Anda di halaman 1dari 17

Gangguan Mood

Ditulis oleh Indah Damayanti pada Jum-03/08/2012


Kategori: 
Psikologi
Topik: 
Mood
Anda mungkin sering mendengar istilah ‘ga mood’ atau ‘bad mood’. Mungkin
juga Anda sering mendengar istilah depresi. Namun, pahamkah Anda maksud
dari istilah-istilah tesebut? Mood  sebenarnya adalah kondisi emosi tertentu.
Sedangkan yang dimaksud dengan emosi dalam bahasa Indonesia ialah ‘perasaan’, 
misalnya senang, sedih, takut, cemas, dan haru. Kondisi emosi (mood) ini
dapat mengalami gangguan, namun hal tersebut tidak sama dengan yang
dimaksud oleh bahasa umum ‘bad mood’. Ungkapan ‘bad mood’  biasanya
kita gunakan untuk menggambarkan suasana perasaan yang sedang ‘tidak enak’
atau sedang tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas. Sedangkan yang 
dimaksud dengan ‘gangguan mood’ adalah gangguan pada emosi, dimana emosi
seseorang dapat berada dalam kondisi kesedihan yang sangat ekstrim atau
disebut juga kondisi depresif atau bisa juga emosinya berada pada kondisi
senang/bersemangat yang ekstrim dan mudah terstimulus yang disebut dengan
kondisi mania. Gangguan Mood merupakan salah satu gangguan kesehatan mental.
 
Secara garis besarnya, gangguan mood terbagi dua, yaitu Gangguan Depresi dan
Gangguan Bipolar.
 
Gangguan depresi terbagi lagi menjadi dua, yaitu Major Depressive Disorder (MDD)
dan Dysthymic Disorder. MDD ditandai dengan kondisi emosi sedih dan kehilangan
kemampuan untuk menikmati aktivitas yang biasa dilakukan, bersama dengan
minimal 4 (empat) dari gejala di bawah ini:
1) Tidur terlalu banyak (10 jam atau lebih) atau terlalu sedikit (sulit untuk tertidur,
    sering terbangun)
2) Kekakuan motorik
3) Kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun drastis atau sebaliknya makan
    berlebihan sehingga berat badan meningkat drastis.
4) Kehilangan energi. Tampilannya lemas, tidak bersemangat, tidak tertarik melakukan
    apapun, bahu menunduk, kepala lemas, seolah tidak kuat berjalan
5) Merasa tidak berharga
6) Kesulitan untuk berkonsentrasi, berpikir, dan membuat keputusan
7) Muncul pikiran tentang kematian berulang kali, atau tentang bunuh diri.
 
Gejala-gejala ini muncul hampir sepanjang hari, setiap hari, selama minimal 2 (dua)
minggu dan bukan dikarenakan kehilangan yang wajar, misalnya karena suami
meninggal. MDD inilah yang sering disebut masyarakat umum dengan istilah depresi.
 
Dysthymic disorder (gangguan distimik/distimia) merupakan gangguan depresi
yang kronis. Individu yang didiagnosis mengalami gangguan distimik 
mengalami kondisi depresif lebih dari separuh waktu dari minimal 2 (dua) tahun.
Jadi, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, separuh dari waktu tersebut individu
ini mengalami kondisi depresif, minimal mengalami 2 (dua) dari gejala di bawah ini:
1) Kehilangan nafsu makan/sebaliknya
2) Tidur terlalu banyak/terlalu sedikit
3) Merasa diri tidak berharga
4) Kesulitan berkonsentrasi dan mengambil keputusan
5) Merasa kehilangan harapan
 
Gejala tidak tampak jelas lebih dari 2 (dua) bulan. Tidak ada episode MDD selama
2 tahun pertama gejala muncul. Gejala yang dialami lebih ringan daripada MDD
namun dengan waktu yang lebih lama. 
 
Gangguan Mood yang kedua ialah gangguan bipolar. Disebut bipolar karena
ada episode manik dan depresif, keduanya merupakan dua kutub yang berbeda.
Episode ialah jangka waktu antara kemunculan gejala. Manik/mania merupakan
kondisi iritabilitas yang tinggi. Individu dengan kondisi manik menunjukkan
gejala mudah terstimulasi, sangat bersemangat/energetik, sangat ‘bahagia’
(tertawa, bercanda), kepercayaan diri berlebihan, impulsif (tidak memikirkan
konsekuensi tindakannya), berbicara tidak terkendali, cepat, dan berpindah-pindah
ide, serta dapat tidak tidur selama dua hari berturut-turut selama ia mengalami
kondisi manik ini. 
 
Gangguan bipolar ini ada 3 (tiga) jenis, yaitu Bipolar I, Bipolar II, dan Cyclothymic
Disorder (gangguan siklotimik/siklotimia).
 
