Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SUMBER - SUMBER AJARAN ISLAM


SEBAGAI ACUAN DALAM MEMAHAMI DAN
MENGAMALKAN AJARAN ISLAM

Nama : Rizky Wisnu Prayoga (210102001)


Zulfan Adam Nor Faozan (210102002)
Prodi : Desain Interior
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Dosen : Solehah Muchlas, M.Pd.

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
KALIMANTAN TIMUR
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala nikrnat dan karunia yang telah
diberikan. Sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “SUMBER-
SUMBER AJARAN ISLAM SEBAGAI ACUAN DALAM MEMAHAMI DAN
MENGAMALKAN AJARAN ISLAM”. Shalawat serta salam semoga tercurah
keharibaan Nabi Muhammad s.a.w, para sahabat dan orang-orang yang setia
meneladani beliau, agar kita mendapatkan syafaatnya di yaumul kiamah kelak, amin.
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Pendidikan
Agama Islam. Dalam penulisan makalah ini, Kami memperoleh bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Solehah Muchlas, M.Pd., selaku Dosen Pendidikan Agama Islam, Universitas
Nahdlatul Ulama.
2. Teman se-tim yang turut menyusun makalah yaitu Rizky Wisnu Prayoga dan
Zulfan Adam Nor Faozan.
3. Serta, tak lupa juga do’a dan semangat yang di berikan dari orangtua masing-
masing tim penyusun.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan tentang Sumber ajaran Islam
bagi kita semua, Amin.

Samarinda, 22 Oktober 2021


Tim Penyusun,

Desain Interior

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan............................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Sumber-sumber Ajaran Islam..............................................................................3
1. Pengertian Sumber Ajaran Islam.....................................................................3
2. Macam-macam Sumber Ajaran Islam.............................................................3
B. Al-Qur’an sebagai Sumber Ajaran Islam............................................................ 3
1. Pengertian Al-Qur’an...................................................................................... 3
2. Sejarah Kondifikasi Al-Qur’an....................................................................... 4
3. Isi Kandungan Al-Qur’an................................................................................4
4. Fungsi Al-Qur’an............................................................................................ 5
5. Keistimewaan Al-Qur’an................................................................................ 6
C. As-sunnah sebagai Sumber Ajaran Islam............................................................ 7
1. Pengertian As-sunnah..................................................................................... 7
2. Sejarah Kondifikasi As-sunnah...................................................................... 8
3. Kedudukan As-sunnah....................................................................................9
4. Fungsi As-sunnah terhadap Al-Qur’an.........................................................11
D. Ijtihad sebagai Sumber Ajaran Islam................................................................ 12
1. Pengertian Ijtihad.......................................................................................... 12
2. Dasar Penggunaan Ijtihad..............................................................................13
3. Kedudukan Ijtihad......................................................................................... 14
4. Persyaratan Melakukan Ijtihad......................................................................14
5. Cara-cara Berijtihad...................................................................................... 15
BAB III : PENUTUP..................................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................................17
B. Saran.................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakam kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu salama berarti
selamat, damai dan sentosa. Asal kata itu dibentuk dari kata aslama, Islaman, yuslimu
yang artinya memelihara dalam keadaan sentosa, yang artinya juga menyerahkan diri,
patuh, tunduk dan taat. Untuk itu, secara antropologis kata Islam telah tergambarkan
kodrat manusia sebagai makhluk yang patuh dan tunduk pada Tuhan.
Secara istilah, Islam adalah nama bagi agama dimana yang ajaran ajarannya
merupakan wahyu Tuhan melalui Rasul kepada manusia. Lebih tegasnya lagi Islam
merupakan ajaran-ajaran yang diwahyukan oleh Tuhan kepada seorang manusia
melalui Nabi Muhammad Saw, seorang Rasul. pada hakikatnya Islam mengajak
kepada ajaran-ajaran yang tidak hanya dari satu segi, akan tetapi tentang segala segi
dari kehidupan manusia.
Pada hakikatnya, Ajaran Islam merupakan kumpulan dari berbagai prinsip-
prinsip kehidupan, ajaran mengenai bagaimana seharusnya manusia dapat
menjalankan kehidupannya di dunia yang fana ini, satu prinsip dengan yang lainnya
saling terkait sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat
dipisahkan. Bukan bahwa ada satu nilai yang dapat berdiri sendiri
Akar dan buah pikir manusia tidak bisa merubah isi kebenaran al-Qur’an dan
hadits, serta ijtihad sebaliknya ketiga sumber ajaran tersebut menjadi sumber
kebenaran untuk pertimbangan daya pikir manusia. Kebenaran mutlak al-Qur’an juga
menjadi pertimbangan bagi semua dasar hukum yang lain di bawahnya mulai dari
hadits, ijma’, dan qiyas. Hadits atau bisa juga disebut sunnah merupakan sumber
ajaran kedua sesudah al-Qur’an, karena sunnah adalah ajaran yang disampaikan
melalui perkataan Rasul, dan perbuatan beliau sebagai contoh teladan bagi menusia.
Nabi Muhammad SAW. yang dipercaya oleh Allah dan diangkat menjadi Rasul
tentunya diyakini terbebas dari hawa nafsu yang salah, karena sesungguhnya apa yang
dikatakan dan dilakukan beliau selalu dalam bimbingan Allah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Sumber Ajaran Islam?
2. Apa yang dimaksud Al-Qur’an, As-sunnah, dan Ijtihad?
3. Mengapa Al-Qur’an, As-sunnah, dan Ijtihad menjadi Sumber dari Ajaran Islam?
4. Bagaimana Penjelasan yang lebih dalam dari Al-Qur’an, As-sunnah, dan Ijtihad
sebagai Sumber Ajaran Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui pengertian dari Sumber Ajaran Islam.
2. Untuk Mengetahui maksud Al-Qur’an, As-sunnah, dan Ijtihad.
3. Untuk Mengetahui Al-Qur’an, As-sunnah, dan Ijtihad adalah Sumber dari Ajaran
Islam.
4. Untuk Mengetahui Penjelasan lebih dalam tentang Al-Qur’an, As-sunnah, dan
Ijtihad sebagai Sumber Ajaran Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber-sumber Ajaran Islam
1. Pengertian Sumber Ajaran Islam
Merupakan segala sesuatu yang dapat dijadikan acuan, pedoman, dasar untuk
menjalankan syari'at islam. Sumber-sumber ajaran islam maksudnya adalah pijakan
umat Islam dalam menentukan norma-norma yang mengatur tatanan kehidupan. Pada
dasarnya ajaran Islam itu bersumber dari al-Qur’an, selanjutnya diperjelas secara
lebih detail melalui sunnah atau hadis Nabi Muhammad. Di samping itu, para ulama
juga melakukan ijtihad untuk memecahkan berbagai masalah.

