijakan berarti merupakan proses
masing informan, para informan sudah bisa penyampaian informasi kebijakan dari
menggunakan sistem primary-care dengan pembuat kebijakan (policy makers) kepada
baik tanpa melihat ataupun menggunakan buku pelaksana kebijakan (policy implementors).
manual aplikasi sistem primary-care. Rata-rata Dalam hal ini pihak BPJS merupakan pihak
informan mendapatkan 1 kali pelatihan pembuat kebijakan dan yang menjadi
mengenai sistem primary-care , dan ada salah pelaksana kebijakan adalah puskesmas, bukan
satu informan yang belum pernah sekalipun dinas kesehatan. Jadi sudah seharusnya jika
mengikuti pelatihan, sementara satu informan ada pemberitahuan mengenai sistem primary-
lainnya pernah mengikuti 3 kali pelatihan care harus menyampaikannya langsung kepada
tentang sistem primary-care ini. Pankake pihak pelaksana kebijakan yaitu puskesmas.
(2014) yang menyatakan bahwa keterampilan Sumber daya dalam implementasi
dari implementer akan sangat mempengaruhi kebijakan terdiri dari 4 yaitu sumber daya
kesuksesan dari implementasi suatu sistem. manusia, fasilitas, anggaran dan informasi.
Hal itu diungkapkan juga oleh Vembriarto Dilihat dari sumber daya manusia, rata-rata
dalam Tria (2012) keterampilan (skill) dalam jumlah petugas sebagai user primary-care di
arti sempit yaitu kemudahan, kecepatan, dan masing-masing puskesmas adalah 2 orang,
ketepatan dalam tingkah laku motorik. terkecuali untuk 2 puskesmas mempunyai
Berdasarkan hasil observasi dapat terlihat petugas user primary-care nya hanya ada 1
ketelitian petugas dalam mengisi item-item orang. Beberapa informan menyatakan bahwa
dalam sistem primary-care ini sudah baik, kuantitas sumber daya manusia sudah
semua petugas dengan teliti memasukan data- mencukupi dan sebagian puskesmas
data pasien yang dibutuhkan ke dalam sistem menyatakan bahwa kuantitas sumber daya
primary-care, walaupun dalam segi ketepatan manusia masih kurang. Kualitas dari para
data masih cukup kurang yaitu dalam informan juga belum maksimal karena masih
penginputan kode diagnosis pasien, karena minimnya pelatihan dan sosialisasi dari pihak
kebanyakan user tersebut bukan berlatar BPJS mengenai sistem ini. Dilihat dari kualitas
belakang rekam medis. user masih perlu dilakukannya pelatihan agar
Komunikasi yang terjalin diantara kemampuan dari para user dalam
pembuat kebijakan (pihak BPJS) dan pihak menggunakan sistem primary-care ini semakin
pelaksana kebijakan (pihak puskesmas) cukup meningkat. Seperti yang diungkapkan oleh
jarang, tidak ada wadah komunikasi khusus Cavalluzzo dan Ittner (2004) yang menyatakan
yang dibuat oleh pihak BPJS mengenai sistem bahwa ada pelatihan dapat meningkatkan

4
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

kesuksesan implementasi suatu sistem. disosialisasikan akan menyebabkan karyawan


Fasilitas yang digunakan oleh pihak puskesmas tidak dapat menggunakan sistem tersebut. Hal
untuk sistem primary-care juga masih sangat ini akan berdampak pada menurunnya kinerja
terbatas, seluruh puskesmas tidak memiliki pengguna dan kegagalan penerapan sistem
printer untuk mendukung terlaksananya informasi sehingga sistem yang telah
rujukan online. Berdasarkan artikel dari dirancang akan sia-sia.
majalah Visi Pustaka Edisi Vol.7 No. 2 yang Informan selalu bersikap disiplin dan
ditulis oleh Gardjito (2005) terdapat beberapa bertanggungjawab dalam implementasi
faktor yang dapat menyebabkan keberhasilan pirmary-care ini. Begitupula dengan pihak
atau kegagalan implementasi sistem informasi informan kunci yang selalu memberikan
di suatu organisasi atau suatu Negara secara arahan dan dukungan kepada informan untuk
umum, salah satu faktor tersebut adalah menggunakan sistem primary-care ini dengan
infrastruktur. Berbagai hasil studi empiris maksimal. Seperti menurut penelitian
menunjukkan bahwa rendahnya kualitas Cavalluzzo dan Ittner (2004) dukungan atasan
infrastruktur menjadi masalah utama dalam akan berpengaruh positif dalam impelementasi
implementasi sistem informasi yang meliputi sistem sehingga dapat meningkatkan kegunaan
infrastruktur telekomunikasi, internet dan dari suatu sistem. Sehingga sangatlah perlu
komputer. Dilihat dari segi anggaran, setiap untuk atasan untuk sering memberikan
puskesmas menggunakan dana kapitasi untuk dukungan kepada user primary-care agar
membayar biaya koneksi internet seperti implementasi sistem primary-care ini dapat
modem dan wi-fi. Untuk informasi yang berhasil.
diterima para informan dari pihak BPJS masih Pada implementasi sistem primary-care
sangatlah kurang. Semua informan ini hampir semua puskesmas tidak memiliki
menyatakan bahwa mereka tidak pernah Standard Operational Procedur (SOP) untuk
mendapatkan informasi apapun dari pihak penggunaan sistem ini. Pihak BPJS juga tidak
BPJS secara langsung. Berbeda dengan menyediakan SOP tersendiri untuk puskesmas
informan, semuan informan kunci menyatakan dalam penggunaan sistem ini. Menurut
bahwa mereka mendapatkan informasi dari Rochayati (2012) yang dimaksud dengan
pihak BPJS saat mengikuti rapat evaluasi yang Struktur Birokrasi Edwards III adalah
diadakan oleh pihak BPJS. Pihak informan mekanisme kerja yang dibentuk untuk
pendukung menyatakan bahwa memberikan mengelola pelaksanaan sebuah kebijakan. Ia
informasi salah satunya tentang perubahan menekankan perlu adanya Standart Operating
sistem primary-care adalah kepada pihak Procedure (SOP) yang mengatur tata aliran
Dinas Kesehatan untuk kemudian pekerjaan diantara para pelaksana, terlebih jika
diinformasikan kembali kepada pihak pelaksanaan program melibatkan lebih dari
puskesmas melalui kepala puskesmas. Namun satu institusi. Ia juga mengingatkan bahwa
pihak informan kunci menyatakan bahwa adakalanya fragmentasi diperlukan manakala
mereka tidak pernah mendapatkan implementasi kebijakan memerlukan banyak
pemberitahuan mengenai perubahan versi. program dan melibatkan banyak institusi untuk
Begitupula dengan kelompok informan, mencapai tujuannya.
beberapa dari mereka menyatakan bahwa Matrik hasil wawancara mengenai
mengetahui ada perubahan versi pada primary- implementasi sistem primary-care dilihat dari
care adalah dari iklan online yang dibuat pihak faktor input dapat dilihat pada tabel berikut:
BPJS pada situs p-care. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian DeLone dan Mc.Lean (2003)
menyatakan bahwa informasi yang tidak

5
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Tabel 1. Matriks Hasil Wawancara tentang Implementasi Sistem Primary-Care ditinjau dari
Input di Puskesmas Wilayah Kota Kabupaten Sumedang
Sumber daya Struktur
Informan Knowledge Skill Komunikasi Sikap
SDM Anggaran Fasilitas Informasi Birokrasi
Informan 1  Mengetahui  Menguasai  Tidak ada  Kurang Tidak tahu  Fasilitas  Ada  Bertanggu  Mungkin
p-care tata cara wadah SDM tentang Cukup pemberitahua ng jawab ada SOP
 p-care itu penggunaan komunikasi  Petugas p- anggaran  Ada 1 n secara terhadap
penting untuk p-care  via telepon care ada 1 komputer online jika pekerjaan
pencairan  Mengikuti  mengikuti orang dan ada  Tidak
dana kapitasi 2kali pertemuan jaringan perubahan mendapat
pelatihan dengan dinas internet pada sistem kan arahan
dengan BPJS p-care dari kepala
1x dengan puskesmas
dinas
kesehatan
 Menginput
data tanpa
melihat buku
panduan
Informan Mengetahui  Petugas harus Ada petugas Ada rencana diambil  Fasilitas Mengikuti rapat  Menekankan Tidak
Kunci 1 p-care mendapatkan penghubung untuk dari dana cukup evaluasi kepada ada SOP
pelatihan antara pihak penambahan kapitasi  Ada petugas
rutin puskesmas jumlah komputer untuk
 Petugas dengan pihak petugas p- dan wi-fi bersikap
mungkin BPJS care disiplin
mengikuti dalam
pelatihan menjalankan
1kali pekerjaan
 Sering  Memberi
mengikuti kan
pertemuan pengarahan
dengan kepada
Dinkes petugas
Informan 2  Mengetahui  Menguasai Ada petugas  Kekuran Ada dana  Fasilitas  Informasi yang  Disiplin Tidak ada
p-care tata cara penghubung gan kapitasi kurang didapatkan dalam SOP
 p-care penggunaan antara pihak petugas  Kadang masih sangat menyelesaik
penting untuk p-care. puskesmas  Ada 1 sering minim an
tertib  Mengikuti 2 dengan pihak orang terjadi  Informasi penginputan
administrasi kali pelatihan BPJS error secara online data pasien
 Memerlukan jika terjadi  Mendapat
pelatihan perubahan arahan dari
kembali versi kepala
puskesmas
Informan Mengetahui  Belum Ada petugas  Kekura Ada itu  Fasilitas Mengikuti rapat Memberikan Tidak ada
Kunci 2 p-care mengikuti penghubung ngan diambil kurang evaluasi pengarahan SOP
pelatihan antara pihak petugas dari dana  Ada 1 kepada
 2 kali ikut puskesmas  Ada 1 kapitasi komputer petugas
pertemuan dengan pihak orang dan belum
pengenalan BPJS ada
p-care printeran
Informan 3  Mengetahui  Menguasai Via telepon  Kekuran Dari dana  Fasilitas Pemberitahuan  Kesulitan Tidak ada
p-care tata cara dengan petugas gan kapitasi sudah secara online mengkode SOP
 p-care itu penggunaan BPJS petugas terpenuhi diagnosis
penting agar p-care. p-care  Brandwidt  mendapat
pengolahan  Mengikuti  Ada 2 hnya kan
dan satu kali orang kurang dukungan
pengumpulan pelatihan moril dan
data pasien pengawa
tertata lebih san dari
baik kepala
puskesmas

6
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Informan Mengetahui Petugas tidak  tidak ada Ada 2 Dari dana  fasilitas Mengikuti rapat  Petugas Ada SOP.
Kunci 3 p-care mendapatkan wadah orang dan kapitasi terpenuhi evaluasi harus
pelatihan komunikasi dirasa  1 komputer memiliki
 Via telepon sudah dan 1 rasa
 rapat evaluasi cukup laptop dan tanggungja
jaringan wab dan
wi-fi disiplin
 Tidak
pernah
memberi
kan
pengarahan
Informan 4  Faham  Menguasai Via telepon 2 orang Ada dari Sudah cukup Ada informasi  Bertanggu Tidak ada
tentang p- tata cara petugas dana secara online ng jawab SOP.
care penggunaan kapitasi dengan
 p-care itu p-care. pekerjaan
penting untuk  Mengikuti  Mendapat
tertib satu kali kan
administrasi pelatihan dukungan
dan arahan
dari kepala
puskesmas
Informan Mengetahui Petugas p-care Tidak ada Ada 2 Tidak ada Ada Rapat evaluasi Memberikan Tidak ada
Kunci 4 p-care tidak wadah orang dan anggaran komputer dan pengarahan SOP.
mendapatkan komunikasi dirasa khusus jaringan kepada
pelatihan dari untuk cukup internet petugas
pihak BPJS puskesmas dan untuk saat
BPJS ini
Informan 5 Mengetahui  Mampu Ada wadah Ada 1 Ada  Fasilitas Tidak ada  Jujur, Tidak ada
p-care mengguna untuk orang dan anggaran masih pemberitahuan / disiplin SOP
p-care itu kan p-care berkomunikasi dirasa khusus kurang informasi dari  Mendapat
penting untuk  Tidak di Dinas cukup  Jaringan BPJS dukungan
tertib mendapatkan Kesehatan terganggu dari kepala
administrasi pelatihan puskesmas
Informan Mengetahui Petugas pernah  Tidak ada Ada 2 Ada Ada Mendapatkan  Petugas Tidak ada
Kunci 5 p-care mengikuti wadah orang anggaran komputer dan informasi saat yang SOP.
pelatihan komunikasi dengan jaringan rapat evaluasi bertugas
 Berkomunikasi yang internet untuk p-
saat rapat petugas care sudah
evaluasi pendaftaran disiplin,
. ulet dan
jujur.
 Jarang
memberi
kan
pengarahan
kepada
petugas
Informan 6  Kurang  Mendapatkan  Tidak ada Ada 2 Tidak tahu  Fasilitas  Tidak  Disiplin Tidak ada
mengetahui 1kali peltihan wadah orang tentang masih mendapatkan mengerja SOP
apa itu p-care  Mengoperasika komunikasi anggaran kurang informasi kan
 p-care itu n p-care  Belum  1 komputer apapun dari  Jarang
penting tanpa melihat melakukan dan 1 BPJS diberikan
karena buku komunikasi modem  Mendapatkan arahan oleh
merupakan panduan dengan pihak informasi dr kepala
program BPJS kapus puskesmas
wajib BPJS
Informan Tahu tentang Petugas Via telepon, Ada 2 Dana 1 komputer Informasi Petugas harus Tidak ada
Kunci 6 p-care mendapatkan 2 BBM, SMS orang kapitasi dan 1 modem didapatkan bertanggung SOP.
kali pelatihan kepada pihak petugas dan baru mau ketika rapat jawab
dari BPJS BPJS di tambahkan evaluasi terhadap
printer tugasnya, dan
rajin

7
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Informan  Primary-care  Mengadakan  Mengadakan 1 orang Bisa 1 komputer, 1  Menginforma Petugas Tidak ada
Pendukung adalah 1kali rapat evaluasi cukup diambil modem sama sikan kepada khusus yang SOP untuk
program pelatihan dengan untuk dari dana 1 printeran kepala dinas fokus pada penggunaan
wajib yang resmi untuk kepala menggunak kapitasi yang jika ada pengentrian p-care
harus petugas masing- an p-care disediakan perubahan data p-care
dilaksanakan  Membuka masing oleh masing- versi dan
puskesmas kesempatan puskesmas masing  Iklan online bertanggung
 Penginputan untuk  Mengadakan puskesmas pada aplikasi jawab.
data pasien melakukan pertemuan p-care
ke dalam pelatihan dengan  Saat rapat
sistem p-care kepada faskes atau evaluasi
akan petugas pkm klinik dokter
mempengaru yang datang bersangkutan
hi klaiman ke BPJS .
biaya
pelayanan
 Ada buku
panduan
penggunaan
sistem
primary-care
yang
diberikan
kepada
perwakilan
tiap
puskesmas.

Proses diisi lengkap dengan keluhan, diagnosa dan


Komponen proses dalam implementasi obat yang diberikan oleh dokter, penyakit mulai
sistem primary-care terdiri dari pengumpulan dari layanan kesehatan dasar di fasilitas
data, pengolahan data, penyajian data dan kesehatan primer atau fasilitas kesehatan
analisis data. Proses pengumpulan data pada tingkat pertama.
sistem primary care berasal dari data-data Penginputan data pasien pada sistem
pasien BPJS yang berkunjung ke sarana primary-care menjadi tidak akurat karena
pelayanan kesehatan tingkat pertama dilakukan setelah pasien mendapatkan
(Puskesmas). Hampir semua informan pelayanan di puskesmas sehingga jika terjadi
menyatakan bahwa mereka selalu memasukan kesalahan dalam penulisan data pasien akan
data pasien mulai dari pendaftaran, pelayanan sulit untuk memverifikasi kembali. Sebelum
dan sampai ke tindakan namun salah satu dilakukan pengolahan data, proses
informan menyatakan bahwa pengumpulan data pengumpulan data haruslah sangat teliti karena
pasien hanya dilakukan pada bagian terkait dengan informasi yang akan dihasilkan
pendaftaran dan pelayanan tidak sampai ke nanti. Seperti menurut Mulyanto (2009)
tindakan. Dalam proses pengumpulan data, kualitas informasi sangat dipengaruhi atau
tidak semua data mulai dari pendaftaran sampai ditentukan oleh tiga hal pokok yaitu akurasi
tindakan pasien diinput secara langsung. (accuracy), relevansi (relevancy) dan tepat
Penginputan data pasien dilakukan pada saat waktu (timeliness). Oleh sebab itu
pasien selesai mendapatkan pelayanan di pengumpulan data haruslah dilakukan dengan
Puskesmas. Dalam pengumpulan data pasien, tepat waktu sesuai dengan urutan-urutan data
data-data yang diinput harus sesuai dan diisi yang harus diinputkan ke dalam sistem
dengan lengkap mulai dari identitas, keluhan, primary-care.
diagnosa sampai ke tindakan yang diberikan Tidak dilakukan pengolahan data oleh
kepada pasien oleh puskesmas. Seperti menurut masing-masing puskesmas dalam sistem
Buletin Info BPJS Edisi X tahun 2014 dalam primary-care ini. Setelah data diinput ke dalam
artikel Aplikasi P-Care perkuat layanan JKN sistem ini, petugas tidak perlu melakukan
(2014) yang menyatakan data-data pasien harus pengolahan data kembali. Hal ini diperkuat juga

8
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

dengan pernyataan dari informan pendukung mengenai jumlah data kunjungan pasien dan
yang mengungkapkan bahwa pihak puskesmas rujukan pasien.
tidak perlu melakukan pengolahan data, cukup Analisis data yang terkait dengan sistem
melakukan penginputan data dari mulai primary-care adalah menyesuaikan jumlah
pendaftaran sampai ke pelayanan dan tindakan. kunjungan yang ada pada sistem primary-care
Penyajian data dari sistem primary-care dengan yang ada pada buku register pendaftaran
dalam bentuk format dan ada yang di print out. pasien. Hal ini berbeda dengan pernyataan
Menurut informan pendukung ada format yang Sabri (2008) yang mengartikan analisis data
harus dikirimkan oleh pihak puskesmas untuk sebagai upaya mengolah data menjadi
di luar kunjungan dan rujukan. Hal ini sesuai informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat
dengan yang diungkapkan Sabri (2008) setelah data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan
data mentah (raw data) terkumpul, tahap bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah
selanjutnya adalah menyajikan data tersebut yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.
dalam berbagai bentuk, tergantung jenis data Dalam implementasi sistem primary-care
dan skala pengukurannya. Guna penyajian data proses analisis data yaitu melakukan
adalah untuk mengambil informasi yang ada di penyesuaian jumlah kunjungan yang ada pada
dalam kumpulan data tersebut. Data-data pasien sistem primary-care dengan yang ada pada
yang diinputkan ke dalam sistem primary-care buku register pendaftaran pasien BPJS di
pada akhirnya akan disajikan dalam bentuk pdf masing-masing Puskesmas.

Tabel 2. Matriks Hasil Wawancara Tentang Implementasi Sistem Primary-Care ditinjau dari
Proses di Puskesmas Wilayah Kota Kabupaten Sumedang
Informan Pengumpulan Data Pengolahan Data Penyajian Data Analisis Data
Informan 1  Mengisi Form Tidak dilakukan  Print out dari Tidak dilakukan
Pendaftaran pengolahan data program p-care analisis data
 Mengisi Form untuk laporan
Pelayanan persalinan dan
 Form tindakan KB
diisi  Format untuk
 Diinput setelah kunjungan dan
pasien rujukan
mendapatkan
pemeriksaan
dokter
Informan Semua data pasien Tidak dilakukan Dalam bentuk Tidak dilakukan
Kunci 1 yang diinput ke p- pengolahan data print out analisis data
care.
Informan 2  Form Pendaftaran Tidak dilakukan Print out dari Analisis jumlah
diisi pengolahan data program p-care kunjungan yang
 Form Pelayanan ada pada
Diisi register
 Form tindakan pendaftaran dan
tidak diisi yang ada di p-
 Diinput setelah care
pasien
mendapatkan
pemeriksaan
dokter
Informan  Semua data Tidak dilakukan Dalam bentuk Tidak dilakukan

9
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Kunci 2 pasien yang pengolahan data print out analisis data


diinput ke p-care.
 Diinput setelah
pasien
mendapatkan
pemeriksaan
dokter
Informan 3  Form Pendaftaran Tidak di lakukan Dalam bentuk Analisis jumlah
diisi pengolahan data print out sesuai kunjungan yang
 Form Pelayanan format dari BPJS ada pada buku
Diisi register pasien
 Form tindakan dan yang ada di
diisi p-care
 Diinput setelah
pasien
mendapatkan
pemeriksaan
dokter
Informan  Semua data Tidak dilakukan Dalam bentuk Tidak dilakukan
Kunci 3 pasien yang pengolahan data print out analisis data
diinput ke p-care.
 Diinput setelah
pasien
mendapatkan
pemeriksaan
dokter
Informan 4  Form Pendaftaran Tidak di lakukan Di print out untuk Analisis jumlah
diisi pengolahan data dilaporkan kepada kunjungan yang
 Form Pelayanan kepala puskesmas ada pada buku
Diisi register pasien
 Form tindakan dan yang ada di
diisi p-care
 Diinput setelah
pasien
mendapatkan
pemeriksaan
dokter

Informan  Semua data Tidak dilakukan Dalam bentuk Tidak dilakukan


Kunci 4 pasien yang pengolahan data print out analisis data
diinput ke p-care.
 Penginputan
dilakukan pada
saat pendaftaran
pasien dan
setelah psien
mendapatkan
pemeriksaan.

10
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Informan 5  Form Pendaftaran Tidak di lakukan Di print out untuk Analisis jumlah
diisi pengolahan data dilaporkan kepada kunjungan yang
 Form Pelayanan kepala puskesmas ada di buku
Diisi register dengan
 Form tindakan yang ada di p-
diisi care
 Diinput setelah
pasien
mendapatkan
pemeriksaan
dokter

Informan  Semua data Tidak dilakukan Dalam bentuk Tidak dilakukan


Kunci 5 pasien yang pengolahan data print out analisis data
diinput ke p-care.
 Diinput setelah
pasien
mendapatkan
pemeriksaan
dokter
Informan 6  Form Pendaftaran Tidak di lakukan  Tidak di Analisis jumlah
diisi pengolahan data sajikan dalam kunjungan yang
 Form Pelayanan format ada di buku
Diisi tertentu register dengan
 Form tindakan  Tidak di print yang ada di p-
diisi out care
 Diinput setelah
pasien
mendapatkan
pemeriksaan
dokter

Informan Data yang diinput ke Tidak dilakukan Ada laporan yang Tidak dilakukan
Kunci 6 p-care pengolahan data di print out analisis data
Informan Data-data yang Tidak dilakukan Tidak ada format analisis jumlah
Pendukung diinput puskesmas ke pengolahan data khusus yang harus kunjungan, rasio
dalam p-care untuk lagi, langsung di di kirimkan rujukan
pasien BPJS, mulai ambil dari data- puskesmas, cukup kunjungan yang
dari pendaftaran, data yang ada di mengentry data tadi terus ke unit
pelayanan sampai ke p-care dengan benar ke cost harus tepat
penginputan resep aplikasi p-care dan benar
obat.

Output
Output dari sistem primary-care ini adalah rekap kunjungan dan rujukan pasien, untuk
laporan rekapitulasi jumlah kunjungan dan beberapa laporan terkait laporan persalinan dan
jumlah rujukan serta laporan jenis penyakit yang KB masih dibuat manual oleh pihak Puskesmas
menggunakan ICD 10. Pelaporan yang untuk BPJS.
dihasilkan sistem primary-care baru mencakup

11
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Tabel 3. Matrik Hasil Wawancara Tentang Implementasi Sistem Primary-Care Bpjs ditinjau
dari Output di Puskesmas Wilayah Kota Kabupaten Sumedang
Informan Laporan
Informan 1 Online langsung ke BPJS ada yang di print out untuk laporan persalinan dan KB
Informan Kunci 1 Dalam bentuk hardcopy dikirim ke pihak BPJS
Informan 2 Tidak membuat laporan manual karena sudah online langsung ke BPJS
Informan Kunci 2 Laporan Online langsung ke BPJS
Informan 3 Laporan di p-care di print-out diberikan kepada kepala puskesmas
Informan Kunci 3 Laporan di print-out untuk BPJS
Informan 4 Dalam bentuk print-out dari sistem p-care 1 laporan
Informan Kunci 4 1 laporan yang di kirim ke BPJS
Informan 5 Tidak ada laporan yang diberikan petugas p-care
Informan Kunci 5 11 laporan yang langsung online ke BPJS
Informan 6 Ada 1 laporan yang diberikan kepada BPJS
Informan Kunci 6 satu yang online langsung ke BPJS dari p-care
Informan 1 laporan yang online di p-care
Pendukung

Output belum sesuai dengan yang d. SP2TP – LB4 kegiatan pelayanan di


disebutkan dalam Permenkes no 75 tahun 2014 Puskesmas yang berisi laporan kunjungan
pasal 6 tentang Puskesmas dalam rawat jalan dan rawat inap puskesmas,
menyelenggarakan fungsinya puskesmas laporan jumlah pasien dengan perawatan
berwenang untuk salah satunya melaksanakan kesehatan masyarakat, laporan pelayanan
pelaporan di masing-masing puskesmas. kesehatan gigi dan mulut, laporan jumlah
Menurut Kepmenkes No. 900 tahun 2002 kegiatan penyuluhan, laporan jumlah
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu kegiatan kesehatan lingkungan dan laporan
Puskesmas (SP2TP) ada 4 jenis yaitu : jumlah pelayanan laboratorium.
a. SP2TP – LB1 Jenis Penyakit yang masih Berdasarkan hal tersebut maka perlu
menggunakan kode penyakit ICD 9 dilakukannya pengembangan sistem khususnya
b. SP2TP – LB2 Penggunaan Obat mengenai sistem pelaporan dari ouput sistem
c. SP2TP – LB3 Program Puskesmas berisi primary-care agar mencakup pelaporan
laporan program yang dilaksanakan oleh persalinan dan KB. Hasil telaah kegiatan
Puskesmas misalnya Laporan hasil program pelayanan terkait sistem primary-care.
perbaikan gizi, laporan hasil perbaikan
KIA-KB, laporan program imunisasi,
laporan program P2M, dll.

12
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Telaah Dokumen

Tabel 4. Tabel Hasil Observasi Dokumen


Puskesmas
Puskesmas Puskesmas Puskesmas Puskesmas Puskesmas
Dokumen Sumedang
Situ Cimalaka Kota Kaler Sukagalih Ganeas
Selatan
Standar
Operasional - - - - - -
Prosedur (SOP)
Alur Pelaksanaan
Sistem Primary- - - - - - -
care
Petunjuk Teknis
Penggunaan
- - - - - -
Sistem Primary-
care
Buku Manual
Aplikasi Sistem √ √ √ √ √ √
Primary-care
Berdasarkan hasil observasi dokumen pelayanan, petunjuk teknis penggunaan primary-
tentang analisis implementasi sistem primary- care dan SOP. Namun semua puskesmas
care di puskesmas wilayah kota Kabupaten memiliki buku manual aplikasi sistem primary-
Sumedang semua puskesmas tidak memiliki alur care.

