Anda di halaman 1dari 20

Makalah Mata kulia Birokrasi

“KEDUDUKAN BIROKRASI DALAM NEGARA

PADA ABAD GLOBALISASI “

NAMA : HANA FADILLAH

KELAS : A

NIM :1965142030
Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat,
taufik, hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan masalah
makalah tentang kedudukan birokrasi dalam Negara pada abad globalisai dengan
tepat waktu.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasa dan kami menyadari bahwa pengetahuan
kami sangatlah terbatas. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah yang telah kami susun ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap para pembaca.

Makassar, 26 February 2021


DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR …………………………………………………………...2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..3

BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar Belkang………………………………………………………….…4

B. Rumusan Masalah ………………………………………………….....15


C. Tujuan………………………………………………………………….15

BAB II PEMBAHASAN

A.Reformasi Birokrasi…………………………………………………....14

B.Birokrasi Indonesia Sebelum Adanya Reformasi Birokrasi……………..15

C.Mekanisme Pelaksanaan yang Seharusnya diLakukan oleh Pemerintah Guna

Mengetahui Pantologi…………………………………………………16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………….….18

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….......20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi birokrasi merupakan sebuah kebijakan yang dibuat


untuk mengubah atau membuat suatu perbaikan dalam birokrasi
pemerintahan Indonesia saat ini. Perubahan atau perbaikan yang ingin
dilakukan dalam reformasi birokrasi mencakup struktur dan proses
dalam penyelenggaraan pelayanan publik, serta perubahan pada
mindset dan culturset pegawai. Reformasi birokrasi juga bertujuan
untuk memperbaiki prosedur administrasi dibirokrasi pemerintah,
perbaikan penggunaan keuangan negara dan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah. Dasar hukum pelaksanaan kebijakan reformasi
birokrasi ini tertuang dalam Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Penjabarannya
dituangkan dalam Permenpan & RB No.20 Tahun 2010 dan
Permenpan & RB No.11 Tahun 2015 tentang road map Reformasi
Birokrasi.

Sistem birokrasi sangat diharapkan dapat menjalankan perannya


secara optimal. Namun, dalam kenyataannya, keberadaan birokrasi
dalam pemerintah sering kali dipandang secara dikotomis, selain
dibutuhkan untuk melaksanakan urusan pemerintah sehari-hari,
birokrasi juga sering kali dianggap sebagai sistem yang menyebabkan
jalannya pemerintahan dan layanan publik tersendat dan bertele-tele.
Gejala penyakit birokrasi seperti ini , tampak pula dalam sistem
birokrasi pemerintahan di Indonesia. Berbagai kritik tentang in-
efisiensi dalam sistem birokrasi Indonesia, kuantitasnya yang terlalu
besar dan kaku sudan sering dinyatakan terbuka (Thoha, 1987;
Dwiyanto, 2002). Sistem pencaloan yang merajalela, nepotisme serta
terjadinya berbagai patologi birokrasi menyiratkan bahwa reformasi
birokrasi pemerintah harus dilakukan.

Reformasi birokrasi pemerintah sangat mendesak untuk


dilakukan ketika dikaitkan dengan berbagai perubahan dalam konteks
global, antara lain perubahan paradigma kekuasaan yang terjadi
dengan dinamis selama periode pertengahan abad 20 hingga awal
abad 21. Gelombang demokratisasi yang ditandai dengan kemerdekan
negara-negara bekas jajahan, peralihan kekuasaan dari rezim
otoritarian, kecenderungan sentralistik dan runtuhnya komunisme
membawa perubahan yang berarti dalam sistem kekuasaan menjadi
lebih demokratis dan terdistribusi (desentralisasi).

1. Konsep Reformasi

Birokrasi Dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan, sifat dan lingkup


pekerjaannya, serta kewenangan yang dimilikinya birokrasi menguasai aspek-
aspek yang sangat luas dan strategis. Birokrasi menguasai kewenangan terhadap
akses-akses seperti sumber daya alam, anggaran, pegawai, proyek-proyek, serta
menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki pihak lain.
Dengan posisi, kemampuan, dan kewenangan yang dimilikinya tersebut, birokrasi
bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat
secara teknis, tetapi juga untuk memperoleh dukungan yang kuat dari masyarakat
dan dunia usaha. Selain itu, birokrasi dengan aparaturnya juga memiliki berbagai
keahlian teknis terspesialisasi yang tidak dimiliki oleh pihak-pihak diluar
birokrasi, seperti dalam hal perencanaan pembangunan, pengelolaan infrastruktur,
penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan transportasi transportasi dan lain-lain.
Dalam konteks policy making process, birokrasi di Indonesia juga memegang
peranan penting pada semua tahapan mulai dari tahap perumusan, pelaksanaan,
dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dari
gambaran di atas nyatalah, bahwa birokrasi di Indonesia memiliki peran yang
cukup besar. Besarnya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan
keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan
pembangunan. Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikan
mengalami banyak hambatan. Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik, maka
program-program pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini,
birokrasi menjadi salah satu prasyarat prasyarat penting keberhasilan
pembangunan.

