Prenatal Diagnostic Referat Obgyn
Prenatal Diagnostic Referat Obgyn
PRENATAL DIAGNOSTIC
OLEH :
Haykel Mansyur
C 11109818
PEMBIMBING :
dr. Ferdinand Rambu Todding
SUPERVISOR :
dr. Ellen Wewengkang, Sp.OG
Benar telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada
bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Konsulen Pembimbing
Mengetahui,
KPM Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
ii
SURAT KETERANGAN PEMBACAAN REFERAT
Konsulen Pembimbing
Mengetahui,
KPM Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
iii
DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT
10
11
12
13
14
15
16
iv
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Konsulen Pembimbing
v
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................. i
SURAT PENGESAHAN .......................................................................... ii
SURAT KETERANGAN PEMBACAAN REFERAT .............................. iii
DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT ......................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ vi
PRENATAL DIAGNOSTIC
1. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
2. INDIKASI TES DIAGNOSTIK ................................................. 2
3. TUJUAN ...................................................................................... 4
4. ANAMNESIS .............................................................................. 5
1) Riwayat Obstetri Sebelumnya .................................................. 5
2) Riwayat Merokok .................................................................... 5
3) Riwayat Minum Alkohol ......................................................... 5
4) Riwayat Medis ........................................................................ 6
5) Riwayat Keluarga .................................................................... 6
6) Sikap Pasien ............................................................................ 6
5. PEMERIKSAAN FISIS .............................................................. 7
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................ 8
1) USG umum ............................................................................. 8
2) Tes Genetik – Analisis Kromosom .......................................... 18
Fluorescent in situ hybridization (FISH) .................................. 20
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI) ....................................... 21
4) Maternal Serum Screening ...................................................... 21
vi
PRENATAL DIAGNOSTIC
1. Pendahuluan
Diagnosis prenatal merupakan sebuah proses untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya anomali atau kelainan genetik pada janin, untuk
memberikan informasi pada calon orang tua, serta memungkinkan untuk
mengubah penatalaksanaan kehamilan dan/atau perawatan postnatal. (1)
Insidens abnormalitas berat yang ditemukan pada saat lahir adalah
sekitar 2-3%. Anomali tersebut mencakup sebagian besar dari kematian pada
neonatus, dan lebih dari ¼ kasus pediatri yang masuk ke rumah sakit terjadi
akibat kelainan genetik. Diagnosis prenatal merupakan sebuah pengetahuan
untuk mengidentifikasi abnormalitas struktural atau fungsional tersebut pada
janin yang sedang berkembang. (2)
Menurut The Australian Handbook for General Practitioners, tes
(3)
prenatal dibagi menjadi 2 yaitu tes skreening dan tes diagnostik. Tujuan
utama dari tes skreening atau diagnostik prenatal adalah untuk
mengidentifikasi resiko abnormalitas struktural, genetik, metabolik, atau
hematologik pada janin. Perbedaan antara tes skreening dan diagnostik adalah
bahwa tes skreening didesain memiliki sensititifitas yang tinggi, tetapi juga
memiliki tingkat false positif yang tinggi. Tes skreening bertujuan untuk
mengetahui apakah bayi tersebut memiliki peningkatan resiko menderita
masalah tertentu seperti sindrom Down atau neural tube defect. Sebaliknya,