Observasi Pelayanan
Tabel 5. Hasil Observasi Pelayanan Implementasi Sistem Primary-care di Puskesmas Wilayah
Kota Kabupaten Sumedang
Puskesmas
Puskesmas Puskesmas Puskesmas Puskesmas Puskesmas
Variabel Sumedang
Situ Cimalaka Kotakaler Sukagalih Ganeas
Selatan
Input
Knowledge
User menggunakan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
p-care dengan
melihat buku
panduan
Skill
User menginput Ya Ya Ya Ya Ya Ya
data dengan teliti
User dengan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
mudah beradaptasi
dengan versi baru
User adalah ahli di Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
bidang
perkomputeran
Komunikasi
Menghubungi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
pihak BPJS saat
terjadi masalah /
gangguan

13
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Sumber Daya
Ada lebih dari 1 Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya
petugas yang
bertugas sebagai
user p-care
Ada lebih dari 1 Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tidak
komputer yang
digunakan
Ada printer Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Ada jaringan Ya Ya Ya Ya Tidak Ya
internet
Sikap
Petugas tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya
menumpuk berkas
untuk diinput
Petugas menginput Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya
data pasien
langsung ketika
pasien selesai
pelayanan
Proses
Penginputan Data
Hanya peserta Ya Ya Ya Ya Ya Tidak
BPJS setempat
yang datanya
diinput ke dalam p-
care
Diagnosis yang Ya Ya Ya Ya Ya Tidak
diinputkan sesuai
dengan yang di
tulis dokter
Semua item dalam Ya Ya Ya Ya Ya Ya
form pendaftaran
diisi
Semua item dalam Ya Ya Ya Ya Ya Ya
form pelayanan
pasien diisi
Nama dan jenis Ya Tidak Ya Ya Ya Ya
obat diinputkan ke
dalam form
pelayanan pasien

1. Knowledge menginputkan data-data pasien jaminan


Berdasarkan hasil observasi pengetahuan BPJS yang datang berobat ke puskesmas
user primary-care sudah baik, user-user yang berada di wilayah kota Kabupaten
tersebut sudah mengetahui bagaimana tata Sumedang.
cara untuk menggunakan sistem primary- 2. Skill
care. Dalam menjalankan tugasnya Dari observasi yang telah dilakukan
sebagai user primary-care mereka tidak menunjukkan bahwa user primary-care di
lagi menggunakan buku panduan masing-masing puskesmas menginput
penggunaan sistem primary-care untuk data pasien ke dalam sistem primary-care

14
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

ini dengan teliti. Namun, semua user tidak ini di puskesmas untuk pengoptimalan
bisa beradaptasi dengan penambahan item implementasi sistem primary-care.
yang baru di tambahkan pihak BPJS pada 5. Perlu dibuatnya SOP tentang pelaksanaan
sistem primary-care. sistem primary-care oleh masing-masing
3. Sumber Daya puskesmas.
Berdasarkan hasil observasi setiap 6. Proses implementasi sistem primary-care
puskesmas memiliki hampir 2 orang dari faktor/komponen pengumpulan data
petugas yang bertugas sebagai user meliputi data-data pasien BPJS yang
primary-care. Hanya ada beberapa diinput mulai dari pendaftaran, pelayanan
puskesmas yang memiliki 1 orang petugas sampai tindakan yang diberikan. Pada
sebagai user primary-care. faktor pengolahan, tidak dilakukan
pengolahan data dalam sistem primary-
Kesimpulan care oleh seluruh user di masing-masing
1. Input implementasi sistem primary-care puskesmas. Analisis data pada sistem
dari faktor knowledge sudah baik, faktor primary-care adalah menyesuaikan
skill cukup baik, sedangkan dari faktor jumlah kunjungan yang ada pada sistem
sumber daya manusia, sumber daya primary-care dengan yang ditulis pada
sarana maupun sumber daya anggaran buku register pendaftaran pasien.
belum memadai, faktor sikap user sudah 7. BPJS sebaiknya mengembangkan sistem
baik, sedangkan dari faktor struktur primary-care agar bisa memenuhi
birokrasi belum adanya Standar kebutuhan dan keinginan pengguna
Operasional Prosedur (SOP) untuk seperti perlunya ditambahkan tombol Edit
pelaksanaan sistem primary-care di pada setiap menu.
masing-masing puskesmas. 8. BPJS sebaiknya mengadakan pelatihan
2. Perlu peningkatan komunikasi antara tentang pemilihan kode diagnosis yang
pembuat kebijakan dengan pelaksana akan diinputkan ke dalam sistem primary-
implementasi kebijakan agar keberhasilan care agar proses implementasi sistem
implementasi tidak terhambat seperti primary-care dapat berjalan dengan
dengan melakukan pertemuan-pertemuan optimal.
tertentu untuk membahas dan mencari 9. Output implementasi sistem primary-care
solusi untuk masalah-masalah baik yang adalah laporan yang baru mencakup
terjadi di puskesmas, ataupun pihak BPJS. rekapitulasi kunjungan dan rujukan pasien
3. Perlu penambahan sumber daya sarana BPJS serta jenis penyakit pasien.
(fasilitas) di Puskesmas seperti printer 10. Perlu pengembangan sistem primary-care
untuk mendukung pelaksanaan sistem yang terintegrasi dengan laporan lain yang
primary-care, agar implementasi dapat diperlukan oleh puskesmas seperti laporan
berjalan optimal khususnya dalam rangka hasil program perbaikan gizi, laporan
sistem rujukan yang terkoneksi langsung hasil perbaikan KIA-KB, laporan program
dengan pihak Fasilitas Pelayanan imunisasi, laporan program P2M dan
Kesehatan Tingkat Kedua (Rumah Sakit). lainnya agar bisa lebih membantu dalam
4. Kepala Puskesmas harus selalu pembuatan laporan SP2TP.
memberikan dukungan seperti pemberian
insentif khusus untuk petugas primary- Daftar Pustaka
care serta arahan dalam upaya
Afrizal. (2014). Metodologi penelitian
meningkatkan kedisiplinan para user
kualitatif. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
primary-care dalam menggunakan sistem

15
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Anonim. (2015). Kamus Besar Bahasa Yogyakarta. Dapat diakses di


Indonesia. [online] dapat di akses di: eprints.uny.ac.id.
http://kbbi.web.id/. Diakses tanggal 08 Fajridin, Fajar. (2014). Karya tulis ilmiah
Februari 2015 pukul 21:17. tinjauan implementasi sistem rujukan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berjenjang pada SJSN di Puskesmas
Kesehatan. (2014). Primary-care. Cihideung tahun 2014. Tasikmalaya:
[online] dapat di akses di: Politekhnik Kesehatan Kementerian
http://pcare.bpjs- kesehatan.go.id/pcare/ Kesehatan Tasikmalaya
diakses pada 20 februari 2015. Febrina, Fonna. (2012). Skripsi Implementasi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kebijakan Peraturan Daerah Tentang
Kesehatan. (2014). Buletin INFOBPJS Pembinaan Anak Jalanan di Kota
Kesehatan “Bridging System” Edisi X Makassar. Makassar: Universitas
tahun 2014. Jakarta: BPJS Kesehatan. Hasanuddin.
Cavalluzzo, Ken S dan Ittner, Christoper. http://repository.unhas.ac.id
(2003). Implementing performance Garajito. (2005). Artikel Kebijakan
measurement innovation; evidence from Pengelolaan Perpustakaan Berbasis
goverment. Accounting, Organization Tekhnologi Informasi. Perpustakaan
and Society. Nasional Republik Indonesia. [online].
DeLone dan Mc.Lean. (2003). The DeLone Dapat diakses di: http://www.pnri.go.id
and McLean model of information Gatot, Fajar Setiadi. (2012). Skripsi Analisis,
system success: a ten-year update. Perancangan dan Implementasi Sistem
Journal of Management Information Informasi Pembayaran pada Sekertariat
System Vol 19 No 4. M.E. Sharpe.inc Direktorat Jenderal Perkebunan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Pertanian. Depok:
(2009). Undang-undang Republik Universitas Gunadarma. Dapat di
Indonesia tahun 2009 tentang kesehatan download di
dan penjelasannya. Jakarta: Departemen http://publication.gunadarma.ac.id
Kesehatan Republik Indonesia. Gulo, W. (2002). Metodologi penelitian.
Dinas Kesehatan Gunung Kidul. (2014). Jakarta: Gramedia.
Primary-care dan Sistem Informasi Harapan, Edi dan Syarwani Ahmad. (2014).
Manajemen Puskesmas Existing Komunikasi antarpribadi. Depok:
Bagaimana Menjembataninya. [online]. Rajagrafindo Persada.
Dapat di akses di: Indrawan, Rulli dan Poppy Yaniawati. (2014).
http://dinkes.gunungkidulkab.go.id/p- Metodologi penelitian. Jakarta: Refika
care-dan-sistem-informasi-manajemen- Aditama.
puskesmas-existing-bagaimana- Jogiyanto, Hartono. (2005). Analisis dan
menjembataninya/. Diakses pada10 desain sistem informasi edisi III.
Februari 2015 pukul 12.30. Yogyakarta: ANDI.
Emzir. (2010). Metodologi penelitian kualitatif Lajamuddin, A. (2005). Analisis dan desain
analisis data. Jakarta: Rajawali Pers. sistem informasi Edisi Pertama.
Endah, S Alviyatun. (2012). Skripsi Yogyakarta: Graha Ilmu.
Meningkatkan Sikap Pluralitas Melalui Kadir, Abdul. (2014). Pengenalan sistem
Pembelajaran Konstrutikvistik Pada informasi edisi revisi. Yogyakarta:
Siswa Kelas VA SDN Tamanan I ANDI.
Kecamatan Kalasan Yogyakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Yogyakarta: Universitas Negeri (2013). Buku saku FAQ (Frequently

16
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Asked Question) BPJS. Jakarta: Republik Indonesia nomor 19 tahun


Kementerian Kesehatan Republik 2014 tentang penggunaan dana kapitasi
Indonesia. jaminan kesehatan nasional untuk jasa
___________________________________. pelayanan kesehatan dan dukungan
(2014). Peraturan menteri kesehatan biaya
operasional pada fasilitas pelayanan Kementerian Kesehatan Republik
kesehatan tingkat pertama milik Indonesia.
pemerintah daerah. Jakarta: ___________________________________.
Kementerian Kesehatan Republik (2014). Peraturan menteri kesehatan
Indonesia. Republik Indonesia nomor 75 tahun
___________________________________. 2014 tentang pusat kesehatan
(2014). Peraturan menteri kesehatan masyarakat. Jakarta : Kementerian
republik indonesia nomor 59 tahun 2014 Kesehatan Republik Indonesia.
tentang standar tarif pelayanan ___________________________________.
kesehatan dalam penyelenggaraan (2011). Profil kesehatan indonesia 2010.
program jaminan sosial. Jakarta:
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Mardi. (2011). Sistem informasi akutansi.
Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.
Kepmenkes. (2002). Pencatatan dan Moleong, Lexy J. (2011). Metodologi
pelaporan puskesmas no 900 tahun penelitian kualitatif edisi revisi.
2002. Jakarta: Kementerian Kesehatan Bandung: Remaja Rosdakarya.
Republik Indonesia. Morissan. (2014). Teori komunikasi. Jakarta:
Kumar, Vibra. (2011). Journal Impact of Kencana Prenadamedia Group.
Health Information System an Mulyanto, Agus. (2009). Sistem informasi
Organizational Health Communication konsep dan aplikasi. Yogyakarta:
and Behaviour. Amerika: Nova Pustaka Pelajar.
Southeastern University. Dapat di akses Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi
di http://ijahsp.nova.edu penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka
Ludwick, DA dan Doucette, J. (2008). Journal Cipta.
Adopting Electronic Medical Records in Oxford University. (2008). Oxford learner’s
Primary-care: Lessonlearned from pocket dictionary. London: Oxford
health information system University Press.
implementation experience in seven Pankake, Anita M. (2013). Implementation
countries. [online]. Dapat di akses di: making things happen. New York:
http://www.ncbi. Eye.
nlm.nih.gov/pubmed/18644754 diakses York: Eye.
pada 17 Maret 2015.

17
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Tinjauan Pelepasan Informasi Rekam Medis: Studi Kasus Aspek Hukum di RSUP Dr.
Hasan Sadikin (RSHS) Bandung

Harie Saktian Yusuf1, Imas Masturoh2

Review of Medical Record InformationRelease: A case study of Law Aspects in Dr. Hasan
Sadikin General Hospital (RSHS) Bandung

Abstrak
Keamanan, privasi, kerahasiaan dan keselamatan adalah perangkat yang membentengi data/informasi
dalam rekam kesehatan, semua pihak terkait dalam pelayanan kesehatan harus menjaga keamanan data/informasi
milik pasien. Studi pendahuluan di RSHS menunjukkan bahwa terdapat beberapa permasalahan antara lain
pelepasan informasi tanpa izin tertulis atau surat kuasa dari pasien serta sekitar 660 dokumen rekam medis yang
belum dikembalikan ke instalasi rekam medis. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pelepasan informasi
rekam medis kepada Pihak Ke-3 Terkait Aspek Hukum Kerahasiaan Di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Jenis
studi yang digunakan studi kasus kualitatif. Teknik sampling menggunakan snowball sampling yaitu penentuan
informan berdasarkan informasi dari informan sebelumnya. Analisis data dilakukan dengan memfokuskan pada
hal penting, dicari tema dan polanya. Hasil studi kasus menemukan bahwa adanya ketidaktahuan pasien tentang
nilai guna dari resume medis, pengguna terlambat mengembalikan berkas dan membawa berkas keluar dari
rumah sakit, pihak asuransi tidak mengkomunikasikan akses terhadap berkas rekam medis pesertanya, prosedur
peminjaman tidak ditaati dan tidak digunakannya ijin tertulis pasien pada pelepasan informasi terkait pendidikan,
penelitian dan asuransi BPJS. Disarankan, pengguna harus menghargai hak pasien tentang privasinya, antara lain
mentaati prosedur yang dibuat rumah sakit untuk melindungi kerahasian pasien serta pihak RS atau BPJS juga
melengkapi dokumen dengan selalu menyertakan surat ijin pasien secara tertulis, serta sanksi yang tegas
terhadap pengguna yang tidak patuh.

Kata kunci : pelepasan informasi, rekam medis, prosedur, pengguna informasi.

Abstract
Security, privacy, secrecy and safety is a device covering the health record data/information, all
parties involved in health care should maintain the security of patient’s data/information. Preliminary
studies in RSHS showed that there were some problems related those data security such as, the release
of medical record information without the written permission or authorization letter from the patient,
as much as 660 medical record documents were not returned to the medical records.The purpose of
this study are knowing the release of medical record information to the 3rd parties according to the
legal regulation in RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. The research design is qualitative case study.
The sampling technique is snowball sampling when the choice of informant based on information from
previous informant. Data analysis focused to important findings, classified in decided themes and
patterns. The results found that: there was patients's ignorance about the value of medical resumes,
users was late to restore the file and brought the file out of the hospital, and insurance was not
explaine about informant’s medical record, utilization procedures were not followed, and not used the
patient's written consent according to education, research and insurance of BPJS. It was suggested
that users should respect to the patient's privacy right, such as obey hospital procedures for patient’s
confidentiality and attach patient’s written consent, and sanctions against the obidient users.

Keywords: the release of information, medical record, procedure, user information.

18
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Pendahuluan pengamanan terhadap informasi medis


Keamanan, privasi, kerahasiaan dan seorang pasien harus dimulai sejak pasien
keselamatan adalah perangkat yang masuk, selama dirawat dan sesudah pasien
membentengi data/informasi dalam rekam pulang (Hatta, 2008).
kesehatan (format kertas maupun elektronik). Tingkat keamanan dan akses yang
Semua pihak yang terkait dalam pelayanan dimiliki rumah sakit merujuk pada standar
kesehatan baik itu dokter, dokter gigi, perawat, penilaian untuk akses data/informasi rekam
bidan dan praktisi kesehatan lain termasuk medis yang ditentukan oleh badan yang
petugas rekam medis serta pihak yang berwenang baik Nasional ataupun
meminta data/informasi harus menjaga Internasional. Rumah Sakit Hasan Sadikin
keamanan data/informasi milik pasien. (RSHS) sebagai Rumah Sakit rujukan puncak
Menurut Mary Butler dalam Jurnal of (Top Referal Hospital) untuk daerah Jawa
AHIMA melaporkan bahwa sekelompok Barat dan sekitarnya serta status kelas A yang
hacker yang berbasis di China telah mencuri dimilikinya semakin meningkatkan status
4,5 juta data non-medis pasien yang disimpan rumah sakit tersebut menjadi institusi
dalam sistem kesehatan masyarakat pada pelayanan kesehatan yang kompleks, padat
sistem komputer. Laporan lainnya menyangkut ilmu, padat karya, padat teknologi dan padat
dua karyawan rumah sakit di Amerika yang modal (Hatta, 2008).
dipecat karena telah mengakses secara ilegal Kompleksitas ini muncul karena
catatan kesehatan elektronik seorang dokter pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai
yang dirawat karena Ebola setelah bekerja fungsi pelayanan, pendidikan, dan penelitian,
sebagai relawan di Liberia. Pihak rumah sakit serta mencakup berbagai tingkatan maupun
mengatakan ada akses yang tidak sah terhadap jenis disiplin. Rumah sakit dengan
catatan medis dokter tersebut yang merupakan kompleksitas tinggi memiliki resiko tinggi pula
suatu pelanggaran. Kejadian ini diindikasi terhadap beberapa kemungkinan
sebagai informasi harga tinggi untuk masalah/kasus yang akan terjadi (Hatta, 2008).
pemberitaan yang seharusnya tidak Berdasarkan studi pendahuluan di RSUP
dipublikasikan dan disampaikan oleh pihak Dr. Hasan Sadikin Bandung, terdapat beberapa
yang tidak berwenang, karena dikhawatirkan masalah dalam pelepasan informasi rekam
akan menimbulkan kepanikan di masyarakat medis diantaranya pada Januari 2015
sehingga setelah kejadian ini pihak rumah sakit permintaan surat keterangan medis sebanyak
meningkatkan keamanan ekstra untuk catatan 32 (tiga puluh dua) transaksi tetapi yang
kesehatan elektroniknya (Butler, 2014). menyertakan surat kuasa pasien hanya
Menjaga keamanan, dalam menyimpan sebanyak 3 (tiga) transaksi. Masalah lainnya
data/informasi, unsur keakuratan terjadi pada peminjaman berkas rekam medis
data/informasi dan kemudahan akses menjadi oleh co-as yang terlambat dikembalikan serta
tuntutan penyedia pelayanan, pihak praktisi adanya peminjaman berkas tanpa menyertakan
juga pihak lain. Pihak yang membutuhkan surat permohonan peminjaman dan
data/informasi harus senantiasa menghormati berdasarkan laporan pasien rawat inap, selama
privasi pasien secara keseluruhan. periode 2014 sampai akhir Januari 2015 berkas
Rumah sakit merupakan mata rantai rekam medis pasien pulang belum
pelayanan kesehatan salah satunya sebagai dikembalikan sebanyak 660 (enam ratus enam
rujukan utama yang bertanggungjawab secara puluh) berkas ke unit rekam medis. (RS dr
moral dan hukum, dengan upaya agar Hasan Sadikin, 2014)
informasi rekam medis pasien tidak jatuh Berdasarkan berbagai permasalahan
kepada pihak yang tidak berwenang. Sistem tersebut diatas maka studi kasus ini bertujuan

19
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

untuk mendalami secara ilmiah permasalahan Tema 1: Pasien Kurang Memahami Fungsi
pelepasan informasi rekam medis kepada Lain Resume Medis
Pihak Ke-3 Terkait Aspek Hukum Kerahasiaan Resume medis diberikan dokter atau perawat
Di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung kepada pasien ketika pasien selesai melakukan
perawatan di sarana pelayanan kesehatan.
Metode Resume yang diberikan ketika pasien pulang
Desain studi adalah studi kasus secara itu selain digunakan untuk kontrol, juga bisa
kualitatif. Studi kasus dilakukan di RSUP Dr. pasien gunakan untuk melakukan klaim ke
Hasan Sadikin Bandung pada bulan Mei - Juni asuransi secara mandiri tanpa harus datang
2015. Pemilihan informan menggunakan kembali ke rumah sakit untuk meminta resume
teknik snowball sampling yaitu pengambilan tersebut, tetapi kenyataannya pasien tidak
sampel berdasarkan informasi dari informan memahami fungsi lain dari resume medis yang
sebelumnya. Informan awal penelitian ini yaitu diterimanya sehingga pasien kembali ke RS
petugas bagian pelepasan informasi medis untuk meminta resume medis. Seperti yang
(informan 1), dan informan berikutnya sebagai disampaikan Informan 1 berikut:
informan pendukung diperoleh berdasarkan “Sebenernya yang simpel pasien itu sudah
hasil wawancara terhadap informan awal yaitu dikasih resume medisnya pas pasien pulang,
petugas pelaporan 1 orang (informan 2), Cuma mereka ga ngerti. Sebenernya udah
petugas filling rawat inap 1 orang (informan 3) dikasih”.
dan dokter 1 orang (informan 4). Pengumpulan Dikuatkan dengan pernyataan informan 9:
data dilakukan dengan wawancara mendalam “Ibu mah ga tau a surat itu buat apa, Cuma
dengan menggunakan pedoman wawancara, buat kontrol sih katanya. Kalau mau diperiksa
buku catatan serta alat perekam. Untuk harus bawa itu katanya teh.
mengecek keabsahan data dilakukan
triangulasi terhadap informan berikutnya yaitu Pemahaman pasien yang kurang tentang
petugas BPJS 1 orang (informan 5), Peserta resume medis juga karena komunikasi yang
BPJS 2 orang (informan 6 dan 7), pasien 2 efektif kurang terjalin antara pasien dengan
orang (informan 8 dan 9) dan perawat 1 orang dokter ataupun perawat yang memberikan
(informan 10). resume, hal itu dikarenakan petugas yang
Analisis data yang digunakan dalam memberikan resume seperti dokter atau
penelitian ini menggunakan analisis tematik perawat kurang mengetahui fungsi atau nilai
yaitu meliputi reduksi data, penyajian data lain dari resume medis tersebut. Seperti
serta penarikan data simpulan atau verifikasi pernyataan Informan 4 berikut:
diformulasikan ke dalam tema-tema potensial. “Biasanya sih seingat saya resume itu untuk
(Sugiyono, 2009) kontrol sama untuk audit terhadap pelayan
secara medis saja, mungkin juga biasanya
Hasil dan Pembahasan untuk asuransi juga bisa, cuma kurang tau
Hasil pasti. Itu sepertinya bisa ditanya ke pihak yang
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan 5 lebih tepat soalnya saya hanya sebagai pihak
(lima) tema yang menggambarkan pelepasan yang mengisi resume dan biasanya kita hanya
informasi rekam medis kepada pihak ke-3 lebih tahunya itu untuk kontrol sama catatan
terkait aspek hukum kerahasiaan di RSUP Dr. selama dirawat saja”
Hasan Sadikin Bandung. Pernyataan diatas, sejalan dengan pernyataan
informan 10 berikut:
“Engga sih, setau saya itu buat kontrol saja,
biar ada tindak lanjut aja sih. Kalau buat hal

20
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

apa lagi kurang tau juga nih, soalnya kan dari Berikut pernyataan responden 5:
dokternya juga Cuma disuruh dikasihkan saja ”peserta hanya datang dan mengisi formulir
tanpa bilang yang lain lagi” dengan lengkap untuk menjadi peserta BPJS
dengan disertai syarat-syaratnya, kemudian
Tema 2: BPJS kurang Mengkomunikasikan pasien ke petugas untuk dimasukan ke sistem,
Kepada Pesertanya tentang Hak dan Privasi kemudian peserta apabila sudah terdaftar
Berkas Rekam Medis tinggal menunggu kartu peserta beres dicetak
BPJS merupakan salah satu pengguna dalam kurun waktu kurang lebih 7 hari”(...).
informasi rekam medis yang sering mengakses “sepertinya BPJS tidak, kan kita merupakan
isi berkas rekam medis karena merupakan asuransi milik pemerintah”.
asuransi milik pemerintah yang saat ini
kepesertaannya dimiliki oleh sebagian Ditegaskan dengan kesaksian peserta
penduduk Indonesia. BPJS dalam BPJS bahwa tidak ada komunikasi tentang hak
pengklaimannya meminta kelengkapan berkas akses terhadap catatan medis pesertanya oleh
selain resume medis, namun pada prosesnya petugas BPJS ketika mendaftar untuk menjadi
petugas tidak mengkomunikasikan terlebih peserta. Berikut pernyataan Informan 6:
dahulu tentang hak pasien bahwa semua ”tidak, tidak ada obrolan lain selain
catatan medisnya akan diakses tanpa menanyakan kalau ada yang kurang jelas aja
sepengetahuan dan persetujuan pasien. Petugas pada formulirnya”.
BPJS beranggapan tidak mengkomunikasikan
kepada pesertanya dengan alasan karena BPJS Tema 3: Kurangnya Tanggungjawab
merupakan badan asuransi milik pemerintah Peminjam Berkas Rekam Medis sehingga
sehingga akses terhadap catatan medisnya Keberadaan Sebagian Berkas Sulit dilacak
tidak perlu dikomunikasikan terlebih dahulu Pengguna berkas rekam medis pasien
kepada peserta. Seperti yang dikemukakan meminjam berkas jauh melebihi waktu tempo
Informan 1 berikut ini: yang telah ditentukan rumah sakit. Berkas
“sepertinya pihak BPJS kurang yang dipinjam, disimpan di ruangan peminjam
mengkomunikasikan tentang hak akses dalam jangka waktu yang lama sehingga
mungkin semata-mata karena asuransi milik bercampur dengan berkas yang dipinjam oleh
pemerintah ya, padahal kalau Pihak asuransi orang lain. Peminjam terkadang lupa
swasta tidak sembarangan, semua mengembalikan berkas setelah penggunaan,
permohonan yang akan diisi oleh dokter itu hal tersebut bisa menimbulkan resiko
harus ada surat kuasa dari pasien ke asuransi hilangnya berkas rekam medis. Peminjam
sebenarnya sudah ada perjanjian, pasien berkas rekam medis bahkan pernah membawa
begitu masuk asuransi sudah berjanji bahwa berkas keluar dari rumah sakit untuk
dia sakit dimanapun ia bisa dibuka kepentingan pembuatan laporan. Pengguna
dimanapun, karena beheulana saya gawe juga ketika meminjam berkas untuk
heula (dahulunya saya bekerja) di kepentingan pelengkapan atau penelitian,
asuransi..hahahaa...jadi saya tau”. apabila memerlukan banyak berkas disiasati
Pernyataan informan 1 dikuatkan dengan dengan meminta bantuan kepada orang lain
pernyataan informan 5 dan informan 6 tentang untuk meminjam berkas, sedangkan orang
kurangnya komunikasi petugas BPJS terkait yang dimintai bantuan merasa lepas tanggung
pengakasesan dokumen rekam medis jawab untuk mengembalikan karena hanya
pesertanya. membantu untuk meminjamkan berkas saja.