Peran birokrasi dengan fungsi administrasi negara dilakukan oleh


birokrasi. Jadi birokrasi diartikan sebagai keseluruhan lembaga pemerintahan
negara, yang meliputi aparatur kenegaraan, aparatur pemerintahan, serta sumber
daya manusia birokrasi yang terdiri atas pejabat negara dan pegawai negeri.

Birokrasi secara leksikal berarti alat kelengkapan negara, terutama


meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang
mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan seharihari. Secara
umum, pembangunan birokrasi mencakup berbagai aktivitas terencana yang
berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan dalam
menjalankan fungsi-fungsinya (Adi Suryanto, 2012).

Pembangunan birokrasi yang bersih dan bebas KKN menyangkut seluruh


sendi birokrasi, bukan hanya PNS/birokrat, namun meliputi pembangunan
struktur, sistem, business process, dan karakter/etika moral. Secara terencana
pembangunan Birokrasi pun dilakukan melalui sebuah proses multidimensi yang
disebut Reformasi Birokrasi. Secara khusus Presiden telah menetapkan Perpres
No.81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025. Upaya
penataan pembangunan birokrasi yang komprehensif seperti inilah yang secara
substansi oleh Sofian Effendi (2010) disebut juga sebagai reformasi birokrasi.
Kekuasan yang memusat mengakibatkan tidak adanya transparansi sehingga
menyulitkan lahirnya pertanggung jawabab publik. Tidak adanya keterbukaan
dikalangan instansi dan pejabat pemerintah, mengakibatkan akses melakukan
kontrol rakyat menjadi buntu dan mampet. Selain itu reposisi dan restrukturisasi
kelembagaan pemerintah perlu segera ditata ulang, yang memungkinkan adanya
kejelasan antara posisi jabatan politik 6 dan birokrasi karier. Dengan demikian
pertanggung jabaran publik bisa didorong dengan melakukan desentralisasi
kekuasaan, transparansi, reposisi dan restrukturisasi kelembagaan pemerintah.
Struktur kelembagaan pemerintah warisan pemerintah Orde Baru perlu diperbaiki
dan disempurnakan sesuai dengan perubahan strategis nasional kita di era
reformasi ini. Selain itu dengan memperhatikan prinsip efisiensi, penghematan,
kordinasi, integrasi dan rasionalitas maka perampingan susunan kelembagana
birokrasi pemerintah perlu dipikirkan. Selain itu efisiensi, penghematan,
kordinasi, integrasi dalam susunan kelembagaan pemerintahan perlu dilakukan
sehingga tidak ada lagi kekembaran lembaga yang tugas dan fungsinya sama.
(Thoha, 2002).

2. Sejarah Birokrasi
Perjalanan Birokrasi Indonesia Dari Masa ke Masa
Birokrasi Zaman Kerajaan

Sebagian besar wilayah Indonesia sebelum kedatangan bangsa asing pada


abad ke-16, menganut sistem kekuasaan dan pengaturan masyarakat yang
berbentuk sistem kerajaan. Dalam sistem kerajaan, pucuk pimpinan ada di tangan
raja sebagai pemegang kekuasaan tunggal atau absolute. Segala keputusan ada di
tangan raja dan semua masyarakat harus patuh dan tunduk pada kehendak sang
Raja. Birokrasi pemerintahan yang terbentuk pada saat itu adalah birokrasi
kerajaan, yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut :

1. Penguasa menganggap dan menggunakan administrasi publik sebagai


urusan pribadi.

2. Administrasi adalah perluasan rumah tangga istana.

3. Tugas pelayanan ditujukan kepada pribadi sang raja.

4. “Gaji” dari raja kepada bawahan pada hakikatnya adalah anugerah yang
juga dapat ditarik sewaktu- waktu sekehendak raja.