Gangguan Bipolar I ditandai dengan adanya episode tunggal manik atau episode
campuran (manik dan depresif) tunggal, selama hidup pasien. Artinya pasien tetap
akan didiagnosa Bipolar I meski ia hanya mengalami 1 (satu) kali episode manik
seumur hidupnya. Jadi, pasien dengan diagnosa ini bisa menampilkan atau tidak
menampilkan perilaku manik seperti yang telah dijelaskan tadi. Tingkat berulangnya
tinggi, lebih dari 50% individu dengan diagnosa Bipolar I mengalami 4 (empat) atau
lebih episode. 
 
Sedangkan pada diagnosa Bipolar II, minimal terdapat 1 (satu) episode MDD dan
1 (satu) episode hipomania (mania yang lebih ringan). 
 
Gangguan siklotimia merupakan gangguan bipolar yang kronis. Pada individu
yang mengalami siklotimia terdapat gejala-gejala depresi yang ringan namun
terus menerus dan silih berganti dengan gejala manik yang ringan juga.
 
Apa penyebab dari munculnya gangguan mood?
Biasanya gangguan ini muncul akibat adanya kejadian berat yang dialami oleh individu.
Dari tinjauan biologis, individu yang mengalami gangguan mood memiliki 
kecenderungan untuk mengalami gangguan ini karena diturunkan dari orangtuanya 
atau memiliki sejarah gangguan mood dalam keluarganya. Secara neurologis, 
gangguan mood terjadi karena adanya gangguan sensitivitas reseptor neurotransmitter. 
Pada pasien yang mengalami kondisi depresi, karena reseptor neurotransmitternya
kurang sensitif terhadap dopamin. Pada pasien yang mengalami kondisi manik, 
karena reseptor neurotransmitternya terlalu sensitif terhadap dopamin. Dopamin
adalah hormon yang menyebabkan kita merasa bahagia dan bersemangat.
 
Siapa saja dapat mengalami gangguan mood? 
Pria dan wanita, tua dan muda. Prevalensi (kecenderungan) wanita yang mengalami
MDD dua kali lebih besar dari pria. Hal ini dikarenakan hormon wanita yang sering
mengalami ketidakstabilan saat menstruasi, hamil, dan melahirkan. Juga secara
sosial, wanita menjalankan banyak peran dalam hidupnya, sebagai istri, ibu, anak,
karyawan, dan lainnya. Tuntutan dari peran yang berbagai macam tersebut 
menambah jumlah stimulus stres pada wanita. 
 
Masyarakat miskin tiga kali lebih banyak mengalami MDD dibanding yang kondisi
ekonomi lebih baik. Hal ini dikarenakan tekanan ekonomi dapat menjadi salah satu 
stimulus stres bagi manusia. Usia kemunculan pertama (onset) MDD ialah pada masa
remaja akhir hingga dewasa awal (usia 18-29 tahun). Dalam 100 tahun terakhir onset
ini meningkat. Dahulu onset MDD di akhir usia 20-an hingga awal 30-an. Hal ini
diperkirakan disebabkan oleh perkembangan teknologi, ekonomi, dan gaya hidup
yang menimbulkan lebih banyak stimulus stres.  
 
Gangguan bipolar lebih jarang terjadi dibanding gangguan depresi. Onset gangguan
bipolar pada usia awal 20-an. Jumlah kejadian gangguan bipolar seimbang antara
pria dan wanita, namun wanita mengalami lebih banyak episode depresi dibanding
pria. Hal ini dipengaruhi oleh budaya (pria lebih bebas mengekspresikan emosi
dibanding wanita), dukungan sosial, dan hubungan dalam keluarga. 
 
Gangguan mood dapat muncul bersamaan dengan gangguan cemas, gangguan
yang berhubungan dengan penggunaan obat-obatan, disfungsi seksual, dan 
gangguan kepribadian. Gangguan ini memiliki resiko yang serius bagi penderitanya.
Resiko terburuk dari gangguan mood ialah individu yang mengalami gangguan mood
dapat melakukan tindakan bunuh diri. Resiko lainnya, pada individu yang mengalami 
gangguan bipolar dapat melakukan aktivitas seksual yang berbahaya, penggunaan 
uang yang tidak terkendali, menyetir dengan ceroboh sehingga dapat membahayakan
jiwa, serta dapat memancing tindakan agresi/kekerasan karena sikap yang tak
terkendali dapat menganggu orang lain. Gangguan mood dapat merusak kehidupan 
pribadi dan sosial serta menurunkan produktivitas individu yang mengalaminya. MDD 
merupakan salah satu penyebab utama di dunia yang dapat mengakibatkan 
ketidakmampuan atau menurunnya produktivitas. Individu dengan Bipolar I pada 
umumnya tidak dapat mempertahankan pekerjaannya.
 