21
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Berikut pernyataan informan 3: kembali. Berdasarkan data yang diperoleh dari


“Kadang yang meminjam itu suka keenakan, petugas pelaporan,menunjukan bahwa ada 660
minjem aja padahal kan ada batas berkas untuk kepentingan pelengkapan yang
tenggangnya dan yang dikhwatirkan itu nanti belum dikembalikan ke instalasi rekam medis.
si statusnya takut hilang atau kebawa dan Pengguna juga banyak yang meminjam berkas
dibuka sama orang lain” melebihi batas maksimal peminjaman yang
telah dibuat dan ditandatangani direktur rumah
Dikuatkan dengan pernyataan informan 4 sakit,sehingga ada berkas dari tahun-tahun lalu
berikut: yang belum dikembalikan ke instalasi rekam
“iya, itu kalau laporan kematian, karena kalau medis.
dulu junior itu ga berani ngerjain laporan di
rumah sakit jadi kita bawa aja ke rumah. Berikut kutipan dari informan 3 dan informan
Walau kan sebenarnya status tuh ga boleh 2:
dibawa pulang atau keluar dari rumah sakit” “iya betul..malahan ada yang dari tahun 2010
(..). sampai sekarang belum dikembalikan entah
“engga, kita mah hanya sampai meminjam dimana itu juga tidak tahu. Pas dilihat di buku
doang kalau masalah dikembalikannya itu yang tahun 2010 ternyata banyak juga yang
tergantung konsulennya aja” . belum kembali berkasnya”).
“masih banyak berkas yang dipinjam dan
Tema 4: Prosedur Peminjaman Berkas yang diperbaiki yang belum dikembalikan ke kita”.
Tidak dipatuhi oleh Peminjam Berkas Rekam
Medis. Dikuatkan dengan pernyataan informan 4
Berdasarkan SOP yang ditandatangani direktur berikut:
utama tentang peminjaman berkas rekam “ya kita kalau udah beres kita kembalikan,
medis pasien rawat inap, dalam kebijakannya biasanya kalau yang lama itu yang pinjemnya
nomor 3 menyatakan bahwa peminjam berkas banyak. Misal kita butuh 100 status untuk
rekam medis untuk keperluan pendidikan dan kasus tertentu kita minta bantuan ke yang lain
penelitian tidak diperbolehkan untuk dibawa untuk minjem status itu dengan nama masing-
keluar dari seksi rekam medis, kecuali atas ijin masing karena kan kalau peminjaman itu ada
Direktur Utama RSUP dr. Hasan Sadikin. batas tertentunya jadi kita tidak bisa
Kebijakan lainnya yaitu tentang peminjaman meminjam dengan jumlah 100 sekaligus atas
berkas rekam medis untuk kasus-kasus tertentu nama kita”.
yang mengharuskan berkas tersebut dibawa
keluar harus seijin direktur RSUP dr. Hasan SOP dan aturan-aturan serta buku peminjaman
Sadikin. Selain itu, ada kebijakan bahwa sudah ada dan tersimpan di petugas pelepasan
berkas rekam medis yang dipinjam keluar dari informasi, namun tidak ditempel di dinding,
instalasi rekam medis untuk penelitian harus belum ada pernyataan tertulis tentang sanksi
dikembalikan paling lambat 7 hari setelah dan memang belum ada sanksi yang diberikan
penelitian. kepada peminjam yang belum
Pengguna yang meminjam berkas rekam medis mengembalikan/terlambat.
rawat inap sebagian besar tidak mentaati
peraturan yang berlaku dan tertulis dalam
prosedur tetap yang dibuat rumah sakit.
Pengguna yang meminjam berkas rekam medis
untuk keperluan melengkapi isi rekam medis,
masih banyak yang belum dikembalikan

22
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Tema 5: Penggunaan Ijin Tertulis dari membuat resume tersebut dan menyerahkan
Pasien tidak diperhatikan untuk Kepentingan langsung kepada pasien apabila keadaan
Pendidikan atau Penelitian dan Asuransi memungkinkan, serta dokter pula yang
BPJS memberikan keterangan pada keadaan pulang
Tidak ada kebijakan khusus secara tertulis pasien baik itu pulang atas ijin, pulang paksa,
Standar Oprasional Prosedur (SOP) atau meninggal .Hal ini sejalan dengan hasil
peminjaman berkas rekam medis pasien rawat penelitian Sugianto tentang perilaku dokter
inap rumah sakit untuk pendidikan, penelitian dalam mengisi kelengkapan resume medis
dan asuransi BPJS yang mengharuskan bahwa faktor pengetahuan dokter berpengaruh
penggunaan ijin tertulis dari pasien apabila besar terhadap faktor-faktor lain yang terkait
pihak ketiga tersebut memerlukan informasi dengan rekam medis . Menurut Notoatmojo
rekam medis pasien. (1993) bahwa pengetahuan merupakan domain
Petugas meminjamkan berkas rekam medis yang sangat penting dalam terbentuknya
tanpa menanyakan surat kuasa dari pasien, tindakan seseorang, sehingga praktek
karena dianggap cukup dengan surat ijin seseorang dapat dipengaruhi oleh
kepala instalasi. Surat ijinpun hanya digunakan pengetahuannya.
untuk peminjaman berkas melebihi jumlah Kesibukan dokter menjadi salah satu
yang telah ditentukan, sedangkan apabila kendala komunikasi langsung antara dokter
peminjaman kurang dari batas maksimal dengan pasiennya. sehingga yang memberikan
peminjaman maka peminjamanpun bisa resume medis seringkali dilakukan perawat.
dengan ijin secara lisan kepada petugas, tanpa Pengetahuan dokter dan perawat tentang nilai
ijin secara resmi berupa surat ijin dari kepala guna resume ini harus dimiliki sebelumnya,,
instalasi rekam medis. Hal tersebut sehingga ada komunikasi yang baik ketika
disampaikan oleh Informan 2 berikut: menyampaikan nilai guna resume medis
“iya..kalau untuk keperluan pendidikan dan kepada pasien.
penelitian itu tidak masalah, kalau meminjam
berkas rekam medis juga itu boleh walau BPJS Kurang Mengkomunikasikan Kepada
rahasia cuma tadi harus melalui tahapan- Pesertanya tentang Hak dan Privasi Berkas
tahapan yang berlaku yaitu tadi, harus ada ijin Rekam Medis
dulu, lalu ijin ditujukan kepada direktur, Hak dan privasi peserta BPJS perlu
kemudian direktur mendisposisi ke kita, baru diperhatikan diantaranya dengan mendapat
keluar. Itu menjadi tidak rahasia kalau dilalui informasi yang jelas dan tepat tentang adanya
dengan prosedur” pengaksesan terhadap berkas rekam medisnya
Diperkuat dengan pernyataan informan 4 dan untuk kepentingan klaim pembayaran, namun
informan 3 berikut: selama ini hak pasien tentang hal tersebut
“ga tau, kita kalau udah acc ke RM terus udah masih terabaikan yang ditandai dengan tidak
aja kita pinjem dan kita ga kontek dengan adanya bukti persetujuan tertulis maupun
pasien” (I4). penjelasan terhadap peserta saat mendaftar
“engga kalau kesini mah, hanya pakai surat sebagai peserta BPJS.
itu saja” (I3). Menurut Guwandi J (2005), Hak atas
rekam medis adalah hak pasien untuk meminta
Pembahasan bahwa rahasia yang diceritakan kepada dokter
Pasien Kurang Memahami Fungsi Resume tidak diungkapkan lebih lanjut. Berkas rekam
Nilai guna resume medis sangat medis telah menjadi sumber informasi yang
penting untuk diketahui oleh petugas di Rumah sangat berharga bagi individu dan institusi
Sakit terutama dokter, karena dokter yang

23
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

yang tidak terlibat langsung dalam dalam informasi harus senantiasa menjaga keamanan,
pelayanan kesehatan dan proses pembayaran. privasi, kerahasiaan dan keselamatan berkas.
Prinsip dasar pelepasan informasi Keamanan menjadi nilai penting karena
kesehatan harus selalu diingat pada saat termasuk proteksi informasi dari kemungkinan
mengelola permintaan informasi dari mereka rusak, hilang atau pengubahan data akibat ulah
yang tidak terkait langsung dengan pelayanan. pihak yang tidak berhak (Hatta, 2008).
Berkas rekam medis apapun bentuknya adalah Depkes RI (2006) menyatakan bahwa
milik rumah sakit/provider pelayanan rekam medis yang asli tidak boleh dibawa
kesehatan, tapi informasi kesehatan yang keluar dari rumah sakit, kecuali atas
terkandung didalamnya merupakan milik permintaan pengadilan, dengan surat kuasa
pasien (Sudradi, Rano 2006). khusus dari pimpinan rumah sakit. Rekam
Peraturan menteri kesehatan No. 36 tahun medis tidak boleh dibawa kebagian lain diluar
2012 tentang rahasia kedokteran pasal 6 rumah sakit, kecuali diperlukan untuk transaksi
menjelaskan bahwa pembukaan rahasia dalam kegiatan rumah sakit. Pernyataan
kedokteran untuk kepentingan pasien dalam tersebut menegaskan bahwa berkas rekam
hal keperluan administrasi, jaminan asuransi medis sangat penting keberadaannya dan
atau jaminan pembiayaan kesehatan harus sangat dilindungi oleh peraturan dan rumah
dilakukan dengan persetujuan tertulis dari sakit sebagai pemilik berkas rekam medis.
pasien dan pernyataan pasien tersebut
diberikan pada saat mendaftar di fasilitas Prosedur Peminjaman Berkas yang tidak
pelayanan kesehatan (Hosizah, 2014). dipatuhi oleh Peminjam Berkas Rekam Medis
Prosedur yang dibuat rumah sakit untuk
Kurangnya Tanggungjawab Peminjam peminjaman berkas rekam medis rawat inap
Berkas Rekam Medis sehingga Keberadaan telah dibuat dengan baik demi melindungi
Berkas Sulit dilacak berkas dari kemungkinan hilang atau
Rasa tanggung jawab peminjam berkas dimanfaatkan oleh pihak yang tidak
rekam medis yang kurang ditunjukkan dengan bertanggungjawab. Peminjaman berkas yang
banyak berkas yang dipinjam belum dilakukan oleh pengguna ke bagian filling
dikembalikan jauh dari waktu jatuh tempo rawat inap biasanya dilakukan untuk
yang telah ditentukan. Begitu pula berkas yang kepentingan pendidikan dan penelitian, juga
dikembalikan kepada dokter untuk dilengkapi biasa dokter gunakan untuk melengkapi berkas
banyak sekali yang belum kembali ke instalasi rekam medis yang masih belum lengkap.
rekam medis. Tidak adanya sanksi baik secara Peminjam untuk kepentingan pendidikan dan
tertulis maupun tidak tertulis menyebabkan penelitian melakukan terlebih dahulu
peminjam kurang bertanggung jawab atau pengajuan dengan surat ijin yang ditujukan
lalai. (Data tersebut hasil wawancara & langsung ke direktur utama rumah sakit. Surat
observasi di RS Hasan Sadikin) balasan dari direktur kemudian di disposisi ke
Berkas rekam medis merupakan sumber bagian rekam medis untuk selanjutnya surat
informasi yang sangat berharga bagi individu disposisi tersebut diberikan kepada peminjam
dan institusi yang terlibat langsung dalam sebagai bukti mendapat ijin peminjaman
pelayanan kesehatan dan proses pembayaran. berkas, kemudian petugas mencarikan berkas
Menjaga keamanan dalam menyimpan dan menyerahkannya kepada peminjam.
informasi dan kemudahan akses menjadi Proses yang secara keseluruhan baik,
tuntutan pihak organisasi pelayanan kesehatan, tidak diaplikasikan dengan baik oleh
praktisi kesehatan serta pihak ke-3 yang penggunanya. Hal tersebut ditandai dengan
berwenang. Pihak yang membutuhkan masih banyaknya pengguna berkas yang tidak

24
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

mengembalikan berkas sesuai dengan identitas pasien secara keseluruhan tentunya


ketetapan yang tercantum dalam SOP tersebut, harus dengan persetujuan pasien terlebih
bahkan sangat jauh dari waktu yang ditentukan dahulu.
untuk meminjam yaitu selama 7 hari. Kedudukan rahasia kedokteran dalam
Peminjam mengemukakan bahwa berkas yang menjaga kerahasian pasien merupakan hal
dipinjam banyak dan proses penelitiannya yang mutlak harus dijaga oleh dokter,
masih belum selesai, Seharusnya dengan meskipun ada kondisi dokter/tenaga medis
kesadaran diri peminjam tersebut melapor boleh membuka rahasia dalam kondisi-kondisi
kembali kepada petugas untuk memperpanjang tertentu.. Namun sebelum hal ini terjadi
peminjaman bekas,apabila benar masih dokter/nakes harus benar-benar memastikan
digunakan. bahwa pelepasan informasi itu telah memenuhi
Hal tersebut diatas tentunya sangat tidak syarat. Dokter/nakes harus memastikan dan
dibenarkan, karena dibuatnya peraturan itu yakin rahasia ini tidak akan jatuh pada pihak
untuk dipatuhi dan sebagai perlindungan yang salah, jika hal itu terjadi maka harus siap
terhadap berkas rekam medis pula yang berhadapan dengan ligitimasi hukum yang
kemungkinan bisa hilang atau dilihat oleh resikonya sangat besar.
pihak lain yang tidak bertanggungjawab, yang Menurut PerMenKes
apabila tidak ditaati dapat merugikan dirinya 269/MENKES/PER/III/2008 pada pasal 13
sendiri, petugas rekam medis, bahkan ayat 1 menyatakan bahwa rekam medis dapat
pimpinan rumah sakit. dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan
Memberikan dan memaparkan isi berkas dan penelitian dan pada ayat 2 ditegaskan
rekam medis pasien kepada orang lain atau untuk kepentingan pendidikan dan penelitian
pihak lain, petugas harus mengetahui alur dan yang menyebutkan identitas pasien harus
prosedur dalam memaparkan isi berkas rekam persetujuan secara tertulis dari pasien atau ahli
medis pasien. Salah dalam memberikan dan warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.
memaparkan isi berkas rekam medis pasien, Permintaan rekam medis untuk kepentingan
bisa-bisa dituntut ke pengadilan oleh pasien. penelitian, pendidikan, dan audit medis,
Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien
alangkah baiknya petugas harus bisa harus dilakukan secara tertulis kepada
mengantisipasi dengan cara membuat surat pimpinan sarana pelayanan kesehatan
pernyataan (bisa dengan materai) kepada (Hosizah, 2014).
pasien atau pihak lain tentang memberikan dan Menurut UU no. 14 tahun 2008 tentang
memaparkan isi berkas rekam medis milik keterbukaan informasi publik pada Bab V
pasien (Rustiyanto, 2009). pasal 17 yang mengatur setiap badan publik
wajib membuka akses bagi setiap pemohon
Penggunaan Ijin Tertulis Tidak diperhatikan informasi publik untuk mendapatkan informasi
untuk Kepentingan Pendidikan atau publik, kecuali informasi publik yang apabila
Penelitian dan Asuransi BPJS dibuka dan diberikan kepada pemohon
Hasil dari penelitian ini menemukan informasi publik dapat mengungkap rahasia
bahwa apabila pihak yang meminjam berkas pribadi, diantaranya:riwayat dan kondisi
rekam medis tidak menggunakan ijin tertulis anggota keluarga serta riwayat, kondisi dan
atau berkomunikasi dengan pasien karena perawatan, pengobatan kesehatan fisik dan
sesungguhnya dengan membuka berkas rekam psikis seseorang.
medis, itu merupakan suatu kegiatan Sumber informasi pembayaran BPJS
pembukaan rahasia kedokteran yang diatur berasal dari resume medis pasien setelah
oleh hukum begitu pula dengan membuka pasien selesai perawatan. Pengklaiman tersebut

25
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

kadang menemui kendala apalagi untuk semua catatan medis diminta untuk verifikasi
melengkapi keabsahan data, apabila verifikasi data BPJS.
terhadap berkas masih kurang, maka pihak Pengguna berkas tidak patuh terhadap
BPJS meminta disertakan pula persyaratan peraturan yang dibuat rumah sakit, dengan
yang lainnya. Hal tersebut tentunya telah tidak mengembalikan berkas tepat waktu,
keluar dari aturan yag menaunginya, dalam hal salah satunya dikarenakan belum adanya
ini rumah sakit memiliki kewajiban untuk sanksi.
membuat kebijakan untuk melindungi privasi Prosedur pelepasan informasi secara
pasien. keseluruhan di RSHS sudah dibuat dengan
Berdasarkan PerMenKes nomor 27 tahun baik dan memenuhi kaidah-kaidah
2014 bahwa proses pengklaiman pasien yang perlindungan untuk pasien dan rumah sakit,
dilakukan setelah pasien selesai mendapatkan namun banyak pihak terkait yang tidak
pelayanan di rumah sakit, data yang diperlukan mentaati prosedur tersebut. Mulai dari
berasal dari resume medis PerMenKes 269 peminjaman yang melebihi waktu maksimal
tahun 2008 bab 5 pasal 12 tentang peminjaman 7 hari, pelengkapan isi berkas
kepemilikan, pemanfaatan dan tanggung jawab rekam medis oleh dokter banyak yang belum
menyatakan bahwa isi rekam medis adalah kembali ke instalasi rekam medis dan selalu
milik pasien, isi rekam medis tersebut dalam ada peminjam yang tidak menyertakan ijin
bentuk ringkasan medis dan ringkasan medis dahulu ke kepala instalasi rekam medis. Upaya
dapat diberikan, dicatat, atau disalin oleh petugas untuk menagih dan menanyakan
pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas berkas sudah dilakukan namun kurang optimal,
persetujuan tertulis pasien atau keluarga yang karena sarana pendukung di rumah sakit masih
berhak untuk itu. belum memadai.
Penggunaan ijin tertulis tidak
Kesimpulan dilakukan untuk kepentingan pendidikan dan
Pasien tidak mengetahui fungsi lain dari penelitian serta BPJS, apabila ada akses
resume medis yang diberikan oleh dokter atau terhadap keseluruhan catatan medis pada
perawat ketika selesai perawatan di rumah berkas rekam medis pesertanya, sebaiknya
sakit. Pengetahuan pihak yang terlibat dalam menyertakan juga ijin tertulis dari pasien.
pelayanan terutama ketika pasien pulang Rumah sakit perlu membentengi privasi pasien
seperti dokter, perawat atau petugas dengan kebijakan dan sanksi yang tegas untuk
administrasi, petugas rekam medis juga mengantisipasi berbagai kemungkinan
keseluruhan petugas di rumah sakitpun masih terburuk yang dapat timbul dimasa yang
kurang tentang fungsi dan nilai guna lain dari akanmdatang.
resume medis tersebut.
Pihak BPJS kurang memperhatikan hak Ucapan Terimakasih
pasien tentang pengaksesan terhadap catatan Penulis mengucapkan terima kasih kepada
medis dari berkas rekam medis pesertanya. Direktur RS Hasan Sadikin Bandung beserta
Komunikasi yang baik ketika awal mendaftar jajarannya, khususnya kepada Kepala Instalasi
menjadi waktu yang tepat, tidak hanya Rekam Medis beserta staf, dokter dan perawat
menyampaikan kewajiban pasien saja tetapi serta petugas BPJS atas kesediannya untuk
juga hak pasien untuk mengetahui tentang diwawancara. Tak lupa kepada Direktur
privasinya. Pihak rumah sakit juga harus Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya dan Ketua
membentengi dengan kebijakan tertulis yang Jurusan Perekam dan Informasi Kesehatan atas
jelas tentang pelepasan informasi medis pasien dukungan dan supportnya serta berbagai pihak
untuk kepentingan BPJS, terutama apabila yang belum kami sebutkan satu persatu atas

26
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

bantuan dan dukungan yang telah diberikan Kesehatan Masyarakat. Universitas


selama penelitian sehingga penelitian ini dapat Diponogoro
berlangsung. Semarang.http://prints.undip.ac.id/17431/1/ET
I_MURDANI. Pdf. Diakses pada tanggal
Daftar Pustaka 04 juni 2015.
Butler, Mary. (2014, Aug 18). Chinese Notoatmodjo, Soekidjo. (1993). Metodologi
Hackers Steal Nonmedical Data On 4-5 penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Million Patients. Diakses tanggal 3 maret Cipta
2015 pukul 10.30 WIB dari Rustiyanto, E. (2009). Etika propesi rekam
http://journal.ahima.org. medis & informasi kesehatan.
_________ (2014, Oct 18). Hospital Yogyakarta: Graha Ilmu.
Employees Fired For Illegally Accessing Sagiran (ed). (2006). Panduan Etika Medis.
Ebola Patients Health Record. Diakses Diakses tanggal 28 Mei 2015 dari
tanggal 3 Maret 2015 Pukul 10.50 WIB http://www.wma.net/en/30publications/
dari http://journal.ahima.org. 30ethicsmanual
Depkes RI. (2006). Pedoman penyelenggaraan /pdf/ethics_manual_indonesian.pdf
dan prosedur rekam medis rumah sakit di Sudradi, Rano Indradi. 2006. Pemanfaatan
Indinesia. Jakarta: Direktorat Jendral Informasi Kesehatan untuk Pemasaran
Bina Pelayanan Medik. Diakses tanggal 24 Maret 2015 Pukul
Guwandi, J. (2005). Rahasia medis. Jakarta: 09.45 WIB dari http://ranocenter.
Fakultas Kedokteran Universitas blogspot.com/2006_08_01_archive.html.
Indonesia. Sugianto, Zaenal. (2006). Analisis perilaku
Hatta, R. Gemala. Ed. (2008). Pedoman dokter dalam mengisi kelengkapan data
manajemen informasi kesehatan di sarana rekam medis lembar resume rawat inap di
pelayanan kesehatan. Jakarta: Penerbit RS Ungaran tahun 2005. Diakses tanggal
Universitas Indonesia (UI-Press). 5 Juni 2015 dari
Hosizah. (2014). Kumpulan peraturan http://eprints.dinus.ac.id/7836/1/jurnal_12
perundang rekam medis dan informasi 688.pdf.
kesehatan. Yogyakarta: aptiRMIK Press. Sugiyono. (2009). Metode penelitian
KepMenKes RI, Nomor: kuantitatif, kualitatif dan r & d. Bandung :
377/MENKES/SKIII/2007, Tentang CV. Alfabeta.
Standar Propesi Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan. Jakarta: 2007.
Murdani, Eti. (2007). Pengembangan sistem
informasi rekam medis rawatjalan untuk
mendukung evaluasi pelayanan di rsu
bina kasih ambarawa. Tesis. Ilmu

27
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Hubungan Sikap, Pengetahuan dan Motivasi Dengan Kinerja Perawat dalam


Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Anggrek dan Teratai
RSUD Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat

Aisyiah1, Yarni1, Nova Angginy1


Relationship Attitudes, Knowledge and Motivation With Performance Documenting
Nursing Care Nurses In The Space Orchid and Lotus Hospital Kota Bekasi West Java
Province

Abstrak

Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang
bersangkutan dan kinerja perawat yaitu perilaku kerja yang ditampilkan oleh seseorang yang didasari oleh
motivasi dan perilaku seorang perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap,
pengetahuan dan motivasi dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang
Anggrek dan Teratai RSUD Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat tahun 2015. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di ruang Anggrek dan Teratai
RSUD Kota Bekasi yang berjumlah 41 orang, dan semua populasi dijadikan sampel dalam penelitian ini (total
sampling). Dari hasil analisis diperoleh adanya hubungan antara sikap (p value: 0,019) dan motivasi (p value:
0,005) dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Anggrek dan Teratai
RSUD Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat Tahun 2015. Diharapkan kepada perawat agar dapat lebih fokus dan
benar dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan, dan terus mempertahankan sikap serta motivasi
perawat sehingga dapat meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Motivasi, Dokumentasi, Kinerja

Abstract

Performance is the result achieved by a person under the applicable workload for the job. Nurse
performance is the work behavior displayed by someone based on the motivation and behavior of a nurse. This
study aims to determine the relationship between attitudes, knowledge, and motivation with the Nurse
performance in nursing care documentation at the Orchid and Lotus Room in Bekasi Regional Hospital, West
Java Province in 2015. The design used in this study was cross sectional method. The population in this study
was the nurses at the Orchid and Lotus Room in Bekasi Regional Hospital totaling 41 people, and all the
population sampled in this study (total sampling). The analysis results shows significant relationship between
attitudes (p value: 0.019) and motivation (p value: 0.005) with the Nurse performance in nursing care
documentation in the Orchid Lounge and Lotus Room in Bekasi Regional Hospital, West Java Province Year
2015. It is expected to nurses in order to better focus and right in doing nursing care documentation, and
continues to maintain the attitude and motivation to improve nursing care services to patients.

Keywords: Knowledge, Attitude, Motivation, Documentation, Performance

1
Dosen pada Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional

28
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Pendahuluan keperawatan atau reaksi pasien terhadap


Pelayanan keperawatan merupakan penyakit (Suarli & Bahtiar, 2010).
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang Dokumentasikan asuhan keperawatan adalah
mempunyai kontribusi untuk menentukan salah satu tugas yang tidak kalah pentingnya
pelayanan di rumah sakit sehingga setiap dari tugas-tugas perawat yang lain.
upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan Dokumentasi merupakan bukti kinerja perawat
rumah sakit juga disertai upaya untuk yang harus dipertanggung jawabkan dan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dijadikan sebagai tanggung gugat apabila ada
dan kinerja seorang perawat akan menentukan pasien yang merasa tidak puas terhadap
baik atau tidaknya suatu rumah sakit pelayanan yang diberikan.
(Widoyoko, 2011). Dokumentasi asuhan keperawatan di
Kinerja berasal dari kata job unit rawat inap rumah sakit, masih belum
performance atau actual performance (prestasi sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
kerja atau prestasi sesunguhnya yang dicapai Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martini
seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan (2007) di Salatiga Semarang bahwa
kuantias yang dicapai oleh seorang pegawai pendokumentasian asuhan keperawatan yang
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan sesuai standar tersedia hanya 59% jauh dari
tangung jawab yang diberikan kepadanya standar yang telah ditentukan yaitu 75%.
(Mangkunegara, 2010). Menurut Amstrong Dalam prasurvei, menurut salah seorang
dan Baron (1998) dalam Wibowo (2012), perawat di RSUD Kota Bekasi, masih ada
kinerja adalah hasil pekerjan yang mempunyai beberapa perawat pelaksana yang tidak
hubungan kuat dengan tujuan strategis melakukan pendokumentasian asuhan
organisasi, kepuasan konsumen, dan keperawatan dengan benar. Jumlah rata-rata
memberikan kontribusi pada ekonomi. perawat di ruang rawat inap adalah 18 perawat
Sementara kinerja perawat merupakan dan terdapat 30 tempat tidur. Perbandingan
kemampuan melaksanakan proses jumlah pasien dan perawat yaitu 4 : 1,
keperawatan, mengidentifikasi masalah, perbandingan ini dinilai masih belum
merencanakan secara sistematis, melaksanakan mencukupi karena ada beberapa tindakan yang
serta mengevaluasi tindakan keperawatan yang masih dibebankan kepada perawat seperti
telah dilakukan (Mariner, 2014). Kinerja memandikan pasien dan mengganti sprei.
perawat dapat diukur dari pendokumentasian Lebih lanjut, menurut hasil prasurvei tersebut
asuhan keperawatan. Menurut PPNI (2002 rasio perbandingan perawat yang kurang
dalam Murni, 2013) untuk melihat kinerja mencukupi, salah satunya berdampak pada
perawat maka yang dilihat adalah hasil kerja kurang fokusnya perawat dalam melakukan
perawat dalam memberikan asuhan pendokumentasian keperawatan.
keperawatan. Hasil kerja perawat dapat dinilai Hasil prasurvei juga didapatkan bahwa
melalui pengamatan langsung yaitu proses belum adanya imbalan atau sistem reward dan
pemberian asuhan keperawatan atau laporan punishment bagi perawat dalam melakukan
dan catatan pasien (dokumentasi) asuhan pendokumentasian, serta belum adanya tim
keperawatan yang telah diberikan. khusus yang meninjau atau memantau
Dokumentasi keperawatan merupakan mengenai pendokumentasian asuhan
dokumen yang penting bagi asuhan keperawatan di Rumah Sakit. Dikhawatirkan,
keperawatan di rumah sakit, merupakan bukti belum adanya sistem penilaian kinerja yang
dari pelaksanan asuhan keperawatan dan jelas, dapat berdampak pada kualitas kinerja
catatan tentang tangapan atau respon pasien perawat khususnya dalam melakukan
terhadap tindakan medis, tindakan pendokumentasian.

29
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Tujuan Penelitian adalah Mengetahui Hasil dan Pembahasan


hubungan antara sikap, pengetahuan dan Hasil
motivasi dengan kinerja perawat dalam Berdasarkan tabel 1, sebagian besar responden
pendokumentasian asuhan keperawatan di memiliki kinerja yang baik terhadap dalam
Ruang Anggrek dan Teratai RSUD Kota pendokumentasian asuhan keperawatan. Selain
Bekasi Provinsi Jawa Barat. itu, hasil penelitian univariat juga didapatkan
bahwa sebagian besar responden memiliki
Metode sikap dan pengetahuan yang baik serta
Desain penelitian yang digunakan motivasi yang tinggi. Pada tabel 1, terdapat
adalah metode Cross-Sectional. Penelitian 68,3% kinerja perawat yang sudah baik, 53,7%
Cross-Sectional adalah jenis penelitian yang sikap perawat yang sudah baik terhadap
menekankan pada waktu pengukuran pendokumentasian asuhan keperawatan, 73,2%
/observasi data variabel independen dan pengetahuan perawat terkait dengan
dependen hanya satu kali, pada satu saat pendokumentasian sudah baik dan tidak
(Nursalam, 2011). Populasi dalam penelitian terdapat perbedaan yang jauh antara persentase
ini adalah tenaga perawat di ruang rawat inap motivasi perawat yang tinggi dengan yang
RSUD Kota Bekasi yang berjumlah 41 orang. rendah, dimana 51,2% perawat di RSUD
Sampel diambil dengan tehnik total sampling. tersebut memiliki motivasi yang tinggi terkait
Analisa data dilakukan dengan menggunakan dengan pendokumentasian asuhan
analisa univariat dan bivariat. keperawatan.