Para pejabat kerajaan dapat bertindak sekehndak hatinya terhadap rakyat,


seperti halnya dilakukan oleh raja. Aparat kerajaan dikembangkan sesuai dengan
perkembangan kebutuhan raja. Di dalam pemerintahan pusat (keratin), urusan
dalam pemerintahan diserahkan kepada empat pejabat setingkat menteri (wedana
lebet) yang dikoordinasikan oleh seorang pejabat setingkat Menteri Kordinator
(pepatih lebet). Pejabatpejabat kerajaan tersebut masing-masing membawahi
pegawai (abdidalem) yang jumlahnya cukup banyak. Daerah di luar keraton,
seperti daerah pantai raja menunjuk bupati-bupati yang setia kepada raja untuk
menjadi penguasa daerah. Para bupati biasanya bupati lama yang telah
ditaklukkan oleh raja, pemuka masyarakat setempat, atau saudara raja sendiri.

Birokrasi Zaman Kolonial

Pelayanan publik pada masa pemerintahan kolonial Belanda tidak terlepas


dari sistem administrasi pemerintahan yang berlangsung pada saat itu. Kedatangan
penguasa kolonial tidak banyak mengubah sistem birokrasi dan adminitrasi
pemerintahan yang berlaku di Indonesia, sebagai bangsa pendatang yang ingin
menguasai wilayah nusantara baik secara politik maupun ekonomi, pemerintah
kolonial menjalin hubungan politik dengan pemerintah kerajaan yang masih
disegani oleh masyarakat, motif utamanya adalah menanamkan pengaruh
politiknya terhadap elite politik kerajaan. Selama pemerintahan kolonial terjadi
dualisme sistem birokrasi pemerintahan. Di satu sisi telah mulai diperkenalkan
dan diberlakukan sistem administrasi kolonial (binnenlandcshe Bestuur) yang
mengenalkan sistem birokrasi dan administrasi modern, sedangkan pada sisi lain,
sistem tradisional (Inheemsche Bestuur) masih tetap dipertahankan.

Birokrasi Zaman Orde Lama

Berakhirnya masa pemerintahan kolonial membawa perubahan sosial


politik yang sangat berarti bagi kelangsungan sistem birokrasi pemerintahan.
Perbedaan-perbedaan pandangan yang terjadi diantara pendiri bangsa di awal
masa kemerdekaan tentang bentuk Negara yang akan didirikan, termasuk dalam
pengaturan birokrasinya, telah menjurus ke arah disintegrasi bangsa dan keutuhan
aparatur pemerintahan. Perubahan bentuk Negara dari kesatuan menjadi federal
berdasarkan konstitusi RIS melahirkan dilematis dalam cara pengaturan aparatur
pemerintah. Setidak-tidaknya terdapat dua persoalan dilematis menyangkut
birokrasi pada saat itu. Pertama, bagaimana cara menempatkan pegawai Republik
Indonesia yang telah berjasa mempertahankan NKRI, tetapi relatif kurang
memiliki keahlian dan pengalaman kerja yang memadai. Kedua, bagaimana
menempatkan pegawai yang telah bekerja pada Pemerintah belanda yang
memiliki keahlian, tetapi dianggap berkhianat atau tidak loyal terhadap NKRI.

Birokrasi Zaman Orde Baru

Birokrasi pada masa Orde Baru menciptakan strategi politik korporatisme


Negara yang bertujuan untuk mendukung penetrasinya ke dalam masyarakat,
sekaligus dalam rangka mengontrol piblik secara penuh. Strategi politik birokrasi
tersebut merupakan strategi dalam mengatur system perwakilan kepentingan
melalui jaringan fungsional nonideologis, dimana sistem tersebut memberikan
berbagai lisensi pada kelompok fungsional dalam masyarakat, seperti monopoli
atau perizinan, yang bertujuan untuk meniadakan konflik antar kelas atau antar
kelompok kepentingan dalam masyarakat yang memiliki konsekuensi terhadap
hilangnya pluralitas social,politik maupun budaya. Pemerintahan Orde Baru mulai
menggunakan birokrasi sebagai premium mobile bagi program pembangunan
nasional. Reformasi birokrasi yang dilakukan diarahkan pada :

1. Memindahkan wewenang administratif kepada eselon atas


dalam hierarki birokrasi. 2.
2. Untuk membuat agar birokrasi responsif terhadap kehendak
kepemimpinan pusat.
3. 3. Untuk memperluas wewenang pemerintah baru dalam rangka
mengkonsolidasikan pengendalian atas daerah-daerah.