tes diagnostik lebih akurat sehingga dapat digunakan untuk menentukan klinis
dan penatalaksanaannya. Tes diagnostik digunakan untuk menentukan apakah
bayi tersebut telah atau akan mengalami kelainan genetik setelah lahir. (3, 4)
Ada banyak kelainan yang dapat terjadi, tetapi hanya sedikit yang
dapat didiagnosis sebelum bayi lahir. Abnormalitas kromosom dan neural
tube defect merupakan kelainan yang paling sering didapatkan pada saat
melakukan prosedur diagnostik prenatal rutin. Kadang-kadang prosedur
tersebut juga dapat mendeteksi kelainan genetik seperti cystic fibrosis dan
penyakit sickle cell. Tes spesifik tersebut diminta jika diketahui adanya
kehamilan yang beresiko tinggi mengalami kelainan genetik. (5)
1
Contoh prosedur diagnostik prenatal misalnya ultrasound,
amniosentesis, dan chorionic villus sampling (CVS). Amniosentesis dan
chorionic villus sampling (CVS) dapat mendeteksi kelainan spesifik seperti
abnormalitas kromosom. Kedua prosedur tersebut memiliki resiko terjadinya
keguguran atau kematian janin (sekitar 1 dari 300 kasus atau kurang). (3, 5)
Di Amerika Serikat, standar pelayanan obstetri adalah melakukan CVS
atau amniosentesis pada wanita yang akan berusia ≥ 35 tahun pada saat
melahirkan, karena wanita tersebut beresiko tinggi melahirkan anak dengan
sindrom Down atau beberapa tipe aneuploidy lainnya. (6)
Tabel 1. Beberapa kelainan genetik yang dapat diketahui sebelum bayi lahir (7)
2
kromosom pada janin juga meningkat. Mayoritas keguguran terjadi pada
(1)
trimester pertama kehamilan. Misalnya, wanita berusia 35 tahun
memiliki resiko melahirkan anak yang menderita sindrom Down sebesar
0.3% (1 per 385 kelahiran), sedangkan wanita berusia 45 tahun sebesar 3%
(1 per 30 kelahiran). (6)
• Peningkatan atau penurunan kadar serum alpha-fetoprotein (AFP)
maternal
• Hasil skreening serum maternal abnormal (ditemukan adanya peningkatan
resiko pada hasil tes skreening)
3
• Teratogen
Penyakit ibu (misalnya diabetes insulin-dependent,
phenylketonuria), infeksi (misalnya toxoplasmosis, rubella) atau paparan
terhadap zat-zat internal atau eksternal (obat-obatan, alkohol, radiasi) tidak
berhubungan dengan penyakit kromosom atau genetik, tetapi dapat
menyebabkan abnormalitas janin. (1)
• Penemuan USG abnormal (adanya tanda-tanda abnormalitas kromosom)
Gambar 2. Usia ibu dan resiko melahirkan bayi dengan sindrom Down (3)
3. Tujuan
Tujuan dari diagnosis / skreening prenatal adalah sebagai berikut : (10)
• Untuk memastikan bahwa kehamilan tersebut tidak terkomplikasi dan
dapat melahirkan bayi yang sehat
• Mengidentifikasi dan melakukan penatalaksanaan jika ada keadaan yang
beresiko
• Mengindividualisasikan tingkat pelayanan kesehatan yang diperlukan
• Membantu ibu hamil dalam persiapan kehamilan, melahirkan, dan
mengasuh anak
• Skreening adanya penyakit umum yang kemungkinan dapat
mempengaruhi kesehatan ibu hamil / janinnya
• Melatih kebiasaan sehat yang baik untuk ibu hamil dan keluarganya
4
4. Anamnesis
Beberapa hal yang harus ditanyakan pada saat melakukan anamnesis pada
pasien adalah :
1) Riwayat Obstetri Sebelumnya (10, 11)
• Gravid (G)
Merupakan jumlah total kehamilan, termasuk kehamilan intrauterin
normal dan abnormal, aborsi, kehamilan ektopik, dan mola hidatiform.
Kehamilan ganda dihitung 1.
• Paritas (P)
Merupakan kelahiran bayi dengan berat > 500 g, baik hidup atau mati.
Jika beratnya tidak diketahui, gunakan usia gestasi ≥ 24 minggu.
Kehamilan ganda tetap dihitung 1. Nullipara artinya belum melahirkan
bayi dengan berat > 500 g atau usia gestasi ≥ 24 minggu.
• Abortus (A)
Merupakan terminasi kehamilan pada usia gestasi usia gestasi < 24
minggu atau berat janin < 500 g.
• Riwayat melahirkan preterm sebelumnya (< 34 minggu)
• Riwayat abortus spontan rekuren (3 kali atau lebih)
5
4) Riwayat Medis dan Operasi (10)
Catat semua alergi dan sensitifitas obat, obat yang pernah
digunakan, riwayat sakit yang penting, dan transfusi darah.
Catat semua tanggal operasi dan trauma berat serta dampaknya.