Tabel 1 Hasil Analisa Univariat Kinerja Perawat, Sikap, Pengetahuan dan Motivasi Perawat di
Ruang Anggrek dan Teratai RSUD Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat Tahun 2015
(n= 41)
Distribusi Responden
Variabel Kategori
Jumlah %
Kinerja Perawat Kurang 13 31,7
Baik 28 68,3
Sikap Kurang Baik 19 46,3
Baik 22 53,7
Pengetahuan Kurang 11 26,8
Baik 30 73,2
Motivasi Rendah 20 48,8
Tinggi 21 51,2

Tabel 2 Hubungan Sikap, Pengetahuan dan Motivasi dengan Kinerja Pertawat dalam
Pendokumentasian Asuhan keperawatan di Ruang Anggrek dan Teratai RSUD Kota
Bekasi Provinsi Jawa Barat Tahun 2015 (n= 41)
Variabel Kinerja Perawat Total OR P Value
Kurang Baik
N % N % N %
Sikap
Kurang 10 52,6 9 47,4 19 100 7,037 0,019
Baik 3 13,6 19 86,4 22 100
Pengetahuan
Kurang 4 36,4 7 63,6 11 100 1,333 0,993
Baik 9 30,0 21 70,0 30 100
Motivasi 11,611 0,005
Rendah 11 55 9 45 20 100
Tinggi 2 9,5 19 90,5 21 100

30
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Berdasarkan Tabel 2 tergambarkan Hasil tersebut memberikan gambaran tentang


bahwa responden dengan sikap kurang baik masih kurangnya kemampuan perawat dalam
yang memiliki kinerja kurang baik pula melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
sebesar 52,6% dan responden dengan sikap dalam bekerja.
baik yang memiliki kinerja baik sebesar Kinerja kurang baik juga dapat disebabkan
86,4%. Hasil uji chi square menunjukkan karena adanya unsur dari luar diri tenaga
bahwa p value < α, sehingga ada hubungan perawat yang mempengaruhi psikologi
yang bermakna antara sikap dengan kinerja sehingga menurunkan semangat kerja dalam
perawat dalam pendokumentasian asuhan rangka pemenuhan pelayanan keperawatan di
keperawatan. Dari hasil analisa lebih lanjut ruang Anggrek dan Teratai RSUD Kota Bekasi
diperoleh nilai OR sebesar 7,037 yang artinya Provinsi Jawa Barat. Aspek yang berasal dari
responden dengan sikap yang kurang baik akan luar ini mencakup hubungan interpersonal
berpeluang sebesar 7,037 kali untuk memiliki dengan teman sejawat ditempat kerja, adanya
kinerja yang kurang baik pula dibandingkan konflik internal keorganisasian, kurangnya
dengan responden yang memiliki sikap baik. aspek motorik dan organisasi dalam rangka
Hasil analisa tabel 2 juga didapatkan gambaran pemberian motivasi kepada tenaga perawat.
bahwa responden dengan pengetahuan kurang Hal tersebut diperkuat dengan teori yang
yang memiliki kinerja kurang baik sebesar menyatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh
36,4% dan responden dengan pengetahuan adanya faktor-faktor dari luar yaitu supervisi
baik yang memiliki kinerja baik pula sebesar dan insentif baik sosial maupun finansial
70%. penghargaan karena penghargaan merupakan
Hasil uji chi square menunjukkan suatu kebutuhan (Siagian, 2002).
bahwa p value > α, sehingga tidak ada Hasil penelitian mengenai gambaran
hubungan yang bermakna antara pengetahuan sikap perawat dalam pendokumentasian
dengan kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di ruang Anggrek dan
pendokumentasian asuhan keperawatan. Selain Teratai RSUD Kota Bekasi diperoleh data dari
itu, berdasarkan tabel 2 juga didapatkan hasil 41 responden terdapat responden yang
bahwa responden dengan motivasi rendah yang sikapnya berada pada kategori kurang baik
memiliki kinerja kurang baik sebesar 55% dna yaitu sebesar 46,3% (19 orang). Hasil tersebut
responden dengan motivasi tinggi yang memberi interpretasi bahwa masih kurangnya
memiliki kinerja baik sebesar 90,5%. Dari sikap yang positif pada perawat dalam
hasil analisa lebih lanjut, didapatkan juga nilai melakukan pekerjaannya. Berdasarkan hasil
OR sebesar 11,611 yang artinya responden penelitian, diketahui bahwa yang
dengan motivasi yang rendah berpeluang menyebabkan sikap perawat kurang baik
sebesar 11,611 kali untuk memiliki kinerja meliputi pemahaman terhadap
yang kurang baik dibandingkan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan yang
responden yang memiliki motivasi tinggi. menurut perawat hanya merepotkan dan
menambah beban kerja perawat. Selain itu
Pembahasan belum adanya rasa tanggung jawab penuh
Hasil penelitian mengenai gambaran terhadap pendokumentasian, sehingga perawat
kinerja perawat dalam pendokumentasian merasa hal tersebut tidak penting.
asuhan keperawatan di ruang Anggrek dan Hasil penelitian mengenai gambaran
Teratai RSUD Kota Bekasi diperoleh data dari pengetahuan perawat dalam pendokumentasian
41 responden menunjukkan bahwa masih ada asuhan keperawatan di ruang Anggrek dan
responden yang memiliki kinerja pada kategori Teratai RSUD Kota Bekasi diperoleh data dari
kurang baik yaitu sebesar 31,7% (13 orang). 41 responden menunjukkan bahwa masih ada

31
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

responden yang memiliki tingkat pengetahuan Bekasi Provinsi Jawa Barat tahun 2015 dengan
berada pada kategori kurang baik yaitu sebesar Pvalue sebesar 0,019 (Pvalue < α).
26,8% (11 orang). Hasil tersebut memberi Terdapatnya hubungan yang signifikan antara
interpretasi bahwa masih kurangnya sikap dengan kinerja perawat dalam
pengetahuan perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di
mendokumentasikan asuhan keperawatan. ruang Anggrek dan Teratai RSUD Kota Bekasi
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui dikarenakan masih banyak perawat yang
bahwa yang menyebabkan pengetahuan mempunyai sikap baik dalam
perawat kurang baik meliputi tingkat pendokumentasian asuhan keperawatan dengan
pengetahuan terhadap pendokumentasian merasa bahwa ada tanggung jawab besar dan
asuhan keperawatan seperti tujuan menganggap pendokumentasian merupakan
pendokumentasian yang tidak diketahui oleh hal penting yang harus dilakukan oleh perawat
perawat dan pentingnya pendokumentasian sebagai bentuk legalitas di mata hukum. Hal
dimata hukum, serta belum diketahuinya syarat inilah yang berperan dalam mempengaruhi
yang harus dipenuhi agar pendokumentasian kinerja perawat. Akan tetapi masih ada
dilakukan dengan benar. sebagian kecil yang belum memiliki sikap baik
Berdasarkan tabel 1, didapatkan juga karena belum dapat melakukan pekerjaan
hasil penelitian mengenai gambaran motivasi sepenuhnya dengan tepat. Misalnya adanya
perawat dalam pendokumentasian asuhan pandangan bahwa pendokumentasian
keperawatan di ruang Anggrek dan Teratai merupakan hal yang sangat merepotkan bagi
RSUD Kota Bekasi. Hasil penelitian diperoleh perawat, apalagi dengan beban kerja yang
data bahwa masih terdapat adanya perawat tidak ringan.
yang memiliki motivasi dengan kategori Hal ini dapat ditunjang pula dari teori
rendah dan persentasenya hampit tidak terpaut Gibson (1999), bahwa sikap yang baik adalah
jauh dengan perawat yang memiliki motivasi sikap dimana seseorang mau mengerjakan
tinggi yaitu sebesar 48,8% (20 orang). Hasil pekerjaan tersebut tanpa terbebani oleh sesuatu
tersebut memberi interpretasi bahwa masih hal yang menjadi konflik internal. Perilaku
kurangnya minat dan semangat kerja dari bekerja seseorang sangat dipengaruhi oleh
perawat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sikap dalam bekerja. Sedangkan sikap
diketahui bahwa yang menyebabkan motivasi seseorang dalam memberikan respon terhadap
perawat rendah meliputi lemahnya masalah dipengaruhi oleh kepribadian
pengawasan yang dilakukan oleh atasan, seseorang. Sikap adalah kesiap-siagaan mental,
kurangnya rasa tanggung jawab perawat dan yang dipelajari dan diorganisasi melalui
tidak ada penghargaan atas prestasi yang pengalaman, dan mempunyai pengaruh
dihasilkan. Selain itu tidak adanya perhatian tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap
dari atasan tentang peningkatan karir kepada orang lain, obyek, dan situasi yang
bawahan. berhubungan dengannya. Menurut Gibson
Selain hasil analisa univariat pada (1999), sikap merupakan sebuah itikat dalam
tabel 1, juga didapatkan hasil analisa pada diri seseorang untuk tidak melakukan atau
penelitian yang tercantum ditabel 2. Hasil melakukan pekerjaan tersebut sebagai bagian
analisis bivariate yang dilakukan dengan dari aktivitas yang menyenangkan. Sikap yang
menggunakan uji chi square diperoleh secara baik adalah sikap dimana dia mau
statistik bahwa terdapat hubungan yang mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa
signifikan antara sikap dengan kinerja perawat terbebani oleh sesuatu hal yang menjadi
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan konflik internal. Perilaku bekerja seseorang
di ruang Anggrek dan Teratai RSUD Kota sangat dipengaruhi oleh sikap dalam bekerja.

32
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Sedangkan sikap seseorang dalam memberikan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan
respon terhadap masalah dipengaruhi oleh kinerja perawat dengan nilai (Pvalue < 0,05).
kepribadian seseorang. Hasil penelitian ini berbanding terbalik
Hasil yang sama dengan penelitian dengan beberapa penelitian lainnya. Menurut
yang dilakukan Sabarulin, Darmawansyah dan Erlin & Joeharno (2006) bahwa dalam
Abdullah (2013) tentang Faktor Yang melaksanakan asuhan keperawatan berbagai
Mempengaruhi Kinerja Perawat Dalam macam faktor yang mempengaruhi kinerja
Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan di yaitu tingkat pendidikan, pengetahuan, beban
Rumah Sakit Woodward Palu yang kerja, pelatihan dan masa kerja. Sehingga
menyatakan ada pengaruh sikap terhadap pengetahuan bukanlah menjadi satu-satunya
kinerja perawat di dengan nilai P 0,003 yang mempengaruhi kinerja secara signifikan.
(p<0,05). Penelitian ini juga tidak sejalan dengan yang
Hasil dari analisa bivariat juga dilakukan oleh Siagian (2009) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan mengemukakan bahwa semakin tinggi
antara pengetahuan dengan kinerja perawat pendidikan seseorang maka besar keinginan
dalam pendokumentasian. Tidak terdapatnya untuk memanfaatkan pengetahuan dan
hubungan yang signifikan antara pengetahuan keterampilan yang dimilikinya. Kinerja
dengan kinerja perawat dalam memiliki hubungan sebab akibat dari
pendokumentasian asuhan keperawatan di kompetensi, sedangkan kompetensi terbentuk
ruang Anggrek dan Teratai RSUD Kota Bekasi dari pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan
karena masih banyak perawat yang pengalaman untuk melakukan suatu pekerjaan
mempunyai pengetahuan tinggi dengan latar atau peran secara efektif. Sedangkan
belakang pendidikan mereka yang memiliki pengetahuan yang dimiliki individu tidak
pendidikan mimimum D3, tetapi belum dapat hanya didapatkan dari pengalaman namun
melakukan pekerjaan sepenuhnya dengan tepat tingkat pendidikan yang dimiliki (Wirawan,
karena masih ada beberapa pemahaman yang 2009). Dapat diketahui dari hasil analisis
keliru. Analisa berdasarkan isian pada bivariat yang menggunakan uji chi square
kuesioner penelitian dan hasil wawancara pada diperoleh juga secara statistik bahwa terdapat
beberapa perawat ketika prasurvei menyatakan hubungan yang signifikan antara motivasi
bahwa beberapa perawat sudah mengetahui dengan kinerja perawat dalam
dna cukup paham mengenai sistem pendokumentasian asuhan keperawatan di
pendokumentasian yang harus mereka lakukan. ruang Anggrek dan Teratai RSUD Kota
Hanya saja, baiknya tingkat pengetahuan yang Bekasi Provinsi Jawa Barat tahun 2015 dengan
dimiliki oleh perawat tersebut, tidak Pvalue sebesar 0,005 (Pvalue < α).
dituangkan kedalam pendokumentasian yang Terdapatnya hubungan yang signifikan antara
mereka lakukan. Pada hal ini, motivasi dengan kinerja perawat dalam
pendokumentasian yang dilakukan, hanya pendokumentasian asuhan keperawatan karena
sekedar isian wajib pada rekam medis pasien para perawat di ruang Anggrek dan Teratai
yang kurang begitu diperhatikan benar atau RSUD Kota Bekasi telah melakukan
salahnya sesuai dengan kaidah penulisan pendokumentasian asuhan keperawatan
dalam sistem pendokumentasian keperawatan. berdasarkan proses keperawatan dengan penuh
Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian tanggung jawab.
yang dilakukan oleh Netty (2012) di Ruang Perawat yang memiliki motivasi tinggi
Rawat Inap RSUD dr. Achmad Mochtar di akan memiliki kinerja yang baik karena
Bukit Tinggi Sumatera Barat tahun 2012 yang mereka bersemangat dan tidak menganggap
mengatakan bahwa tidak ada hubungan bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan

33
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

adalah rutinitas yang membosankan. Masih diharapkan semakin tinggi pula kinerja
ada sebagian kecil perawat memiliki kinerja perawat tersebut dalam memberikan pelayanan
kurang baik karena motivasi yang rendah. Hal kesehatan pada klien.
ini terjadi karena para perawat tersebut merasa
belum adanya hubungan kerja yang Kesimpulan
menyenangkan dengan rekan bekerja serta Sebagian besar responden memiliki
belum adanya jaminan perlindungan yang jelas kinerja yang baik (68,3%), sikap yang baik
jika membuat kesalahan dalam (53,7%), pengetahuan yang baik (73,2%) dan
pendokumentasian. Motivasi kerja yang memiliki motivasi yang tinggi (51,2%), dalam
kurang juga dapat disebabkan karena belum pendokumentasian asuhan keperawatan. Selain
ada bentuk penghargaan dan kurangnya itu, terdapat hubungan yang signifikan antara
promosi kenaikan pangkat dan jabatan kepada sikap (P value=0,019) dan motivasi (P
petugas yang melaksanakan tugas dengan baik value=0,005) dengan kinerja perawat dalam
dan tepat waktu. Setiap orang yang memasuki pendokumentasian asuhan keperawatan di
suatu lingkungan kerja memiliki tujuan ruang Anggrek dan Teratai RSUD Kota Bekasi
tertentu, dan tujuan inilah yang mendorong tahun 2015.
atau memotivasi dirinya untuk terlibat dalam
suatu lingkungan kerja. Saran
Hal ini searah dengan pandangan 1. Bagi Rumah Sakit
Kohar (2001), yang mengemukakan bahwa Diharapkan pada kepala keperawatan agar
tujuan orang bekerja adalah untuk memenuhi dapat lebih sensitif lagi memonitor setiap
kebutuhan hidupannya, terlepas dari apa dan aktivitas yang dilakukan oleh perawat saat
bagaimana jenis kebutuhan yang ingin menjalankan tugas sehingga dapat
dipenuhi tersebut. Selain itu menurut Arep mengetahui kinerja dari perawat. Selain
dkk. (2003) manfaat motivasi yang utama itu, Perlu adanya pembinaan terhadap
adalah menciptakan gairah kerja, sehingga perawat yang tidak memiliki sikap dan
produktifitas kerja meningkat. Sementara itu, motivasi yang baik. Dalam upaya
manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan peningkatan kinerja perawat, perlu
orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan bimbingan peningkatan pengetahuan yaitu
dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya peningkatan jenjang pendidikan petugas,
pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang misalnya dari D3 menjadi S1, serta
benar dan dalam skala waktu yang sudah pelatihan-pelatihan sebagai penyegar
ditentukan, serta orang akan senang melakukan wawasan perawat. Hal lain yang harus
pekerjaannya. Hasil penelitian ini diperkuat ditekankan adalah perlu memberikan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Riyadi perhatian khusus kepada perawat yang
(2007) tentang hubungan motivasi dan memiliki motivasi tinggi dan sikap yang
karakteristik Individu dengan kinerja Perawat baik agar terus mempertahankan
di RSUD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep profesionalisme dalam pendokumentasian
Madura diperoleh Pvalue = 0,004 yang berarti asuhan keperawatan kepada pasien.
ada hubungan antara motivasi dengan kinerja Misalnya dengan memberikan
perawat. Adanya hubungan ini disebabkan insentif/bonus bagi perawat yang
karena motivasi kerja perawat yang bekerja di melakukan pendokumentasian dengan
RSD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep sudah baik, lengkap, tepat waktu dan memiliki
tinggi dan didapat kinerja yang 99% baik. Hal prestasi.
ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi
motivasi kerja seorang perawat maka

34
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

2. Bagi peneliti selanjutnya Panjaitan, R. (2004). Persepsi perawat


Perlu dikembangkan lebih lanjut tentang pelaksana tentang budaya organisasi dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan hubungannya dengan kinerja di RS
kinerja perawat, seperti variabel tentang Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis. Jakarta:
tingkatan status pendidikan. Selain itu, Program Pascasarjana FIK-UI
perlu adanya penelitian secara kualitatif Prawoto, E. (2007). Hubungan rotasi dan
mengenai penyebab perawat tidak iklim kerja dengan kinerja perawat
melaksanakan pendokumentasian asuhan pelaksana di ruang rawat inap RSUD
keperawatan dengan kurang baik. Koja. Tesis. Jakarta: Program
Pascasarjana FIK-UI
Daftar Pustaka Riyadi, S. & Kusnanto, H. (2007). Motivasi
Erlin, N & Joeharno. (2006). Kinerja perawat kerja dan karakteristik individu perawat
dalam melaksanakan asuhan di RS Dr.H. Moh. Anwar Sumenep
keperawatan di rumah sakit dan faktor Madura.
yang mempengaruhi keperawatan di Sabarulin, Darmawansyah, & Abdullah, R.
rawat inap BPRSUD Kota Salatiga. (2013). Faktor yang mempengaruhi
Semarang: Undip. kinerja perawat dalam
Mangkunegara. (2010). Manajemen sumber mendokumentasikan asuhan keperawatan
daya manusia. Cetakan kesepuluh. di Rumah Sakit Woodward Palu. Jurnal
Bandung: Remaja Rodakarya. AKK, Vol 2 No 3, September 2013, hal
Martini. (2007). Hubungan karakteristik 29-34
perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan Siagian. (2009). Teori, motivasi dan
fasilitas dengan pendokumentasian aplikasinya, cetakan kedua. Jakarta:
asuhan Rineka Cipta.
Netty, E. (2002). Hubungan antara Suarli & Bahtiar. (2010). Manajemen
karakteristik perawat pelaksana, keperawatan dengan aplikasi pendekatan
pemahaman proses keperawatan dan praktis. Jakarta: Erlangga.
supervisi dengan penerapan proses Wibowo. (2012). Manajemen kinerja edisi
keperawatan di ruang rawat inap RSAB ketiga. Jakarta: PT. Rajawali Perss
Harapan Kita Jakarta. Diakses 16 Widoyoko, A. (2011). Penilaian kinerja
Februari 2015. perawat. Diakses tanggal 27 Maret, 2015
http://eprints.undip.ac.id/10502/1/ARTIK dari http://penilaiankinerjaperawat.
EL.doc. blogspot.com
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan Wirawan. (2009). Budaya dan iklim
Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan organisasi teori: aplikasi dan penelitian.
Profesional. Jakarta: Salemba Medika Jakarta: Salemba 4.

35
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Analisis Ketepatan Kode External Cause Kasus Kecelakaan Lalu Lintas (KLL)
Berdasarkan ICD-10 Di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2014

Amalia Wulandari1, Ida Wahyuni2

Analysis Accuracy Of External Cause Code Of Traffic Accident Case


Based On ICD-10 In RSUD dr.Soekardjo Tasikmalaya City 2014

Abstrak

Kodefikasi diagnosis harus dilakukan secara presisi, akurat dan tepat mengingat data diagnosis adalah
bukti autentik hukum serta data yang dibutuhkan dalam pelaporan morbiditas dan kepentingan asuransi. Kode
external cause digunakan sebagai kode sekunder untuk mendeskripsikan penyebab luar dari suatu penyakit.
Pengkodean external cause di RSUD dr. Soekardjo belum optimal dilaksanakan sesuai ketetapan yang berlaku
dalam SOP. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketepatan kode empat digit dan lima digit serta faktor-
faktor yang mempengaruhi ketepatan kode external cause kasus KLL. Jenis penelitian adalah mix methodes.
Metode yang dilakukan adalah telaah terhadap 94 dokumen rekam medis pasien yang diambil secara total
sampling dan indepth interview terhadap dua informan. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat
dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi dan juga analisis kualitatif. Hasil penelitian diperoleh
presentase kode external cause empat digit yaitu 24,5% tepat dan 75,5 % tidak tepat. Sedangkan kode external
cause lima digit tidak ditemukan kode yang tepat. Ketepatan dan keoptimalan koding di RSUD dr. Soekardjo
diantaranya dipengaruhi oleh diagnosis external cause yang tidak dituliskan, tata cara pengkodean, Sumber Daya
Manusia (SDM) serta proses pelaksanaan pengkodean external cause. Saran bagi rumah sakit hendaknya
melakukan sosialisasi tentang kelengkapan pencatatan informasi kasus KLL sesuai peraturan pengkodean dan
standar yang ditetapkan.

Kata kunci: ketepatan, kodefikasi, external cause, KLL

Abstract

Codefication Diagnosis should be done precisely, accurate and appropriate, considering the data
diagnosis is authentic law evidence and data required in morbidity reports and insurance interests. External
cause code used as secondary code to describe external causes of a disease. Coding of external cause in RSUD
dr. Soekardjo not optimally implemented in accordance provision applicable based on Standard Operating
Procedure (SOP). This research purpose to analyze the accuracy of external cause code four-digit and five-digit
and the contributing factors. The type of this research is mix methodes. The method was used for 94 patients
medical record documents, which were taken by total sampling and indepth interview with two informants. The
data analysis is using univariate analysis using frequency distribution formula and also qualitative analysis.
The results obtained the percentage of external cause four-digit code 24,5% accurate and 75,5 % not accurate.
While the code external cause five-digit not found the accurate code. Accuracy and optimally coding in RSUD
dr. Soekardjo influenced by diagnosis of external cause that is not written, procedures for coding, human
resources and all aplication process. Suggestions for hospital should do socialization about the complete
recording of the traffic accidents information according to the rules of coding and standard applications.

Keywords: accuracy, codefication, external cause, traffic accident

1
Alumni Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya Tahun 2015
2
Dosen pada Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya

36
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Pendahuluan
Berdasarkan Peraturan Menteri Informasi statistik dari Korlantas (2015),
Kesehatan RI No.269/MENKES/PER/III/2008, menerangkan bahwa kasus kecelakaan lalu
rekam medis adalah berkas yang berisikan lintas di beberapa daerah mengalami
catatan dan dokumen tentang identitas pasien, peningkatan. Triwulan ketiga tahun 2014
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan merupakan angka kecelakaan lalu lintas
pelayanan lain yang telah diberikan kepada tertinggi sejumlah 23.728 kecelakaan terhitung
pasien. Ditegaskan dalam pasal 3, Rekam dari tanggal 1 Juli sampai 30 September. Jawa
medis terdiri dari rekaman pelayanan rawat Barat menduduki posisi ketiga angka
jalan, rawat inap, gawat darurat, keadaan Kecelakaan Lalu Lintas (KLL) sebesar 2035
bencana, dokter spesialis dan dokter gigi setelah Jawa Timur (4637) lalu Jawa Tengah
spesialis, dan rekam medis ambulans atau (4341) pada triwulan terakhir. Tingginya kasus
pengobatan massal. kecelakaan lalu lintas disuatu daerah, maka
Rekam medis harus mencerminkan fakta tinggi pula pelayanan kesehatan yang
tentang semua pelayanan terhadap pasien. Oleh dibutuhkan termasuk pelayanan rekam medis.
karena itu untuk mendapatkan rekam medis Pencatatan data harus dilakukan secara
yang berkualitas ditentukan oleh petugas lengkap untuk memberikan informasi yang
sebagai penyelenggara rekam medis. jelas. Hal tersebut terutama dibutuhkan oleh
Sebagaimana dinyatakan dalam Permenkes No bagian kodefikasi external cause terkait
55 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan kecelakaan lalu lintas, sehingga kode yang
Pekerjaan Perekam Medis menyatakan bahwa diperoleh tepat dan konsisten.
perekam medis dalam memberikan pelayanan Menurut Kamus Besar Bahasa
harus sesuai dengan kompetensi, berdasarkan Indonesia, arti tepat adalah betul atau lurus
pendidikan dan pelatihan serta berkewajiban (arah, jurusan). Kode yang tepat dapat
mematuhi Standar Profesi Perekam Medis. dimanfaatkan untuk beberapa aspek yaitu
Kompetensi perekam medis salah satunya aspek administrasi, aspek hukum, aspek
kodefikasi penyakit dan masalah kesehatan keuangan, aspek penelitian, aspek pendidikan,
mengacu pada ICD-10 (International dan aspek dokumentasi (Depkes, 2006).
Statistical Classification of Disease an Related Kasus kecelakaan lalu lintas pada tahun
Health Problem, Tenth Revision). ICD-10 2014 di RSUD dr. Soekardjo pasien yang
digunakan untuk mengklasifikasikan kode dirawat sebanyak 94 jiwa. Studi pendahuluan
diagnosis, tanda dan gejala, temuan abnormal, dilakukan pada 10 dokumen rekam medis
cedera dan keracunan, penyebab luar penyakit rawat inap kasus tersebut yang dilakukan
dan kematian, serta faktor-faktor yang secara acak. Tingkat ketepatan kode external
mempengaruhi status kesehatan (WHO, 2005). cause didapatkan 3 kode tepat dan 7 kode tidak
Kodefikasi diagnosis harus dilakukan secara tepat berdasarkan empat digit kode.
presisi, akurat dan tepat mengingat data Pengkodean rawat inap dilakukan langsung
diagnosis adalah bukti autentik tuntutan hukum pada slip pasien pulang yang kemudian
yang merupakan informasi yang berisi aspek dilakukan indeksing morbiditas. Berdasarkan
hukum dan legal (Pormiki, 2010). observasi pendahuluan, tingginya volume
Salah satu kode yang kompleks dalam pekerjaan menjadi salah satu sebab
ICD adalah kode external cause. External pengkodean dilakukan bukan pada dokumen
cause merupakan kode yang menunjukkan rekam medis, tapi pada slip pasien keluar
penyebab luar suatu penyakit yang dipakai sehingga informasi pendukung terkait
sebagai pilihan kode tambahan (WHO, 2005). diagnosis kasus kecelakaan lalu lintas seperti

37
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

tempat dan aktifitas kejadian kasus tidak dapat menggali lebih dalam terkait hasil analisis
terkoordinir dengan baik. kuantitaif melalui wawancara dengan dua
informan yaitu koder kasus external cause
Metode KLL (Informan 1) dan Kepala Rekam Medis
(Informan 2) sebagai triangulasi. Teknik
Kuantitatif Kualitatif pengambilan sampel menggunakan total
sampling dari populasi yaitu 94 dokumen
Output : Proses : Input : rekam medis rawat inap kasus kecelakaan lalu
Ketepatan Pelaksanaan - SDM
lintas di RSUD dr. Soekardjo Kota
Kode External pengkodean - Material
Cause Kasus external - Metode Tasikmalaya tahun 2014.
KLL : cause kasus Adapun variabel yang diteliti yaitu
- Kode empat KLL ketepatan kode eksternal cause kasus KLL
digit
sebagai variabel dependen dan faktor-faktor
- Kode lima
digit yang mempengaruhi ketepatan kode kasus
KLL sebagai variabel independen. Analisis
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian data dilakukan secara univariat yaitu
mendeskripsikan variabel ketepatan kode
Penelitian ini merupakan penelitian mix dengan menggunakan rumus distribusi
methodes yang merupakan kombinasi frekuensi dan secara kualitatif.
penelitian kuantitatif dan kualitatif. Tahapan
penelitian yaitu dengan melakukan rancangan Hasil dan Pembahasan
kuantitaif terlebih dahulu untuk selanjutnya
hasil analisis kuantitatif digali lebih dalam Ketepatan Kode Empat Digit External Cause
dengan rancangan kualitatif. Pendekatan Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Tahun 2014
kuantitatif untuk mendeskripsikan tingkat Berdasarkan hasil observasi pada 94
ketepatan kode external cause dengan dokumen rekam medis rawat inap dengan
menelaah dokumen rekam medis kasus kasus kecelakaan lalu lintas tahun 2014,
kecelakaan lalu lintas. Pendekatan kualitatif berikut persentasenya :
dengan melakukan indepth interview untuk

Tabel 1 Ketepatan Kode Empat Digit External Cause Kasus Kecelakaan Lalu Lintas di RSUD
dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2014
Kode External Cause Jumlah Persentase (%)
Tepat 23 24,5 %
Tidak Tepat 71 75,5 %
Total 94 100 %

Kode empat digit external cause persentase tertinggi adalah kode yang tidak
merupakan kode yang menerangkan tempat tepat sebesar 75,5 %. Sedangkan kode yang
kejadian yang menimbulkan kondisi sakit tepat hanya sebesar 24,5 %.
(tempat tinggal, tempat kerja, pelayanan Pengkodean external cause pada
umum, dan lain-lain). Berdasarkan tabel 1 dokumen rekam medis Rumah sakit
diketahui bahwa kode external cause empat dr.Soekardjo belum optimal dilakukan. Hasil
digit kasus kecelakaan lalu lintas dengan penelitian menunjukkan kode untuk berbagai

38
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

kasus external cause kecelakaan lalu lintas melakukan pengecekan ulang terhadap
dikode sama meskipun jenis kecelakaannya formulir rekam medis lain untuk mendapatkan
berbeda. Hal ini dikarenakan koder tidak kode yang lebih akurat dan spesifik.

Ketepatan Kode Lima Digit External Cause Kasus Kecelakaan Lalu Lintas

Tabel 2 Ketepatan Kode Lima Digit External Cause Kasus Kecelakaan Lalu Lintas di RSUD dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2014

Kode External Cause Jumlah Persentase (%)


Tepat 0 0%
Tidak Tepat 94 100 %
Total 94 100 %

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa kode agar kebutuhan informasi antara keduanya
external cause lima digit belum dilakukan dapat terpenuhi.
karena tidak ada kode yang ditulis tepat pada Kode external cause seringkali
digit kelimanya. Karakter kelima pada kode dianggap sepele karena dianggap tidak
external cause merupakan kode mengenai mempengaruhi nominal klaim. Akan tetapi dari
aktivitas yang sedang dilakukan korban saat kode external cause ini dapat menentukan
terjadi kecelakaan. Pada lembar UPF Gawat kasus tersebut diklaim oleh Jasa Raharja atau
Darurat (emergency) tidak tersedia kolom BPJS khususnya dari segi informasi aktivitas.
untuk aktivitas korban sehingga aktivitas Seperti kasus seorang karyawan saat berangkat
korban penderita kecelakaan tidak dapat dilihat kerja terjadi kecelakaan, maka dikategorikan
dari formulir ini. Aktivitas korban dapat dilihat dalam kecelakaan kerja, sehingga kecelakaan
dari anamnesa bila diisi lengkap mengenai ini di klaim oleh BPJS Ketenagakerjaan bukan
aktivitas yang sedang dilakukan korban. oleh Jasa Raharja. Oleh sebab itu, maka kode
Namun pada formulir-formulir yang ada, external cause penting dilakukan secara tepat
peneliti tidak menemukan rekam medis dengan dan spesifik untuk mendeskripsikan penyebab
catatan tentang aktivitas yang lengkap. luar dari suatu cedera dalam hal ini kecelakaan
Kelengkapan pengisian rekam medis lalu lintas, termasuk tempat kejadian dan
akan membantu koder dalam mengkode. Oleh aktivitas yang sedang dilakukan korban cedera.
sebab itu diperlukannya komunikasi efektif Hal tersebut agar tidak terjadi kesalahan klaim
yang terjalin antara petugas medis dan petugas asuransi, sehingga bila dilakukan audit medis
rekam medis khususnya koder guna hal ini tidak dianggap temuan yang merugikan
menghasilkan informasi yang relevan yang pihak rekam medis dan rumah sakit
digunakan dalam pengkodean. Selain itu
komunikasi efektif sangat penting antara Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketepatan
dokter, petugas medis lainnya dengan pasien. Kode Kasus Kecelakaan Lalu Lintas
Hal ini agar proses penggalian tentang riwayat Berdasarkan hasil analisis kuantitaif, kode
penyakit, kronologis kejadian penyakit lebih external cause dari 94 dokumen rekam medis
akurat bagi dokter (Ali dan Sidi, 2008). pasien diperoleh sebesar 75% kode empat digit
Komunikasi sesama teman sejawat seperti dan 100% kode lima digit tidak tepat. Hal
halnya komunikasi antara petugas medis dan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan
petugas rekam medis perlu dijalin dengan baik pengkodean pada ICD-10 bahwa setiap kondisi
pasien harus dikode spesifik sesuai dengan

39
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

informasi hasil pelayanan (ICD-10 Volume 2, dengan input meliputi diagnosa external cause
2010). Menindaklanjuti temuan tersebut, yang tidak dituliskan, tata cara pengkodean
dilakukan wawancara mendalam dengan satu yang tidak sesuai dengan ketentuan dan
informan utama (koder/informan 1) dan satu kurangnya sumber daya manusia serta yang
informan triangulasi (kepala rekam medis/ berkaitan dengan proses yaitu pelaksanaan
informan 2). Informasi yang diperoleh terkait pengkodean external cause kasus KLL.
faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan Matriks hasil wawancara dapat dilihat pada
kode external cause yaitu hal yang berkaitan Tabel 3 berikut:

Tabel 3 Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Dua Informan di RSUD dr. Soekardjo
Kota Tasikmalaya Tahun 2014

No Variabel Informan 1 Informan 2


Input
1 Diagnosis - Diagnosis external cause seringkali - Pencatat tidak mencantumkan
external cause tidak dituliskan di slip pasien keluar penyebab
yang tidak - petugas pencatat telah difasilitasi - item tempat kejadian KLL telah
dituliskan dengan format ceklist pada formulir tersedia tapi aktivitas pada
gawat darurat untuk mempermudah formulir gawat darurat memang
pengisian, pemanfaatannya belum tidak ada
optimal
2 Tata cara - Pengkodean dilakukan di slip pasien - Langkah pengkodean tetap
pengkodean rawat inap bukan pada formulir CM 1 mengikuti kaidah pada ICD-10
- Pengkodean dilakukan berdasarkan - Belum menjalankan standar
klasifikasi pada ICD-10 operasional sepenuhnya

3 Sumber Daya - Koder external cause hanya satu orang - Banyaknya dokumen yang harus
Manusia - Kurangnya kesadaan petugas pencatat dikode tidak sebanding dengan
tentang data penunjang external cause jumlah petugas
Proses
4 Pelaksanaan - Pengkodean dilakukan pada slip pasien - Pengkodean hanya mengacu
Pengkodean keluar informasi pada slip pasien keluar
external cause - Kode yang dihasilkan cenderung sama tanpa melakukan klarifikasi ke
Kasus KLL karena informasi yang kurang jelas dokumen pasien
- Sejauh ini tidak menimbulkan hambatan - Belum ditemukan kesesuaian
pelaporan data morbiditas jumlah kecelakaan dengan
laporan external cause

40
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Selanjutnya akan dibahas satu persatu dua atau lebih kendaraan maka kendaraan
faktor tersebut sesuai dengan informasi dari yang menjadi penyebab terjadinya
informan sebagai berikut : kecelakaan, baik pengemudi maupun
1. Diagnosis external cause yang tidak penumpang kendaraan tersebut tidak
dituliskan terjamin dalam UU. No. 34 Tahun 1964
Berdasarkan hasil wawancara dengan tentang Dana Pertanggungan Wajib
kepala rekam medis tanggal 27 Mei 2015 Kecelakaan Lalu Lintas Jalan pasal 13,
bahwa ketepatan kode dipengaruhi oleh maka kasus tersebut tidak dapat dijamin
kelengkapan pencatatan dan spesifiknya Jasa Raharja.
diagnosis yang dituliskan dokter.
Hal ini sejalan dengan pendapat Savitri 2. Tata cara pengkodean
(2011) bahwa ketepatan kode dipengaruhi Tata cara pengkodean merupakan
oleh beberapa faktor diantaranya tulisan aspek metode yang telah diterapkan di
dokter yang sulit dibaca, diagnosis yang rumah sakit. Pengkodean yang dilakukan di
tidak spesifik, dan keterampilan petugas rumah sakit dr. Soekardjo yaitu dilakukan
koding dalam melakukan kode. pada slip pasien keluar sehingga koder
Diagnosis external cause merupakan tidak menelusuri keterangan lain yang ada
aspek material/ bahan dasar pengkodean, di dokumen rekam medis untuk mengetahui
seringkali tidak dituliskan di slip pasien kode yang lebih akurat dan spesifik. Hal
keluar sehingga koder tidak mengkode tersebut dilakukan guna meningkatkan
diagnosa external cause. Kurangnya efisiensi pelayanan. Pertimbangannya
kesadaran petugas medis dalam menuliskan adalah agar data morbiditas dapat
diagnosa external cause menyebabkan dilaporkan tepat waktu tanpa mengurangi
external cause sering kali tidak terlaporkan. manfaat data tersebut sehingga tahun 2012
Hal ini menyebabkan kasus dikeluarkan kebijakan internal Kepala
kecelakaan yang tidak sama jumlahnya Rekam Medis bahwa kegiatan pengkodean
dengan laporan morbiditas yang ada. tidak dilakukan pada dokumen rekam
Berbeda dengan ketentuan pedoman ICD- medis pasien.
10 dimana semua informasi yang Pelaksanaan tata cara pengkodean
mempengaruhi kondisi penderita perlu rawat inap dilakukan pada slip pasien
diperhatikan, pada kenyataan di lapangan keluar bukan pada dokumen rekam medis
pihak provider informasi (Rumah Sakit) formulir CM 1 (Ringkasan Masuk dan
belum sepenuhnya menjalankan hal Keluar) dengan tetap mengacu pada
tersebut. Pihak user belum sampai klasifikasi penyakit ICD-10, sehingga perlu
menuntut data spesifik laporan external adanya perbaikan pelaksanaan koding yang
cause kasus KLL baik asuransi, kepolisian akhirnya mengacu pada SOP. Menurut
maupun stake holder. Sejauh ini masih Lumenta (2007) yang dikutip oleh Diki
sekedar kuantitas morbiditas external cause (2014) menerangkan SOP bertujuan agar
yang dimanfaatkan. proses kerja rutin terlaksana dengan efisien,
Kelengkapan informasi penyebab luar efektif, konsisten dalam rangka
serta ketepatan kodenya diperlukan dalam meningkatkan mutu pelayanan melalui
klaim asuransi, karena tidak semua pemenuhan standar yang berlaku.
kecelakaan ditanggung oleh penjamin Jasa
Raharja tetapi juga oleh BPJS. Misalnya 3. Sumber Daya Manusia (SDM)
apabila terjadi kecelakaan yang melibatkan Kurangnya kesadaran tenaga medis
mengenai pentingnya penulisan diagnosa
41
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

external cause menyebabkan diagnosa merupakan formulir yang diisi oleh perawat
tersebut tidak dituliskan di formulir rekam mencakup di dalamnya anamnesis
medis maupun slip pasien keluar sehingga keperawatan.
mengurangi informasi penting rekam Koder dapat melihat formulir UPF
medis. Hal tersebut dapat menyebabkan Gawat Darurat saat melakukan kodefikasi
ketidakakuratan pada kode external cause. penyebab luar, karena dalam formulir
Telah diupayakan mengadakan sosialisasi tersebut terdapat informasi mengenai
dan evaluasi pelayanan terkait hal tersebut, tempat kejadian (tempat tinggal, tempat
akan tetapi masih tetap informasi hasil kerja, pelayanan umum, dan lain-lain),
pelayanan belum optimal. status penderita (pengendara, penumpang,
Disamping itu, koder bertanggung penyebrang jalan, dll), kendaraan yang
jawab atas keakuratan kode dari suatu terlibat (mobil, motor, truk, dll), dan sebab
diagnosis yang sudah ditetapkan oleh kecelakaan (menabrak/serempetan,
tenaga medis atau dokter. Berdasarkan tabrakan dengan kendaraan/Kereta
pengamatan, koder mengalami kesulitan Api/pohon) yang menunjang koder dalam
dalam melakukan pengkodean karena melakukan pengkodean external cause
tingginya kunjungan pasien berobat suatu penyakit dan masalah kesehatan.
menyebabkan dokumen rekam medis yang Sayangnya kegiatan tersebut tidak
dikelola semakin banyak. Hal ini tergambar dilaksanakan. Semenjak tahun 2012 hingga
dari tingginya kunjungan di rumah sakit dr. sekarang, dengan terus meningkatnya
Soekardjo setiap harinya, sehingga tinggi kunjungan pasien dan guna efisiensi
pula beban kerja petugas dalam mengolah pelayanan maka pelaksanaan pengkodean
data pasien khususnya kodefikasi yang tidak lagi dilakukan pada dokumen rekam
dilakukan koder tidak pada dokumen rekam medis pasien tetapi dilakukan pada slip
medis, tetapi dilakukan pada slip pasien pasien keluar. Ketentuan tersebut
keluar yang selanjutnya tidak dipindahkan didasarkan pada kebijakan internal Kepala
ke CM 1. Hal ini akan mempermudah Rekam Medis RSUD dr. Soekardjo Kota
pekerjaan koder namun dapat menyebabkan Tasikmalaya.
ketidaktepatan pengkodean karena petugas Depkes (2006) menjelaskan bahwa
tidak melihat formulir-formulir rekam tenaga rekam medis sebagai seorang
medis pendukung lainnya untuk pemberi kode bertanggungjawab atas
mendapatkan kode yang lebih akurat dan keakuratan kode dari suatu diagnosis yang
rinci. ditetapkan oleh tenaga medis. Petugas
rekam medis harus membuat koding sesuai
4. Pelaksanaan Pengkodean Kasus KLL klasifikasi yang tepat. Ketepatan kode
Pengkodean rawat inap di RSUD dr. penting dilakukan demi tercapainya
Soekardjo Kota Tasikmalaya dilakukan pelaporan yang tepat berdasarkan kasus
pada slip pasien keluar tidak ditulis di CM yang ada. Apabila pengkodean salah dan
1 (Ringkasan Masuk dan Keluar), tidak optimal maka akan mempengaruhi
sedangkan keterangan external cause dapat pelaporan morbiditas.
dilihat dari formulir UPF Gawat Darurat Sejalan dengan hasil wawancara
(emergency) dan data pengkajian bahwa kasus kecelakaan seringkali tidak
keperawatan. Lembar UPF Gawat Darurat sama jumlahnya dengan laporan morbiditas
(emergency) merupakan formulir gawat (kode external cause) yang ada. Hal
darurat khusus untuk kasus kecelakaan. tersebut terjadi karena seringkali diagnosa
Sedangkan data pengkajian keperawatan external cause tidak dituliskan di slip

42
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

pasien keluar oleh petugas medis sehingga Keterangan aktivitas tidak terdapat
koder tidak melakukan kodefikasi external pada formulir UPF Gawat Darurat
cause. sebagaimana keterangan external
Pengkodean kasus KLL di RSUD dr cause lainnya yang sudah disediakan
Soekardjo Kota Tasikmalaya hanya isiannya pada formulir tersebut.
dilakukan pada slip pasien keluar tanpa 2. Tata cara pengkodean external cause
melakukan klarifikasi informasi penunjang Pengkodean dilakukan di slip pasien
lain pada dokumen rekam medis pasien. keluar tidak pada formulir CM 1
Koder melakukan pengkodean seadanya dokumen rekam medis pasien. Hal
sesuai informasi yang tertulis pada slip tersebut mengidentifikasikan bahwa
tersebut. Tidak heran jika 75% hasil kode pengkodean masih belum sepenuhnya
yang ditemukan tidak tepat dan tidak mengikuti standar operasional yang
spesifik. Mayoritas kondisi external cause ditetapkan.
dikelompokan ke kode yang sama. Hal 3. Sumber daya manusia
tersebut berdampak pada data morbiditas Volume kerja yang tinggi tidak
yang dilaporkan tidak spesifik dan belum sebanding dengan kuantitas koder
memperlihatkan kesesuaian jumlah ditunjang dengan kurangnya kesadaran
kecelakaan dengan laporan kasus KLL. petugas pencatat terkait informasi hasil
Data yang dilaporkan pada user pelayanan sehingga pelaksanaan
(Kepolisian, asuransi, stake holder) pengkodean tidak optimal.
cenderung global. User memang belum 4. Pelaksanaan pengkodean kasus KLL
menuntut informasi spesifik laporan Pelaksanaan pengkodean dilakukan
tersebut tetapi alangkah baiknya jika lebih pada slip pasien keluar tanpa
rinci yang dilaporkan maka lebih luas melakukan klarifikasi informasi
cakupan informasi yang disampaikan penting lainnya sehingga kode yang
kepada masyarakat. diperoleh tidak tepat, akurat dan
spesifik. Hal itu berimbas pada laporan
Kesimpulan morbiditas yang tidak sesuai dengan
yang seharusnya dilaporkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase ketepatan kode empat digit
Saran
external cause sebanyak 24,5 %, sedangkan
Berdasarkan simpulan tersebut maka
persentase kode yang tidak tepat dengan
peneliti memberikan saran bagi Rumah Sakit
presentase 75,5 % dan persentase kode lima
sebagai berikut :
digit external cause diperoleh 100 % tidak
1. Mengingat pengkodean akan
tepat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
mempengaruhi pelaporan morbiditas dan
tingginya pesentase ketidaktepatan kode
kualitas data itu sendiri. Maka perlu
kasus KLL berdasarkan ICD-10 di RSUD
dilakukannya evaluasi berkala terhadap
dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya tahun 2014
pengkodean. Hal ini dapat dilakukan
adalah:
dengan cara melakukan monitoring kerja
1. Diagnosis external cause yang tidak
secara berkala dan dibahas dalam rapat
dituliskan menyebabkan kode yang
internal rekam medis atau dengan
dihasilkan tidak spesifik baik kode
melakukan apel/briefing sebelum/sesudah
digit empat tentang tempat kejadian
bekerja, briefing ditujukan untuk
maupun digit lima tentang aktivitas
mengevaluasi pekerjaan yang dihadapi
korban saat kejadian kecelakaan.
sehari-hari.
43
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

2. Keterangan aktivitas diperlukan agar kode Departemen Pendidikan Indonesia. (2005).


yang dihasilkan akurat, tepat dan spesifik. Kamus besar Bahasa Indonesia edisi
Informasi aktivitas juga dibutuhkan untuk ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
keperluan prosedur klaim asuransi. Oleh DPP Pormiki. (2011). Materi pelatihan
sebab itu pada formulir UPF Gawat Darurat manajemen rumah sakit dalam
penting menambahkan item keterangan menunjang akreditasi dan statistik rumah
aktivitas. sakit dan klasifikasi penyakit. Yogyakarta
3. Sosialisasi berkala untuk lebih merefresh Hatta, Gemala. (2011). Pedoman manajemen
petugas pemberi pelayanan tentang informasi kesehatan di sarana pelayanan
penulisan diagnosa external cause baik kesehatan. Jakarta: UI Press.
pada dokumen rekam medis maupun pada Korp lalu lintas. (2015). Grafik Fatalitas
slip pasien keluar. Selain itu koder Kecelakaan. Diakses 16 januari 2015 dari
diharapkan menuliskan kode yang lebih www.korlantas-irsms.info.
spesifik sesuai dengan keterangan external Menkes Republik Indonesia. (2008).
cause yang ada. Sosialisasi ini dapat Peraturan Mentri Kesehatan Republik
dilakukan dari kepala rekam medis dalam Indonesia Nomor
pertemuan rapat koordinasi pelayanan 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang
kesehatan dan pertemuan-pertemuan tenaga Rekam Medis. Jakarta: Depkes.
medis. Menkes Republik Indonesia. (2013).
4. Untuk mengoptimalkan hasil kode external Peraturan mentri kesehatan republik
cause hendaknya pengkodean dilakukan indonesia nomor 55 tahun 2013 tentang
penyelenggaraan pekerjaan rekam medis.
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Maka Jakarta: Depkes
pelaksanaan pengkodean sebaiknya Menkes Republik Indonesia. (2014).
kembali menyesuaikan dan mengacu pada Peraturan mentri kesehatan republik
indonesia nomor 27 tahun 2014 tentang
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
petujuk teknis sistem indonesia case base
berlaku yaitu SOP dengan nomor groups (INA CBGs). Jakarta: Depkes.
12/CM/2010 tentang Pemberian Kode Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka
Penyakit (coding).
Cipta.
Ramdan, Diki Fahrul. (2014). Tinjauan
Daftar Pustaka pelaksanaan standar operasional
prosedur (SOP) pengembalian dokumen
Ali, M.M dan Sidi, Ieda P S. (2008). Manual rekam medis rawat inap RSU dr.
komunikasi efektif dokter-pasien. Jakarta: Soekardjo tahun 2014. Karya Tulis Ilmiah
Konsil Kedokteran Indonesia. Lembaga Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.
konsultan peraturan bisnis indonesia Tasikmalaya: tidak diterbitkan
Budi, Savitri Citra. (2011). Manajemen unit Rustiyanto, Ery. (2009). Etika profesi rekam
kerja rekam medis. Yogyakarta: Quantum medis dan informasi kesehatan. Jakarta:
Sinergis Media Graha Ilmu.
Depkes Republik Indonesia. (2006). Pedoman Sugiyono. (2009). Metode penelitian
penyelenggaraan dan prosedur rekam kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:
medis rumah sakit di Indonesis revisi II. Alfabeta
Jakarta: Depkes RI. Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun
2009. Jakarta: Sinar Grafika

44
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

WHO. 2005. International statistical classification of diseases and related


health problems (ICD) 10th revision (Volume
1-3). Geneva: WHO. Record Inpatient Of Orthopedic Specialist
Wibowo. (2013). Perilaku dalam organisasi. Surgery In RSKB Banjarmasin Siaga In
Jakarta: Rajawali Pers. Yuliana, Rina. Et 2013. Jurnal Manajemen Informasi
al. 2013. Review For External Cause Kesehatan Indonesia, ISSN: 2337-
Coding Of Injury Case On Medical 585X. Vol 2. (1). 45-53.

45
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Persepsi Pelanggan Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kecamatan


Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun 2015 : Suatu Studi Kasus
Yuhani1, Herlina2

Customer Perception Regarding the Quality of Health Services in Puskesmas Public


Health Center of Pasar Rebo, East Jakarta, in 2015: A Case Study

Abstrak
Masyarakat Indonesia pada saat ini membutuhkan pelayanan kesehatan yang bermutu dapat dilihat
berdasarkan lima dimensi mutu yaitu cepat tanggap (responsiveness), keandalan (reliability), jaminan
(assurance), empati (emphaty), dan bukti langsung (tangible). Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui
persepsi pelanggan (pasien dan petugas kesehatan) tentang mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan
Pasar Rebo Jakarta Timur dan studi ini dilakukan pada bulan Mei 2015. Jenis penelitian ini merupakan
rancangan studi kasus adalah studi kualitatif. Fokus penelitian meliputi tangible (kebersihan, kenyamanan,
kelengkapan alat, dan ketersediaan obat), responsiveness (kecepatan dan prosedur alur pelayanan), reliability
(Pelatihan,, biaya, tanggung jawab petugas, jadwal pelayanan dan disiplin petugas), emphaty (keadilan mendapat
pelayanan), assurance (kesopanan/keramahan petugas, keamanan, kemampuan fisik, intelektual petugas dan
reward). Sampel dalam penelitian ini adalah informan kunci dan informan pendukung, jenis sampel purposive
sampling yang menjadi subjek penelitian sebanyak 7 informan meliputi : kepala seksi pelayanan 1 selaku
informan kunci, dan informan pendukungnya ada 6 orang. Teknik pengumpulan data melalui wawancara
mendalam dan observasi nonpartisipan. Pedoman wawancara menggunakan alat perekam tape recorder,
pedoman observasi menggunakan kamera dan catatan lapangan. Hasil wawancara mendalam dengan informan
kunci mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo adalah sudah baik dan hasil wawancara
mendalam maupun hasil observasi tentang tangible dalam kategori cukup baik, sedangkan berdasarkan dimensi
responsiveness, reliability, emphaty, assurance dalam kategori baik. Dengan mempertahankan mutu pelayanan
kesehatan yang baik dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pelanggan yang berobat.

Kata Kunci: Persepsi, Mutu Pelayanan Kesehatan.

Abstract
The Indonesian society at present needs quality health services which can be seen based on five quality
dimensions, i.e. quick response (responsiveness), reliability, assurance, empathy and direct evidence/proof
(tangibility). This case study aims to determine customers’ perception (patient and health officers) on quality
health services at Pasar Rebo Sub-District of East Jakarta Community Health Centre and this study was carried
out in the month of May 2015. This type of study is a qualitative case study design. Study focus covered tangible
(cleanliness, comfort, comprehensive equipments and drug availability), responsiveness (speed and service flow
procedures), reliability (training, costs, officers’ responsibilities, service schedule and displinary officers),
empathy (equity in services), assurance (courteous/friendly officers, safety, physically-able, intellectual officers
and reward). Study samples were key and supporting informants, type of purposive sampling became the study
subject for 7 informants covering: 1 Section Head Of Service as key informant and 6 supporting informants.
Data collection techniques through in-depth interviews and non-participant observations. Interview guidance
using a tape recorder, observation guidance using a camera and field notation. In-depth interview with quality
health services key informant at Pasar Rebo Sub-District Community Health Centre was good and results of in-
depth interviews as well as observation on tangibility were in the passably category, while based on
responsiveness, reliability, empathy, assurance dimensions were in good category. By upholding good quality
health services can lead to every patients’ satisfaction seeking treatment.
Key Words : Perception, Quality, Health Services.

1
Pegawai Puskesmas Kecamatan Kota Manna Bengkulu Selatan
2
Dosen pada STIKes Persada Husada Indonesia
46
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Pendahuluan dibuktikan dengan diperolehnya sertifikasi ISO


Pengembangan kegiatan program jaminan 9001:2008 untuk pelayanan kesehatan
mutu disebuah institusi pelayanan kesehatan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo pada tahun
bertujuan untuk menyediakan pelayanan 2010. Menurut data jumlah kunjungan pasien
kesehatan sebaik mungkin kepada pasien dan di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo di dapat
pengguna jasa pelayanan kesehatan lainnya jumlah kunjungan pasien pertahun yaitu: pada
(pelanggan). Pasien sebagai pelanggan harus tahun 2012 sebanyak 106.886 jiwa, pada tahun
selalu menjadi fokus perhatian pada setiap 2013 terjadi peningkatan jumlah kunjungan
proses pengembangan mutu pelayanan pasien sebanyak 119.769 jiwa, kemudian pada
(program jaminan mutu atau quality tahun 2014 jumlah kunjungan pasien terjadi
assurance). Keberadaan institusi pelayanan penurunan jumlah kunjungan pasien sebanyak
kesehatan dimasyarakat sangat tergantung dari 109.769 jiwa. Berdasarkan pra survei yang
kedua kelompok pelanggan ini. dilakukan oleh peneliti keluhan yang
Pemberi pelayanan kesehatan harus ditemukan pada pasien adalah waktu tunggu
memahami status kesehatan dan kebutuhan yang sangat lama.
pelayanan kesehatan masyarakat yang Dalam meningkatkan mutu pelayanan,
dilayaninya dalam menentukan bagaimana terlebih dahulu harus di ketahui apakah
cara yang paling efektif menyelenggarakan pelayanan yang telah diberikan kepada
pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan pasien/pelanggan selama ini telah sesuai
yang bermutu terbentuk dari lima dimensi, dengan harapan pasien/pelanggan. Oleh karena
yaitu tangible (bukti fisik), reliability itu peneliti ingin menggali informasi secara
(kehandalan), responsiveness (daya tanggap), mendalam mengenai “Persepsi Pelanggan
assurance (jaminan), dan emphaty (empaty). Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan di
Dengan memperhatikan lima dimensi tersebut Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta
maka pemberi layanan dapat membentuk Timur tahun 2015”.
layanan kesehatan yang bermutu, (Muninjaya,
2011, p.10). Metode
Hasil penelitian sebelumnya yang Jenis penelitian ini merupakan penelitian
membahas hubungan mutu pelayanan deskriptif kualitatif dengan rancangan studi
kesehatan dengan tingkat kepuasan pelanggan kasus. Fokus penelitian ini mengacu pada
di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta pertanyaan bagaimana persepsi pelanggan
Timur dalam penelitan Agung Prabowo, terhadap mutu pelayanan kesehatan di
Anthony (2013) menunjukan tingkat kepuasan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo baik dari
pasien terhadap pelayanan kesehatan sudah segi responsiveness, reliability, assurance,
baik walaupun masih ada yang harus emphaty, dan tangible yang berada di
diperbaiki pada dimensi (assurance dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Metode
reliability). yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo wawancara mendalam dan observasi. Jenis
merupakan salah satu Puskesmas yang di sampel yang digunakan adalah purposive
kelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sampling yaitu dipilih dengan pertimbangan
khususnya Jakarta Timur selaku salah satu dan tujuan tertentu. Dalam penelitian ini yang
penyedia jasa pelayanan kesehatan dan menjadi subjek penelitian sebanyak 7 orang
komitmen Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo adalah: kepala seksi pelayanan 1 informan
untuk meningkatkan mutu diantaranya adalah sebagai informan kunci, dan pelanggan ada 6
pelaksanaan Manajemen Mutu yang informan.
47
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Analisa data dilakukan dalam proses, ini sesuai dengan pernyataan informan
berarti analisa sudah mulai dilakukan sejak kunci yang berinisial “L” berikut:
pengumpulan data dan dilakukan secara “Alhamdullilah yah kalau kebersihan
intensif. Untuk menetapkan keabsahan data lingkungan yah tiap lantai kita itu ada
dalam penelitian ini menggunakan triangulasi cleaning service kemudian kita siapkan
sumber dan triangulasi metode. juga tong sampah”.
Triangulasi sumber adalah menguji Berdasarkan hasil wawancara
kredibilitas dilakukan dengan cara mengecek mendalam tentang kelengkapan alat-alat
data/menggali kebenaran informan tertentu dan ketersediaan obat-obatan di puskesmas,
melalui berbagai metode dan sumber perolehan informan kunci mengatakan bahwa
data. Pada penelitian ini, triangulasi sumber kelengkapan dan ketersediaan obat sudah
data selain dilakukan terhadap informan kunci baik. Hal ini sesuai dengan kutipan
yaitu kepala seksi pelayanan kesehatan, pernyataan informan yang berinisial “L”
peneliti juga akan melakukan wawancara berikut:
mendalam kepada 6 orang pelanggan sebagai “Alhamdulillah semua tersedia, untuk obat
informan pendukung. Dengan menggunakan obat injeksinya ada, kayak cairan mtb trus
sumber informasi yang berbeda diharapkan obat injeksi, kemudian mtb ada”.
memberikan keterangan yang lebih akurat,
yakni membandingkan apa yang di “Alat-alat juga cukup lengkap, juga
informasikan oleh informan dengan kondisi dilengkapi lab dan rawat inap, ambulance
data yang ada di Puskesmas Kecamatan Pasar juga.
Rebo Jakarta Timur. Berdasarkan uraian diatas tergambar
Triangulasi metode untuk menguji bahwa tangible di Puskesmas Kecamatan
kredibilitas data dilakukan dengan cara Pasar Rebo menurut persepsi informan
membandingkan informasi atau data yang kunci sudah baik.
berbeda. Sebagaimana dikenal dalam
penelitian kualitatif peneliti menggunakan 2. Responsiveness
metode wawancara mendalam, dan observasi. Hasil wawancara mendalam tentang
Untuk memperoleh kebenaran informasi yang kecepatan pelayanan, informan kunci
handal dan gambaran yang utuh mengenai mengatakan bahwa kecepatan pelayanan
informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan sudah cukup baik namun masih harus
metode pengumpulan data yang berbeda yaitu ditingkatkan lagi. hal ini sesuai dengan
wawancara mendalam dan observasi langsung kutipan pernyataaan informan yang
untuk mengecek kebenarannya. berinisial “ L” berikut:
“lumayan cepat yah, kalau pasien nya tidak
Hasil dan Pembahasan banyak atau misalnya maaf yah pasien
dalam tanda kutip tidak rewel artinya tidak
Hasil
rewel ketika misalnya kita bilang bu sat ini
Wawancara Mendalam dengan Informan ibu hanya kita berikan obat untuk rujukan
Kunci nya kalau memang obatnya nggak sembuh
1. Tangible ibu bisa datang lagi nanti kita berikan
Berdasarkan hasil wawancara surat tapi kadang pasien itu ada yang
ngeyel minta rujukan pada saat itu
medalam dengan informan kunci mengenai
sehinggakan lama kan.”
kebersihan dan kenyamanan lingkungan Hasil wawancara mendalam kepada
Puskesmas. Informan menyatakan bahwa informan kunci mengenai kejelasan
kebersihan dan kenyamaan sudah baik hal prosedur/alur pelayanan, informan kunci

48
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

mengatakan prosedur/alur pelayanan sangat sesuai pernyataan informan yang berinisial


jelas dan selalu dijelaskan pada semua ”L” sebagai berikut:
pasien dan sudah di tempel di depan loket. “Alhamdulliah yah masing masing e
Hal ini seperti kutipan pernyataan informan menyadari bahwa mereka mempunyai
kunci yang berinisial “ L “ berikut: tanggung jawab karena e mereka kan
sudah diberikan selain kartu DKI yah
“Biasanya ambil nomor antrian nanti
selain diberi THD bantuan hidup dasar,
dipanggil loket gitu ya, lalu disesuaikan
gaji, mereka juga diberikan tunjangan kan,
misalnya anak dibawah lima tahun di mtbs
dengan tunjangan ini otomatis membuat
disana juga udah ada poli mtbs, anak
mereka terikat dengan kewajiban
diatas lima tahun di poli umum kalau e e
kewajiban kewajibannnya”.
usia diatas 55 tahun diarahkan ke lansia
Hasil wawancara dengan informan
kita juga ada poli lansia di selasa kamis
selebihnya... masing-masing mereka yang kunci tentang jadwal pelayanan semua
punya bpjs mereka menggunakan bpjs yang informan mengatakan bahwa menurut
enggak mereka kena retribusi.” informan jadwal pelayanan sudah baik
Berdasarkan uraian diatas tergambar sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
bahwa Responsiveness di Puskesmas hal ini sesuai pernyataan informan yang
Kecamatan Pasar Rebo menurut persepsi berinisial“ L” sebagai berikut:
informan kunci sudah baik. “Jadwal buka kami set 8-set 12 untuk
pelayanan pagi nanti buka lagi dari jam 1-
3. Reliability 3 karena nanti kan ada pelayanan 24
Hasil wawancara tentang pelatihan, jam”.
Hasil wawancara dengan informan
semua informan mengatakan bahwa
kunci tentang disiplin petugas, semua
terdapat pelatihan untuk petugas. hal ini
informan menyatakan bahwa semua
sesuai kutipan pernyataan informan yang
petugas sudah baik sesuai jam kerja yng di
berinisial “L ” sebagai berikut:
tentukan. hal ini sesuai pernyataan
“E setiap e ini tuh mengadakan
pelatihanjadi baik itu pelatihan bukan informan yang berinisial “ L” sebagai
jejeran kami artinya kami mengikut berikut:
sertakan mereka gitu, memfasilitasi mereka “Alhamdulillah ya, kami sih, karena kami
gitu ya yang layak dilakukan dinas sudah absen jari, ya absen jari itu artinya
kesehatan atau pihak swasta itu kami gak bisa bohong, gak bisa istilahnya e akal-
mengikutsertakan mereka supaya mereka e akalan karena semua absennya sudah
tetap terupdate ilmunya”. handkey”.
Berdasarkan hasil wawancara Uraian diatas tergambar bahwa
mendalam dengan informan kunci tentang reliability di puskesmas Kecamatan Pasar
kewajaran biaya, informan kunci Rebo menurut persepsi informan kunci
mengatakan bahwa biaya yang di pungut petugas sudah baik.
sangat wajar bahwa yang umum bayar 2000
rupiah dan yang BPJS gratis udah dapat 4. Emphaty
obat. Hal ini sesuai pernyataan informan Hasil wawancara mengenai keadilan
yang berinisial “L” sebagai berikut: mendapat pelayanan, informan kunci
“Ya, kena retribusi pemerintah yah 2000 mengatakan bahwa petugasnya adil dan
ribu rupiah, udah plus obat”. wajar dalam memberikan pelayanan bahwa
Informan kunci mengatakan bahwa pasien diperlakukan sama. hal ini sesuai
semua petugas sudah bertanggungjawab kutipan pernyataan informan yang
sesuai dengan tugas masing-masing. hal ini berinisial “L” sebagai berikut:

49
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

“:Kita sih buat sesuai antrian yah bu tapi pelatihan bukan jejeran kami artinya
kalau misalkan pasien memang emergency mengikutsertakan mereka gitu”.
itu memang ada jalur khusus jadi artinya e Berdasarkan hasil wawancara
makanya kan untuk lansia mereka kan gak mengenai kesopanan dan keramahan
ikutkan di poli umum mereka di poli lansia petugas bahwa petugasnya sopan dan
gitukan jadi mereka lebih ter apa terpisah
ramah. hal ini sesuai kutipan pernyataan
gitukan”.
Berdasarkan uraian diatas tergambar informan yang berinisial “L ” sebagai
bahwa emphaty di puskesmas Kecamatan berikut:
Pasar Rebo menurut persepsi informan “Ya ehm kita makanya disini akan
mengadakan puskesmas pasar rebo akan
kunci sudah baik.
mengadakan service excelent, service
excelent adalah pelayanan prima dimana
5. Assurance pelayanan yang kami berikan melebihi
Hasil wawancara dengan informan dengan e keinginan dari pasien. Kami
kunci semua petugas mengatakan otomatis sebelum apa istilahnya
keamanan sudah baik. hal ini sesuai memberikan pelayanan prima kita akan
melatih petugasnya untu service excelent
pernyataan informan yang berinisial “ L”
artinya untuk melatih senyum, sapa,
sebagai berikut: salam”.
“Ee, karena kita punya security ya punya Hasil wawancara tentang reward
keamanan yang bertugas dikalau pagi
untuk petugas, informan kunci mengatakan
bahkan petugas keamanannyapun ikut
membantu dibagian pelayanan yaitu belum pernah ada karena puskesmas belum
dibagian loket, e kalau malam mereka pernah memberikan itu, hal ini sesuai
berjaga di garda depan dan pelayanan dengan pernyataan informan yang berinisial
rawat inap, itu tadi pelayanan 24 jam, “L” berikut:
Alhamdulillah sih udah”. “Kalau dari pihak puskesmas gak yah?
Berdasarkan hasil wawancara tentang Karena reward nya udah berupa tunjangan
kemampuan petugas, informan kunci jadi artinya tuh kalau misalnya dia bagus
mengatakan bahwa kemampuan petugas cepet apa istilahnya apa istilahnya tepat
sudah baik semua petugas menyatakan waktu, kemudian apa istilahnya e
sudah baik. hal ini sesuai kutipan keberadaan disini nya bagus, kerja sama
timnya bagus, itukan nilainya tinggi tuh,
pernyataan informan yang berinisial “ L”
otomatis tunjangan kinerja nya dapatnya
sebagai berikut: full kan”.
“Ee masing-masing mempunyai apa Berdasarkan uraian diatas tergambar
kecukupan yang handal ya untuk megang bahwa assurance di puskesmas Kecamatan
apa ya programnya masing-masing baik itu
Pasar Rebo menurut persepsi informan
baik itu perekam medis, orang medis, e
kesling, e gizi, mereka masing-masing kunci sudah baik.
sekarang kami berkomitmen e setiap e ini
tuh mengadakan pelatihan, jadi baik itu

Tabel 1 Matrik Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Kunci

No. Komponen Informan Kunci


Tangible
1. Kebersihan dan kenyamanan lingkungan Ada cleaning service
2. Kelengkapan alat- alat dan ketersediaan Cukup lengkap, tersedia
obat
Responsivenes
50
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

3. Kecepatan pelayanan Lumayan cepat


4. Prosedur Alur pelayanan Ambil nomor antrian nanti dipanggil loket,
kepoli, pemeriksaan,mengambil obat ke apotik.
Reliability
5. Pelatihan Mengadakan pelatihan
6. Kewajaran biaya Bpjs gratis, umum retribusi rp 2000.
7. Tanggungjawab petugas Masing-masing menyadari bahwa mereka
mempunyai tanggung jawab.
8. Jadwal pelayanan Jadwal buka kami set 8-set12 untuk pagi buka
lagi dari jam 1-3.
9. Disiplin petugas Sudah absen jari itu
Emphaty
10. Keadilan mendapat pelayanan Sesuai antrian
Assurance
11. Kesopanan dan keramahan petugas Service excelent
12 Keamanan Punya security
13. Kemampuan fisik dan intelektual Punya kecukupan yang handal
petugas
14. Reward Kalau dari pihak puskesmas nggak ada
sesuai dengan pernyataan informan yang
Wawancara Mendalam dengan Informan berinisial “S” berikut:
Pendukung “Lengkap juga, ada udah ada rawat inap
1. Tangible juga”.
Wawancara mendalam dengan Hasil wawancara dengan informan
informan pendukung mengatakan bahwa mengenai kelengkapan alat-alat ada satu
kebersihan lingkungan yang meliputi ruang informan yang mengatakan masih terbatas
tunggu, ruang periksa sudah baik, hanya karena untuk poli penyakit dalam belum
saja kebersihan WC masih kurang, ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan
sedangkan untuk kenyamanan ruang tunggu informan yang berinisial “P” berikut:
dan ruang periksa masih kurang, terasa “ ya kalo alat-alat masih terbatas lah kalau
sumpek dan sempit, hal ini sesuai dengan untuk poli dalam kan jelas belum ada disini
kutipan pernyataan informan yang hehe”.
berinisial “HH” sebagai berikut: Hasil wawancara dengan informan
“Untuk kebersihan yah lumayan lah tentang ketersediaan obat, semua informan
bersihlah lah yah”. pendukung mengatakan bahwa obat semua
“Kalau wc yah karena umum yah kurang tersedia di apotik puskesmas dan tidak
lah karena umum kan yah karena untuk pernah beri resep untuk beli obat di luar
umum kan ya, kurang, itu yang kurang
apotik puskesmas, hal ini sesuai dengan
agak sumpek, semptit karena memang yang
berobat mungkin banyak.”. pernyataan informan yang berinisial “HH”
Berdasarkan hasil wawancara dengan berikut:
informan mengenai kelengkapan alat-alat, “kalau, kalau semenjak saya sih belum
hampir semua informan mengatakan alat- pernah ada komplit terus dari dulu”.
Wawancara tentang penampilan petugas
alat di puskesmas sudah lengkap dan sudah
kesehatan, hampir semua informan
tersedia untuk rawat inap juga, hal ini
pendukung mengatakan bahwa penampilan

51
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

petugas kesehatan sudah bagus, rapih dan hal ini sesuai dengan pernyataan informan
bersih, hal ini sesuai dengan pernyataan yang berinisial “HH” berikut:
informan yang berinisial “HH” berikut: “nyaman , waktu meriksa dia teliti dan
“kalau perawat kalau ama kalau dokter sabar jadinya kita merasa nyaman”.
yah emang yang seperti itu bagus yah Berdasarkan hasil wawancara dengan
bagus”. informan yang berinisial “LS” bahwa
kalau pasien datang ke puskesmas pasien
2. Responsiveness dijelaskan prosedur/alur pelayanan di
Berdasarkan hasil wawancara puskesmas, hal ini sesuai dengan
mendalam dengan informan pendukung pernyataaan informan berikut:
tentang kecepatan dan ketangkasan “Jelas ya, kalau untuk yang semua pasien
petugas kesehatan dalam memberikan ini tidak ada pengecualian semua tetep
tindakan, bahwa petugas cepat dan teratur untuk pasien bpjs dan umum tetap
serta teliti dalam memberi tindakan, hal prosedurnya adalah pendaftaran nya
ini sesuai dengan pernyataan informan melalui loket nah nanti yang bpjs tinggal
memperlihatkan kartu bpjsnya , bpjs itu
yang berinisial “S” berikut:
dijadikan satu dari mulai kjs, askes,
“cepet. Udah gitu juga teratur kok jamsostek, kalau yang dulu udah punya
nelitinya”. kartu gakin atau apa gitukan”.
Selanjutnya hasil wawancara dengan Selain itu ada juga informan yang
informan yang berinisial “ P” mengenai mengatakan bahwa informan kurang
kecepatan dan ketangkasan petugas paham dengan prosedur/alur pelayanan di
kesehatan dalam memberikan tindakan puskesmas, hal ini sesuai dengan
bahwa informan mengatakan cukup baik, pernyataan informan “ST” berikut:
tergantung situasi banyak sedikitnya “kurang, kurang begitu paham sih
pasien, hal ini seperti pernyataannya prosedurnya”
sebagai berikut: Berdasarkan uraian diatas tergambar
“Ya tergantung kalau emang pasiennya bahwa responsiveness petugas kesehatan
banyak yah kita harus nunggu sabar di puskesmas Kecamatan Pasar Rebo,
hehehehe, cukup baik.” sepenuhnya bisa dikatakan dalam kategori
Namun berdasarkan hasil wawancara
baik.
masih ada informan yang mengatakan
bahwa kecepatan dan ketangkasan
3. Reliability
petugas kesehatan dalam memberikan
Berdasarkan hasil wawancara mendalam
tindakan masih lambat, hal ini sesuai
dengan informan mengenai tentang
pernyataan informan yang berinisial “
ketepatan waktu pelayanan menurut
HH” berikut:
informan sudah cukup baik karena petugas
“Lambat jadi yang nggak semestinya
kesehatan sudah tepat waktu walau kadang
harus nya sudah kesini dia masih lambat
cuman kadang-kadang gitu kan kita kesel agak telat sedikit dalam pelayanan, hal ini
ngeliatnya gitu kan, kan agak ya sedikit sesuai dengan pernyataan informan yang
lambat, lambat memang ya”. berinisial “P” berikut :
Wawancara dengan informan “Tepat waktu kadang kadang dokter
pendukung tentang sikap petugas saat terlambat dikit lah”.
pemeriksaan semua informan mengatakan Namun ada juga informan yang
bahwa sikap petugas saat melakukan mengatakan tidak tahu mengenai ketepatan
pemeriksaan adalah baik karena pada saat waktu pelayanan dikarenakan informan
dilakukan pemeriksaan pasien merasa selalu datangnya ditengah-tengah
nyaman, diperiksa secara teliti dan sabar,

52
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

pelayanan, hal ini sesuai dengan pernyataan 4. Emphaty


informan yang berinisial “ HH” berikut: Berdasarkan hasil wawancara tentang
“kalau saya nggak pernah sih saya pergi di tenaga kesehatan dalam memotivasi untuk
tengah- tengah gitu gak pernah sampai mentaati anjuran dokter bahwa semua
diakhir atau diawal, ditengah tengah gitu informan menyatakan di beri motivasi dan
yah. jadi ya emang ada aja kan gitu kan semangat dalam minum obat, hal ini sesuai
gitu”. dengan pernyataan informan yang berinisial
Berdasarkan hasil wawancara mengenai “ P” berikut:
tanggungjawab petugas kesehatan bahwa “Ya jelas, dikasih cuman ini dikasih supaya
semua informan mngatakan sudah baik pola makan harus terjaga, jaga kebersihan,
karena petugasnya bertanggungjawab, ya istirahat dan lain-lainnya”.
Hal ini sejalan dengan hasil
datang tepat waktu dan langsung dilayani
wawancara dengan informan yang
dengan baik, hal ini sesuai dengan
berinisial “S” yang menyatakan bahwa di
pernyataan informan yang berinisial “ HH”
beri motivasi dan semangat dalam minum
berikut:
obat, hal ini sesuai dengan pernyataannya
“Ya, tepat waktulah, itulah tadi saya
bilang, kalau kita disana cepat dilayani”. berikut:
Hasil wawancara dengan informan “Ya baik, dikasih selalu selalu dikasih
tentang jadwal pelayanan semua informan support minum obat biar jangan lupa di
minum”.
mengatakan bahwa jadwal pelayanan sesuai
Berdasarkan hasil wawancara dengan
jadwal yang ditentukan, hal ini sesuai
informan mengenai kemampuan petugas
dengan pernyatan informan yang berinisial
kesehatan dalam memahami keadaan yang
“P” berikut:
dialami oleh pasien semua informan bahwa
“Sesuai jadwal, setengah 8 udah mulai dan
petugas kesehatan mengerti keadaan pasien
tutup jam 4”
Semua informan menyatakan petugas dimana kalau ada keluhan dari pasien di
kesehatan teliti dalam memeriksa pasien, tanggapi dengan baik, hal ini sesuai dengan
hal ini sesuai dengan pernyatan informan pernyataan informan yang berinisial “HH”
yang berinsial “HH” berikut: sebagai berikut:
“nah itukan tergantung dokternya saya “Ya tanggapannya baik setelah di diagnosa
bilang tadi saya masuk priksa teliti tuh ya dikasih tau gitulo, dikasih tau, Bagus,
makanya agak lama, teliti sekali” dikasih tau bahwa ini obatnya gini gini
Kemampuan petugas dalam masalah obatnya bisa apa manjur atau
nggak nya kan nanti yang penting
menyampaikan informasi sehubungan
diagnosa awal udah”.
masalah kesehatan semua pasien Hasil wawancara dengan informan
mengatakan diberikan informasi tentang perhatian dan kesabaran petugas
sehubungan dengan masalah kesehatan kesehatan pada saat pelayanan, semua
yang dialami, hal ini sesuai dengan informan mengatakan bahwa perhatian dan
pernyataan informan yang berinisial “ HH” kesabaran petugas kesehatan dalam
sebagai berikut: pelayanan sudah baik, sudah ramah dan
“Dikasih tau, kita kan panas itukan banyak bersahabat, hal ini sesuai dengan
macam-macam ada dari sini, dari sini,
pernyataan informan yang berinisial “S”
dikasih tau oh penyakitnya ini gitu, dikasih
tau sama dia setelah didiagnosa sama dia berikut:
ya” “nggak, sabar. Pelan pelan dia
sabar,satu-satu”.

53
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Hal ini sejalan dengan pernyataan “Aman, aman, lingkungan disini aman”.
informan yang lain, berdasarkan hasil Hasil wawancara dengan informan
wawancara dengan informan mengenai tentang kemampuan dan pengetahuan
persepsi pasien tentang kesabaran petugas petugas dalam menyembuhkan penyakit
saat melakukan pelayanan, bahwa petugas rata-rata informan mengatakan sudah baik,
sabar melayani pasien, sesuai dengan dikarenakan menurut informan dokter yang
pernyataan informan yang berinisial “P” sekarang udah pada teliti dalam
berikut: pemeriksaan pasien. hal ini sesuai dengan
“Sabar, ya namanya yang namanya pernyataan yang berinisial “HH” berikut:
manusia pasti ada yang”. “Udah bagus, kaena dokter yang sekarang
Berdasarkan hasil wawancara dengan udah pada teliti-teliti meriksanya”.
informan pendukung mengenai akses/lokasi Namun ada juga informan yang
puskesmas, rata-rata informan menyatakan mengatakan kemampuan dan pengetahuan
tidak ada kesulitan menjangkaunya karena petugas menyembuhkan penyakit masih
lokasinya dekat hanya jarak 1 km, hal ini kurang, hal ini sesuai dengan pernyataan
sesuai dengan pernyataan informan yang informan yang berinisial “ ST” berikut:
berinisial “ P” berikut: “ saya sih ada yang kurang ya kan, hehe,
“Enggak, deket, sekilo”. yang kata sayakan saya nggak yakin kalau
Namun ada juga informan yang saya itu kena flek itu kan mungkin saya
kena flek itu ternyatakan vonis ngga yah itu
mengatakan bahwa lokasi puskesmas jauh
berarti kurang yah, tapi waktu itu pas
dari jangkauan informan, hal ini sesuai dokternya laki kan ada laki dokter itukan”.
dengan pernyatan informan yang berinisial Berdasarkan hasil wawancara dengan
“ST” berikut: informan tentang kesopanan dan keramahan
“Sebenernya merasa jauh cuman akukan petugas, semua informan mengatakan
dapet itunya kan disana yah”. bahwa pada umumnya cukup baik. Hal ini
Berdasarkan pernyataan-pernyataan dari
sesuai pernyataan informan yang berinisial
informan mengenai emphaty petugas
“P” berikut ini:
kesehatan, maka dapat diketahui bahwa
“ cukup baik”
emphaty petugas kesehatan di puskesmas
Hal ini sejalan dengan pernyatan
Kecamatan Pasar rebo sudah baik hal ini
informan mengenai kesopanan cukup bagus
wajar karena semua informan diperlakukan
namun masih ada yang masih kurang
dengan baik dan sabar walaupun ada
sopan, hal ini sesuai dengan pernyataan
informan yang merasa lokasi puskesmas
informan yang berinisial “ HH” berikut:
jauh dari jangkauannya. Hal ini sesuai
“Sopan semua cuman yah ya ada sedikit
dengan apa yang dirasakan oleh semua emang, memang kalau secara umun baik”.
informan. Dari keseluruhan uraian di atas
tergambar bahwa petugas kesehatan tentang
5. Assurance responsiveness di Puskesmas Kecamatan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Pasar Rebo sepenuhnya bisa dikatakan
informan pendukung mengenai keamanan dalam kategori baik, karena sebagian besar
saat pelayanan, semua informan dari informan mengatakan sudah baik,
mengatakan bahwa mereka merasa aman namun ada juga informan yang menyatakan
saat mendapat pelayanan di Puskesmas sebaliknya, hal ini sesuai dengan apa yang
Kecamatan Pasar Rebo, hal ini sesuai dirasakan atau dialami oleh informan itu
dengan pernyataan informan yang berinisial sendiri.
“ HH” berikut:

54
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Tabel 2 Matrix Hasil Wawancara dengan Informan Pendukung

Informan Informan Informan Informan Informan Informan


No Komponen
1 2 3 4 5 6
Tangible
1. Kebersihan dan WC kurang Toilet Baik Kurang Masih Bagus
kenyamanan bersih kurang Kurang Kotor kurang
lingkungan Ruang bersih nyaman
tunggu Kurang
sumpek nyaman
2. Kelengkapan alat- Lengkap Lengkap Belum Baik, Lengkap Lengkap
alat lengkap lengkap
3. Ketersediaan Komplit Tersedia Ambil di Tersedia Tersedia Tersedia
obat-obatan apotik
4. Penampilan Bagus Rapih Cukup Sedang Rapih Rapih
petugas kesehatan
Responsiveness
5. Kecepatan dan Sedikit Cepat Cukup baik Bagus Cukup Lama di
ketangkasan lambat status
petugas kesehatan
memberikan
tindakan
6. Sikap petugas Merasa Teliti dan Nyaman Baik Baik Memberikan
kesehatan saat nyaman sabar Bagus nyaman yang terbaik
melakukan nyaman
pemeriksaan
7. informasi Sangat jelas Jelas Jelas Kurang Jelas Jelas
prosedur/alur
pelayanan
Reliability
8. Ketepatan waktu Kalau saya Nggak Tepat Tepat 99% Batas
pelayanan nggak tahu waktu kewajaran
pernah
diakhir atau
diawal

9. Tanggung jawab Cepat Tepat Datang Bagus Sudah di Dibuatkan


petugas dilayani waktu langsung bagi jadwal
dilayani rolling
10. Jadwal pelayanan Buka jam Jam 7.30 Sesuai Sesuai Jam 7.30 Tepat
8.00 -15.00 - 15.00 jadwal Waktu - 15.00 waktu
11. Ketelitian petugas Teliti Teliti Cukup Teliti Teliti Selalu teliti
12. Kemampuan Dikasih Dikasih Baik Cukup baik Baik Baik
petugas kesehatan tahu tahu
dalam pemberian
informasi
sehubungan
dengan masalah
kesehatan pasien

55
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Emphaty
13. Kemampuan Diberi Baik Baik Baik dan Baik Baik
petugas kesehatan motivasi Bersahabat
dalam
memberikan
semangat dan
motivasi
14. Kesabaran dan Sabar Sabar Sabar Sabar Sabar Harus sabar
perhatian petugas
Assurance
15. Kemampuan dan Bagus Bagus Kemampuan Kurang Masih Perlu di
pengetahuan kurang harus tingkatkan
petugas kesehatan belajar
dalam
menyembuhkan
penyakit
16. Kesopanan dan Baik Sopan Cukup baik Bagus Masih Secara
keramahan harus umum baik
petugas belajar
17. Keamanan saat Aman Aman Aman Aman Aman Aman
pelayanan

Hasil Observasi
Petugas sedang melakukan
pemeriksaan pada pasien, ruangan terlihat
penuh oleh petugas dan pasien dikarenakan
ruangan yang digunakan untuk pemeriksaan
terlalu sempit.

Gambar 1 Hasil Observasi di Loket


Pendaftaran
Informan banyak antri sambil berdiri
karena kurangnya bangku di ruang tunggu.

Gambar 3 Hasil Observasi Kebersihan


Kamar Mandi

Dari gambar hasil observasi diatas


dapat dilihat bahwa kebersihan kamar mandi
masih kurang.
Dari keseluruhan uraian di atas dapat
diambil kesimpulan tentang tangible dalam
ketegori cukup baik.
Gambar 2 Hasil Observasi di Ruang
Periksa

56
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

dengan kepuasan konsumen adalah suatu


bentuk jasa tidak bisa dilihat, tidak bisa
dicium dan tidak bisa diraba maka aspek
wujud fisik menjadi penting sebagai ukuran
dari pelayanan. Pelanggan akan
menggunakan indera penglihatan untuk
menilai suatu kualitas pelayanan.
Menurut Zeithaml. et al. (1985: 9)
Gambar 4 Hasil Observasi di Ruang wujud fisik (tangible) adalah kebutuhan
Apotik pelanggan yang berfokus pada fasilitas fisik
seperti gedung dan ruangan, tersedia tempat
Dari gambar hasil observasi di atas dapat parkir, kebersihan, kerapian dan
dilihat bahwa Obat-obatan selalu tersedia di kenyamanan ruangan, kelengkapan
apotik Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. peralatan, sarana komunikasi serta
penampilan karyawan. Bukti fisik yang
Pembahasan baik akan mempengaruhi persepsi
1. Tangible pelanggan terhadap mutu pelayanan.
Hasil wawancara dengan informan kunci
dan informan pendukung serta observasi 2. Responsiveness
diperoleh bahwa tangible dalam kategori Berdasarkan hasil wawancara mendalam
cukup baik dan hanya sebagian kecil dan observasi serta telaah dokumen dapat
informan yang mengatakan baik. diketahui bahwa responsiveness di
Hubungan wujud fisik dengan kepuasan puskesmas bisa dikatakan dalam kategori
konsumen adalah wujud fisik mempunyai baik, dimana pada telaah dokumen terdapat
pengaruh positif terhadap kepuasan alur pelayanan baik alur pelayanan rawat
konsumen. Semakin baik persepsi jalan maupun alur rujukan karena sebagian
konsumen terhadap wujud fisik maka besar dari informan menyatakan bahwa
kepuasan konsumen juga akan semakin prosedur pelayanan kesehatan yang ada di
tinggi. Jika persepsi konsumen terhadap puskesmas sudah baik dan pasien merasa
wujud fisik buruk maka kepuasan sudah dijelaskan tentang prosedur
konsumen juga akan semakin rendah. Hal pelayanan kesehatan yang ada di
ini sejalan dengan hasil penelitian yang puskesmas.
dilakukan oleh Anthony Agung (2013) Selanjutnya mengenai kecepatan
menyebutkan bahwa variable tangible pelayanan rata-rata informan kunci dan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap informan pendukung menyatakan merasa
kepuasan pelanggan. Namun berbeda petugas kesehatan cepat menanggapi pasien
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh ketika pasien datang di Puskesmas, dan
Rumita Erna Sari (2010) menyebutkan mengenai kecepatan dan ketangkasan
bahwa dimensi tangible tidak ada hubungan petugas kesehatan dalam memberikan
yang signifikan terhadap kepuasan pasien. tindakan serta sikap petugas ketika
Masih banyak variasi nilai dari masing- memberikan pelayanan kesehatan, informan
masing poin, hal ini disebabkan oleh mengatakan bahwa petugas kesehatan
banyak faktor diantaranya adalah ukuran selalu cepat dan siap, serta memberikan
masing-masing individu tentang rasa nyaman dalam melayani pasien dan
perwujudan/ bukti fisik antara yang satu pasien mendapatkan pelayanan yang baik.
dengan yang lainnya. Hubungan tangible

57
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Hubungan responsiveness dengan informasi yang dibutuhkan terkait kondisi


kepuasan konsumen yaitu respon atau mereka sudah baik dan pasien merasa puas,
kesiapan karyawan dalam membantu selain itu informan juga mengatakan bahwa
pelanggan dan memberikan pelayanan yang pihak puskesmas telah memberikan
cepat dan tanggap, yang meliputi informasi detail mengenai resep obat dan
kesigapan, kenyamanan pasien saat cara mengkonsumsi obat tersebut, serta
pelayanan dan kecepatan karyawan dalam pasien selalu diberikan informasi penyakit
menangani transaksi serta penanganan yang di derita dan bagaimana cara
keluhan pelanggan dan daya tanggap juga mencegahnya, agar tidak bertambah parah.
mempunyai pengaruh positif terhadap Diharapkan dapat terjalin hubungan yang
kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi baik antar pasien dan petugas pelayanan
konsumen terhadap daya tanggap kesehatan.
perusahaan maka kepuasan konsumen juga Selanjutnya hasil wawancara
akan semakin tinggi. Dan jika persepsi mendalam kepada informan kunci
konsumen terhadap daya tanggap buruk mengenai reliability pelayanan kesehatan di
maka kepuasan konsumen juga akan puskesmas yang meliputi pelatihan,
semakin rendah. kewajaran biaya, tangungjawab petugas,
Menurut Parasuraman, dkk.(1985) jadwal pelayanan serta disiplin petugas
mengatakan daya tanggap (responsiveness) dalam juga dalam kategori baik, dimana
yaitu kesediaan dan kemampuan para petugas kesehatan telah mendapatkan
karyawan untuk membantu para pelanggan pelatihan secara merata, mempunyai
dan merespon permintaan mereka serta tanggung jawab yang jelas pada masing-
menginformasikan kapan jasa akan masing petugas, serta disiplin petugas yang
diberikan dan kemudian memberikan jasa sudah baik.
secara cepat. Dan membiarkan konsumen Hal ini sesuai dengan Parasuraman,
menunggu merupakan persepsi yang dkk bahwa kualitas pelayanan yang
negative dalam kualitas pelayanan. Daya dipersepsikan oleh pelanggan didefinisikan
tanggap yang diberikan oleh perusahaan sebagai seberapa besar kesenjangan antara
dengan baik akan meningkatkan kepuasan persepsi pelanggan atau kenyataan
yang dirasakan oleh konsumen. Sedangkan pelayanan yang diterima dengan kata lain
atribut yang ada dalam dimensi ini adalah pelanggan sangat mengharapkan kepuasan
memberikan pelayanan cepat, kesediaan dalam menerima pelayanan, sehingga perlu
dan kerelaan untuk membantu konsumen, peningkatan kualitas pelayanan yang
dan siap serta tanggap untuk menangani menarik pelanggan.Hal ini sesuai dengan
respon permintaan dari para konsumen, dengan Philip Kotler bahwa Kepuasan
(Parasuraman dkk, 1985). pelanggan adalah tingkat keadaan yang
dirasakan seseorang yang merupakan hasil
3. Reliability dari membandingkan penampilan atau
Berdasarkan hasil wawancara outcome produk yang dirasakan dalam
mendalam terhadap informan dan telaah hubungannya dengan harapan seseorang.
dokumen bahwa persepsi pelanggan
tehadap reliability dalam kategori baik. 4. Emphaty
Dalam hal ini menyangkut informasi Berdasarkan hasil wawancara
tentang resep obat dan informasi masalah mendalam terhadap informan pendukung
kesehatan pasien. Secara keseluruhan dan informan kunci serta observasi rata-
tanggapan informan tentang ketersediaan rata informan mengatakan bahwa persepsi

58
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

pelanggan terhadap emphaty dalam Kepuasan seseorang terhadap


kategori baik, bahkan sudah memenuhi pelayanan yang dipengaruhi oleh
harapan pasien. hubungan komunikasi serta respon
Berdasarkan hasil wawancara seseorang terhadap pelayanan tersebut.
mendalam terhadap informan pendukung Oleh sebab itu untuk menimbulkan
mengenai kemampuan petugas dalam persepsi yang baik terhadap pasien dan
memberikan semangat dan motivasi keluarganya. Hal ini sesuai dengan fungsi
bahwa petugas kesehatan selalu memberi petugas kesehatan untuk menciptakan
semangat atau memotivasi pasien untuk hubungan kerja sama yang baik dengan
mentaati anjuran dokter dalam meminum pasien dan keluarganya. Hal ini
obat. Kedua mengenai kemampuan menunjukkan bahwa empathy yang baik
petugas kesehatan dalam memahami akan menghasilkan mutu pelayanan yang
keadaan yang dialami oleh pasien rata- baik pula dan sebaliknya bila empathy
rata semua informan mengatakan bahwa kurang akan mengakibatkan mutu
petugas kesehatan mengerti keadaan pelayanan yang kurang pula oleh karena
pasien pada saat pasien mengeluhkan itu untuk memberikan mutu pelayanan
penyakitnya dan pasien merasa yang baik, maka diperlukan empathy
ditanggapi dengan sabar oleh petugas petugas yang baik dalam memberikan
kesehatan. Ketiga mengenai perhatian, pelayanan kepada pasien. Puskesmas
dan keramahan petugas kesehatan pada sebagai tempat pelayanan kesehatan harus
saat pasien menceritakan keluhannya rata- memberikan pelayanan yang baik, apabila
rata informan mengatakan bahwa petugas mereka sakit akan kembali berkunjung ke
kesehatan sudah baik, ramah, simpatik puskesmas yang sama. Apabila pasien
dan bersahabat dalam melayani pasien mempunyai tingkat harapan yang tinggi
serta mengenai akses lokasi bahwa rata dan harapan ini dapat dipenuhi, maka
informan menyatakan bahwa lokasi pasien tersebut akan merasa puas terhadap
puskesmas mudah untuk di jangkau pelayanan yang diharapkan dan
walaupun ada satu informan yang selanjutnya akan meningkatkan persepsi
menyatakan bahwa dia merasa jauh untuk terhadap pasien.
menjangkau lokasi puskesmas serta
informan kunci juga menyatakan bahwa 5. Assurance
keadilan dalam pelayanan juga sudah Berdasarkan hasil wawancara mendalam
melakukan pelayanan yang seadil-adilnya terhadap informan dan observasi bahwa
atau memperlakukan pasien dengan sama. assurance petugas kesehatan menurut
Emphaty diyakini berpengaruh persepsi pelanggan menunjukkan dalam
terhadap hasil komunikasi dalam berbagai kategori baik.
tipe dari hubungan-hubungan sosial kita Berdasarkan hasil wawancara mendalam
sehari-hari, tanpa emphaty komunikasi terhadap informan kunci dan informan
diantara petugas kesehatan dengan pasien pendukung dapat diketahui assurance
akan kekurangan kualitas pelayanan petugas kesehatan rata-rata informan
kesehatan. Emphaty yakni peduli, mengatakan bahwa mengenai keamanan
memberi perhatian pribadi dengan pasien dalam pelayanan kesehatan di puskesmas
atau dengan kata lain kemampuan untuk sudah baik karena pasien merasa aman
merasakan dengan tepat perasaan orang waktu pelayanan kesehatan berlangsung
lain dan untuk mengkomunikasikan dan kesopanan dan keramahan petugas
pengertian ini kepada orang tersebut. kesehatan rata-rata informan mengatakan

59
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

bahwa petugas kesehatan sopan santun juga akan semakin tinggi. Persepsi
semua terhadap pasiennya namun konsumen terhadap jaminan yang diberikan
berdasarkan wawancara dengan informan oleh perusahaan buruk maka kepuasan
masih ada informan yang menyatakan konsumen juga akan semakin rendah.
bahwa kesopanan petugas masih harus di Penelitian yang dilakukan oleh Rumita
tingkatkan, serta mengenai pengetahuan Erna Sari ( 2010) di puskesmas Bromo
dan pengalaman petugas dalam Kecamatan Medan Denai Kota Medan
menyembuhkan penyakit beberapa menyebutkan bahwa variable assurance
informan mengatakan bahwa petugas berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kesehatan sudah sedangkan menurut kepuasan pelanggan.
informan kunci menyatakan bahwa
kemampuan intelektual petugas masih Kesimpulan
harus di tingkatkan lagi. Mutu pelayanan kesehatan mengenai
Jadi secara keseluruhan menurut tangible yang dimiliki oleh puskesmas pada
informan bahwa assurance di puskesmas umumnya cukup baik, mengenai penampilan
dalam kategori baik walaupun masih ada petugas sudah rapih dan bersih, alat-alat dan
aspek yang harus ditingkatkan, seperti pada obat cukup lengkap, namun untuk kebersihan
aspek kesopanan dan kemampuan WC dan kenyamanan ruang tunggu dan ruang
intelektual/pengetahuan dan pengalaman periksa masih kurang karena terlalu sempit dan
dalam menyembuhkan penyakit masih kurangnya bangku untuk tempat duduk.
harus di tingkatkan. Jaminan (assurance) Menarik minat masyarakat untuk
yang mencakup pengetahuan dan berkunjung dan merasa puas dengan
keterampilan para petugas kesehatan objek memanfaatkan pelayanan kesehatan di
wisata dalam melayani kebutuhan pasien, puskesmas Kecamatan Pasar Rebo,
etika para pegawai dan jaminan keamanan perlunyamempertahankan pelayanan kesehatan
dari puskesmas atas pasien saat berkunjung yang diberikan oleh pihak puskesmas kepada
ke puskesmas. Adanya jaminan keamanan pasien dalam hal responsiveness, reliability,
dari suatu puskesmas akan membuat pasien assurance, emphaty, dan tangible.
merasa aman dan tanpa ada rasa ragu-ragu
mendapatkan pelayanan, disamping itu Ucapan Terima Kasih
jaminan dari puskesmas akan berpengaruh Ucapan terima kasih disampaikan kepada
pada kepuasan pasien karena apa yang Kepala Puskesmas Kecamatan Passar Rebo
diinginkan pasien dapat dipenuhi oleh Jakarta Timur. Terima kasih juga kepada
puskesmas yaitu dengan pengetahuan dan Yayasan Persada Husada Indonesia dan Ketua
keterampilan dari petugas kesehatan STIKes Persada Husada Indonesia yang telah
tersebut. Kesopanan dan keramahan dari memberi kesempatan, waktu arahan/bimbingan
petugas kesehatan akan membuat pasien kepada penulis dalam melaksanakan penelitian
merasa dihargai sehingga mereka merasa ini. Terima kasih juga diberikan kepada
puas dengan pelayanan yang diberikan oleh informan kunci dan informan pendukung yang
puskesmas. telah bersedia untuk di wawancarai Terima
Hubungan assurance dengan kepuasan kasih juga kepada teman-teman sejawat yang
konsumen adalah assurance mempunyai telah membantu terlaksananya penelitian
pengaruh positif terhadap kepuasan sampai pada penulisan jurnal ini.
konsumen. Semakin baik persepsi
konsumen terhadap jaminan yang diberikan
oleh perusahaan maka kepuasan konsumen

60
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Daftar Pustaka __________(2013). Laporan tahunan. Jakarta:


Azwar, Azrul. (2010). Pengantar administrasi Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo
kesehatan. Edisi Ketiga, Jakarta: PT. Bina __________(2014). Laporan tahunan. Jakarta:
Rupa Aksara. Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo
Agung Prabowo, Anthony. (2013). Hubungan Purwoastuti, Endang. (2015). Mutu pelayanan
mutu pelayanan kesehatan dengan tingkat kesehatan & kebidanan. Cetakan
kepuasan pelanggan di puskesmas pertama. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.
kecamatan pasar rebo. Jakarta: STIKes Pohan. (2006). Jaminan mutu layanan
PHI. kesehatan. Jakarta: EGC.
Erna Sari, Rumita. (2010). Pengaruh persepsi Rakhmat, Jalaluddin, (2011). Psikologi
mutu pelayanan terhadap kepuasan dan komunikasi. Cetakan kedua puluh tujuh.
minat berkunjung kembali pasien rawat Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
inap di puskesmas bromo kecamatan Sugiyono. (2014). Metodologi penelitian
medan denai kota Medan. Medan: USU. kombinasi. Cetakan kelima. Bandung;
Hartono, Bambang. (2010). Promosi kesehatan CV. Alfabeta.
di puskesmas & rumah sakit. Jakarta: Sumantri, Arif. (2011). Metodologi penelitian
Rineka Cipta. kesehatan. Jakarta: Kencana, Prenada
Muninjaya. (2011). Manajemen mutu Media Group.
pelayanan kesehatan. Jakarta: ECG. Santoso, Heru. (2007). Persepsi masyarakat
Moleong. (2012). Metodologi penelitian terhadap kualitas pelayanan kesehatan Di
kualitatif. Bandung: PT. Remaja Puskesmas Binjai Kota. Medan: USU.
Rosdakarya Offset. Trihono. (2005). Arrimes manajemen
Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Promosi puskesmas berbasis paradigma sehat.
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Jakarta: Sagung Seto.
Puskesmas.(2012). Laporan tahunan. Jakarta:
Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo.

61
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Gambaran Perawat dalam Merawat Anak yang Menjalani Terapi Continuous


Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di Rumah Sakit Persatuan Gereja Indonesia
(PGI) Cikini Jakarta: Suatu Studi Fenomenologi

IGA Dewi Purnamawati, Krisna Yetti, Happy Hayati

Experience of nurses caring for children undergoing CAPD therapy in PGI Cikini
Hospital, Jakarta: fenomenologi

Abstrak

Terapi Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) merupakan salah satu terapi penganti
ginjal.Penggunaan terapi CAPD menunjukkan harapan hidup yang baik pada anak.Hal ini tidak terlepas dari
peran perawat di unit CAPD.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
deskriptif.Partisipan berjumlah tujuh orang perawat yang mempunyai pengalaman membantu memberi terapi
CAPD pada anak.Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam yang dianalisis dengan metode Collaizi.
Hasil penelitian mengidentifikasi enam tema yaitu perawat mengoptimalkan terapi CAPD pada anak, perawat
melakukan koordinasi dan kolaborasi saat memberikan perawatan, perawat memberi training terapi CAPD
kepada keluarga, tantangan yang dihadapi perawat saat memberikan perawatan, menyusun strategi saat
menghadapi anak serta sikap dan perasaan perawat saat merawat anak dan keluarga. Rekomendasi perlu
dioptimalkan pendekatan yang komprehensif dalam merawat anak yang mendapat terapi CAPD.

Kata kunci :CAPD; peran perawat; terapi penganti ginjal

Abstract

Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) therapy is one of substitute for renal therapy.
Children undergoing CAPD therapy show good survivability. The roles of nurses in the CAPD unit are integral
to this success. This study used a qualitative descriptive phenomenological approach and included as
participants seven nurses with experience in CAPD therapy in children. Data were collected through in-depth
interviews and were analysed by the Collaizi method. The results identified six main tasks CAPD nurses
perform: optimisation of therapy in children, coordination and collaboration with other health care providers,
training families to apply CAPD therapy, facing various challenges while providing care, strategising care for
each individual child, and dealing with their own attitudes and emotions. Procedures need to be optimised in a
comprehensive manner to care for children receiving CAPD therapy.

Keywords: CAPD; role of nurses; substitute renal therapy.

Pendahuluan tinggi untuk selalu bekerjasama dan


Anak yang menderita gagal ginjal berkolaborasi antar tim untuk mencapai
terminal membutuhkan perawatan yang perawatan yang optimal.
kompleks, untuk itu membutuhkan kerjasama Menurut Kidney Disease Improving
tim. Tim tersebut dapat terdiri dari anak, orang Global Outcomes (2012 dalam Suharjono,
tua, keluarga, dokter spesialis ginjal, perawat 2013) gagal ginjal terminal atau End-stage
ginjal, ahli gizi, guru, pekerja sosial, psikolog renal disease merupakan suatu keadaan
anak dan psikiater anak (Loiselle, O‟Connor & abnormalitas struktur dan fungsi ginjal yang
Michaud, 2011; Noer, 2012). Kerja tim ini sudah berlangsung selama tiga bulan atau lebih
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup yang berakibat terganggunya kesehatan. Gagal
anak agar lebih baik selama anak mengalami ginjal terminal digambarkan dengan penurunan
gagal ginjal terminal. Saat anak dirawat laju filtrasi glomerulus kurang dari 15
dirumah sakit diperlukan komitmen yang ml/menit/1,73 m². Pada kondisi ini terjadi

62
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

kehilangan fungsi ginjal secara irreversibel (Kelley, 2004; Yetti, 2007). Dengan
dimana ginjal tidak mampu lagi membuang zat berkembangnya penggunaan CAPD pada anak,
sisa metabolisme tubuh serta mempertahankan sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup
keseimbangan cairan dan menyebabkan anak yang mengalami gagal ginjal terminal.
terjadinya uremia (Kallenbach, Gutch, Stoner Berdasarkan United States Renal Data System
& Corca, 2005; Deborah & Dina, 2006). (2003) pasien dengan terapi CAPD
Kegagalan fungsi ginjal harus menunjukkan harapan hidup yang baik yang
digantikan oleh terapi penganti ginjal seperti hampir sama dengan pasien hemodialisa, hal
hemodialisis, peritoneal dialysis dan ini tidak terlepas dari peran perawat di unit
transplantasi ginjal (Kallenbach, Gutch, Stoner CAPD (Powant, 2004). Perawat merupakan
& Corca, 2005; Warady, Jabs & Goldstein, salah satu tim pemberi perawatan, bersama-
2009). Tujuan terapi pengganti ginjal pada sama dengan multidisiplin lain saling bekerja
anak tidak hanya untuk memperpanjang hidup sama memberikan perawatan.
anak, akan tetapi untuk meningkatkan kualitas Perawat merupakan kunci keberhasilan
hidup yang lebih baik di usia dewasa (Noer, dari pengkajian, pendidikan, pelatihan dan
2012). Peritoneal dialysis merupakan salah pengelolaan pasien dengan CAPD. Perawat
satu terapi pengganti ginjal yang dapat dalam hal ini bertanggung jawab untuk
dilakukan pada anak untuk dapat menjadikan anak dan keluarga untuk
meningkatkan kualitas hidup serta memperoleh keterampilan dan pengetahuan
memperpanjang usia anak. agar dapat melakukannya sendiri, tentang
Anak-anak yang menjalani terapi bagaimana cara melakukan proses dialysis,
peritoneal dialysis semakin meningkat pemesanan cairan dialisat, melakukan
jumlahnya tiap tahun. Menurut United States perawatan tenckhoff kateter, pencegahan
Renal Data System (2007 dalam Warady, Jabs terhadap infeksi, tanda-tanda kelebihan cairan,
& Goldstein, 2009) secara signifikan terjadi keadekuatan insersi kateter, nutrisi, serta
peningkatan pasien anak yang menjalani pertumbuhan dan perkembangan anak. Setelah
peritoneal dialysis dari 1,815 menjadi 2,184 perawat yakin bahwa anak dan orang tua
antara tahun 1994 sampai dengan tahun 2005. mampu untuk melakukannya sendiri saat pasca
Terjadi peningkatan pasien anak yang pemasangan tenckhoff kateter maka anak dan
menjalani peritoneal dialysis selama 11 tahun orang tua dapat mulai melakukannya sendiri
sebesar 369 orang anak. Jumlah pasien anak di rumah (Prowant, 2004; Avril & Elizabett,
yang menjalani peritoneal dialysis di Indonesia 2005; NKF-KDOQI, 2006; Ress, 2007).
belum dilaporkan secara pasti, namun tercatat Berdasarkan penelitian yang dilakukan
ada peningkatan kasus penyakit ginjal pada Gunasekara et. al (2010) di banyak negara, unit
anak yang berkunjung di RSUPN dialysis pada anak bergabung dengan unit
Ciptomangunkusumo Jakarta dari tahun 2006 dialysis dewasa, hal ini menjadi penyebab
sampai dengan 2007 dijumpai 382 orang anak tingginya angka peritonitis pada anak.
(Pardede & Chunnaedy, 2009). Tingginya peritonitis pada anak bukan
Anak-anak yang menjalani peritoneal disebabkan oleh bergabungnya unit dialysis
dialysis dapat menggunakan salah satu tipe dewasa dengan anak, namun lebih kepada
dalam peritoneal dialysis yaitu Continuous perawatan yang diberikan pada anak sedikit
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). berbeda dibandingkan orang dewasa. Perawat
CAPD diperkenalkan pada tahun 1976 oleh anak dilatih untuk lebih spesifik memahami
Popovich, Moncrief, Decherd, Bomar dan Pyle emosional, psikososial, dan perubahan perilaku
sebagai salah satu terapi penganti gagal ginjal yang terjadi pada anak dan keluarga pada
terminal dan merupakan tipe dialysis mandiri setiap tahapan pertumbuhan serta

63
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

perkembangan anak.Pemahaman ini sangat gambaran berdasarkan hasil pengalaman


penting dalam keberhasilan pelatihan dan perawat merawat anak yang menjalani terapi
tindak lanjut dari pasien.Selain itu perawat CAPD, sehingga dapat menjawab pertanyaan
anak lebih sensitif terhadap isu masalah anak penelitian tentang bagaimana pengalaman
seperti masalah gizi, terhadap perkembangan perawat merawat anak yang menjalani terapi
dan pertumbuhan anak.Sehingga penting CAPD di RS PGI Cikini Jakarta. Dimana
kiranya perawat yang merawat anak yang tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menjalani terapi CAPD adalah perawat khusus memperoleh gambaran tentang pengalaman
anak. perawat merawat anak yang menjalani terapi
Perawat yang memberikan perawatan CAPD di RS PGI Cikini Jakarta.
pada anak dan keluarga yang menjalani terapi Continuous Ambulatory Peritoneal
CAPD, dapat mengalami masalah emosional Dialisis (CAPD) disebut juga Cronic
seperti kesedihan, putus asa mungkin juga Peritoneal Dialysis (Warady, Jabs &
stres. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Goldstein, 2009).CAPD adalah suatu proses
oleh Brokalaki, Matziou, Thanau, Zirogiannis, untuk membuang sisa metabolisme dan cairan
Dafni dan Papadatau (2012) pada perawat di yang berlebih dari tubuh saat ginjal berhenti
RS Yunani pada unit peritoneal dialysis, bekerja, dimana cairan dialisat langsung
perawat yang bekerja di unit Peritoneal dialirkan ke dalam rongga peritoneum melalui
dialysis dapat mengalami stres, stres dapat kateter yang telah dipasang ke dalam rongga
disebabkan oleh kondisi pasien seperti risiko peritoneum melalui membran semipermeabel
kontaminasi dan terjadinya kematian pada solute dan cairan berpindah ke cairan dialisat
pasien. Faktor lain seperti tanggung jawab (Terrill, 2001 dalam Avril & Elizabeth 2005).
perawat yang tinggi, rendahnya keterlibatan Bentuk dialysis ini „continuous‟ karena CAPD
dalam pengambilan keputusan dan kompetensi berlangsung dalam 24 jam dengan rata-rata
perawat yang kurang saat merawat pertukaran setiap 6 jam sekali dan
pasien.Kompleksnya perawatan yang diberikan „ambulatory‟ karena setelah melakukan
pada anak membuat perawat harus memiliki dialysis anak dapat beraktivitas kembali (Noer,
integritas yang kokoh sehingga memiliki emosi 2012).
yang stabil dalam menghadapi anak dan Dalam melakukan pertukaran cairan
keluarga sehingga kemudian dapat menjadi dialisat terdapat tiga fase yaitu infusion, dwell
peneduh bagi anak dan keluarga (Yetti, dan drain (Kelley, 2004). Proses peritoneal
2007).Perawat juga harus memiliki dialysis diawali dengan pemasangan kateter
kemampuan untuk mengatasi masalahnya tenckhoff di rongga peritoneum melalui operasi
sendiri dan dapat memisahkan masalah pribadi kecil, kateter yang ditanam di rongga
saat merawat anak dan keluarga. peritoneum ini yang berfungsi untuk
Perawat merupakan salah satu bagian mengalirkan cairan dialisat sampai ke rongga
dari tim yang memberikan perawatan pada peritoneum. Diawali oleh fase infusion
anak yang menjalani terapi CAPD. Perawat sejumlah volume cairan dialisat yang
harus memiliki pengetahuan, sikap dan dimasukkan 900 sampai dengan 1100 ml/m2
keterampilan dalam memberikan perawatan Body Surface Area (BSA) pada anak diatas
yang terbaik untuk anak dan keluarga. Peran usia 2 tahun dibutuhkan waktu kurang lebih
perawat sebagai pemberi perawatan, pengelola 10 menit untuk mengalirkan cairan dialisat
dan pendidik membantu mengatasi masalah mengisi rongga peritoneum. Dilanjutkan fase
yang dihadapi anak dan keluarga, untuk itu dwell yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
perlu kiranya dilakukan penelitian dalam terjadinya proses perpindahan cairan dan
bentuk penelitian kualitatif untuk mendapatkan solute dari plasma darah ke cairan dialisat

64
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

selama dua jam atau lebih tergantung pada Penjelasan tentang pra prosedur pemasangan
ukuran tubuh dan berapa banyak cairan yang kateter dan informed consent, pemantauan
harus dikeluarkan. Setelah waktu tunggu reaksi anak terhadap pemberian sedasi dan
cairan dalam rongga peritoneum dialirkan pereda nyeri, mempertahankan teknik steril
kembali ke dalam kantong penampung atau pada saat memasang kateter dan memantau
disebut fase drain. CAPD dapat berlangsung kondisi anak.
empat sampai dengan lima kali dalam sehari Perawat perlu mengkaji hasil tes
dan dapat dilakukan dirumah atau saat laboratorium terkait ureum, kreatinin dan
berpergian (Avril & Elizabeth, 2005; NKF- analisis kimia darah pasien, mengkaji status
KDOQI, 2006; Warady, Jabs & Goldstein, cairan, bising usus, komplikasi abdominal,
2009). status nutrisi dengan cara meningkatkan
Proses perpindahan solute dan cairan asupan nutrisi dan penggantian protein yang
melalui rongga peritoneum melalui tiga proses adekuat. Pemberian suasana yang nyaman
yang berbeda yaitu osmosis, difusi dan pada anak dan keluarga untuk memberikan
ultrafiltrasi (Macdonald 1997, Thomas 2002 waktu istirahat yang cukup serta melihat
dalam Avril & Elizabeth, 2005; Peritoneal kemampuan anak untuk melakukan aktivitas
Dialysis Program, 2007). Proses osmosis juga sehari-hari setelah pemasangan kateter.
terjadi melalui membran semipermeabel Memantau komplikasi seperti pendarahan
dimana terjadi pergerakan cairan dari larutan retroperitoneal akibat perforasi, perubahan
yang berkonsentrasi rendah ke larutan warna abdomen dan tanda tanda
berkonsentrasi tinggi proses ini diperankan hipovolemia.Mengkaji tanda-tanda dehidrasi
oleh tekanan hidrostatik yang dihasilkan oleh seperti takikardia; hipotensi; mata cekung;
larutan glukosa dalam cairan dialisat (Henrich, penurunan perfusi perifer dan perubahan
1999 dalam Avril & Elizabeth, 2005). Melalui tingkat kesadaran.Memantau suhu anak
proses difusi solute berkonsentasi tinggi seperti karena dapat terjadi hipotermia saat cairan
ureum dan kalium yang berlebih berpindah dialisat yang dimasukkan tidak dihangatkan
dari plasma darah ke cairan dialisat begitupun terlebih dahulu. Memantau tanda-tanda gawat
sebaliknya dan proses ultrafiltrasi adalah pernapasan akibat distensi abdomen, kelebihan
proses pergeseran zat terlarut dan pelarut cairan dan hidrotorak.Mengkaji tanda-tanda
secara simultan dari kompartemen darah ke hiperglikemia saat menggunakan larutan
dalam kompartemen dialisat melalui membran dialysis dengan glukosa.
semipermeabel (Levy et al, 2001 dalam Avril Memantau kepatenan kateter dialysis
& Elizabeth, 2005). dan adanya kebocoran pada tempat insersi
Peran perawat sebagai pemberi dengan cara mengkaji oklusi kateter dengan
perawatan membantu pasien mendapatkan memantau kemudahan aliran dengan gravitasi,
kembali kesehatannya melalui proses reposisi anak bila diperlukan untuk
penyembuhan (Potter & Perry, 2005). Perawat meningkatkan aliran seperti posisi miring,
sebagai pemberi perawatan saat anak dirawat tinggi atau rendahkan bagian kepala tempat
dengan CAPD menurut Betz dan Sowden tidur, memeriksa posisi dan adanya hambatan
(2009) perawatan yang diberikan mulai pada selang dan tempatkan kantong cairan
pemasangan tenkhoff kateter sampai dengan pada ketinggian yang tepat. Tempelkan kateter
pasien pulang. Perawat harus mempersiapkan dan selang dengan kassa dan plester
pasien untuk pemasangan kateter dengan cara steril.Pertahankan klem pada posisi yang tepat,
mengkaji risiko terjadinya gangguan berikan antikoagulan dan lakukan irigasi
pendarahan, pirau ventrikuloperitoneal, kateter sesuai program.
hipotensi dan enterokolitis nekrotikan.