Birokrasi Zaman Reformasi

Publik mengharapkan bahwa dengan terjadinya Reformasi, akan diikuti


pula dengan perubahan besar pada desain kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, baik yang menyangkut dimensi kehidupan politik, sosial, ekonomi
maupun kultural. Perubahan struktur, kultur dan paradigma birokrasi dalam
berhadapan dengan masyarakat menjadi begitu mendesak untuk segera dilakukan
mengingat birokrasi mempunyai kontribusi yang besar terhadap terjadinya krisis
multidimensional yang tengah terjadi sampai saat ini. Namun, harapan
terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana
birokrasi di Negara-negara maju tampaknya masih sulit untuk diwujudkan.
Osborne dan Plastrik (1997) mengemukakan bahwa realitas sosial, politik dan
ekonomi yang dihadapi oleh Negara-negara yang sedang berkembang seringkali
berbeda dengan realitas sosial yang ditemukan pada masyarakat di negara maju.
Realitas empirik tersebut berlaku pula bagi birokrasi pemerintah, dimana kondisi
birokrasi di Negara-negara berkembang saat ini sama dengan kondisi birokrasi
yang dihadapi oleh para reformis di Negara-negara maju pada sepuluh dekade
yang lalu. Persoalan birokrasi di Negara berkembang, seperti merajalelanya
korupsi, pengaruh kepentingan politik partisan, sistem Patron-client yang menjadi
norma birokrasi sehingga pola perekrutan lebih banyak berdasarkan hubungan
personal daripada faktor kapabilitas, serta birokrasi pemerintah yang digunakan
oleh masyarakat sebagai tempat favorit untuk mencari lapangan pekerjaan
merupakan sebagian fenomena birokrasi yang terdapat di banyak Negara
berkembang, termasuk di Indonesia.

3.Perkembangan Reformasi Birokrasi di Indonesia

Pasca runtuhnya era Orde Baru, dalam reformasi birokrasi Indonesia


tahap pertama (2010-2014) Indonesia melakukan transisi dari model birokrasi
sebelumnya, suatu struktur birokrasi yang tampak seperti model Webberian,
namun dalam penerapannya lebih dekat kepada model patronase yang sentralistis.
Berbeda dengan era Orde Baru, dalam Orde Reformasi sistem birokrasi ditata
kembali untuk menghilangkan model patronase antara lain melalui penyusunan
tupoksi, indikator kinerja dan job grading. Langkah awal penataan birokrasi
sejauh ini patut diapresiasi dan telah menunjukkan hasil dalam kestabilan struktur
birokrasi. Beberapa sektor pemerintah (termasuk Kementerian Keuangan) telah
berhasil menjadi pelopor reformasi birokrasi yang ditunjang oleh upaya keras
pemberantasan korupsi tiada henti oleh KPK. Namun harus diakui di sebagian
sektor pemerintah pusat dan daerah penegakan prinsip- prinsip transparansi,
stabilitas, dan predictability model Webberian dalam pengambilan kebijakan
belum berjalan mulus. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, model birokrasi
kementerian dan lembaga pemerintah Indonesia termasuk Kementerian Keuangan
dan Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan saat ini pada umumnya
masih menganut prinsipprinsip model Webberian sebagaimana diusung oleh UU
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang
PokokPokok Kepegawaian. Walaupun demikian terdapat lembaga pemerintah
seperti Kementerian PPN/Bappenas yang sudah memelopori penerapan sebagian
model NPM sejak tahun 2004 melalui penghapusan dan 14 pengalihan jabatan
eselon IV di kedeputian-kedeputian ke jabatan fungsional perencana (JFP).

4.Evolusi Model Birokrasi Dalam Pespektif Ekonomi

Menurut model Webberian, administrasi pemerintahan didasarkan atas


dokumen-dokumen tertulis, dan pengambilan keputusan merujuk pada aturan-
aturan yang didokumentasikan dan didasari kebiasaan pelaksanaan suatu kegiatan
sebelumnya. Model ini menekankan pentingnya kendali terhadap input dan proses
pengambilan kebijakan. Keberadaan aturan yang terdokumentasi dengan baik
memungkinkan Model Patronase Model Webberian Model NPM mutasi pegawai
tidak akan mengganggu roda administrasi pemerintahan, sehingga membuat
struktur birokrasi lebih permanen dan stabil.

Berbeda dengan model patronase, pemisahan secara tegas dilakukan antara


pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan. Anggota legislatif bertindak sebagai
pembuat kebijakan dan pemerintahlah kemudian yang mengimplementasikan
kebijakan tersebut.

Model New Public Management (NPM). Terdapat tiga ciri utama dalam
model NPM yaitu :

1. Disagregasi (pemecahan hirarki-hirarki sektor publik)


Mengubah hirarki agar lebih datar (flat) yang diikuti dengan
penyesuaian sistem informasi dan manajerial.
2. Kompetisi penyedia sumber daya internal Menggantikan
pengambilan keputusan berjenjang (hirarki) dengan diversifikasi
sumber-sumber penyedia input dan input antara dalam proses
internal organisasi dan persaingan yang sehat.
3. Skema remunerasi. Beralih ke sistem insentif kinerja yang
spesifik dan berbasis remunerasi (diukur dengan uang atau
ekivalen) sebagaimana telahdibuktikan efektivitasnya pada
sistem insentif bagi para profesional di sektor swasta(Setiawan,
2015)

5..Strategi Reformasi Birokrasi


Pelaksanaan reformasi administrasi, khususnya reformasi birokrasi tidak
selalu berjalan mulus, penuh tantangan yang dihadapi, sebagaimana dikatakan
Cepiku dan Mititelu (2010: 63) dalam Jurnal Transylvanian Review of
Administrative Sciences No. 3E, bahwa reformasi administrasi publik di Negara-
negara Transisi (seperti Albania dan Rumania) Untuk melangkah ke pelaksanaan
reformasi administrasi, ditawarkan dua strategi, yaitu Comprehensive Strategy
dan Incremental Strategy (Lee, 1970: 14-16).

6. Tujuan Reformasi Birokrasi

Tujuan dari reformasi birokrasi yaitu untuk menciptakan birokrasi


pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi,
bebas dan bersih KKN, mampu melayanipublik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan
memegang teguh nilai-nilaidasar dan kode etik aparatur negara.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan reformasi birokrasi?
2. Bagaimana birokrasi Indonesia sebelum adanya reformasi birokrasi?
3. Bagaimana mekanisme pelaksanaan reformasi birokrasi yang
seharusnya dilakukan oleh pemerintah guna mengatasi patologi?

C. Tujuan

1.Mengetahui apa yang di maksud dengan reformasi birokrasi

2. Mengetahui birokrasi Indonesia sebelum adanya reformasi


brokrasi ?

3.Mengetahui bagaimana pelaksanaa reformasi birokrasi yang


seharusnya dilakukan oleh pemerintah guna mengatasi patologi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Refomasi Birokasi

Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya
telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu.
Namun demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah
mengalami perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam
Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi
yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil,
namun pada masa kini Negara negara modern memiliki luas wilayah, ruang
lingkup organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta
penduduk. Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik
daripada yang sudah ada.

Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk


didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerentah agar
mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta
keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien,responsip
dan akuntabel. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi
yang dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik,msyarakat
juga berposisi sebagai penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.

Tujuan reformasi birokrasi :

Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.

 Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka,


 demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi
negara. Pemerintah yang bersih (clean government).

 Bebas KKN.

 Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

B. Birokrasi Indonesia sebelum adanya reformasi birokrasi

Birokrasi di Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan bureaucratic


polity. Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari
kekuasaan dan menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan.
Ada pula yang berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi
Parkinson dan Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi
Parkinson merujuk pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran struktural
dalam birokrasi yang tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola
birokratisasi yang merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah yang
dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan social dengan
menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu pemaksaan.

Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang
berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi yang berbelit-
belit, tidak efisien dan mempunyai pegawai birokrat yang makin membengkak.

keadaan ini pula yang menyebabkan timbulnya


penyimpanganpenyimpangan berikut, seperti :

1. Maraknya tindak KKN

2. Tingginya keterlibatan birokrasi dalam partai politik sehingga


pelayanan terhadap masyarakat tidak maksimal

3. Pelayanan publik yang diskriminatif


4. Penyalahgunaan wewenang

5. Pengaburan antara pejabat karir dan non-karir

C. Mekanisme pelaksanaan reformasi birokrasi yang


seharusnya dilakukan oleh pemerintah guna mengatasi patologi

Beberapa perubahan yang perlu dilakukan pemerintah guna merespon


kesan buruk birokrasi. Birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan
perilakunya antara lain:

 Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang


diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan
kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan.

 Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan


organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara
tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk
membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat).

 Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan


prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni :
pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas,
efesiensi biaya dan ketepatan waktu.

 Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari


pada sebagai agen pembaharu pembangunan.

 Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari


birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang
strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsive.
 Birokrasi mendorong perwujudan pemerintahan yang bersih dan bebas
dari KKN dapat pula diupayakan kepada peningkatan pengawasan terhadap
aparatur negara. Serta pendidikan karakter ditingkatkan sekolah-sekolah hingga
perguruan tinggi. Ditambah pemberian hadiah berupa kenaikan gaji, pangkat
jabatan, bagi pegawai yang bekerja di instansi-instansi yang memiliki tingkat
integritas baik dalam pengelolaan birokrasi, supaya mereka dapat ermotivasi
untuk selalu menjaga amanah atas tugas yang diberikan.

Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang


mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada
masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada
tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan
lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh
masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya
sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam kontek
persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau
aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas
kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency
atau coherency).

Oleh karena itu, untuk merealisasikan kriteria ini Pemerintah sudah


seharusnya segera menyediakan dan mempersiapkan tenaga kerja birokrasi
professional yang mampu menguasai teknik-teknik manajemen pemerintahan
yang tidak hanya berorientasi pada peraturan (rule oriented) tetapi juga pada
pencapaian tujuan (goal oriented).
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan Reformasi birokrasi bertujuan memberikan pelayanan


sebaikbaiknya kepada masyarakat, dengan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, sehingga bisa memberikan kesejahteraan dan rasa keadilan pada
masyarakat banyak. Di sisi lain birokrasi sangat sarat dengan banyak tugas dan
fungsi, karena tidak saja hanya terfokus kepada pelayanan publik, tetapi juga
bertugas dan berfungsi sebagai motor pembangunan dan aktivitas pemberdayaan.

Reformasi birokrasi dibutuhkan untuk menjamin terlaksananya reformasi


di bidang lain dalam suatu pemerintahan yang mengaplikasikan konsep
administrasi pembangunan. Oleh karena itu, tanpa mengabaikan reformasi di
bidang lain rekomendasi yang pertama harus dilakukan adalah reformasi birokrasi
yang meliputi kelembagaan dan ketatalaksanaan, sumber daya manusia, dan
pengawasan dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
Reformasi kelembagaan dilakukan melalui perampingan struktur organisasi
birokrasi pemerintah di pusat dan daerah untuk menghindari tumpang tindih
pelaksanaan tugas dan fungsinya. Penyusunan organisasi yang didasarkan pada
analisis jabatan ini harus terus diupayakan. Oleh karena adanya tuntutan yang
mendesak dan harus dilakukan untuk mendorong proses percepatan reformasi
birokrasi, upaya-upaya khusus di bidang kelembagaan adalah sebagai berikut :

1. Melakukan redefenisi kelembagaan birokrasi termasuk melakukan


penataan kelembagaan sesuai dengan standard operating procedure atau SOP.

2. Melakukan penerapan audit institusi.

3. Di bidang ketatalaksanaan perlu dipertimbangkan sistem rekrutmen dan


promosi pegawai sesuai dengan kecakapan dan kemampuannya dan dapat
diberhentikan jika bekerja secara buruk sebagaimana yang berlaku di lingkungan
swasta. Selanjutnya, usaha untuk mendorong peningkatan kompetensi aparat
birokrasi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, sebagai wujud
profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, harus memerhatikan tiga
hal pokok di bawah ini :

1. Peningkatan kesejahteraan aparat birokrasi pemerintah.

2. Peningkatan etika dan moral birokrasi pemerintah.

3. Peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah.


DAFTAR PUSTAKA

http://blochafauros.blogspot.com/2012/08/contoh-makalah-
reformasibirokrasi-dan.html

http://makalahme02.blogspot.com/2013/05/contoh-makalah-
reformasibirokrasi-di.html

https://www.google.co.id/search?
q=permasalahan+dan+solusi+dalam+reformasi+birokrasi&oq=permasalah
an+dan+solusi+dalam+reformasi+birokrasi&aqs=chrome..69i57j35i39j0l4
. 21806j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

http://pemerintah.net/hambatan-dan-tantangan-reformasi-birokrasi/

Revitalisasi Administrasi negara reformasi birokrasi dan e-Governance.


Editor Falih Suaedi, Bintoro Wardiyanto.

Anda mungkin juga menyukai