Terkait masalah melahirkan dengan cara caesar, catat tipenya
(dokumentasi insisi uterus), indikasi, percobaan persalinan normal, dan
masalah operasi khusus atau komplikasi postoperatif.
5) Riwayat Keluarga
Catat kelainan medis, genetik, dan psikiatri yang mungkin dapat
mempengaruhi pasien atau anaknya (misalnya DM, kanker, dan kelainan
mental). (10)
Menurut The Australian Handbook for General Practitioners,
riwayat keluarga wanita serta pasangannya yang harus diketahui berupa :
(3)
6
operatif, perawatan postpartum untuk bayi, perawatan rumah sakit lainnya,
dan responnya terhadap memiliki seorang anak.
5. Pemeriksaan Fisis
Lakukan pemeriksaan umum menyeluruh dengan fokus pada sistem
serta organ reproduksi yang paling berpengaruh dalam kehamilan. Hasil
pemeriksaan kepala, telinga, mata, dan tenggorokan harus dicatat. Wajib
melakukan auskultasi jantung dan paru secara seksama. Penyakit berat
biasanya dapat diketahui pada saat pemeriksaan fisik obstetrik (misalnya
anemia, tuberkulosis, dan tumor mamma). (10)
7
• Presentasi janin yang dinilai setelah 34 minggu dengan menggunakan
Leopold atau USG.
6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan penunjang, ada beberapa cara yang dapat
digunakan, diantaranya adalah :
1) USG umum
USG bekerja dengan cara menghasilkan gelombang suara
intermittent berfrekuensi tinggi dengan mengalirkan aliran listrik ke
transducer yang dibuat dari material piezoelektrik. Transducer tersebut
mengirimkan sinyal gelombang suara yang melewati kulit dan jaringan
lunak hingga mencapai densitas jaringan yang berbeda. Kemudian,
sejumlah energi suara yang sama dengan perbedaan densitas permukaan
tersebut dipantulkan kembali ke transducer. Kemudian gelombang
tersebut akan menghasilkan voltase listrik yang akan terbaca di layar. (12)
USG secara umum dilakukan selama kehamilan, karena tidak
memiliki resiko terhadap ibu atau janinnya. USG dapat digunakan untuk :
(3, 7)
8
Gambar 3. Teknik pengukuran crown-rump length (CRL) pada janin dengan hasil CRL 60 mm
(12 + 3 minggu) (13)
Gambar 4. Kepala janin. (a) Pengukuran diameter biparietal (BPD) (kaliper). Perhatikan potongan
aksial kepala dan posis sentral ventrikel 3 dan struktur midline (T merupakan ventrikel 3 dan
thalamus). Lingkar kepala juga diukur dalam posisi ini. (b) Pleksus choroideus normal (C) dan
falx medial serta fissura interhemisferik. (13)
9
belakang disebut posterior. Dinding samping disebut sebagai lateral
kiri atau kanan. Pada dinding atas disebut sebagai fundal. Salah satu
tujuan dari menentukan letak plasenta adalah mengetahui apakah
terjadi plasenta previa atau tidak. (15)
Gambar 5. Contoh USG yang menunjukkan plasenta yang terletak pada dinding belakang uterus
(posterior). Plasenta menutupi seluruh serviks. Terletak 1.5 cm dari serviks. (15)
10
Gambar 6. Spina bifida - myelomeningocele lumbosacral. Dapat dihindari dengan pemberian
asam folat (9)
Gambar 7. Tetralogi Fallot. Aorta (a) bersusun dengan septum interventrikular (s) (9)
11
peritoneum. Pada exomphalos, terjadi kegagalan usus masuk ke
rongga abdomen pada usia gestasi 8 minggu. (9)
• Defek ekstremitas
Defek ekstremitas, pada contoh ini (Gambar 10) defek
ekstremitas bawah terjadi karena caudal regression syndrome (CRS).
CRS merupakan kumpulan anomali kongenital dimana dapat terjadi
kegagalan pembentukan sakrum, vertebra lumbal, gangguan medula
spinalis distal, serta kegagalan pembentukan regio kaudal. (16)
12
Gambar 10. USG transvaginal yang menunjukkan adanya abnormalitas ekstremitas bawah (16)
Gambar 11. Displasia renal. Perhatikan ginjal yang membesar yang memiliki kista berisi cairan.