Gangguan mood berkorelasi dengan penyakit beresiko tinggi, khususnya penyakit 
jantung untuk MDD. Untuk bipolar, selain penyakit jantung juga berkorelasi dengan
diabetes mellitus, obesitas, dan penyakit tiroid. Pasien dengan diagnosa Bipolar I 
dua kali lebih banyak yang meninggal karena penyakit medis dibandingkan pasien
tanpa gangguan mood. Pasien distimia membutuhkan perawatan rumah sakit lebih
banyak dibanding MDD, resiko bunuh diri lebih besar,dan gangguan keberfungsian
lebih besar.
 
Bila Anda atau anggota keluarga Anda mengalami gangguan mood, apa
yang harus Anda lakukan? 
 
Gangguan mood dapat diatasi dengan psikoterapi dan perawatan medis. Psikoterapi 
ialah terapi psikologis yang diberikan oleh tenaga profesional psikolog. Psikoterapi 
yang dapat diberikan antara lain psikoterapi interpersonal, terapi kognitif, dan terapi 
tingkah laku. Psikoterapi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Psikoterapi bukanlah proses yang instan. Untuk perawatan pasien dengan gangguan
mood, psikoterapi dilakukan minimal 16 kali pertemuan, satu kali seminggu.
Perawatan medis dilakukan dengan pemberian obat antidepresan oleh dokter
spesialis kedokteran jiwa (psikiater). Minimal pengobatan 6 bulan dan lebih
lama bagi pasien yang telah mengalami beberapa episode gangguan. Penanganan
yang cepat dan tepat dapat mencegah timbulnya permasalahan yang lebih buruk. 
Segera periksakan keluarga Anda ke tenaga profesional psikolog atau psikiater
apabila terdapat gejala-gejala gangguan mood sebagaimana yang diterangkan
dalam tulisan ini.
 
 
Bahan bacaan:
Kring, Johnson, Davison, & Neale. (2009). Abnormal psychology. Eleventh edition.
Berkeley: John Wiley & Sons
Makalah Gangguan Mood

Makalah

Gangguan Mood

Di ajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Psikologi Abnormal

Dibimbing Oleh :

Meutia Ananda, M. Psi

Disusun Oleh :

Musyarofah B07210047

Rochmawati Dwi S. B07210058

Moh. Antoso B07210076

Program Studi Psikologi

Fakultas Dakwah

IAIN Sunan Ampel

Surabaya

2013
Daftar Isi
Halaman Judul ....................................................................... 1

Daftar Isi ........................................................................ 2

Pembahasan ………............................................................ 3

A. Pengertian ......................................................................... 3

B.  Macam-Macam Gangguan Mood dan Ciri -Cirinya ……………… 4

C.  Faktor-Faktor yang Menyebabkan Gangguan Mood …………… 9

D. Terapi untuk Gangguan Mood …………………………………… 13

Daftar Pustaka ........................................................................ 15


PEMBAHASAN
A.    Pengertian

Dalam hidup semua manusia memiliki perasaan yang berbeda-beda dalam setiap harinya.
Perasaan itu terkadang sedih, senang, marah, dan lain sebagainya yang biasanya berlangsung
sementara. Perasaan tersebut sering disebut dengan mood. Mood merupakan perpanjangan dari
emosi yang berlangsung selama beberapa waktu, kadang-kadang beberapa jam, beberapa hari, atau
bahkan, dalam beberapa kasus depresi beberapa bulan. Mood yang dialami dalam kehidupan

manusia ini sedikit banyak akan berpengaruh kuat terhadap cara mereka dalam berinteraksi

(Meier, 2000: 8-9).

Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada dan mewarnai kehidupan psikologis kita.
Perasaan sedih atau depresi bukanlah yang abnormal dalam konteks peristiwa atau situasi yang
penuh tekanan. Namun, orang dengan gangguan mood atau yang sering dikenali sebagai gangguan
perasaan biasanya terlarut dalam suasana perasaannya dalam jangka waktu yang cukup lama
sehingga mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab
secara normal. Mereka yang mengalami gangguan mood ini akan mengalami perubahan mood yang
ekstrem, bagaikan roller coaster emosional dengan ketinggian yang membuat pusing dan turunan
yang bukan kepalang ketika dunia disekitarnya tetap stabil (Nevid, 2003: 229).

Pada diri manusia mood ini dating dan pergi, dan ketika itu terjadi biasanya kita dapat
mengatasinya dan kembali normal. Namun, kenyataannya tidak semudah itu umumnya gangguan
mood ini terjadi pada semua usia, ekspresi gangguan mood pada anak-anak bervariasi tergantung
pada usia mereka.

Mood pada seorang anak lebih rentan terhadap pengaruh stressor social yang parah seperti
percekcokan keluarga yang kronis, penyiksaan dan penelantaran serta kegagalan akademik (Kaplan,
dkk, 1997:809-810).