2. Macam-macam Sumber Ajaran Islam


a. Al-Qur’an,
b. As-sunnah, dan
c. Ijtihad.

B. Al-Qur’an sebagai Sumber Ajaran Islam


1. Pengertian Al-Qur’an
Secara bahasa, al-Qur’an merupakan bahasa Arab artinya "bacaan" atau
"sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Bentuk kata benda dari kata kerja qara'a yang
memiliki arti membaca. Hal ini sejalan dengan pendapat Subhi Al-Salih bahwa al-
Qur’an itu artinya “bacaan”, asal kata “qara‟a”. Kata al-Qur’an itu berbentuk
masdar dengan arti isim maf‟ul yaitu maqru‟ (dibaca) (Soenarjo,dkk., 1971)1.
Kata Al-Qur'an yang secara harfiah berarti 'bacaan sempuna'. menurut Quraish
Shihab ( 1996:3 ), merupakan suatu nama pilihan Allah SWT yang sungguh tepat,
karena tidak satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang
dapat menandingi AI-Qur'an.
Secara terminologi, al-Qur’an diartikan sebagai kalam Allah diturunkan pada
Muhammad SAW, dari surat al-Fatihah dan berakhir dengan an-Nas.
Dari uraian diatas, disebut dalam firman Allah SWT yang artinya:
“Sesungguhnya alas tanggungan kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah se!esai membacanya maka

1
Muannif Ridwan, M. Hasbi Umar, dan Abdul Ghafar, Sumber - sumber Hukum Islam dan
Implementasinya, (BORNEO: Journal of Islamic Studies, 2021), h. 31.

3
ikutilah bacaannya.”. QS. AI-Qiyamah, ayat 17-18. Sebagian ulama ada yang
berpendapat bahwa AI-Qur'an mempunyai lebih dari 90 nama.

2. Sejarah Kondifikasi Al-Qur’an


Kitab suci Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi
Muhammad Saw, lebih kurang selama 23 tahun. Terbagi dalam surat-surat yang
semuanya berjumlah 114, dengan panjang yang sangat beragam. Tujuan Al-Qur'an
diturunkan adalah untuk menegakkan tata masyarakat yang adil berdasarkan etika.
Tujuan ini sejalan dengan dasar Al-Qur'an itu sendiri, yaitu pedoman untuk umat
manusia.2
Adapun mengenai ayat-ayat yang mula-mula diturunkan ialah surat AI-Alaq
ayat 1-5. Ayat ini diikuti oleh ayat-ayat selanjutnya yang menekankan kepada
pentingnya tauhid, dan suruhan dakwah kepada Nabi agar menyampaikan Allah
kepada ummatnya. Sedangkan mengenai ayat yang terakhir turun menurut pendapat
yang masyhur ialah Surat AI-Maidah ayat 3. Tetapi, ayat yang terakhir turun lebih
kurang 9 hari sebelum Rasulullah Saw wafat. Sedang Surat Al-Mamah ayat 3, turun
saat Nabi melaksanakan Haji Wada', lebih kurang setahun sebelum beliau wafat. Surat
AI-Maidah ayat 3, mengandung arti bahwa Allah telah menyempunakan agamanya,
tetapi tidak berarti merupakan ayat yang terakhir diturunkan kepada Nabi.

3. Isi Kandungan Al-Qur’an


Salah satu diantaranya adalah bahwa AI-Qur'an merupakan kitab yang
otentisitasnya dijamin dan dipelihara oleh Allah SWT. Kemudian, mengenai isi
kandungan Al-Qur'an, pada garis besamya memuat antara Iain:
a. aqidah;
b. syariah ('ibadah dan muamalah);
c. akhlak;
d. kisah-kisah masa lampau;
e. berita-berita yang akan datang; dan
f. pengetahuan-pengetahuan illahi penting lainnya.

2
R. Abuy Sodikin, Memahami Sumber Ajaran Islam, (Bandung: Al-Qalam, 2003), h. 3.

4
Sisi kandungan tersebut, juga dipertegas oleh pendapat Taufiqullah (1991:42),
yang menurutnya di antara bahwa isi dan kandungan Al-Qur'an itu ialah menangani
soal-soal aqidah; ibadah; hukum; akhlak; kisah-kisah; janji-janji; dan rasio.