(9)
13
• Tanda-tanda yang dihubungkan dengan gangguan kromosom atau
genetik lainnya.
Contohnya misalnya pada Gambar 6, yaitu mengetahui adanya
kelainan berupa sindrom Down pada janin.
Gambar 12. Gambaran USG yang menunjukkan pengukuran nuchal translucency (nuchal fold) di
bagian belakang leher janin. Peningkatan ketebalan nuchal (> 2 mm pada trimester pertama; > 5
mm pada trimester kedua) dihubungkan dengan peningkatan resiko menderita sindrom Down (dan
aneuploidi lainnya). (1)
14
(1, 3)
dengan menggunakan bantuan USG (lihat gambar dibawah).
Teknik transabdominal lebih dipilih karena teknik transvaginal
memiliki resiko infeksi dan keguguran janin yang lebih besar. (9)
• Amniosentesis
Amniosentesis pertama kali dilakukan pada tahun 1952 untuk
mendiagnosa adanya penyakit hemolitik prenatal. Pada pertengahan
tahun 1970an, prosedur tersebut menjadi standar untuk mendapatkan
karyotype janin. Prosedur ini biasanya dilakukan pada usia kehamilan
15 minggu, hingga batas 19-20 minggu. Sampel cairan amnion
15
(sebanyak 20-30 mL) diambil dari sekitar janin dengan menggunakan
jarum halus berukuran 20-22 Gauge dengan menggunakan bantuan
USG (lihat gambar dibawah). Tes ini dilakukan pada sel-sel dari cairan
amnion yang berasal dari fetus, berbeda dengan CVS yang memeriksa
(1,
sel plasenta. Hasilnya akan selesai dalam waktu 1 hingga 3 minggu.
3, 12)
16
aliran darah janin. Keseluruhan prosedur tersebut biasanya
berlangsung selama 45 menit hingga 1 jam. Resiko terjadinya
keguguran sebesar 2%. Sama seperti amniosentesis, prosedur ini juga
memiliki resiko lain seperti infeksi, nyeri, dan perdarahan. (18)
17
• Beberapa kelainan metabolik
• Infeksi seperti toksoplasmosis dan rubella
• Beberapa penyebab masalah struktural atau restriksi pertumbuhan
intrauterin
18
normalitas kromosom seseorang dan untuk menilai berbagai kelainan
genetik seperti sindrom Down dan sindrom Klinifelter. (19)
Gambar 19. Karyotype penderita sindrom Down, yang dikarakteristikkan dengan adanya ekstra
kromosom 21 yang berasal dari sel telur atau sel sperma. Karyotype ini adalah 47, XY, +21. Jika
penderitanya wanita, maka akan menjadi 47, XX, +21. (1)
19
Fluorescent in situ hybridization (FISH) (3, 9)
FISH merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan melokalisasi ada atau tidak adanya sekuens DNA
spesifik pada sel dan jaringan. (20)
Jika ada kecurigaan besar adanya anomali pada janin (misalnya
hasil tes skreening menunjukkan peningkatan resiko), atau jika dibutuhkan
hasil yang cepat, maka analsis FISH juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sampel yang didapatkan melalui CVS, amniosentesis, atau
dari sampel darah. Hasil FISH selesai dalam 1 hingga 2 hari. (3, 17)
Kemampuan FISH untuk mendeteksi susunan kromosom kriptik
lebih bagus dibandingkan dengan teknik banding sitogenetik. Namun,
FISH konvensional tidak dapat melakukan evaluasi komprehensif terhadap
keseluruhan kromosom. Sehingga FISH memberikan analisis resolusi
tinggi hanya pada lokasi tertentu saja. (21)
Pada prosedur FISH, DNA ditandai dengan molekul fluorescent
yang berikatan pada daerah spesifik di kromosom, dan setelah pewarnaan
dapat dilihat dibawah mikroskop fluorescent. (17)
Indikasi FISH : (3)
• Abnormalitas janin yang dideteksi pada USG rutin trimester kedua
• Peningkatan resiko pada tes skreening