Ganggguan mood yang terjadi pada seseorang ini umumnya terjadi karena banyaknya tekanan
yang menimpa dirinya dan cenderung terlarut dalam tekanan dapat meningkatkan resiko
berkembangnya gangguan mood yang kemudian dapat berubah menjadi depresi terutama depresi
mayor. Hal ini terbukti pada suatu penelitian yang menemukan bahwa dalam sekitar empat dari lima
kasus, depresi mayor diawali oleh peristiwa kehidupan yang penuh tekanan. Orang juga lebih
cenderung untuk menjadi depresi bila mereka menanggung sendiri tanggung jawab dari peristiwa
yang tidak diinginkan (Nevid, 2003: 240).
Depresi berat yang terjadi dalam jangka waktu yang lama ataupun orang yang berada di
bawah tekanan stress yang berat dan tidak memiliki pertimbangan yang baik, maka orang tersebut
lebih memilih untuk bunuh diri (Nevid, 2003: 262).

Dari beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa gangguan mood ini merupakan suatu
gejala yang menyebabkan perubahan suasana perasaan pada seseorang secara ekstreem dan
membuat penderitanya terlarut dalam suasana perasaannya dalam jangka waktu yang cukup lama
sehingga mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab
secara normal.

B.     Macam-Macam Gangguan Mood dan Ciri-Cirinya

Ada beberapa jenis dalam gangguan mood yang terjadi pada manusia ini umumnya
digolongkan sesuai dengan tingkat seberapa lamanya gangguan ini terjadi, yaitu :

1.      Episode manic


Periode ini biasanya muncul secara tiba-tiba, mengumpulkan kekuatan dalam beberapa hari.
Selama satu episode manic ornag tersebut mengalami elevasi atau ekspansi mood yang tiba-tiba dan
merasakan kegembiraan, euphoria, atau optimism yang tidak biasa. Orang yang mengalami episode
manic ini akan memperolok orang lain dengan memberikan lelucon yang keterlaluan atau bahkan
cenderung memperlihatkan penilaian yang buruk dan menjadi argumentative, dan terkadang
bertindak afektif. Tak hanya itu orang yang mengalami episode manic ini umumnya mengalami self-
esteem yang meningkat, mulai berkisar dari self-confidance yang ekstreem hingga delusi total akan
kebesaran diri sendiri (Nevid, 2003: 237-238).
Dalam episode manic terdapat kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat disertai
dengan peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental dalam berbagai derajat
keparahan. Dalam episode manic terdapat tipe hipomania dimana pada gangguan ini derajat
gangguan yang lebih ringan dari mania. Tipe hipomania ini dapat ditandai dengan adanya afek yang
meninggi atau berubah disertai dengan aktivitas, menetap selama sekurang-kurangnya beberapa
hari berturut-turut, dan tidak disertai halusinasi atau waham.
2.      Gangguan Depresi (gangguan Unipolar)
Depresi merupakan suatu perasaan yang bias muncul dalam berbagai cara dan mempunyai
sejumlah penyebab,tidak memedulikan jenis kelamin dan pekerjaan, dan bias menyerang kapanpun
dari remaja sampai paruh baya. Dimana usia paruh baya ini merupakan usia puncak dari depresi.
Pada setiap orang depresi ini berbeda-beda bentuknya. Kondisi ini bisa disertai dengan kecemasan,
gelisah, dan berbicara gugup atau bias beralih menjadi periode mania (mood yang meningkat),
berbicara terputus-putus, serta aktivitas kompulsif yang dinamakan pasien “manic depresif”.
Namun, ada juga yang bersikap apatis dan cenderung menutupi kekhawatirannya. Penderita sering
mengeluh tidak mampu berfikir dengan jelas, sulit berkonsentrasi, atau membuat keputusan
(Jacoby, 2009:34). Dalam proses berjalannya gangguan depresi, depresi ini merupakan gangguan
yang dapat dibagi menjadi tiga tahap yang dimulai dari gejala yang ringan, sedang hingga berat.
Gejala atau ciri-ciri utama seseorang dengan depresi adalah afek depresif, kehilangan minat
dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah
dan menurunnya aktivitas.

Gejala atau cirri lainnya :

