Anda di halaman 1dari 22

MODUL PRAKTIK LABORATORIUM

KEPERAWATAN SISTEM
PERSYARAFAN

DESKRIPSI SUB MATA KULIAH


Sub mata kuliah ini mempelajari tentang keperawatan sistem persyarafan
yang
meliputi perawatan pasien dengan gangguan , persyarafan dan organ
aksesorisnya yang lazim terjadi pada usia dewasa baik yang bersifat akut maupun
kronik sehingga mahasiswa AKPER Gresik mampu memahami dan melaksanakan
asuhan keperawatan komprehensif pada gangguan sistem persyarafan serta aspek
etik dan hukum dalam pelayanan di tataran praktikum laboratorium.

KOMPETENSI
Kompetensi yang dicapai meliputi kompetensi standar, inti dan dasar.

Kompetensi Standar
Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, menguasai dan mengimplementasikan
teori; konsep dan prinsip asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
persyarafan dengan berbagai penyebab patologis seperti peradangan/infeksi,
kongenital, neoplasma dan trauma di tataran praktik laboratorium.

Kompetensi Inti
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
persyarafan

Kompetensi Dasar
Memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan komprehensif pada gangguan
sistem persyarafan berserta aspek etik dan hukum pelayanan keperawatan
tentang:
1. Pemeriksaan fisik sistem persyarafan
2. Pemeriksaan miningeal sign
3. Pemeriksaan nervus cranial
4. Pengukuran kekuatan otot
5. Pemeriksaan sensorik

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti praktik laboratorium, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pengertian tindakan keperawatan pada gangguan sistem persyarafan
2. Menjelaskan tujuan dan indikasi tindakan keperawatan pada gangguan sistem
persyarafan
3. Menjelaskan tindakan keperawatan yang diindikasikan pada gangguan sistem
persyarafan
4. Menjelaskan persiapan alat; pasien dan lingkungan atas tindakan keperawatan
pada gangguan sistem persyarafan
5. Mendemonstrasikan tindakan keperawatan pada gangguan sistem persyarafan
sesuai prosedur yang benar sesuai dengan capaian kompetensi
6. Mendemonstrasikan ulang dengan benar tindakan keperawatan beserta proses
MODUL PRAKTIK LABORATORIUM
keperawatan pada gangguan sistem persyarafan dalam proses ujian praktik
MODUL PRAKTIK LABORATORIUM

STRATEGI PENCAPAIAN KOMPETENSI


Kompetensi yang ditentukan meliputi kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor
dengan capaian masing-masing sesuai kriteria penilaiannya. Untuk pencapaian
kompetensi tersebut, strategi yang dicanangkan adalah:

A. Pencapaian Kompetensi Kognitif


Mahasiswa wajib melakukan pembelajaran mandiri (Self Directed Learning)
untuk mencapai kompetensi kognitif yang diharapkan. Kompetensi kognitif yang
diharapkan dalam pembelajaran praktikum keperawatan persyarafan adalah:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian tindakan keperawatan pada
gangguan sistem persyarafan pada setiap tinakan prosedur yang dilakukan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pelaksanaan tindakan keperawatan
yang dilakukan
3. Mahasiswa mampu menentukan indikasi diberikannya tindakan keperawatan
pada gangguan sistem persyarafan yang dilakukan
4. Mahasiswa mampu menyebutkan kebutuhan alat-alat yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan pada gangguan sistem persyarafan yang
dilakukan
5. Mahasiswa mampu menjelaskan persiapan lingkungan yang harus disediakan
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan pada gangguan sistem persyarafan
yang dilakukan
6. Mahasiswa mampu menyebutkan secara runut prosedur tindakan keperawatan
pada gangguan sistem persyarafan yang dilakukan
7. Mahasiswa mampu menjelaskan hal-hal yang perlu dievaluasi dari tindakan
keperawatan pada gangguan sistem penernaan yang dilakukan secara
sistematis

B. Pencapaian Kompetensi Afektif


Mahasiswa wajib menunjukkan sikap profesional dalam mencapai kompetensi
afektif yang diharapkan. Kompetensi profesional yang dimaksud adalah softsklill
dengan atribut:
1. Kedisiplinan
2. Percaya diri
3. Partisipasi aktif
4. Kesopanan, dan
5. Saling menghargai.
Kompetensi afektif yang diharapkan akan dinilai oleh fasilitator secara terintegrasi
pada setiap kegiatan pencapaian kompetensi kognitif maupun psikomotor.
MODUL PRAKTIK LABORATORIUM

Penilaian atribut softskill yang digunakan pada pencapaian kompetensi afektif ini tersusun dalam matrik berikut ini:
Tabel 1. Matrik Penilaian Atribut Soft Skill
ATRIBUT SKOR
No DEFINISI INDIKATOR
SOFTSKILL 1 2 3 4
1 Kedisiplinan Ketepatan waktu Kehadiran di ruang Tidak hadir Datang terlambat > Datang terlambat 5- Datang tepat waktu
mengikuti kegiatan praktik laboraotirum di ruang lab 15 menit 15 menit
laboratorium
Ketaatan dan kepatuhan Keikutsertaan kegiatan Tidak ikut Meninggalkan Mengikuti kegiatan Mengikuti penuh
mengikuti proses kegiatan praktik laboratorium sampai kegiatan praktik praktik penuh sari 1 semua keg praktik
praktik laboratorium selesai sesuai jadual yang sblm selesai kegiatan laboratorium
ditentukan
Ketaatan dan kepatuhan
melaksanakan tugas Penyerahan tugas praktik Terlambat Terlambat Terlambat 1 Tepat waktu
laboratorium sesuai menyerahkan tugas > menyerahkan tugas menyerahkan tugas 1 menyerahkan tugas
Ketataan dan kepatuhan ketentuan 2 hari 2 hari hari
terhadap tata tertib praktik
laboratorium Mengikuti tata tertib praktik Selalu melanggar Sering melanggar Jarang melanggar Tidak pernah
laboratorium sesuai melanggar
ketentuan
2 Percaya diri Keberanian dan Keberanian melaksanakan Tidak berani tampil Berani tampil Berani tampil Berani tampil
kepercayaan mahasiswa keterampilan & mncoba mencoba/mlakuka mencoba/ mlakukan mencoba/mlakukan
dalam melakukan melakukan kegiatan n kegiatan praktikum kegiatan praktikum
keterampilan praktikum kegiatan praktikum dengan sedikit dg tidak canggung/
dengan canggung/ canggung/ragu/grogi ragu/grogi
3 Partisipasi aktif Keikutsertaan secara aktif Penyampaian pendapat baik ragu/grogi
dalam setiap kegiatan lisan, tulisan melalui
praktikum bertanya, memberikan Tidak pernah jarang sering selalu
jawaban dan penyampaian
ide
4 Kesopanan Sikap menghormati Penunjukkan sikap
sesama menghormati pengajar dan
Tidak pernah jarang sering selalu
teman dalam proses kegiatan
praktikum
5 Menghargai Sikap menghargai sesama Penunjukan sikap
menghargai pendapat dan
masukan pengajar dan teman Tidak pernah jarang sering selalu
dalam proses kegiatan
praktikum

Hafna’s File, 2012 & 2013 KMB 1, SISTEM PERSYARAFAN Page 3


C. Pencapaian Kompetensi Psikomotor
Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan komprehensif secara
mandiri dan profesional sesuai dengan capaian kompetensi yang diharapkan.
Kompetensi psikomotor ini adalah keterampilan:
1. Pemeriksaan fisik sistem persyarafan
2. Pengukuran kekuatan otot
3. Latihan range of motion

Pencapaian kompetensi tindakan psikomotor ini adalah mahasiswa mampu:


1. Meyiapkan alat tindakan keperawatan yang dilakukan dengan tepat dan
lengkap
2. Menyiapkan lingkungan pasien saat melakukan tindakan keperawatan yang
dilakukan dengan baik dengan menjunjung tinggi etik dan hukum dalam
pelayanan keperawatan
3. Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan prosedur secara sistematis
dan tepat
4. Melakukan alternatif prosedur tindakan keperawatan jika terdapat
permasalahan proses pelaksanaan tindakan
5. Melakukan evaluasi prosedur tindakan keperawatan yang sudah dilakukan

FASILITATOR
Fasilitator praktik laboratorium adalah dosen pembimbing mata kuliah keperawatan
medikal bedah sistem persyarafan, yaitu susilo harianto.

PETUNJUK PRAKTIKUM
Pelaksanaan praktikum dilakukan dalam 1 kelompok kecil dengan masing-masing
mahasiswa melakukan keterampilan sampai mampu melakukan, juga dengan metode
Practice Rahearsal Pears (praktik berpasangan) dengan pentahapan:
1. PJMK membagi mahasiswa dalam beberapa kelompok dengan jumlah 5-6
mahasiswa/kelompok
2. PJMK menentukan keterampilan/kompetensi yang harus dicapai masing-masing
mahasiswa
3. Fasilitator menentukan topik pembelajaran praktikum yang dilakukan
4. Fasilitator menentukan pasangan dari masing-masing anggota kelompok
5. Fasilitator menjelaskan prosedur praktik laboratorium
6. Fasilitator menjelaskan konsep tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan
7. Fasilitator mendemonstrasikan tindakan keperawatan sesuai dengan tahapan
prosedur, sementara mahasiswa memperhatikan dengan seksama. Dalam
prosesnya, mahasiswa diberikan kesempatan bertanya.
8. Fasilitator meminta tiap mahasiswa mendemonstrasikan baik secara berpasangan
maupun individu, sementara yang lain memperhatikan sambil melakukan evaluasi,
kemudian berlanjut sampai pada mahasiswa yang terakhir sampai selesai dan
dapat menguasai tindakan keperawatan dengan baik dan benar
9. Fasilitator melakukan tanya jawab dan evaluasi dengan memberikan pencontohan
yang benar
10. Setiap mahasiswa wajib mengikuti kegiatan praktikum (100% kehadiran) sesuai
dengan jadual yang telah disepakati bersama oleh fasilitator, kelompok dan
masing-masing anggota kelompok

TUGAS MAHASISWA DAN FASILITATOR


a. Tugas Mahasiswa
1. Mahasiswa wajib mempelajari materi praktikum sebelum pelaksanaan praktik
laboraotorium dilaksanakan sesuai dengan modul praktik laboratorium yang
telah diberikan
2. Mahasiswa wajib melakukan praktik laboratorium secara mandiri dan
mendapatkan penguatan pelaksanaan prosedur yang dilakukan dari fasilitator
3. Mahasiswa aktif dalam berlatih untuk melakukan keterampilan yang telah
ditetapkan bersama dengan anggota kelompok

b. Tugas Fasilitator
1. Menjelaskan keterampilan yang akan dilatih kepada mahasiswa pada awal
pertemuan
2. Memfasilitasi dan mendampingi mahasiswa dalam kelompok dan individu
setiap melakukan keterampilan yang ditetapkan sesuai dengan jadual dan
kompetensi yang ditentukan
3. Memberikan penghargaan atas kemampuan yang dilakukan oleh mahasiswa
dalam menyelesaikan tindakan keterampilan keperawatan yang sudah
ditentukan
4. Melakukan evaluasi pada masing-masing mahasiswa terkait dengan
pencapaian keterampilan yang diharapkan

PEMBAGIAN KELOMPOK
Mahasiswa semester 4 terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas 4A (59 mahasiswa) dan 4B (62
mahasiswa). Mahasiswa dibagi menjadi 20 kelompok dengan jumlah 5-7
mahasiswa/kelompok, masing-masing kelas 10 kelompok.

JADUAL PRAKTIK LABORATORIUM


Praktik laboratorium sistem persyarafan dijadualkan pada:
Tabel 2. Jadual Praktik Laboratorium

No WAKTU KETERAMPILAN KLMPK


3 A: Rabu, 26/9/12, 1. Pemeriksaan fisik sistem
1 K3 1, 11
3 B: Jumat,28/9/12 persyarafan
3 A: Slsa, 9/10/12, 2. Pengukuran kekuatan otot
2 K5 2, 12
3 B: Snn, 8/10/12 3. latihan range of motion
3 A: Slsa, 25/12/12,
3 K15 3, 13
3 B: Snn, 24/12/12
PENUGASAN
Tugas yang harus dipenuhi oleh mahasiswa adalah:
1. Menyusun makalah praktik laboratorium sesuai dengan keterampilan yang
dijadualkan
2. Menyusun laporan praktik laboratorium sesuai dengan keterampilan yang telah
dilaksanakan
3. Download video keterampilan sesuai dengan yang ditentukan
4. Tugas dikumpulkan sebelum dilakukan praktik laboratorium, yaitu tanggal 11
September 2012 maximal jam 15.00 WIB kepada fasilitator (dosen pembimbing)
a. Susunan laporan:
 BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penyusunan
1.3 Manfaat Penyusunan
 BAB 2. PROSEDUR TINDAKAN
2.1 Persiapan Alat
2.2 Persiapan Pasien
2.3 Persiapan Lingkungan
2.4 Prosedur Tindakan
 BAB 3. PEMBAHASAN
berisi tentang latar belakang dilakukan tindakan keperawatan, indikasi
tindakan keperawatan, rasional tindakan keperawatan, hambatan dan solusi
saat praktik laboratorium
 BAB 4. SIMPULAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
 REFERENSI
 LAMPIRAN (jika ada)
b. Video dikemas dalam 1 CD-RW dengan diberi identitas kelompok dan judul
video dengan jelas
c. Instrumen penilaian:
Tabel 3. Instrumen Penilaian Tugas Makalah Praktik laboratorium

No Komponen Bobot Nilai Komentar


1 BAB 1. Pendahuluan 15%
2 BAB 2. Prosedur Tindakan 15%
3 BAB 3. Pembahasan 35%
4 BAB 4. Simpulan 10%
5 Referensi 15%
6 Tekhnik Penulisan 10%
Total 100%
UJIAN PRAKTIK LABORATORIUM
Karakteristik
Ujian praktik laboratorium adalah proses evaluasi yang ditempuh oleh mahasiswa
untuk menilai kemampuan dan capaian masing-masing mahasiswa, juga sebagai
syarat dapat mengikuti Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah.

Prasyarat Ujian
Prasyarat ujian sebagai berikut:
1. Telah menyelesaikan proses belajar mengajar (ceramah dan diskusi) pada sub
judul yang sesuai
2. Prosentase kehadiran dalam proses belajar mengajar (ceramah dan diskusi)
mencapai 90%
3. Telah mampu menyelesaikan semua keterampilan yang dilatihkan
4. Telah mengumpulkan tugas yang telah ditentukan
5. Kelompok ujian sama dengan kelompok praktik laboratorium
6. Pelaksanaan ujian sesuai dengan jadual yang ditentukan, dan jika terdapat
halangan baik dari mahasiswa maupun fasilitator maka dapat dilakukan diskusi
untuk penyesuaian

Jadual ujian
Tabel 4. Jadual Ujian Praktik Laboratorium

TANGGAL
JAM (WIB)
6/1/13 7/1/13 8/1/13 9/1/13 10/1/13 13/1/13 14/1/13 15/1/13 16/1/13 17/1/13
07.30-15.00 5,6 7,8 9,10 11,12 13,14 15,16 17,18 19,20 1,2 3,4

PENILAIAN PRAKTIK LABORATORIUM


a. Praktik Laboratorium
Penilaian praktik laboratorium adalah dari sisi kognitif, afektif dan psikomotor
dengan prosentase 5% dari keseluruhan evaluasi hasil pembelajaran. Nilai
menggunakan nominal yang nantinya akan digabung dengan proses pembelajaran
yang lain. Nilai lulus jika 68.

b. Penugasan Praktik laboratorium


Penilaian tugas laporan praktik laboratorium adalah dari sisi waktu pengumpulan,
isi laporan dan sumber pustaka dengan prosentase 5% dari keseluruhan evaluasi
hasil pembelajaran. Nilai menggunakan nominal yang nantinya akan digabung
dengan proses pembelajaran yang lain. Nilai lulus jika 68.

c. Ujian Praktik Laboratorium


Penilaian uji praktik laboratorium adalah dari sisi kognitif, afektif dan
psikomotor dengan prosentase 5% dari keseluruhan evaluasi hasil pembelajaran.
Nilai menggunakan nominal yang nantinya akan digabung dengan proses
pembelajaran yang lain. Nilai lulus jika 68.
MODUL PRAKTIK LABORATORIUM
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM
PERSYARAFAN

KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN


Kompetensi Umum
Setelah menyelesaikan praktik laboratorium, mahasiswa mampu:
1. Memahami dan anamnesa yang benar pada gangguan sistem persyarafan
2. Memahami dan melakukan pemeriksaan fisik yang benar pada gangguan sistem
persyarafan

Kompetensi Khusus
Setelah mengikuti praktik laboratorium, mahasiswa mampu:
1. Menyebutkan hal-hal yang dikaji (dianamnesa) dengan tepat
2. Menyebutkan tujuan anamnesa dan pemeriksaan fisik dengan tepat
3. Melakukan anamnesa pada gangguan sistem persyarafan dengan tepat
4. Menyebutkan dan mempersiapkan alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan
fisik dengan tepat
5. Menyebutkan dan menyiapkan lingkungan dengan tepat
6. Mendemonstrasikan anamnesa dengan benar
7. Mendemonstrasikan pemeriksaan fisik abdomen: inspeksi, auskultasi, palpasi dan
perkusi abdomen dengan benar
8. Menyampaikan dan mendokumentasikan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik
dengan benar
9. Mengevaluasi proses anamnesa dan pemeriksaan fisik dengan benar

STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Belajar dan latihan mandiri
2. Belajar secara kelompok (Practice Rehearseal Pairs)

PRASYARAT
Sebelum praktik laboratorium, mahasiswa harus:
1. Menguasai ilmu dasar anatomi fisiologi sistem persyarafan
2. Mempelajari kembali modul praktik laboratorium tentang cuci tangan,
komunikasi pada pasien, etika keperawatan, pemakaian universal precaution.
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERSYARAFAN

anatomi Sistem saraf

Diagram sistem saraf manusia


Sistem saraf adalah sistem organ pada hewan yang terdiri atas serabut saraf yang tersusun
atas sel-sel saraf yang saling terhubung dan esensial untuk persepsi sensoris indrawi,
aktivitas motorik volunter dan involunter organ atau jaringan tubuh, dan homeostasis
berbagai proses fisiologis tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan paling rumit dan paling
penting karena terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling terhubung dan vital untuk
perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan. Satuan kerja utama dalam sistem saraf adalah
neuron yang diikat oleh sel-sel glia.
Sistem saraf pada vertebrata secara umum dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf pusat
(SSP) dan sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. SST
utamanya terdiri dari saraf, yang merupakan serat panjang yang menghubungkan SSP ke
setiap bagian dari tubuh. SST meliputi saraf motorik, memediasi pergerakan pergerakan
volunter (disadari), sistem saraf otonom, meliputi sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis dan fungsi regulasi (pengaturan) involunter (tanpa disadari) dan sistem saraf
enterik (pencernaan), sebuah bagian yang semi-bebas dari sistem saraf yang fungsinya
adalah untuk mengontrol sistem pencernaan.
Pada tingkatan seluler, sistem saraf didefinisikan dengan keberadaan jenis sel khusus, yang
disebut neuron, yang juga dikenal sebagai sel saraf. Neuron memiliki struktur khusus yang
mengijinkan neuron untuk mengirim sinyal secara cepat dan presisi ke sel lain. Neuron
mengirimkan sinyal dalam bentuk gelombang elektrokimia yang berjalan sepanjang serabut
tipis yang disebut akson, yang mana akan menyebabkan bahan kimia yang disebut
neurotransmitter dilepaskan di pertautan yang dinamakan sinaps. Sebuah sel yang
menerima sinyal sinaptik dari sebuah neuron dapat tereksitasi, terhambat, atau termodulasi.
Hubungan antara neuron membentuk sirkuit neural yang mengenerasikan persepsi
organisme dari dunia dan menentukan tingkah lakunya. Bersamaan dengan neuron, sistem
saraf mengangung sel khusus lain yang dinamakan sel glia (atau sederhananya glia), yang
menyediakan dukungan struktural dan metabolik.
Sistem saraf ditemukan pada kebanyakan hewan multiseluler, tapi bervariasi dalam
kompleksitas.[1] Hewan multiselular yang tidak memiliki sistem saraf sama sekali adalah
porifera, placozoa dan mesozoa, yang memiliki rancangan tubuh sangat sederhana. Sistem
saraf ctenophora dan cnidaria (contohnya, anemon, hidra, koral dan ubur-ubur) terdiri dari
jaringan saraf difus. Semua jenis hewan lain, terkecuali beberapa jenis cacing, memiliki
sistem saraf yang meliputi otak, sebuah central cord (atau 2 cords berjalan paralel), dan
saraf yang beradiasi dari otak dan central cord. Ukuran dari sistem sarad bervariasi dari
beberapa ratus sel dalam cacing tersederhana, sampai pada tingkatan 100 triliun sel pada
manusia.
Pada tingkatan paling sederhana, fungsi sistem saraf adalah untuk mengirimkan sinyal dari
1 sel ke sel lain, atau dari 1 bagian tubuh ke bagian tubuh lain. Sistem saraf rawan terhadap
malfungsi dalam berbagai cara, sebagai hasil cacat genetik, kerusakan fisik akibat trauma
atau racun, infeksi, atau sederhananya penuaan. Kekhususan penelitian medis di bidang
neurologi mempelajari penyebab malfungsi sistem saraf, dan mencari intervensi yang dapat
mencegahnya atau memperbaikinya. Dalam sistem saraf perifer/tepi (SST), masalah yang
paling sering terjadi adalah kegagalan konduksi saraf, yang mana dapat disebabkan oleh
berbagai macam penyebab termasuk neuropati diabetik dan kelainan demyelinasi seperti
sklerosis ganda dan sklerosis lateral amiotrofik.
Ilmu yang memfokuskan penelitian/studi tentang sistem saraf adalah neurosains.

Struktur
Nama sistem saraf berasal dari "saraf", yang mana merupakan bundel silinder serat yang
keluar dari otak dan central cord, dan bercabang-cabang untuk menginervasi setiap bagian
tubuh.[2] Saraf cukup besar untuk dikenali oleh orang Mesir, Yunani dan Romawi Kuno,[3]
tapi struktur internalnya tidaklah dimengerti sampai dimungkinkannya pengujian lewat
mikroskop.[4] Sebuah pemeriksaan mikroskopik menunjukkan bahwa saraf utamanya terdiri
dari adalah akson dari neuron, bersamaan dengan berbagai membran (selubung) yang
membungkus saraf dan memisahkan mereka menjadi fasikel. Neuron yang membangkitkan
saraf tidak berada sepenuhnya di dalam saraf itu sendiri; badan sel mereka berada di dalam
otak, central cord, atau ganglia perifer (tepi).[2]
Seluruh hewan yang lebih tinggi tingkatannya daripada porifera memiliki sistem saraf.
Namun, bahkan porifera, hewan uniselular, dan non-hewan seperti jamur lendir memiliki
mekanisme pensinyalan sel ke sel yang merupakan pendahulu neuron. [5] Dalam hewan
simetris radial seperti ubur-ubur dan hidra, sistem saraf terdiri dari jaringan difus sel
terisolasi.[6] Dalam hewan bilateria, yang terdiri dari kebanyakan mayoritas spesies yang
ada, sistem saraf memiliki stuktur umum yang berasal awal periode Kambrium, lebih dari
500 juta tahun yang lalu.[7]

Sel
Sistem saraf memiliki 2 kategori atau jenis sel: neuron dan sel glia.
Neuron
Sel saraf didefinisikan oleh keberadaan sebuah jenis sel khusus— neuron (kadang-kadang
disebut "neurone" atau "sel saraf").[2] Neuron dapat dibedakan dari sel lain dalam sejumlah
cara, tapi sifat yang paling mendasar adalah bahwa mereka dapat berkomunikasi dengan sel
lain melalui sinaps, yaitu pertautan membran-ke-membran yang mengandung mesin
molekular dan mengizinkan transmisi sinyal cepat, baik elektrik maupun kimiawi. [2] Setiap
neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari
badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson. Dendrit berfungsi
mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls
dari badan sel ke sel saraf yang lain atau ke jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang.
Sebaliknya, dendrit pendek. Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu
dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan
lemak disebut mielin yang dibentuk oleh sel Schwann yang menempel pada akson. Sel
Schwann merupakan sel glia utama pada sistem saraf perifer yang berfungsi membentuk
selubung mielin. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari
akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus Ranvier, yang dapat mempercepat
penghantaran impuls.
Bahkan dalam sistem saraf spesies tunggal seperti manusia, terdapat beratus-ratus jenis
neuron yang berbeda, dengan bentuk, morfologi, dan fungsi yang beragam.[8] Ragam
tersebut meliputi neuron sensoris yang mentransmutasikan stimuli fisik seperti cahaya dan
suara menjadi sinyal saraf, dan neuron motorik yang mentransmutasikan sinyal saraf
menjadi aktivasi otot atau kelenjar; namun dalam kebanyakan spesies kebanyakan neuron
menerima seluruh masukan mereka dari neuron lain dan mengirim keluaran mereka pada
neuron lain.[2]
Sel Glia
Sel glia (berasal dari bahasa Yunani yang berarti "lem") adalah sel non-neuron yang
menyediakan dukungan dan nutrisi, mempertahankan homeostasis, membentuk mielin, dan
berpartisipasi dalam transmisi sinyal dalam sistem saraf.[9] Dalam otak manusia,
diperkirakan bahwa jumlah total glia kasarnya hampir setara dengan jumlah neuron,
walaupun perbandingannya bervariasi dalam daerah otak yang berbeda. [10] Di antara fungsi
paling penting dari sel glia adalah untuk mendukung neuron dan menahan mereka di
tempatnya; untuk menyediakan nutrisi ke neuron; untuk insulasi neuron secara elektrik;
untuk menghancurkan patogen dan menghilangkan neuron mati; dan untuk menyediakan
petunjuk pengarahan akson dari neuron ke sasarannya.[9] Sebuah jenis sel glia penting
(oligodendrosit dalam susunan saraf pusat, dan sel schwann dalam sistem saraf tepi)
menggenerasikan lapisan sebuah substansi lemak yang disebut mielin yang membungkus
akson dan menyediakan insulasi elektrik yang mengijinkan mereka untuk mentransmisikan
potensial aksi lebih cepat dan lebih efisien.
Macam-macam neuroglia di antaranya adalah astrosit, oligodendrosit,mikroglia, dan
makroglia .

Anatomi pada vertebrata


Diagram yang menunjukkan pembagian utama dari sistem saraf vertebrata.
Sistem saraf dari hewan vertebrata (termasuk manusia) dibagi menjadi sistem saraf pusat
(SSP) dan sistem saraf tepi (SST).[11]
Sistem saraf pusat (SSP) adalah bagian terbesar, dan termasuk otak dan sumsum tulang
belakang.[11] Kavitas tulang belakang mengandung sumsum tulang belakang, sementara
kepala mengandung otak. SSP tertutup dan dilindungi oleh meninges, sebuah sistem
membran 3 lapis, termasuk lapisan luar berkulit yang kuat, yang disebut dura mater. Otak
juga dilindungi oleh tengkorak, dan sumsum tulang belakang oleh vertebra (tulang
belakang).
Sistem saraf tepi (SST) adalah terminologi/istilah kolektif untuk struktur sistem saraf yang
tidak berada di dalam SSP.[12] Kebanyakan mayoritas bundel akson disebut saraf yang
dipertimbangkan masuk ke dalam SST, bahkan ketika badan sel dari neuron berada di
dalam otak atau spinal cord. SST dibagi menjadi bagian somatik dan viseral. Bagian
somatic terdiri dari saraf yang menginervasi kulit, sendi dan otot. Badan sel neuron sensoris
somatik berada di 'dorsal root ganglion sumsum tulang belakang. Bagian viseral, juga
dikenal sebagai sistem saraf otonom, mengandung neuron yang menginervasi organ dalam,
pembuluh darah, dan kelenjar. Sistem saraf otonom sendiri terdiri dari 2 bagian sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Beberapa pengarang juga memasukkan neuron
sensoris yang badan selnya ada di perifer (untuk indra seperti pendengaran) sebagai bagan
dari SST; namun yang lain mengabaikannya.[13]
Potongan horisontal kepala perempuan dewasa yang menunjukkan kulit, tengkorak, dan
otak dengan grey matter (coklat dalam gambar ini) dan white matter yang berada di
bawahnya.
Sistem saraf vertebrata juga dapat dibagi menjadi[14]daerah yang disebut grey matter ("gray
matter" dalam ejaan Amerika) dan white matter. Grey matter (yang hanya berwarna abu-
abu bila disimpan, dan berwarna merah muda (pink) atau coklat muda dalam jaringan yang
hidup) mengandung proporsi tinggi badan sel neuron. White matter komposisi utamanya
adalah akson bermielin, dan mengambil warnanya dari mielin. White matter meliputi
seluruh saraf dan kebanyakan dari bagian dalam otak dan sumsum tulang belakang. Grey
matter ditemukan dalam kluster neuron dalam otak dan sumsum tulang belakang, dan
dalam lapisan kortikal yang menggarisi permukaan mereka. Ada perjanjian anatomis
bahwa kluster neuron dalam otak atau sumsum tulang belakang disebut nukleus, sementara
sebuah kluster neuron di perifer disebut ganglion.[15] Namun ada beberapa perkecualian
terhadap[16]aturan ini, yang tercatat termasuk bagian dari otak depan yang disebut basal
ganglia.

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSYARAFAN

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSYARAFAN

1.      Persiapan alat :


-          Snelen cart
-          Bahan untuk penciuman seperti kopi, gula dan the
-          Tong spatel
-          Reflek hamer
-          Garpu tala dan penlight
-          Lidi dan kapas

2.      Langkah-langkah :

a.       Pemeriksaan tanda-tanda perangsangan selaput meningen :


-Tanda kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada —- kaku kuduk positif (+).
-Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas.
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
-Tanda laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang
m. ischiadicus.
-Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada
klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan
kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan
fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
-Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan
lutut.

b.      Pemeriksaan GCS ( Glasgow Coma Scale )


- Menilai mata       ( E )
Respon membuka mata ( E = Eye )
Spontan ( 4 )
Dengan perintah ( 3 )
Dengan nyeri ( 2 )
Tidak berespon ( 1 )
-Menilai verbal     ( V )
Respon Verbal ( V= Verbal )
Berorientasi (5)
Bicara membingungkan (4)
Kata-kata tidak tepat (3)
Suara tidak dapat dimengerti (2)
Tidak ada respons (1)
- Menilai motorik  ( M )
Respon Motorik (M= Motorik )
Dengan perintah (6)
Melokalisasi nyeri (5)
Menarik area yang nyeri (4)
Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi (3)
Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
Tidak berespon (1)

c.       Pemeriksaan syaraf cranial


Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman
• Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang
baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
• Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
• Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di
koran, ulangi untuk satunya.
• Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan
perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien
melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
• Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan
senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan
sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
• Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm
sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi
bola mata, diplopia, nistagmus.
• Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata
atas dan bawah.
• Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
• Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien
tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan
palpasi pada otot temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
• Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis,
asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan,
klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang
sehat.
• Otonom, lakrimasi dan salivasi
• Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk :
tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya
6. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
• Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik
di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
• Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah
dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
• N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian
ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N
IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
• N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum
lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan
tertarik keatas.§
Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong
spatel, akan terlihat klien seperti menelan.§
8. Test nervus XI (Accessorius)
• Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya.
• Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —- test otot
trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
• Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
• Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
• Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta
untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
 
D .      Pemeriksaan kekuatan otot

Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan


kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif.
Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang
dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan
pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot. Bila tenaga itu terasa jelas
maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku.
Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama.
Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana
kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan
ekstensi extremitas klien. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan
test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan
sendi pergelangan tangan. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan /
minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara
aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji
biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot
dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

AKTIFITAS REFLEKS
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang
lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)
dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps
femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa).
Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku),
kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks
ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah
yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi
bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi
plantar semua jari kaki.
FUNGSI SENSORIK
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan
yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan
karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai
perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning),
rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak
jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp
dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik.
Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti
:Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
6. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
7. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
3.      Sikap
-             Teliti
-             Respon terhadap keluhan klien
-             Komunikasi therapeutik
-             Sopan
PENUTUP

Perawatan pasien dengan gangguan sistem persyarafan mutlak mempunyai


penguasaan tindakan-tindakan keperawatan baik dari sisi kognitif afektif dan
psikomotor. Penguasaan ketiga ranah tersebut menjadi satu-kesatuan yang tak
terpisahkan dan berkesinambungan, sehingga bisa memberikan asuhan keperawatan
komprehensif dan profesional. Pencapaian ketiga ranah tersebut dapat ditempuh
dengan melakukan praktik laboratorium Keperawatan Medikal Bedah 1 Sistem
Persyarafan dengan tepat.

Dibutuhkan kerjasama aktif dari seluruh civitas akademika khususnya direktur, bagian
akademik, koordinator mata kuliah, penanggung jawab laboratorium dan mahasiswa
dalam pelaksanaan praktik laboratorium Keperawatan Medikal Bedah 1 Sistem
Persyarafan. Selain itu kelengkapan hardware maupun software praktik
laboratorium sangat menunjang terlaksananya kegiatan dengan baik, salah satunya
modul yang tersusun ini.

Demikian modul ini disajikan, semoga bermanfaat.


DAFTAR PUSTAKA

Arief, Y.S., Alit, N.K., Kristiawati, Wahyuni, E.D., 2012. Modul Praktikum
Keperawatan Persyarafan. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Black, Joyce M., Hawks, Jane Hokanson. 2005. Medical Surgical Nursing: Clinical
Management for Positive Outcomes. Philadelphia: Elsevier Sounders. DeGowin RL,

Brown Donald D. 2000. Diagnostic Examination. McGraw-Hill.USA.

Goldberg C. 2001. Examination of Abdomen A Practical Guide to Clinical Medicine.


University of Colorado.

Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Lab Keterampilan Medik PPD Unsoed. Tanpa tahun. Keterampilan Pemeriksaan


Abdomen.
http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/labskill/PemeriksaanAbdomen.pdf.
Didownload pada Kamis, 31 Juli 2014

Linton, A.D. 2012. Introduction to Medical Surgical Nursing. 5th Ed Philadelphia:


Elsevier Sounders.

Mone, PL., Burke,K., 2008. Medical Surgical Nursing: Critical Thinking In Client
Care. 4th Ed. New Jersey: Pearson Education Inc.

Potter, P.A., dan Perry, A.G. 1999. Fundamental of Nursing: Concepts, Process, and
Practice. 4th Ed. (Terj. Renata Komalasari). Jakarta: EGC.

Rathe R. 2000. Examination of the Abdomen. University of Florida.

Sherwood, L. 1996. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. (Terj. Brahm. U. Pendit).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzzane C., dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C. 2002. Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing.
(Terj. Agung Waluyo). Jakarta: EGC.

Willms, J. 2003. Physical Diagnosis: Bedside Evaluation of Diagnosis and Function.


(Terj. Harjanto). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai