Anggota Kelompok :
1. Amelia Afida Fitrianingrum (02/XI-CI)
2. Hakim Dwisa Hafiluddin (07/XI-CI)
3. Putri Rizqiyah (17/XI-CI)
4. Rizky Amaliyah Putri (21/XI-CI)
Budaya Politik Kaula (subjek) : Budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan
sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif.
Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekuensi
orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek
output atau terdapat pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh
pemerintah.
Dengan demikian, secara umum mereka menerima segala keputusan dan
kebijaksanaan yang diambil oleh pejabat yang berwenang dalam masyarakat.
Bahkan, rakyat memiliki keyakinan bahwa apa pun keputusan/ kebijakan pejabat
adalah mutlak, tidak dapat diubah-ubah atau dikoreksi, apalagi ditentang. Prinsip
yang dipegang adalah mematuhi perintah, menerima, loyal, dan setia terhadap
anjuran, perintah, serta kebijakan penguasa.
Ciri-ciri budaya politik kuala (subjek) adalah sebagai berikut:
- Warga menyadari sepenuhnya akan otoritasi pemerintah.
- Tidak banyak warga yang memberi masukan dan tuntutan kepada pemerintah,
tetapi mereka cukup puas untuk menerima apa yang berasal dari pemerintah.
- Warga bersikap menerima saja putusan yang dianggapnya sebagai sesuatu yang
tidak boleh dikoreksi, apalagi ditentang.
- Sikap warga sebagai aktor politik adalah pasif; artinya warga tidak mampu
berbuat banyak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.
- Warga menaruh kesadaran, minat, dan perhatian terhadap sistem politik pada
umumnya dan terutama terhadap objek politik output, sedangkan kesadarannya
terhadap input dan kesadarannya sebagai aktor politik masih rendah.
4. Jelaskan maksud dari komunikasi politik dan sosialisasi politik. Berikan contohnya
masing-masing!
Komunikasi politik (political communication) : komunikasi yang melibatkan pesan-
pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan,
dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan,
komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami
sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah
dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan
seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai
neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari.
Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan
kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik.
Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini
merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk
menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat
persetujuan DPR.
Sosialisasi politik : proses dimana individu memperoleh informasi, kepercayaan,
sikap, dan menilai itu dapat membantu mereka untuk memahami aktivitas suatu
sistem politik, dan sebagai bagian dari proses, yang mengadopsisebagian dari
kepercayaan, sikap dan nilai-nilai. Pengarang menunjukkan fakta pentingnya proses
penanaman kepercayaan dan nilai-nilai dariorang-orang menjadi basis untuk suatu
kultur politis masyarakat, dan kultur seperti itu menggambarkan parameter
kehidupan politis dan tindakan pemerintah atau Negara. Tetapi sebagian ahli
membantah bahwa orang-orang itu mempunyai latar belakang sosial serupa,
tingkatan pendidikan atau pendapatan, suatu agama umum, jenis kelamin atau
persaingan ras yang mempunyai pandangan politis yang sebagian besar sama;
karenanya, sosialisasi politis merupakan sifat yang sudah melekat pada nilai-nilai
tersebut dibandingkan dengan suatu proses.
5. Uraikan apa yang kamu ketahui tentang partai politik!
6. Uraikan dan jelaskan budaya politik yang berkembang di Indonesia!
Budaya politik yang berkembang di Indonesia merupakan budaya politik campuran
dimana budaya politik parokial-kaula berpengaruh besar. Di satu pihak, budaya politik
Indonesia masih bersifat parokial-kaula artinya rakyat Indonesia masih ketinggalan dalam
menggunakan hak dan melakukan tanggung jawab politiknya yang mungkin disebabkan
ketertutupan dari budaya luar. Sedangkan di sisi lain bersifat budaya politik partisipan,
artinya para elit politik menunjukkan partisipasi aktifnya daa setiap kegiatan politik.
Dalam masyarakat Indonesia, sifat ikatan primodial masih berakar kuat dimana maih ada
sikap mengutamakan kepentingan daerah, suku, dan agamanya. Seperti pada pemilihan
kepala daerah. Masyarakat cenderung memilih calon yang berasal dari daerahnya (putri
asli daerah) tana melihat kualitas atau kemampuan yang dimiliki.
Budaya politik Indonesia juga cenderung masih memegang kuat peternalisme. Salah satu
indikatornya adalah munculnya sifat bapakisme atau sikap asal bapak senang dalam
setiap hal, yang masih berkembang di tingkatan di bawah tingkat pusat. Misalnya,
sebagian masyarakat cenderung untuk memilih partai politik sesuai dengan pilhan
atasannya dengan tujuan supaya bisa mendapatkan perhatian lebih.
Meskipun tingkat partisipasi politik masyarakat sudah mulai meningkat, bukan berarti
budaya partisipan secara murni telah terwujud. Melainkan budaya tersebut merupakan
campuran antara budaya politik partisipan dengan parokial serta subjek (kaula).