a)      Konsentrasi dan perhatian berkurang,


b)      Harga diri dan kepercayaan diri berkurang,
c)      Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
d)     Pandangan tentang masa depan yang suram dan pesimistis,
e)      Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
f)       Tidur terganggu,
g)      Nafsu makan berkurang (Maslim, 2003: 64)
         Depresi ringan
Depresi ringan ini di identikkan dengan depresi minor yang merupakan perasaan melankolis
yang berlangsung sebentar dan disebabkan oleh sebuah kejadian yang tragis atau mengandung
ancaman, atau kehilangan sesuatu yang penting dalam kehidupan si penderita (Meier, 2000: 20-21).
Orang dengan depresi ringan ini setidaknya memiliki 2 dari gejala lainnya dan 2-3 dari gejala utama.
(Maslim, 2003, 64).
         Depresi sedang
Depresi sedang ini di alami oleh penderita selama kurang 2 minggu, dan orang dengan depresi
sedang ini mengalami kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social, pekerjaan dan urusan
rumah tangga. Orang dengan depresi sedang ini setidaknya memiliki 2-3 dari gejala utama dan 3-4
dari gejala lainnya (Maslim, 2003: 64)
         Depresi mayor
Depresi mayor merupakan salah satu gangguan yang prevalensinya paling tinggi di antara
berbagai gangguan (Davidson, 2006: 374). Depresi mayor adalah kemurungan yang dalam dan
menyebar luas. Perasaan murung ini mampu menyedot semangat dan energy serta menyelubungi
kehidupan si penderita seperti asap yang tebak dan menyesakkan dada. Depresi mayor ini dapat
berlangsung cukup lama mulai dari empat belas hari sampai beberapa tahun. Hal ini menyebabkan
penderita akan sangat sulit utnuk berfungsi dengan baik di lingkungannya. Orang dengan depresi
mayor ini juga terkadang disertai dengan keinginan untuk bunuh diri atau bahkan keinginan untuk
mati. Orang yang sangat tertekan, mereka akan mengalami dampak hal-hal yang mengganggu
kejiwaan mereka seperti gila, paranoia atau halusinasi pendengaran (Meier, 2000: 25-26).
3.      Gangguan distimik atau distimia

Gangguan distimik ini merupakan gangguan mood yang berpola depresi ringan (tetapi nungkin
saja menjadi mood yang menyulitkan pada anak-anak atau remaja) yang terjadi dalam suatu rentang
waktu—pada orang dewasa, biasanya dalam beberapa tahun (Nevid, 2003: 229). Gangguan distimik
pada anak-anak dan remaja terdiri dari mood yang terdepresi atau mudah tersinggung untuk
sebagaian besar hari, lebih banyak hari dibandingkan tidak, selama periode sekurangnya satu tahun.
Pada anak-anak dan remaja, mood yang mudah tersinggung dapat menggantikan criteria mood
terdepresi untuk orang dewasa dan bahwa criteria durasi adalah bukan dua tahun tetapi satu tahun
utnuk anak-anak dan remaja (Kaplan, dkk, 1997: 813).

Ada beberapa gejala atau cirri yang dapat ditandai saat gejala ini muncul, yaitu :

a)      Kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan,


b)      Sulit tidur atau kebanyakan tidur (sulit bangun),
c)      Tingkat energy rendah atau mudah lelah,
d)     Citra diri yang rendah,
e)      Daya konsentrasi yang rendah atau sulit mengambil keputusan,
f)       Perasaan putus asa.

Penderita gangguan ini setidaknya mengalami gejala-gejala diatas paling lama 2 bulan sekali.
Pada gangguan ini tidak terjadi depresi mayor selama dua tahun terakhir, tidak pernah menderita
akibat perubahan naik turun antara periode kegairahan yang membumbung tinggi dan depresi yang
melankolis. Gangguan distimia ini tidak disebabkan oleh penyalahgunaaan obat atau bahan kimiawi.
Namun, gejala ini mengakibatkan kerusakan klinis yang signifikan dalam fungsi social, pekerjaan atau
area-area penting lain dalam kehidupan si penderita (Meier, 2000: 22).

4.      Gangguan perubahan mood (bipolar)

Gangguan bipolar adalah gangguan mental berat, tanpa memandang apakah ada perubahan
mental antara mania dan depresi secara full brown. Gangguan bipolar merupakan suatu psikosis
afektif, ada gangguan emosi, baik akibat kebiasaan maupun menyembunyikan kecemasan dan
perasaan malu. Pada fase depresi, pendiam, mendendam perasaan, emosional sensitive. Pada fase
mania perilakunya sangat berlawanan, sangat ekstrover. Pada beberapa kasus keadaaan ini
mengandung unsure fanatic dan religious (Jacoby, 2009: 27).
Gangguan bipolar ini sendiri dibagi menjadi dua, yaitu gangguan bipolar 1 dan gangguan
bipolar 2. Gangguan bipolar 1 ini terjadi pada seseorang yang mengalami setidaknya satu episode
manic secara penuh. Di mana seseorang mengalami perubahan mood antara rasa girang dan depresi
dnegan diselingi periode antara berupa mood yang normal. Sedangkan, gangguan bipolar 2 ini
diasosiasikan dengan suatu bentuk maniak yang lebih ringan. Pada gangguan bipolar 2 ini sesorang
mengalami satu atau lebih episode-episode depresi mayor dan paling tidak satu episode hipomanik
(Nevid, 2003: 237).

5.      Gangguan Siklotimik

Gangguan siklotimik ini berasal dari kata Yunani kyklos “lingkaran” dan thymos “spirit”. Jadi
dapat diartikan bahwa siklotimik ini merupakan spirit yang bergerak secara berputar di mana dapat
diartikan sebagai suatu deskripsi yang tepat dari siklotimik karena gangguan ini melibtatkan suatu
pola melingkar yang kronis dari gangguan mood yang ditandai oleh perubahan mood ringan paling
tidak selama 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak dan remaja)(Nevid, 2003: 239). Pada gangguan
siklotimik anak dan remaja diperlukan periode satu tahun adanya sejumlah pergeseran mood. Dan
pada beberapa remaja siklotimik dapat memungkinkan untuk menjadi gangguan bipolar 1(Kaplan,
dkk, 1997: 814).

Pada penderita gangguan siklotimik, penderita mengalami pergantian suasana perasaan senang
dan depresi yang bersifat kronis yang tidak sampai pada tingkat keparahan seperti episode manic
atau depresi berat. Pada para gangguan siklomatik cenderung berada di salah satu keadaan suasana
perasaan selama bertahun-tahun dengan relative sedikit periode suasana netral (eutimia). Penderita
gangguan siklomatik ini secara berganti-ganti akan mengalami gejala-gejala keadaan depresi ringan
dan umumnya disebut sebagai moody(Durand, 2006: 282).

6.      Kehilangan

Kehilangan adalah keadaan duka cita yang berhubungan dengan kematian seseorang yang
dicintai yang dapat ditemukan dengan gejala yang karakteristik dari episode depresif berat. Orang
dengan kehilangan ini umumnya dapat dikenali dari gejala-gejala berikut :

a)      Perasaan sedih,


b)      Insomnia,
c)      Menghilangnya nafsu makan,
d)     Dan di beberapa kasus terjadi penurunan berat badan.

Dan jika pada anak-anak umumnya mereka lebih menarik diri dan terlihat sedih; dan mereka
tidak mudah ditarik meskipun aktivitas itu merupakan aktivitas yang mereka sukai (Kaplan, dkk,
1997: 815).

7.      Bunuh Diri

Perilaku bunuh diri bukanlah suatu gangguan psikologis, tetapi sering merupakan cirri atau
symptom dari gangguan psikologis yang mendasarinya, dan biasanya adalah gangguan mood yang
menjadi alasan dibalik perilaku percobaan bunuh diri. Orang yang mempertimbangkan untuk bunuh
diri pada saat stress kemungkinan kurang memiliki keterampilan memecahkan masalah dan kurang
dapat menemukan cara-cara alternative untuk copping dengan stressor yang mereka hadapi. Dalam
kaitannya, bunuh diri ini terkait dengan suatu jaringan yang kompleks dari beberapa factor. Namun,
jelas bahwa kebanyakan kasus bunuh diri ini dapat dicegah bila orang dengan perasaan ingin bunuh
diri menerima penanganan untuk gangguan yang mendasari perilaku bunuh diri, termasuk
didalamnya adalah depresi, skizofrenia, serta penyalahgunaan alcohol dan zat (Nevid, 2003: 262-
266).

C.    Faktor-Faktor yang Menyebabkan Gangguan Mood

Dilihat dari beberapa sudut pandang, ada beberapa hal ynag menyebabkan seseorang itu
mengalami gangguan mood, dan diantara factor-faktor tersebut adalah :

1.      Faktor Biologis


a.    Pengaruh Keluarga dan Genetik
Dalam kaitannya dengan gangguan mood adalah dalam studi keluarga, para peneliti melihat
adanya prevaliansi gangguan tertentu pada anggota-anggota keluarga keluarga tingkat-pertama dari
orang-orang yang diketahui memiliki gangguan. Dan mereka menemukan bahwa angka anggota
keluarga yang memiliki gangguan suasana perasaan secara konsisten dua sampai tiga kali lebih tinggi
fibanding anggota keluarga kelompok control yang tidak memiliki gangguan perasaan. Namun, perlu
diketahui bahwa jika salah satu di antara pasangan memiliki gangguan unipolar, maka kemungkinan
pasangan kembarnya untuk memiliki gangguan bipolar yang sangat tipis atau sama sekali tidak ada.
Dan tingkat keparahan mungkin juga terkait dengan banyaknya concordance (sejauhmana sesuatu
dimiliki bersama).
b.   Sistem Neurotransmiter
Gangguan suasana perasaan telah menjadi subjek studi neurobiologist yang lebih intens.
Penelitian mengimplikasikan pada tingkat serotonin yang rendah dalam etiologi gangguan suasana
perasaan. Hal ini dikarenakan, fungsi primer serotonin adalah mengatur reaksi-reaksi emosional
pada manusia. Dalam hipotesis “permisif” penelitian ini mengatakan bahwa ketika tingkat serotonin
rendah, neurotransmitter lainnya diizinkan (mood irregularities), termasuk depresi. Anjloknya
norepineferin akan menjadi salah satu akibat terjadinya gangguan mood.
c.    Ritme Tidur dan Sirkadian
Gangguan mood yang dialami oleh seseorang ini umumnya dapat dilihat dari pertambahan jam
tidur yang semakin meningkat. Dan dalam beberapa tahun telah diketahui bahwa gangguan tidur
merupakan salah satu pertanda bagi kebanyakan gangguan perasaan. Hal ini terjadi karena, pada
orang-orang yang mengalami depresi hanya ada waktu yang lebih pendek secara signifikan sepelum
repid eye movement (REM) sleep dimulai. REM sleep atau non-REM sleep. Pada saat seseorang
tetidur, mereka akan melalui beberapa subtahapan tidur yang secara progresif menjadi lebih
nyenyak, di mana pada saat itu mereka mencapai tingkat istirahat yang sesungguhnya. Pada
prosesnya, setelah 90 menit seseorang mulai mengalami REM sleep, di mana otak terjaga dan kita
mulai bermimpi. Mata akan bergerak maju-mundur dengan cepatdi balik kelopak mata, sehingga
dinamai dengan repid eye movement sleep. Dan ketika semakin larut, maka banyaknya REM sleep
akan semakain bertambah. Sedangkan, pada orang yang menderita depresi akan kehilangan tidur
gelombang-lambat mereka.
Selain memasuki periode REM sleep yang jumlah yang jauh lebih cepat, orang dengan depresi
ini akan mengalami aktvitas REM yang lebih intens. Tak hanya itu, tahapan tidur yang paling nyenyak
hanya berlangsung pendek atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Karena ada beberapa karakteristik
tidur hanya terjadi pada saat seseorang sedang mengalami depresi dan tidak terjadi pada saat
lainnya.
d.   Aktivitas Gelombang Otak
Ada beberapa indicator yang dapat dilihat dari aktivitas gelombang otak yang menunjukkan
adanya kerentanan biologis seseorang terhadap depresi. Hal ini ditunjukkan oleh aktivitas
gelombang otak yang didemonstrasikan oleh peneliti bahwa para penderita depresi menunjukkan
aktivasi lebih besar pada anterior sebelah kanan (dan lebih kecil pada aktivasi sebelah kiri)
disbanding orang-orang yang tidak mengalami depresi (Durand, 2006: 295-299).
2.      Faktor Psikologis
Dalam mengulas kontribusi genetic terhadap penyebab depresi dapat dinyatakan bahwa 60%-
80% penyebab depresi dapat diatribusikan pada pengalaman-penagalaman psikologis. Selain itu
pengalaman itu bersifat unik untuk masing-masing individu.
a.    Peristiwa Kehidupan yang Stressful
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang-orang yang divintai,
putusnuya hubungan romantic, lamanya hidup menganggur, sakit fisik, masalah dalam pernikahan
dan hubungan, kesulitan ekonomi, dan lain sebagainya ini dapat meningkatkan resiko
berkembangnya gangguan mood atau kambuhnya sebuah gangguan mood, terutama depresi mayor.
Dan pada orang-orang dengan depresi mayor ini sering kali kurang memiliki keterampilan yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah interpersonal dengan teman, teman kerja atau supervisor.
b.   Teori Humanistic
Menurut teori ini, seseornag menjadi depresi saat mereka tidak dapat mengisi keberadaan
mereka dengan makna dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan self-
fulfillment. Kemudian dunia dianggap sebagai tempat yang menjemukan (Nevid, 2003: 240-243).
c.    Learned Helplessness
Learned helplessness merupakan kedaan diri yang selalu membuat atribusi bahwa mereka tidak
memiliki kontrol atas stress dalam kehidupannya (baik sesuai kenyataan maupun tidak).
d.   Negative Cognitive Styles
Negative cognitive styles adalah kesalahan berfikir yang difokuskan secara negative pada tiga
hal, yaitu dirinya sendiri, dunian terdekatnya, dan masa depannya. Di mana menurut Beck, penderita
depresi memandang yang terburuk dari segala hal. Bagi mereka, kemunduran terkevil sekalipun
merupakan bencana besar.
3.      Faktor Sosial dan Kultural
Sejumlah faktor social cultural memberikan kontribusi pada onset atau bertahannya dperesi.
Faktor yang paling menonjol antara lain adalah hubungan perkawinan, gender, dan dukungan social.
a.    Hubungan Perkawinan
Maksudnya adalah hubungan perkawinan yang tidak memuaskan yang bisa menyebabkan
individu bisa mengalami gangguan perasaan seperti depresi.
b.   Perbedaan Gender
Menurut Cyranowski, dkk (2000) Sumber perbedaan ini bersifat cultural, karena peran jenis
yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan di masyarakat. Di mana laki-laki sangat di dorong
mandiri, masterful, dan asertif, sedangkan perempuan sebaliknya diharapkan lebih pasif, lebih
sensitive terhadap orang lain, dan mungkin lebih banyak bergantung pada orang lain.
c.    Dukungan Social
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Johnson, Winett, dkk (1999) tentang efek-efek
dukungan social di dalam kesembuhan yang pesat dari episode manic maupun depresif pada pasien
gangguan bipolar, mereka menemukan hasil yang mengejutkan bahwa, jaringan pertemanan, dan
keluarga yang suportif secara social membantu terjadinya kesembuhan cepat dari episode depresif,
tetapi tidak pada episode manic. Dari hasil penelitian ini dan juga studi-studi prospektif yang
dilakukan menguatkan tentang pentingnya dukungan social (atau kekurangan dukungan social)
dalam memprediksi onset atau gejala-gejala depresi yang muncul kemudian (Durand, 2006: 303-
308).

D.    Terapi untuk Gangguan Mood


Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani seseorang yang mengalami
gangguan mood, beberapa diantaranya adalah :
1.      Pengobatan
Pemberian antidepresian yang dapat membantu memgontrol gejala dan mempertahankan
fungsi neurotransmitter. Ada 3 tipe antidepresian yang sering digunakan, yaitu :
a.       Trisiklik (Tofranil, Elavil)
Trisiklik ini berfungsi untuk memberikan efek dengan mendesentralisasi norepinefferin.
b.      Monamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
MAOIs ini berfungsi untuk memblokir enzim MAO yang memogokkan neurotransmitter seperti
norepinefrin dan serotonin.
c.       Selective Serotogenic Reuptake Inhibitors (SSRIs)
SSRIs ini secara spesifik memblokir reuptake serotonin pra-sinaptik. Dan secara temporer
menaikkan level serotonin dibagian reseptornya.
d.      Lithium
Lithium ini merupakan garam yang dapat ditemukan dalam kandungan air minum yang kadar
jumlahnya sangat kecil hingga tidak memberikan efek apapun. Lithium sendiri memiliki sebuah
keunggulan yang membedakannya dari antidepresan lainnya. Karena, substansinya lebih sering
efektif untuk mencegah dan menangani episode-episode manic.
2.      Terapi Kognitif-Behavioral
Dalam prosees terapi ini klien diajarkan untuk menelaah secara cermat cara berfikir mereka
saat mereka depresi dan untuk menengarai kesalahan-kesalahan “depresif” dalam berpikir. Tak
hanya itu, klien juga diajarkan bahwa kesalahan dalam berfikir dapa menyebabkan depresi secara
langsung. Dan penanganannya melibatkan tindakan mengkoreksi kesalahan-kesalahan berpikir dan
menggantinya dengan pemikiran dan penilaian yang kurang menyebabkan depresi dan (mungkin)
lebih relistis.
3.      Psikoterapi Interpersonal (IPT / Interpersonal Psychotheraphy)
IPT atau Psikoterapi Interpersonal ini memfokuskan pada penyelesaian berbagai masalah
dalam hubungan yang sudah ada dan belajar membangun hubungan-hubungan interpersonal yang
penting dan baru. Dalam proses IPT ini sangat terstruktur. Pada proses awal terapis harus
mengidentifikasi berbagai stressor yang mungkin mencetuskan depresi. Setelah itu, terapis
mengklasifikasikan dan mendefinisikan sebuah perselisihan interpersonal. Setelah itu, mencari
penyelesaiannya dengan :
         Tahap negosiasi
         Tahap jalan bunyu
         Tahap resolusi
4.      ECT (Elektrokonvulsif dan Simulasi Magnetik Transkranial/ TMS)
ECT adalah penangan yang cukup aman dan efektif untuk depresi berat yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan penanganan bentuk lain. ECT merupakan bentuk penanganan yang
dalam pengadministrasiannya pasien diberi anestsesi/ obat bius untuk mengurangi perasaan tidak
nyaman dan diberikan obat perelaks otot untuk mencegah kerusakan tulang akibat konvulsi selama
sizure (Kejang-kejang). Kemudian listrik diadministrasikan secara langsung melalui otak selama
kurang dari satu detik. Bentuk penanganan ECT ini terbukti untuk menaikkan lever serotonin,
memblokir hormone-hormon stress dan membantu terjadinya neurogenesis dalam hipokampus.
Sedangkan TMS (Transcrantial Magnetic Simulation) bekerja dengan cara menempatkan
sebuah gulungan magnetic diatas kepala untuk membangkitkan denyut elektromagnetik yang
dialokasikan dengan tepat. Dalam penanganan ini anastesi tidak dibutuhkan karena, efek
sampingnya biasanya terbatas dalam bentuk sakit kepala.
TMS dan ECT ini sama-sama efektif untuk pasien-pasien dengan depresi berat atau depresi
psikotik yang resisten dengan penanganan (belum menunjukkan respons terhadap obat atau
penanganan psikologis) (Durand, 2006: 311-318).
Daftar Pustaka

  Davidson, Gerald C., 2006, Psikoloogi Abnormal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

  Durand, V. Mark, 2006, Psikologi Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

  Jacoby, David B., 2009, Pustaka Kesehatan Populer, PT Bhuana Ilmu Populer

  Kaplan, Harold L., dkk, 1997, Sinopsis Psikiatri Jilid 2, Jakarta: Binarupa Aksara

  Maslim, Rusdi, 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atmajaya

  Meier, Paul, dkk, 2000, Mengendalikan Mood Anda, Yogyakarta: Yayasan Andi

  Nevid, Jeffrey S., dkk, 2003, Psikologi Abnormal, Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai