Anda di halaman 1dari 2

Nama: La Ode Muhammad Bangkit Sanjaya

NIM: H1A121051
Jurusan: Ilmu Hukum
Kelas: A
Mata Kuliah: Agama

Prospek Moderasi Beragama di Sulawesi Tenggara

Dalam Islam, moderasi beragama dikenal dengan istilah Ummatan Washatan, istilah
tersebut terdapat di dalam Al-Qur’an surah al-baqarah ayat 143. Kata wasath berarti tengah,
pertengahan, moderat, jalan tengah, seimbang antara dua kutub atau dua ekstrim (kanan dan
kiri).
Ummatan washatan adalah umat yang bersikap, berpikiran, dan berperilaku moderasi,
adil, dan proporsional antara kepentingan material dan spiritual, ketuhanan dan kemanusiaan,
masa lalu dan masa depan, akal dan wahyu, individu dan kelompok, realisme dan idealisme,
dan orientasi duniawi dan ukhrawi.
Umat yang mengambil jalan tengah berarti tidak kikir dan tidak boros, tidak
berlebihan sekaligus tidak berkekurangan. Semuanya dilakukan secara seimbang,
proporsional, dan adil, tidak berat sebelah, dan tidak zhalim.
Secara umum, kata “moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam
bahasa Inggris, kata “moderasi” berasal dari kata moderation, yang berarti sikap sedang,
sikap tidak berlebih-lebihan. Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio, yang
berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata “moderasi” berarti penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman.
Kata ini adalah serapan dari kata “moderat”, yang berarti sikap selalu menghindarkan
perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah.
Jadi, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata “beragama”,  menjadi
“moderasi beragama”, maka istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi
kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama. Gabungan kedua kata itu
menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu
menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari
jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan
bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.
Sulawesi Tenggara yang merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia
memiliki masyarakat dan budaya yang majemuk. Ragam suku, adat, bahasa serta agama bisa
ditemukan di sini. Keragaman tersebut jelas merupakan suatu anugerah dari Tuhan. Namun,
di sisi lain keragaman tersebut juga bisa menjadi sebuah ancaman yang serius bagi persatuan
di tengah masyarakat apabila keragaman tersebut tidak dijaga dengan baik.
Di sinilah peran penting moderasi beragama, moderasi beragama memiliki peran yang
sangat penting dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia, khususnya
Sulawesi Tenggara. Moderasi beragama jika dimplementasikan dengan baik, mampu
memangkas habis paham-paham ekstrem tentang keabsolutan dan subjektivitas agama dan
paham-paham yang bertentangan dengan agama itu sendiri.
Di Sulawesi Tenggara sendiri, kerukunan antar umat beragama masih bisa dirasakan
sampai saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan minimnya gesekan atau konflik antar umat
beragama di Sulawesi Tenggara, juga mimimnya kejahatan terorisme atas nama agama yang
terjadi di Sulawesi Tenggara. Berbeda dengan beberapa daerah-daerah lain di Indonesia yang
sudah berhadapan langsung dengan terorisme yang mengatasnamakan agama, seperti
peristiwa bom bunuh diri di Masjid Az-Zikra Mapolresta Cirebon pada tahun 2011, bom
bunuh diri di Gereja Katedral di Makassar, serta tindakan terorisme lain yang pernah terjadi
di Indonesia.
Pemerintah Sulawesi Tenggara, melalui pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam
membina kerukunan antar umat beragama seperti Kementerian Agama Sultra, telah
melakukan banyak tindakan pencegahan dalam menghadapi isu-isu radikalisme di Sultra.
Diantaranya dengan mengadakan seminar-seminar bertemakan moderasi beragama, seperti
yang baru saja di laksanakan di Kendari pada Februari 2021 lalu.
Pemda Sultra melalui program Sultra beriman dan berbudaya kata Wakil Gubernur
Sulawesi Tenggara, Lukman Abunawas, sudah berkolaborasi dengan Kemenag Sultra dalam
membangun kehidupan umat beragama yang damai, dan melalui kolaborasi  itu pernah
menggelar melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan berskala nasional didaerah ini yakni
MTQ Nasional 2006, Utsawa  Dharma Gita Nasional 2008 dan Pesta Paduan Suara Gerejawi
(Pesparawi) nasional 2010. Selain itu katanya, ada beberapa rumah ibadah yang berdiri
berdampingan seperti gereja dan masjid di Kendari dan Baubau. Ini menunjukkan betapa
toleransi kehidupan beragama di Sulawesi Tenggara.
Tidak hanya itu, langkah konkret untuk menjaga kerukunan umat beragama di Sultra
juga diambil oleh Polda Sultra. Pada awal Februari 2021, Polda Sultra menggandeng NU
Sultra untuk menjalin ikatan dan sinergitas agar selalu berperan aktif dalam menangkal
paham radikalisme, terorisme dan intoleran masuk di wilayah bumi anoa.
Pada dasarnya kerukunan antar umat beragama di daerah Sulawesi Tenggara masih
dapat dikatakan terjaga dengan baik. Namun, pemerintah dan masyarakat harus tetap
waspada dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang konkret, agar paham-paham
yang berpotensi merusak kedamaian dan persatuan masyarakat tidak berkembang di Sultra.
Menurut penulis, bukan hanya pemerintah yang berkewajiban memberantas
perkembangan paham-paham radikal, tetapi juga peran serta orang tua, guru dan dosen sangat
vital dalam membentengi para generasi muda agar tidak mudah dicekoki oleh paham-paham
yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa itu. Karena, saat ini, golongan anak muda
lah yang menjadi sasaran empuk untuk disusupi dan didoktrin oleh paham-paham radikal
tersebut.
Kerukunan yang ada saat ini mesti terus kita jaga bersama, masa depan kerukunan dan
kedamaian antar umat beragama di Sultra saat ini, ditentukan oleh generasi mudanya.
Generasi muda saat ini harus dididik dengan wawasan kebangsaan serta pemahaman
moderasi bergama yang baik dan benar, agar mereka tidak keliru mempraktikannya di
kehidupan sosial dan bermasyarakat.

Anda mungkin juga menyukai