4. Fungsi Al-Qur’an
Alquran memiliki banyak fungsi dalam mengembangkan pendidikan, antara
lain:
Al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia, seperti tertera
dalam Al-quran surat Bani israil, 17: 9
Artinya : “Sesunguhnya Alquran ini membimbing ke jalan yang lebih lurus, dan
memberi kabar gembira kepada orang yang beriman, yang melakukan perkerjaan
yang saleh, bahwa mereka akan memperoleh pahala yang besar” . Sebagai petunjuk
dan pembimbing, Alquran memberikan rambu-rambu bagi perjalanan manusia dalam
memaknai hakikat hidup. Alquran menjelaskan bagaimana garis-garis kehidupan yang
selayaknya dilalui manusia dan yang manakah yang tidak boleh dilanggar oleh
manusia.
Alquran menempatkan dirinya sebagai pemberi penjelasan terhadap seluruh
fenomena dan cakrawala kehidupan atau Alquran mampu memberi jawaban terhadap
seluruh problema kemanusiaan dan kealaman. Firman Allah surat an-nahl 16: 89:
Artinya : “…Dan kami turunkan kepadamu Al-kitab(Alquran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah Diri”.
Al-Quran sebagai kitab penyempurna membenarkan ajaran-ajaran terdahulu
dan meluruskan ajaran-ajaran yang menyimpang dari yang sesungguhnya. Sebagai
mana firman Allah surat Al Maidah, 5: 48:
Artinya : “Dan kami turunkan kitab Alquran yang mengandung kebenaran yang
menguatkan kitab terlebih dahulu. Dan untuk menjaganya maka putuskanlah perkara
antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah…” .
Al-Quran berfungsi sebagai obat dan rahmat bagi kaum muslimin karena
Alquran memberikan ketenangan jiwa dan batin sekaligus keyakinan dan kepercayaan
akan masa depan bagi siapa saja yang membacanya sebagaimana yang diungkapkan
pada surat Al Isro, 17:82:
Artinya : “Dan kami jadikan dari Alquran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang dzolim selain kerugian”.

5
Adapun fungsi AI-Qur'an meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Petunjuk untuk manusia;
b. Keterangan-Keterangan; (QS 2:185);
c. Pemisah (QS Yunus:57);
d. Rahmat dan hidayah bagi aJam semesta;
e. Mu'jizat bagi Nabi Muhammad Saw.;
f. Pengajaran dari Allah SWT;
g. Obat penyakit hati; dan
h. Penguat dan penutup adanya kitab-kitab suci sebelumnya

5. Keistimewaan Al-Qur’an
Istimewa memiliki arti sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa manusia
membuatnya karena hal itu adalah diluar kesanggupan manusia. Mukjizat merupakan
suatu kelebihan yang Allah SWT berikan kepada para nabi dan rasul untuk
menguatkan kenabian dan kerasulan mereka, dan untuk menunjukan bahwa agama
yang mereka bawa bukanlah buatan mereka sendiri melainkan benar-benar datang
dari Allah SWT. Seluruh nabi dan rasul memiliki mukjizat, termasuk diantara mereka
adalah rosulullah Muhammad SAW yang salah satu mukjizatnya adalah kitab suci Al-
qur’an.3
Beberapa bukti dari kemukjizatan Al-qur’an, antara lain:
a. Dari segi keindahan sastranya. Keindahan sastra Al-qur’an melebihi seluruh
sastra yang disusun oleh sastrawan Arab, baik dalam bentuk puisi, atau prosa.
Keindahan sastra Al-qur’an tidak hanya diakui oleh umat islam, tetapi juga oleh
lawan islam (non muslim).
b. Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dimasa depan,
yang benar-benar terbukti, misalnya dalam surat al-rum ayat 1-4, yang artinya: “Alif
laam miim, telah dikalahkan bangsa romawi. Di negeri yang terdekat dan mereka
setelah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi”.
c. Pemberitaannya terhadap peristiwa yang terjadi pada umat terdahulu yang
tidak pernah diungkap oleh sejarah sebelumnya. Dalam kaitan ini Allah menyatakan
yang artinya: “Itu adalah diantara berita-berita penting tentang yang ghaib yang

3
Abdul Latif, Al-Qur'an Sebagai Sumber Hukum Utama, ( Tangerang : HUKUM DAN KEADILAN,
2017), h. 65-66.

6
akan kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu kamu
mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini”.
d. Isyaratnya terhadap fenomena alam yang terbukti kebenarannya
berdasarkan ilmu pengetahuan. Misalnya firman Allah dalam surat al-anbiya’ ayat 30,
yang artinya: “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
Mengapakah mereka tiada juga beriman?”.

C. As-sunnah sebagai Sumber Ajaran Islam


1. Pengertian As-sunnah
Di samping Alquran yang sudah di jelaskan, sumber ajaran Islam selanjutnya
adalah sunnah atau hadist. Dalam bahasa Arab, sunnah berarti “jalan lurus” dan
perilaku sosial yang sudah melembaga atau tradisi. Oleh karena itu, sunnah Rasul
berarti praktik kehidupan yang di lakukan dan berlangsung pada masa Nabi
Muhammad hidup.
Sementara itu kata hadist berasal dari bahasa Arab yag berati “berita” atau
“catatan”, khususnya tentang perbuatan, perkataan, dan ketetapan Nabi Muhammad.
Hadits dalam arti ini sering dijadikan acuan dalam penyebutan hadits secara bahasa.
Allah SWT berfirman: “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang
sepertinya jika mereka orang yang benar”. (QS 52:34).
Dari arti ayat di atas, tampaklah bahwa Allah pun memakai kata hadits dengan arti
khabar. Demikian juga RasuJullah pemah memakai kata hadits dengan arti khabar
yang datang dari beliau. .
Pengertian di atas diperkuat pula oleh pendapat Taufiqullah (1991 :53), yang
menyebutkan bahwa Sunnah secara Etimologi berarti jalan yang dilalui. Sedangkan
menurut terminologi ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa
perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir).
Dalam Islam, keduanya kerap dipahami sebagai satu dan serupa. Karena sama-
sama berasal dari Nabi Muhammad, keduanya diacu sebagai dasar penetapan hukum
oleh generasi muslim setelah Muhammad.

2. Sejarah Kondifikasi As-sunnah

7
Dalam Islam, munculnya sunnah dan hadis seperti di atas berawal ketika
muslim, khususnya para sahabat nabi, dihadapkan pada sejumlah persoalan baru yang
berkembang di kalangan masyarakat yang memerlukan penetapan hukum. Persoalan-
persoalan tersebut muncul sejalan makin kuatnya interaksi Muslim dengan budaya-
budaya masyarakat yang telah menjadi bagian dari umat Islam. Sementara itu, setelah
meninggalnya Nabi Muhammad, penetapan hukum tidak lagi bisa di lakukan dengan
bertanya kepada Muhammad. Mereka, para sahabat yang tersebar ke beberapa
wilayah harus memberi penetapan hukum atas persoalan- persoalan baru yang
berkembang.4
Pada masa keempat khalifah yang pertama, khulafa al-rasyidun, penanganan
atas persoalan-persoalan baru yang muncul di masyarakat dilakukan dengan
menerapkan kebijaksanaan mereka di bawah bimbingan Alquran dan pelajaran-
pelajaran yang mereka terima dari Nabi Muhammad. Pada periode tersebut upaya
demikian sangat memungkinkan, karena jarak waktu antara kehidupan mereka dengan
masa Nabi hidup tidak terlampau lama, sehingga prakitk-praktik kehidupan Nabi,
sunnah, masih tetap terjaga dan berlangsung dalam kehidupan mereka. Namun pada
abad berikutnya, upaya seperti yang dilakukan para khalifah diatas tidak lagi bisa
dilakukan, terutama karena, jarak waktu yang semakin jauh, semakin kompleksnya
persoalan di kalangan Muslim akibat ekspansi politik yang dilakukan telah
menjangkau wilayah kekuasan yang sangat luas. Masa tersebut mencatat mulai
berkembangnya satu fenomena yang di gambarkan tumbuhnya “metodelogi
keagamaan dalam ketiadaan bimbingannya yang hidup dari Nabi dan generasi Muslim
paling awal “.
Pada periode inilah Muslim berusaha melakukan koleksi dan sekaligus
kodifikasi hadis-hadis yang berkembang di kalangan masyarakat yang tersebar di
wilayah-wilayah yang sangat luas. Upaya tersebut berakhir ketika kumpulan hadis
yang dilakukan para ahli hadis telah berhasil dilakukan, tepatnya sekitar abad ke-
3H/9M.
Mereka yang telah berhasil melakukan kodifikasi hadis tersebut antara lain
adalah : Ahmad Ibn Hambal, Bukhhari, Muslim, al-Nasai,dan al-Tirmizi. Hadis-hadis
yang telah mereka kumpulkan, yang di kenal dengan musnad, kemudian dianggap
kaum Muslim sebagai kumpulan hadis paling otoritatif dan terpercaya. Hadis atau

4
Abdul Rozak, Al-Quran, Hadis, Dan Ijtihad Sebagai Sumber Pendidikan Islam,( Jakarta: Fikrah,
Journal of Islamic Education , 2018), h. 92-94.

8
sunnah merupakan jalan atau cara yang pernah dicontohkan Nabi Muhammad dalam
perjalanan kehidupannya melaksanakan dakwah Islam. Contoh yang diberikan beliau
dapat dibagi menjadi tiga yaitu hadis qauliyah, fi‟liyah, dan takririyah. Ini merupakan
sumber dan acuan yang dapat digunakan umat Islam dalam seluruh aktivitas
kehidupan. Hal ini disebabkan, meskipun secara umum bagian terbesar dari syariat
Islam telah terkandung dalam Alquran, muatan hukum tersebut belum mengatur
berbagai dimensi aktivitas kehidupan umat secara terperinci dan analitis.
Dari sinilah dapat dilihat bagaimana posisi hadi Nabi Muhammad sebagai
sumber atau dasar pendidikan Islam yang utama setelah Alquran. Eksistensinya
merupakan sumber inspirasi ilmu pengetahuan yang berisikan keputusan dan
penjelasan Nabi dari pesan-pesan Ilahiah yang tidak terdapat dalam Alquran atau
yang terdapat di dalamnya tetapi masih memerlukan penjelasan lebih lanjut secara
terperinci.

3. Kedudukan As-sunnah
Hadits dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat urgen. Dimana hadits
merupakan salah satu sumber hukum kedua setelah Alquran. Alquran akan sulit
dipahami tanpa intervensi hadits. Memakai Alquran tanpa mengambil hadits sebagai
landasan hukum dan pedoman hidup adalah hal yang tidak mungkin, karena Alquran
akan sulit dipahami tanpa menggunakan hadits. Kaitannya dengan kedudukan hadits
di samping Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, maka Al-Qur’an merupakan
sumber pertama, sedangkan hadits merupakan sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan
antara Al-Qur’an dan hadits karena keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an
merupakan wahyu matlu (wahyu yang dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi
maupun maknanya, kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa arab)
dan hadits wahyu ghoiru matlu ( wahyu yang tidak dibacakan Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW secara langsung, melainkan maknanya dari Allah dan lafalnya
dari Nabi Muhammad SAW.5
Ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-Qur’an

5
Muhammad Ali dan Didik Himmawan, Peran Hadis Sebagai Sumber Ajaran Agama, Dalil-dalil
Kehujjahan Hadist dan Fungsi Hadist Terhadap Al-Quran, (Indramayu: Risâlah, Jurnal Pendidikan
dan Studi Islam, 2019), h. 127.

9
lebih tinggi satu tingkat daripada otoritas Hadits, karena Al-Qur’an mempunyai
kualitas qath’i baik secara global maupun terperinci. Sedangkan Hadits berkulitas
qath’i secara global dan tidak secara terperinci. Disisi lain karena Nabi Muhammad
SAW, sebagai manusia yang tunduk di bawah perintah dan hukum-hukum Al-Qur’an,
Nabi Muhammad SAW tidak lebih hanya penyampai Al-Qur’an kepada manusia.
Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya
menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa mendapat
petunjuk Allah SWT). Dengan demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah
petunjuk yang juga berasal dari Allah. Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang
berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah,
maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada beliau,
kemudian beliau menyampaikannya kepada umat dengan cara beliau sendiri.

Sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Alquran, sunnah/hadis memiliki


beberapa kedudukan penting dalam proses penetapan hukum atas sejumlah persoalan
yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam hal ini setidaknya terdapat empat
posisi penting sunnah atau hadis:
1). Mempertegas kandungan makna ayat-ayat tertentu dalam Alquran. Hal ini
terutama sangat menonjol dalam masalah teologis, tepatnya mengenai larangan
Alquran kepada manusia berbuat syirik atau menyekutukan Allah. (Qs.Lukman :13)
Artinya : „‟Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia
memberi pelajaran kepadanya: „‟Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Seungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar‟‟.
2). Memberi penjelasan secara rinci atas ketetapan hukum oleh ayat-ayat
tertentu dalam Alquran. Diantaranya dijelaskan dalam perintah Alquran mengenai
shalat yang bersifat umum:
Artinya: “...Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan Allah
waktunya bagi orang-orang yang beriman”. (Qs.An-Nisa : 103)
Perincian cara, waktu dan syarat-syarat pelaksanaan shalat dijelaskan secara detail
dalam banyak kitab-kitab hadis.
3). Penjelasan ayat-ayat tertentu dalam Alquran oleh hadis kadang-kadang
mengambil bentuk pembatasan atas ketetapan hukum yang terkesan meliputi semua
aspek. Satu contoh mengenai hal ini adalah anjuran Alquran untuk memberi wasiat

10
menjelang tutup usia kepada keluarga dan saudaranya, khususnya berkenaan dengan
pembagian harta waris. Namun satu hadis yang diriwayatkan Bukhari Muslim
menjelaskan bahwa batas harta yang diwariskan adalah satu pertiga (1/3) dari semua
harta dan kekayaan yang dimiliki ketika masih hidup.
4). Hadis berfungsi memberikan pengecualian terhadap putusan hukum dalam
ayat-ayat Alquran. Contoh paling menonjol dalam kasus ini adalah mengenai larangan
Alquran memakai bangkai, darah, daging babi (Qs.Al-Maidah : 3)
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan
anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Hadits Nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah menjelaskan, bahwa hukum itu
berlaku kecuali untuk bangkai ikan dan belalang, serta darah limpa dan hati dari
binatang yang dihalalkan bagi kaum muslimin.

4. Fungsi As-sunnah terhadap Al-Qur’an


Penjelasan Imam Asy-Syatibi maupun Audah dalam menguraikan posisi hadis
terhadap al-Qur’an dapatlah dijelaskan sebagai berikut :6
a. Bayan Tafshil, hadis yang kandungannya menjelaskan (memerinci) ayat-ayat yang
masih global. Seperti ketika Al-Qur’an mengkalamkan tentang sholat, haji,
maupun zakat, maka hadis menguraikan secara rinci bagaimana tehnis sholat, haji,
maupun rincian zakat.
b. Bayan Takhshish, hadis yang kandungannya membatasi (menkhususkan) ayat-ayat
yang umum. Semisal Al-Qur’an mengharamkan bangkai, sementara hadis
membatasi bahwa bangkai yang haramkan itu bangkai selain di laut.

6
Asy-Syatibi, al-Muwafaqat, 729-735; Audah, al-Tasyri, 174-175; Moenawar Chalil, Kembali
Kepada al-Qur’an dan Assunnah, (Jakarta: Bulan Bintang) h. .244-245.

11
c. Bayan Ta'yin/ta’kid, hadis yang menegaskan (menguatkan) maksud dari dua atau
beberapa perkara yang dimaksud oleh ayat Al-Qur'an. Seperti Al-Qur’an
mengkalamkan tentang waris, hadis menegaskan bahwa orang yang membunuh
tidak berhak menerima waris. Al-Qur’an memfirmankan mengenai hukum potong
tangan bagi pencuri, sementara hadis menguatkan batasan harta yang dicuri, yakni
¼ dinar.
d. Bayan Tasyri', hadits yang menetapkan suatu hukum pada perkara yang didiamkan
oleh Al-Qur'an. Semisal mengharakan pernikahan dengan bibi.
e. Bayan Nasakh, hadits yang menentukan ayat-ayat tertentu telah dinasakh (dihapus)
oleh ayat yang lain yang nampaknya seolah-oleh bertentangan.7
Penjelasan Asy-Syatibi maupun Audah di atas walaupun ada perbedaan-
perbedaan redaksional dan peristilahan dalam memposisikan kandungan hadit
terhadap Al-Qur'an, tetapi esensinya sepakat bahwa hadis atau sunnah adalah sumber
hukum syariat di samping Al-Qur'an dan bahwa Hadis berfungsi sebagai bayan
terhadap Al-Qur'an yang sekaligus dapat menetapkan hukum yang berdiri sendiri.

D. Ijtihad sebagai Sumber Ajaran Islam


1. Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal dari bahasa Arab yang berarti „‟mengerahkan kemampuan.„‟
Kata tersebut kemudian berkembang menjadi bahasa hukum Islam yang menunjuk
pada upaya maksimal dalam rangka memperoleh ketetapan hukum berdasarkan
sumber-sumber ajaran Islam, Alquran dan sunnah/hadis. Dengan demikian, ijtihad
lebih merupakan sebuah metode pengambilan ketetapan hukum mengenai masalah-
masalah tertentu yang berkemabang di masyarakat, yang dilakukan dengan mengacu
pada Alquran dan sunnah atau hadis. Seperti halnya sunnah atau hadis, seperti akan
dijelaskan kemudian, ijtihad sebagai satu metode pengambilan hukum juga mengenai
perkembangan sejalan dengan persoalan-persoalan baru yang terus berkembang
dikalangan Muslim.8

7
Asy-Syafe’i, Arrisalah, 103-131.
8
Abdul Rozak, Al-Quran, Hadis, Dan Ijtihad Sebagai Sumber Pendidikan Islam,( Jakarta: Fikrah,
Journal of Islamic Education ,2018), h. 97.

12
2. Dasar Penggunaan Ijtihad
Ijtihad mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan Hadist. Di antara
ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan dasar ijtihad oleh ahli ushul fiqih adalah firman
Allah swt. dalam surat al-Nisa’ ayat 105, yaitu:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”. (QS. Al-Nisa’:105)
Menurut Imam al-Bazdawi (ahli ushul fiqih mazhab Hanafi), Imam al-Amidi,
dan Imam al-Satiby, ayat ini mengandung pengakuan terhadap eksistensi ijtihad
melalui qiyas (analogi). Kemudian dalam surat al-Nisa’ ayat 59, Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. Al-Nisa’: 59)
Menurut Ali Hasballah (ahli ushul fiqih dari Mesir), kalimat “kembali kepada
Allah dan Rasul” dalam ayat tersebut merujuk kepada al-Qur’an dan Hadis dalam
membahas persoalan-persoalan yang kadang kala sulit dipahami. Penerapan kaidah
umum yang diinduksi secara analogi atau upaya untuk mencapai tujuan-tujuan syara’
dalam menetapkan hukum.
Adapun dasar ijtihad dalam sunah adalah sebagaimana sabda Rasulullah:
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw. pada saat mengutusnya (Muadz bin Jabal)
ke Yaman,
Rasul berkata kepadanya: bagaimana kamu melakukan ketika kamu hendak memutus
perkara?
Muadz menjawab: aku memutus dengan apa yang terdapat dalam Kitab Allah,
Lalu, Rasul bertanya: kalau tidak terdapat dalam kitab Allah?
Muadz menjawab: maka dengan memakai sunnah Rasulullah,
Lalu, Rasul bertanya: ketika tidak terdapat dalam sunnah Rasulullah?
Muadz menjawab: aku berijtihad sesuai dengan pemikiranku bukan dengan nafsuku.
Lalu, Rasulullah menepuk dadaku dan bersabda: segala puji bagi Allah yang telah
menyepakati utusan pada apa yang telah diridhai Allah terhadap Rasul-Nya.

13
Hadis yang lain menyebutkan: Artinya: “Apabila seorang hakim (akan)
menetapkan hukum lalu ia berijtihad, dan ijtihadnya itu benar, maka ia mendapat dua
pahala, dan ijtihadnya itu salah, maka ia mendapat satu pahala” (HR. Abu Dawud).

3. Kedudukan Ijtihad
Hasil ijtihad tidak mutlak/relatif bisa berubah. Bahwa ijtihad tidak mutlak
karena mengingat hasil ijtihad merupakan analisa akal, maka sesuai dengan sifat dari
akal manusia sendiri yang relatif, maka hasilnya pun relatif pula. Pada saat sekarang
bisa berlaku, dan pada saat yang lain bisa tidak berlaku.9
Hasil ijtihad tidak berlaku umum, dibatasi oleh tempat, ruang dan waktu.
Dalam ketentuan ini generaJisasi terhadap suatu masalah tidak bisa dilakukan. Umat
Islam bertebaran di seluruh dunia dalam berbagai situasi dan kondisi alamiah yang
berbeda. Lingkungan sosial budayanya pun sangat beraneka ragam. Ijtihad di suatu
daerah tertentu belum tentu berlaku pada daerah yang lain.
Hasil ijtihad tidak boleh berlaku pada persoalan ibadah mahdhlah, sebab
masalah tersebut telah ada ketetapannya dalam AI-Qur'an dan Sunnah, dengan
demikian kaidah yang penting dalam melakukan ijtihad adalah bahwa ijtihad tersebut
tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.
Proses ijtihad harus mempertimbangkan motivasi, akibat dan kemaslahatan
umum(umat).

4. Persyaratan Melakukan Ijtihad


Dibukanya pintu ijtihad dalam hukum Islam tidak berarti bahwa setiap orang
dapat melakukan ijtihad. Hanya orang-orang memiliki syarat tertentulah yang mampu
berijtihad. Syarat-syarat tersebut ialah berikut ini:
a. Mengetahui bahasa arab dengan segala seginya, sehingga memungkinkan
dia menguasai pengertian susunan katakatanya. Hal ini karena objek pertama bagi
orang yang berijtihad ialah pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadist yang
berbahasa Arab. Sehingga ia dapat menetapkan aturan-aturan bahasa dalam
pengambilan hukum darinya.
b. Mengetahui Al-Qur’an, dalam hal ini adalah hukum-hukum yang dibawa
oleh Al-Qur’an beserta ayat-ayatnya dan mengetahui cara pengambilan hukum dari

9
R. Abuy Sodikin, Memahami Sumber Ajaran Islam, (Bandung:Al-Qalam, 2003), h. 16.

14
ayat tersebut. Sehingga apabila terjadi suatu peristawa ia dapat menunjuk ayat-ayat
Al-Qur’an dan Hadist yang berbahasa syarat itu pun sangat diperlukan untuk
mengetahui sebab-sebab turunnya suatu ayat serta riwayat-riwayat yang berhubungan
dengan permintaan. Dengan demikian setiap persoalan hukum dalam Al-Qur’an
dipelajari dalam hubungannya dengan keseluruhan persoalan tersebut, karena ayat-
ayat Al-Qur’an saling menafsirkan satu sama lain, namun apabila dalam
pemahamannya dipisahkan satu sama lain, adanya kekeliruan penafsiran tidak dapat
dihindarkan.
c. Mengetahui Hadist-hadist Nabi saw, yaitu yang berhubungan dengan
hukum-hukum syariah sehingga ia dapat mendatangkan Hadist-hadis yang diperlukan
dengan mengetahui keadaan sanadnya. Ulama-ulama angkatan dahulu telah
memberikan jasa-jasanya yang tidak sedikit dalam usaha pengamanan terhadap
Hadist-hadist Nabi saw. Seperti halnya dengan tafsir-tafsir hukum, dalam lapangan
Hadist juga ada kitab-kitab yang khusus mengumpulkan Hadist-hadist yang
berhubungan dengan hukum dan diurutkan menurut isi pembicaraannya juga.
d. Mengetahui segi-segi pemakaian qiyas, seperti illat dan hikmah penetapan
hukum, serta mengetahui fakta-faktanya. Dengan demikian apabila orang yang
berijtihad dengan tidak dapat memakai qiyas dalam masalah yang dihadapi, ia dapat
memakai jalan-jalan yang telah ditunjukkan oleh syara’.
Disamping syarat-syarat tersebut, seorang mujtahid juga harus:
a. Mengetahui ilmu ushul fiqh secara mantap, karena ilmu ini merupakan
dasar dan pokok dalam berijtihad.
b. Mengetahui ilmu-ilmu kemasyarakatan, sebab penentuan hukum sangat erat
hubungannya dengan kehidupan masyarakat atau lingkungan.
c. Mengetahui ilmu pengetahuan dan teknologi.

5. Cara-cara Berijtihad
a. Qiyas. Qiyas artinya reasoning by analogy. Makna aslinya mengukur atau
membandingkan atau menimbang dengan membandingkan sesuatu. Contoh: Pada
masa Nabi belum ada persoalan Padi. Dengan demikian diperlukan ijtihad dengan
jalan qiyas dalam menentukan zakat.10

10
R.Abuy Sodikin, Memahami Sumber Ajaran Islam, (Bandung:Al-Qalam,2003), 17.

15
b. Ijma atau konsensus. Kata ijma berasal dari kata jam'un artinya
menghimpun atau mengumpulkan. Ijma mempunyai dua makna, yaitu menyusun dan
mengatur suatu hal yang tidak teratur. Oleh sebab itu, ia berarti menetapkan dan
memutuskan suatu perkara, dan berarti pula sepakat atau bersatu dalam pendapat.
Persetujuan pendapat berdasarkan hasil ijma ini contohnya bagaimana masalah
Keluarga Berencana.
c. Istihsan. Istihsan artinya preference. Makna aslinya ialah menganggap baik
suatu barang atau menyukai barang itu. Menurut terminologi para ahli hukum, berarti
menjelaskan keputusan pribadi, yang tak didasarkan atas qiyas, melainkan didasarkan
atas kepentingan umum atau kepentingan keadilan. Sebagai contoh adalah peristiwa
Umar bin Khattab adalah yang tidak melaksanakan hukum potong tangan
kepada seorang pencuri pada masa paceklik.
d. Mashlahat Al-Mursalat. Artinya, keputusan yang berdasarkan guna dan
manfaat sesuai dengan tujuan hukum syara. Kepentingan umum yang rnenjadi dasar
pertimbangan maslahat Al-Mursalat ialah menolak mafsadat atau mengambil suatu
rnanfaat dari suatu peristiwa. Contoh rnetode ini ini adalah tentang kharnar dan judi.
Dalam ketentuan nash bahwa khamar dan judi itu terdapat manfaat bagi rnanusia,
tetapi bahayanya Iebih besar daripada manfaatnya. Dari sebuah nash dapat dilihat
bahwa suatu masalah yang mengandung maslahat dan rnafsadat, didahulukan
menolak mafsadat. Untuk ini terdapat kaidah, "Menolak kerusakan lebih diutamakan
daripada menarik kemaslahatannya, dan apabila berlawanan antara mafsadat dan
maslahat dahulukanlah menolak mafsadaf'.
Di samping itu masih terdapat metode ijtihad yang Iain, seperti istidlal, al-urf,
dan istishab.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumber Ajaran dalam agama Islam yang paling utama dan pokok dalam
menetapkan hukum dan memecah masalah dalam mencari suatu jawaban adalah al-
Qur’an, Assunnah, dan Ijtihad. Sebagai sumber paling utama dalam Islam, Al-Qur`an
merupakan sumber pokok dalam Islam. Al-Qur`an memberikan tuntunan bagi
manusia mengenai apa-apa yang seharusnya diperbuat dan ditinggalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan Assunnah merupakan sumber hukum yang kedua
setelah al-Qur’an. Disamping sebagai sumber ajaran Islam yang secara langsung
terkait dengan keharusan mentaati Rasulullah Saw.
Alquran merupakan sumber pendidikan yang utama mengandung materi,
metode dan lain-lain yang tidak akan ada habis-habisnya untuk digali terus hingga
akhir zaman.

B. Saran
Nikmat yang telah Allah anugerahkan tidak dapat dihitung jumlahnya, maka
harus selau ingat agar tetap mampu bersyukur kepada Allah SWT. Contoh-contoh
pendidikan yang berdasarkan Alquran dan Hadis nabi harus menjadi referensi yang
utama untuk pengembangan pendidikan saat ini. Alquran dan Assunnah terus
mendorong umat Islam untuk bekerja keras mengembangkan pendidikan yang sesuai
dengan perkembangan zaman. Pendidikan Agama Islam mencakup akidah, ibadah,
muamalah, sejarah, akhlak, iptek, dan sebagainya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sodikin, R. A. (2003). “Memahami Sumber Ajaran Islam”. Al-Qalam. 20,(98-99),


3-13.
Rozak, A. (2018). “Al-Quran, Hadis, Dan Ijtihad Sebagai Sumber Pendidikan Islam”.
Fikrah: Journal of Islamic Education. 2 (2), 88-99.
Ridwan, M. Umar, M. H. dan Ghafar, A. (2021). “Sumber - sumber Hukum Islam dan
Implementasinya”. BORNEO: Journal of Islamic Studies. 1 (2), 31-38.
Ali, M. dan Himmawan, D. (2019). “Peran Hadis Sebagai Sumber Ajaran Agama,
Dalil-dalil Kehujjahan Hadist dan Fungsi Hadist Terhadap Al-Quran”.
Risâlah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam. 5 (1), 127-130.
Latif, A. (2017), "Al-Qur'an Sebagai Sumber Hukum Utama". HUKUM DAN
KEADILAN. 4 (1), 64-72.
Thaib, E. J. (2014). "AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH SEBAGAI SUMBER INSPIRASI
ETOS KERJA ISLAMI". jurnal dakwah tabligh. 15 (1), 4-6.
Syukran, A. S. (2019). "Fungsi Al-Qur'an bagi Manusia". Al-i'jaz. 9 (1), 91-105.
Haris, A. (2013). "Hadist Nabi Sebagai Sumber Ajaran Islam". Istinbath, Jurnal
Hukum Islam. 12 (1), 3-10.
Septian. (2014). "Sumber Ajaran Islam".
http://septianludy.blogspot.com/2014/07/sumber-ajaran-islam.html [diakses 26
Oktober 2021].
Jamaril S.Ag (2017). "PENGERTIAN, KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS".
https://sumbar.kemenag.go.id/v2/post/1952/pengertian-kedudukan-dan-fungsi-
hadits.html [diakses 26 Oktober 2021].
Umara, A. F. (2021). "Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam". Asilha,
https://www.asilha.com/2021/01/19/hadis-sebagai-sumber-ajaran-islam/
[diakses 29 Oktober 2021].
MunawarohSP, W. (2019). "Sumber-Sumber Ajaran Islam". Kompasiana.com,
https://www.kompasiana.com/wahidatulmunawarohsuburputri/5df639a7d541d
f0aef381323/sumber-sumber-ajaran-islam [diakses 29 Oktober 2021].
Welianto, A. (2020). "Sumber Hukum Pokok Ajaran Islam". Kompas.com,
https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/09/140000069/sumber-hukum-
pokok-ajaran-islam?page=all.[diakses 29 Oktober 2021].

18
Lararenjana, E. (2020). “Mengenal Fungsi Ijtihad, Sumber Hukum Ketiga dalam
Agama Islam”. Merdeka.com,
https://www.merdeka.com/jatim/mengenal-fungsi-ijtihad-sumber-hukum-
ketiga-dalam-agama-islam-kln.html [diakses 30 Oktober 2021].

19

Anda mungkin juga menyukai