65
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Memantau tanda-tanda infeksi pada Peran perawat sebagai pemberi


area insersi kateter dan rongga peritoneum informasi atau pendidik adalah memberikan
dengan cara mempertahankan kepatenan penjelasan kepada pasien tentang data-data
sistem saat memasukkan dan mengeluarkan kesehatan, mendemontrasikan prosedur seperti
cairan dialysat dengan teknik steril. aktivitas perawatan diri, menilai apakah pasien
Mempertahankan balutan yang steril diatas memahami hal-hal yang dijelaskan dan
daerah insersi kateter dan bersihkan area mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran
insersi dengan larutan yang tidak mengiritasi (Potter & Perry, 2005). Perawat menggunakan
dan mengganti pakaian sesuai jadwal dan metode pembelajaran yang sesuai dengan
sesuai kebutuhan saat baju kotor atau basah. kemampuan dan kebutuhan klien serta
Monitor adanya demam, menggigil, melibatkan keluarga. Anak dan keluarga diberi
peningkatan nyeri tekan abdomen, kemerahan pembelajaran untuk dapat melakukan sendiri
atau pembengkakan pada daerah insersi CAPD setelah kondisi anak secara medis
kateter, peningkatan kadar leukosit dan dianggap stabil. Pelatihan dapat dilakukan
keruhnya cairan drainase. Melakukan pada unit rawat inap ataupun pada unit rawat
pemeriksaan kultur cairan dialisat dan jalan. Latihan CAPD memerlukan waktu lima
pemberikan antibiotik melalui intravena atau sampai dengan dua minggu. Program pelatihan
melalui kateter peritoneal dialysis sesuai yang diberikan berupa informasi dasar tentang
program. Mengatasi nyeri yang dirasakan anak CAPD; materi anatomi dan fisiologi dasar;
pada area punggung, kram dan area insersi proses penyakitnya; prosedur pertukaran
dengan menggunakan terapi analgetik dan dialisat; komplikasi yang mungkin terjadi serta
teknik nonfarmakologi sesuai respon yang tepat terhadap komplikasi
program.Memantau kehilangan protein serta tersebut; pemeriksaan tanda-tanda vital;
mempersiapkan anak dan keluarga untuk menimbang berat badan; perawatan kateter;
melakukan peritoneal dialysis di rumah teknik mencuci tangan; orang yang harus
(Smeltzer & Bare, 2002; Peritoneal Dialysis dihubungi jika ada masalah (Smeltzer & Bare,
Program, 2007; Betz & Sowden , 2009). 2002; Peritoneal Dialysis Program, 2007)
Peran perawat sebagai pengelola atau Perawat bersama dengan ahli gizi
sebagai manajer kasus berperan bertemu dengan anak dan keluarga selama
mengkoordinasikan aktivitas tim anggota periode latihan. Informasi tentang diet harus
lainnya seperti ahli gizi, sosial woker, dokter diberikan, meskipun diet pada pasien CAPD
spesialis ginjal anak dan mendelegasikan adalah diet yang bebas, namun ada beberapa
tanggungjawab asuhan dan mengawasi tenaga rekomendasi yang disampaikan seperti asupan
kesehatan lainnya (Potter & Perry, 2005). tinggi protein karena anak dapat kehilangan
Dalam hal ini perawat CAPD berkolaborasi protein melalui proses dialysis. Anak juga
dengan dokter mengenai kondisi anak, hasil dianjurkan untuk mengkomsumsi makanan
laboratorium serta pemberian terapi tinggi serat untuk mencegah terjadinya
farmakologi dan cairan dialisat yang harus konstipasi yang akan menghambat cairan
diberikan pada pasien, bersama ahli gizi dialisat ke dalam atau ke luar kavum
memberikan pengetahuan pada anak dan peritoneum. Pemberian calcium, phosfor dan
keluarga tentang diet yang akan dikonsumsi vitamin D sebagai pencegahan penyakit pada
anak. Cara pemesanan cairan dialisat serta tulang seperti nyeri pada tulang dan fraktur.
siapa perawat yang dapat dihubungi jika terjadi Pemberian suplemen zat besi pada anak juga
masalah pada anak (Smeltzer & Bare, 2002; dianjurkan karena berkurangnya hormon
Peritoneal Dialysis Program, 2007). eritropoitin sehingga anak sering mengalami
anemia dan mungkin dilakukannya transfusi

66
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

pada anak. Sarankan pada anak dan keluarga berupa: 1) peneliti berusaha membaca semua
untuk tidak menghentikan pengobatan sebelum transkrip verbatim berulang-ulang untuk
berkonsultasi dengan dokter ginjal atau mendapatkan makna dari pernyataan yang
perawat CAPD. Menjelaskan pada anak dan disampaikan oleh partisipan. 2) peneliti
keluarga tentang pentingnya tindak lanjut. memilih pernyataan-pernyataan dari partisipan
Perawatan tindak lanjut dapat melalui telepon yang berhubungan dengan tujuan penelitian
atau kunjungan pasien ke unit CAPD. dan menyusun kata kunci. 3) peneliti
Pergantian selang juga di informasikan pada selanjutnya menentukan kategori dari setiap
keluarga kapan waktunya selang untuk diganti kata kunci yang sudah peneliti susun. 4)
(Smeltzer & Bare, 2002; Peritoneal Dialysis peneliti mengorganisir makna dan melakukan
Program, 2007). pengkategorikan ke dalam kelompok tema, dan
sub tema. 5) peneliti mengintegrasikan hasil
Metode kedalam deskripsi yang lengkap dan mendalam
Metode dalam penelitian ini tentang pengalaman perawat merawat anak
menggunakan metode Deskriptif dengan yang menjalani terapi CAPD, 6) gambaran
pendekatan kualitatif fenomenologi. Partisipan yang telah di susun dikoreksi oleh pembimbing
dalam penelitian ini adalah perawat yang yang pakar dibidangnya. 7) melakukan validasi
bekerja di Unit Dialisis RS PGI Cikini Jakarta akhir dengan partisipan tentang hasil
yang telah memberikan perawatan pada pasien wawancara.
dewasa dan anak yang menjalani terapi
Hemodialisa dan CAPD.Partisipan dalam Hasil dan Pembahasan
kesehariannya bertugas sesuai dengan tugas Hasil
dan tanggungjawabnya pada kedua unit yaitu Partisipan dalam penelitian ini
unit Hemodialisa dan di Unit Poli CAPD.tugas berjumlah tujuh orang perawat yang pernah
dan tanggung jawab di atur oleh kepala merawat anak yang menjalani terapi CAPD di
ruangan Unit Dialisis. Teknik pengambilan Unit Dialisis RS PGI Cikini Jakarta. Hasil
sampel pada penelitian ini dengan purposive penelitian mendapatkan gambaran perawat
sampling.. dalam merawat anak yang menjalani terapi
Pada penelitian ini, peneliti CAPD dengan menghasilkan enam tema.
menggunakan teknik pengumpulan data Tema 1: Perawat mengoptimalkan terapi
dengan menggunakan wawancara mendalam CAPD pada anak. Tema 2: Perawat
(in depth interview). Pada saat wawancara melakukan koordinasi dan kolaborasi saat
berlangsung, peneliti juga melakukan memberikan perawatan. Tema 3: Perawat
pencatatan lapangan (field note) untuk memberi training CAPD kepada keluarga.
melengkapi data hasil wawancara. Catatan Tema 4: Tantangan yang dihadapi perawat
lapangan meliputi dokumentasi suasana, saat memberikan perawatan. Tema 5:
ekspresi wajah, perilaku dan respon non verbal menyusun strategi saat menghadapi anak.
partisipan selama wawancara berlangsung. Tema 6: Sikap dan perasaan perawat saat
Analisa data menggunakan metode merawat anak dan keluarga.
Collaizi Setelah melakukan wawancara,
peneliti memindahkan hasil rekaman ke dalam Pembahasan
komputer untuk dijadikan dalam bentuk tulisan Peneliti mendapatkan gambaran bahwa
sekaligus mengintegrasikan hasil rekaman partisipan mengoptimalkan terapi CAPD pada
dengan catatan lapangan.Setelah peneliti anak dengan melakukan pengkajian pada anak
membuat hasil wawancara dalam bentuk dengan dua sub-sub tema yaitu mengkaji
tulisan selanjutnya peneliti melakukan tahapan karakteristik dari pembilasan dan karakteristik

67
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

anak. Proses pembilasan atau irigasi dilakukan melakukan training, karakteristik orang yang
berulang-ulang atau beberapa siklus sampai akan dilakukan pelatihan, strategi yang
cairan yang dimasukan dan dikeluarkan dilakukan perawat agar pasien dan keluarga
berwarna jernih. Perawat mengkaji warna mampu melakukan CAPD secara mandiri dan
cairan pembilasan, jumlah cairan yang kriteria pencapaian pelatihan serta cara
dimasukan, jumlah cairan yang keluar dan perawat untuk memastikan keluarga sudah
proses pembilasan tidak menggunakan waktu mampu melakukan CAPD secara mandiri.
tunggu, jika cairan yang keluar jernih maka Perawat untuk memulai melakukan pelatihan
pembilasan akan dihentikan dan perawat sangat memperhatikan kesiapan keluarga dan
menutup transfer set pasien. Perawat memperhatikan kondisi klinis anak, dan
memaparkan proses pembilasan pada anak pemilihan orang yang dilakukan pelatihan
sesuai dengan dosis yang diprogramkan oleh tentunya adalah orang yang 24 jam bersama
dokter nefrolog anak. Perawat juga melakukan anak. Pelatihan dilakukan dengan
pemberian heparin sesuai program pada cairan menggunakan beberapa cara seperti
pembilasan untuk mencegah bekuan darah memperkenalkan dengan pasien yang
pada kateter tenckhoff. Gambaran yang terpasang CAPD, menggunakan alat bantu
dialami perawat sejalan dengan pendapat berupa pantom, menyediakan buku panduan
Potter dan Perry (2005) bahwa peran perawat serta melakukan demontrasi cara melakukan
sebagai pengelola atau sebagai manajer kasus dialysis.Pelatihan dilakukan sampai pasien dan
berperan mengkoordinasikan aktivitas tim keluarga mampu melakukan dialysis secara
anggota lainnya seperti ahli gizi, sosial woker, benar dan mandiri. Perawat juga menilai
dokter spesialis ginjal anak dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara
mendelegasikan tanggungjawab asuhan dan melakukan tes dan menilai cara kerja yang
mengawasi tenaga kesehatan lainnya. dilakukan pasien dan orang tua setiap
Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan melakukan pergantian cairan.
oleh partisispan peran perawat sebagai Gambaran yang diperoleh diatas sesuai
pengelola telah dilakukan dalam bentuk dengan teori bahwa perawat dalam hal ini
melakukan koordinasi dengan perawat diruang bertanggung jawab untuk menjadikan anak dan
anak dan melakukan kolaborasi dengan tenaga keluarga untuk memperoleh keterampilan dan
kesehatan lain seperti dokter spesialis nefrologi pengetahuan agar dapat melakukannya
anak serta ahli gizi. Dalam hal ini perawat sendiri, tentang bagaimana cara melakukan
CAPD berkolaborasi dengan dokter mengenai proses dialysis, pemesanan cairan dialisat,
kondisi anak, hasil laboratorium serta melakukan perawatan exit site, pencegahan
pemberian terapi farmakologi dan cairan terhadap infeksi, tanda-tanda kelebihan cairan,
dialisat yang harus diberikan pada pasien, keadekuatan insersi kateter, nutrisi, serta
bersama ahli gizi memberikan pengetahuan pertumbuhan dan perkembangan anak
pada anak dan keluarga tentang diet yang akan (Prowant, 2004; Avril & Elizabett, 2005;
dikonsumsi anak. Cara pemesanan cairan NKF-KDOQI, 2006; Ress, 2007).
dialisat serta siapa perawat yang dapat Tantangan yang dihadapi oleh
dihubungi jika terjadi masalah pada anak perawat CAPD berdasarkan pengalaman
(Smeltzer & Bare, 2002; Peritoneal Dialysis perawat adalah perawat CAPD siap untuk
Program, 2007). dihubunggi kapan saja dalam waktu 24 jam.
Gambaran berikutnya ditemukan RS PGI Cikini merupakan rumah sakit yang
perawat memberi training terapi CAPD kepada sudah memfasilitasi kemungkinan yang akan
keluarga dimana perawat membuat keputusan terjadi pada pasien atau keluarga yang
kapan waktu yang tepat untuk memulai mengalami kendala saat dirumah sehingga

68
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

menyediakan layanan dialysis dalam 24 jam. Asuhan atraumatik adalah menyediakan


Perawat bertugas pagi, siang dan malam untuk asuhan terapeutik dalam lingkungan, oleh
memberikan pelayanan dialysis yang terbaik. personil, dan melalui penggunaan intervensi
Pasien yang akan pulang sudah diberikan yang menghapuskan atau memperkecil distress
informasi oleh perawat nomer telepon yang psikologis dan fisik yang diderita oleh anak-
dapat dihubungi, jika terjadi sesuatu di rumah. anak, dan keluarga mereka dalam sistem
Partisipan mengatakan biasanya pasien lebih pelayanan kesehatan. Tujuan utama dari
banyak menghubunggi perawat dibandingkan perawatan atraumatik adalah jangan melukai
dokter. Perawat mengatakan ia akan berusaha dengan cara mencegah atau meminimalkan
menyampaikan informasi sesuai dengan perpisahan anak dan keluarga , meningkatkan
tanggungjawabnya jika jawaban tidak rasa kendali, mencegah atau meminimalkan
menyelesaikan masalah perawat akan nyeri dan cedera pada tubuh.
menyarankan pasien membawa anak ke RS Sikap dan perasaan perawat
PGI Cikini atau rumah sakit terdekat. Hal ini menghadapi anak dan keluarga gambaran
sesuai dengan literatur bahwa perawatan partisipan saat menghadapi anak dan keluarga
tindak lanjut dapat melalui telepon, antara lain perasaan terenyuh, sedih, kasihan,
handphone, email atau kunjungan pasien ke perasaan yang tidak enak, empati, perasaan
unit CAPD, kunjungan kerumah oleh perawat bangga, dan terharu sedangkan sikap yang
CAPD dan jika memungkinkan berkoordinasi ditampilkan perawat saat mengatasi
dengan perawat komunitas untuk melakukan perasaannya dengan bersikap tegar dihadapan
kunjungan rumah (Smeltzer & Bare, 2002; pasien, berusaha memahami orang lain,
Peritoneal Dialysis Program, 2007, Tambunan berperan sebagai ibu dan teman, memberikan
2007 dalam Yetti, 2007). Berdasarkan semangat, lebih sensitif dan lebih memahami
pernyataan partisipan perawat CAPD tidak anak. Seperti yang diuraikan Potter dan Perry
melakukan kunjungan rumah terhadap pasien (2005) sikap yang di miliki perawat antara lain
CAPD namun peran kunjungan rumah sudah care, empati dan altruism. Sikap care adalah
dilakukan oleh perawat dari produsen cairan semangat, tindakan penting dari inti
dialisat dan perawat CAPD mendapatkan keperawatan, kekuatan yang menyatakan,
informasi dari perawat tersebut terkait keadaan proses dinamika dan intisari struktural, care
atau kondisi anak. adalah nilai, caring adalah sebuah kebaikan.
Beberapa strategi yang dilakukan oleh Sikap caring yang perlu dikembangkan dari
perawat saat menghadapi pasien CAPD anak seorang perawat antara lain adalah memiliki
yaitu upaya yang biasanya dilakukan oleh rasa sensitif terhadap diri sendiri dan orang
perawat saat menghadapi anak antara lain lebih lain, mempunyai rasa menolong dan memiliki
hati-hati, lebih sensitif, mengajak anak jiwa supportif. Sikap yang ditampilkan
bercanda, menyambut anak dengan senang, partisipan saat merawat anak seperti bersikap
menunjukan rasa peduli, tidak memaksa anak, tegar dihadapan pasien, berusaha memahami
membujuk anak, bersikap empati, mengajak orang lain, berperan sebagai ibu dan teman,
anak bermain, melakukan pendekatan pada memberikan semangat, lebih sensitif dan lebih
anak bertahap, menjadi teman curhat, memahami anak merupakan sikap caring yang
memberikan mainan serta mengajak anak ditampilkan oleh perawat saat bertemu dengan
bicara, mempersilahkan orang tua anak dan keluarga.
mendampingi anak serta bertemu dengan
teman sekelompoknya. Menurut Hockenberry Kesimpulan
dan Wilson (2009) merawat anak harus Didapatkan gambaran perawat dalam
memperhatikan konsep asuhan atraumatik. merawat anak yang menjalani terapi CAPD

69
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

berupa perawat mengoptimalkan pemberian karakteristiknya yang bertujuan untuk


terapi CAPD pada anak meliputi pengkajian menurunkan dampak hospitalisasi akibat
pada anak, proses pembilasan yang dilakukan sakit dan dirawat, dapat berupa ruangan
oleh perawat pasca pemasangan tenckhoff dialysis khusus untuk anak dan tersedianya
kateter, melakukan proses dialysis, memahami alat main yang dapat digunakan selama
penatalaksanaan CAPD pada anak, dan mampu proses dialysis untuk mengurangi
mengatasi masalah yang sering terjadi saat kejenuhan anak.
proses dialysis serta melibatkan keluarga 2. Sediaan cairan dialisat khusus untuk anak
dalam perawatan CAPD. saat ini belum memfasilitasi anak dan hal
Perawat melakukan koordinasi dengan ini merupakan kendala yang dirasakan
perawat di ruang anak dan melakukan oleh perawat dan orang tua, institusi
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya pelayanan dapat memfasilitasi
seperti dokter dan ahli gizi. Perawat ketersediaan cairan dialisat dengan
memberikan training tentang CAPD pada bekerjasama dengan produsen cairan
keluarga dimulai dengan keputusan memulai dialisat sehingga pasien mendapatkan
memberikan training, mengkaji karakteristik pelayanan yang terbaik dan aman bagi
orang yang akan dilakukan training, menyusun anak yang menjalani terapi CAPD.
strategi training agar pasien atau keluarga 3. Institusi pelayanan mengadakan pelatihan
mampu melakukan CAPD secara mandiri dan atau pun seminar tentang perawatan
kriteria pencapaian training serta menentukan CAPD pada anak agar jumlah perawat
bentuk penilaian untuk memastikan keluarga yang menguasai perawatan dialysis pada
mampu melakukan CAPD secara mandiri. anak semakin banyak jumlahnya dengan
Tantangan yang dihadapi perawat antara lain biaya yang terjangkau
perawat siap dihubungi pasien kapan saja, 4. Diperlukannya keahlian khusus untuk
permasalahan yang sering dihadapi perawat perawat mampu merawat anak yang
saat melakukan perawatan CAPD pada anak menjalani terapi CAPD untuk itu perlu
serta keterampilan dan sikap yang harus adanya pelatihan bagi perawat agar
dimiliki oleh perawat saat merawat anak. pengetahuan dan keterampilan semakin
Strategi yang dilakukan oleh perawat berupa meningkat khususnya tentang perawatan
upaya untuk menghadapi anak seperti tidak CAPD pada anak, teknik komunikasi,
memaksa anak, membujuk anak, meminta memupuk sikap empati dan asuhan
orang tua mendampingi anak dan mengajak atraumatik pada anak.
anak bercanda saat perawat akan melakukan 5. Penting sekali perawat menjalankan
tindakan pada anak. Sikap perawat saat perannya sebagai konselor bagi pasien dan
menghadapi anak dan keluarga serta mengatasi keluarga dalam hal ini karena anak dan
perasaannya diungkapkan oleh semua keluarga akan menghadapi perawatan yang
partisipan dalam bentuk perasaan terharu, cukup lama atau bekerjasama dengan
kasihan, sedih dan terenyuh dan mengatasi psikolog atau psikiater anak sebagai
perasaanya saat itu perawat menampilkan tindakan preventif terjadinya masalah
sikap seperti memberikan semangat dan psikologis pada anak dan keluarga.
bersikap tegar dihadapan anak dan keluarga. 6. Perlunya ditingkatkan pelayanan asuhan
keperawatan yang komprehensif didalam
Saran menangani anak yang menjalani terapi
1. Pentingnya institusi pelayanan CAPD dimulai dari predialysis care,
menyediakan sarana dan prasarana yang intradialysis care danpostdialysis care.
memfasilitasi anak sesuai dengan

70
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Ucapan Terima Kasih Deborah, M. & Dina, M. (2006). Management


1. Ibu Krisna Yetti, SKp,M.App.Sc.,yang of pediatric patients with chronic kidney
telah memberikan ide, bimbingan, disease.Pediatric Nursing, 32(2),128-135.
semangat, arahan dan motivasi pada Gunasekara, W. D., Ng, K. H., Chan, Y. H.,
peneliti. Aragon, E., Foong, P. P., Lau, Y. W., et
2. Ibu Happy, MKep., SpKepAn selaku al. (2010). Specialist pediatric dialysis
pembimbing II yang senantiasa, nursing improves outcomes in children on
memberikan perhatian dan dorongan, chronic peritoneal dialysis. Pediatric
motivasi kepada peneliti. Neprhologi, 25, 2141-2147
3. Direktur Akademi Keperawatan Pasar Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009).
Rebo beserta seluruh staf yang telah Wong’s essentials of pediatric nursing
memberikan dukungan dan doanya. eight edition. Missouri: Mosby Elsevier.
4. Dr Jongguk Naiborhu, SH, MKes sebagai Kallenbach, J. Z., Gutch, C.F., Stoner, M. H.,
Direktur Utama RS PGI Cikini Jakarta & Corca, A. L. (2005). Review of
yang telah memberikan ijin peneliti hemodialysis for nurses and dialysis
melakukan penelitian di RS PGI Cikini. personnel. Seventh edition. St Louis
5. Seluruh keluarga besarku , Orang tua, Missouri: Mosby Elsevier.
Suami, Saudara dan anak-anakku Kelley, K. T. (2004). How peritoneal dialysis
tersayang. works. Nephrology Nursing Journal.
6. Seluruh perawat yang telah bersedia 31(5), 481-491.
meluangkan waktunya berbagi Noer, M. S. (2012).Gagal ginjal kronik pada
pengalaman dengan penulis merawat anak anak. Divisi Nefrologi Anak Bagian Ilmu
yang menjalani terapi CAPD. Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr
Soetomo Surabaya.
National Kidney Foundation.(2010). Nutrition
Daftar Pustaka and hemodialisis. New York
Avil, R. & Elizabeth, D. (2005). Peritoneal Polit, D. P. & Beck, C. T. (2012). Nursing
dialysis. Nursing Standard, 19(40), 55-65 Research: generating and assessing
Brokalaki, H., Matziou, V., Thanau, J., evidence for nursing practice. Philadelpia:
Zirogiannis, P., Dafni, U., & Papadatau, Lippincott William & Wilkins.
D. (2012). Job-related stress among Peritoneal Dialysis Program.(2007). Education
nursing personnel in greek dialysis unit. guide for peritoneal dialysis patients and
European Dialysis and Transplant Nurses families. Children‟s Medical Center.
Assocation-European Renal Care Dallas: Texas.
Assocition Journal, 27(4), 181-186. Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005). Buku ajar
Betz, C. L. & Sowden, L. A. (2009). Buku fundamental keperawatan konsep, proses,
saku keperawatan pediatric. Edisi 5. Alih dan praktik. Alih Bahasa: Yasmin Asih.
bahasa: Eny Meiliya. Jakarta: EGC. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Cresswell, J. W. (2011). Qualitative inguiry Prowant, B. (2004). Peritoneal dialysis
and research design: choosing among five nursing-we‟ve come a long way.
tradition. California: Sage Publications. Nephrology Nursing Journal, 31(5), 480-
Chowdhry, S. (2010).Exploring the concept of 580.
empathy in nursing: can it lead to abuse of Rees, L. (2007). Long- term peritoneal dialysis
patient trust. Nursing Time; 106:42. in infants. Peritoneal Dialysis
Internasional. 27(2007),180-184.

71
Jurnal Persada Husada Indonsia Vol.2. No.6 Juli 2015

Sugiyono. (2011). Metode penelitian Philadelpia: Lippincott William &


kuantitatif kualitatif dan R & D. Wilkins.
Bandung: Alvabeta. Yetti, K. (2007). Peran perawat dalam
Suharjono.(2013). Penyakit ginjal kronik, meningkatkan kualitas pasien peritoneal
dampak dan penanganannya, Materi dialysis. Jurnal Keperawatan Indonesia,
seminar nasional hidup sehat berawal dari 11(1), 25-29.
ginjal yang sehat. Akper RS Pelni
Petamburan (Tidak Di publikasikan).
Warady, B. A., Jabs, K., & Goldstein, S. L.
(2009). Chronic dialysis in children,
dalam Henrich, W. L. (4thed), Principles
and practice of dialysis (hlm.613-623).

72
PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL

 Jurnal Persada Husada Indonesia menerima naskah ilmiah mengenai hasil penelitian, tinajaun hasil-hasil
penelitian, metodologi dan pendekatan-pendekatan baru dalam penelitian yang berkaitan dengan dunia
kesehatan
 Naskah yang dikirim merupakan naskah asli dan belum pernah diterbitkan sebelumnya
 Naskah yang telah diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan naskah tidak boleh diterbitkan dalam bentuk
apapun tanpa persetujuan redaksi.
 Jenis naskah yang diterima redaksi adalah hasil penelitian atau kajian analitis di bidang Ilmu Kesehatan.
 Artikel ditulis dengan Times New Roman, ukuran 11, spasi 1.15 dan dalam format dokumen berukuran A4
(210mm x 297mm) dengan margin atas 3.5cm, bawah 2.5cm, kiri dan kanan 2.5cm, rata kanan-kiri.. Isi
dokumen, sudah termasuk tabel, grafik, gambar tidak boleh lebih dari 15 halaman. Hudul harus singkat,
informatif dan tidak lebih dari 16 kata. Artikel dibuat 2 kolom
 Sistematika penulisan naskah hasil penelitian meliputi: judul bahasa Indonesia, nama penulis, judul bahasa
Inggris, abstrak bahasa Indonesia disertai kata kunci, abstrak bahasa Inggris disertai kata kunci, pendahuluan,
metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, saran, ucapan terimakasih (bila ada), dan daftar pustaka.
 Judul naskah menggambarkan isi pokok tulisan secara singkat, jelas dan informative. Judul ditulis dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ringkasan judul (tidak lebih dari 40 karakter) hendaknya juga
disertakan.
 Nama penulis ditulis lengkap disertai catatan kaki tentang profesi dan instansi tempat penulis bekerja.
 Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia, Inggris dan tidak lebih dari 250 kata serta intisari seluruh tulisan,
meliputi : tujuan, metode, hasil dan simpulan. Di bawah abstrak disertakan 3-5 kata-kata kunci (key words).
 Pendahuluan berisi latar belakang justifikasi mengapa penelitian itu dilakukan, perumusan masalah, tinjauan
pustaka
 Metodeberisi desain dan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, cara
pengumpulan data dan instrumen penelitian, teknik pengolahan dan analisis data.
 Hasil dan Pembahasan. Hasil dikemukakan dengan jelas bila perlu dengan ilustrasi (lukisan, grafik, diagram)
atau foto. Hasil yang telah dijelaskan dengan tabel atau ilustrasi tidak perlu diuraikan panjang lebar dalam
teks. Garis vertikal dan horizontal dalam tabel dibuat seminimal mungkin agar memudahkan penglihatan.
Tabel, grafik dan gambar diberi nomor urut angka disertai judul dan keterangan yang lengkap. Pembahasan
menerangkan arti hasil penelitian, bagaimana hasil penelitian yang dilaporkan dapat memecahkan masalah,
perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu serta kemungkinan pengembangannya.
 Daftar pustaka, disusun alfabetis menurut sistem Harvard. Setiap nama pengarang diberi nomor urut sesuai
dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan mencantumkan: (a)untuk buku: nama-nama penulis, editor,
penerbit, tahun, dan nomor halaman. (b) untuk terbitan berkala: nama-nama penulis, judul tulisan, judul
terbitan (disingkat sesuai dengan Index Medicus), volume, tahun, dan nomor halaman. (c) Internet: website,
judul naskah, waktu unduh. Ketentuan penulisan sebagai berikut: Jarak spasi yang digunakan 1.15 spasi.
Baris kedua setiap pustaka dimulai menjorok ke dalam dengan 5 ketukan. Urutan penulisan artikel
berdasarkan abjad tanpa diberi nomor.
 Penyerahan Naskah dalam bentuk print out naskah dan satu CD yang berisi naskah. Naskah juga dikirim
melalui e-mail kepada penyunting dengan alamat phi.jurnal@gmail.com
 Tiap naskah akan ditelaah oleh reviewer dan/atau mitra bestari. Naskah yang diterima dapat disunting atau
dipersingkat oleh reviewer. Naskah yang tidak memenuhi ketentuan dan tidak dapat diperbaiki oleh reviewer
dikembalikan lagi kepada penulis.
 Naskah yang tidak diterbitkan akan dikembalikan kepada penulis.

73

Anda mungkin juga menyukai