• Gestasi lama
• Kecemasan orang tua
Keuntungan FISH : (20)
• Single, dual, atau multiple colored probe untuk deteksi yang cepat,
sensitif, dan spesifik
• Dapat bekerja pada metaphase spread, paraffin embedded, dan
jaringan beku
• Rasio signal-to-noise yang tinggi
• Cross-reactivity yang rendah
Salah satu kekurangan FISH konvensional adalah tidak dapat
mendeteksi target lain, sehingga dapat memunculkan hasil negatif jika
20
kriteria diagnosis klinisnya tidak tepat. Penggunaan tes FISH harus
dibatasi hanya untuk diagnosis serta penelitian adanya mosaicism, yang
dilanjutkan dengan skreening lanjutan pada anggota keluarga, diagnosis
prenatal, dan diagnosis preimplantasi. (21)
Gambar 20. Contoh hasil tes FISH pada kromosom 13, 18, dan 21 dengan menggunakan 3-Color
FISH Probe (20)
21
gonadotropin (HCG), dan unconjugated oestriol (UE3) diukur pada usia
kehamilan 15-18 minggu. Zat-zat tersebut berasal dari janin dan melewati
cairan amnion menuju ke sirkulasi maternal melalui plasenta. AFP
merupakan sebuah glikoprotein yang disintesis oleh janin dan cairan
amnion pada usia kehamilan sekitar 13 minggu. (1, 12)
Kadar serum AFP yang rendah (serum AFP maternal < 0.25
MoM), UE3 yang rendah (≤ 0.5MoM), dan/atau peningkatan kadar HCG
(nilai normal hCG bervariasi dari > 2.0 MoM hingga > 4.0 MoM)
dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya sindrom Down,
sedangkan penurunan ketiga zat tersebut menunjukkan adanya resiko
trisomi 18 atau triploidy. Secara khusus, kadar AFP yang rendah
dihubungkan dengan kejadian aborsi spontan, persalinan preterm, missed
abortion, kematian janin, dan peningkatan resiko makrosomia; sedangkan
kadar AFP yang tinggi (serum AFP maternal > 2.5 MoM) dihubungkan
dengan peningkatan resiko menderita neural tube defect dan defek dinding
abdomen, abnormalitas plasenta seperti chorioangioma, kehamilan ganda
atau kematian janin, atau gangguan pada ibu seperti tumor ovarium atau
choriocarcinoma. Kadar HCG yang tinggi berhubungan dengan
(1, 22)
peningkatan resiko dalam kehamilan.
Maternal serum inhibin-A merupakan marker trimester kedua dan
digunakan pada skreening quadruple. Nilainya menurun jika terdapat
sindrom antibodi antifosfolipid primer (nilai rata-rata 0.60 MoM).
Nilainya meningkat drastis pada kehamilan dengan komplikasi berupa
triploidy dan sindrom HELLP serta pada keadaan meninggalnya satu dari
2 bayi kembar pada trimester pertama. (22)
22
Tabel 2. Teknik diagnosis prenatal (9)
23
REFERENSI
2. Prenatal Diagnosis and Fetal Therapy. In: Cunningham FG, Hauth JC,
Leveno KJ, Gilstrap L, Bloom SL, Wenstorm KD. Williams Obstetrics 22nd
Edition. USA: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005. p. 179.
10. Chapter 5 - Diagnosis of Pregnancy and Prenatal Care. In: Pernoll ML.
Benson & Pernoll's Handbook of Obstetrics & Gynecology Tenth Edition.
New York, USA: McGraw-Hill Companies; 2011. p. 122, 28-30.
11. Chames MC. Prenatal Care. UMHS Prenatal Care Guideline. December
2013:1-17.
12. Eappen S, Ponkey SE. Prenatal Diagnosis of Fetal Disorders. In: Datta S.
Anesthetic and Obstetric Management of High-Risk Pregnancy 3rd Edition.
New York: Springer-Verlag Inc. p. 23, 24, 44.
24
13. ISUOG Practice Guidelines : performance of first-trimester fetal ultrasound
scan. Ultrasound Obstet Gynecol. 2013;41:102-13. John Wiley & Sons, Ltd.
25