PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling
berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik, pembelajaran, peserta. Dimana semua komponen ini
bertujuan untuk kepentingan peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu
menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar.
Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek tetapi juga merupakan
subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi
dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis model pembelajaran yang dapat digunakan oleh
pendidik. Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat
digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student center) sehingga
peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta dapat melatih
kemandirian, peserta didik dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.
Dalam proses pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai
masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial.
Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas,
tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri. Konsep yang dipakai sebagai
upaya pemecahan permasalahan itulah yang dimaksud dengan model pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian pendahuluan di atas, maka makalah tentang model pembelajaran sosial ini
akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut:
PEMBAHASAN
1. Rasional teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
1. Model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model pembelajaran yang dapat
digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung; pembelajaran
kooperatif; pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi; dan learning strategi.
a) Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan
model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce dan Weil, 1986:14).
Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan?
Apa yang akan terjadi berikutnya?
b) Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan
siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu
model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator
namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.
d) Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan alat
yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.
Model role playing (bermain peran) adalah model pembelajaran dengan cara memberikan
peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah
pentas. Bermain peran (role playing) adalah salah satu model pembelajaran interaksi sosial yang
menyediakan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif
dengan personalisasi.1 Oleh karena itu, bentuk pengajaran role playing memberikan pada murid
seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman
sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai
suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar
kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa tutur.
Model pembelajaran bermain peran (role playing) dibuat berdasarkan asumsi bahwa
sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan
nyata, bermain peran dapat mendorong murid mengekspresikan perasaannya dan bahkan
melepaskannya, dan bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta
mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.2
Model role playing dapat membimbing anak didik untuk memahami prilaku dan peran
mereka dalam interaksi sosial, agar mampu memecahkan masalah-masalah dengan lebih efektif.
Role playing dirancang secara husus oleh Fannie dan George Shaftel untuk membantu anak didik
mempelajari dan merefleksikan nilai-nilai sosial, membantu mereka mengumpulkan dan
mengolah informasi, mengembangkan empati dan memperbaiki keterampilan sosial mereka.
Dengan penyesuaian yang cocok, model ini dapat diterapkan pada siswa di seluruh tingkat
umur.3
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa model role
playing adalah model bermain peran dengan cara memberikan peran-peran tertentu atau
serangkaian situasi-situasi belajar kepada murid dalam bentuk keterlibatan pengalaman
sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan didramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah
pentas.
1
Oemar Hamalik, Proses belajar mengajar, (Bandung: Bumi Aksara, 2004) h.214
2
Hamzah B. Uno, Model pembelajaran hlm 25
3
Bruce joice & Marsha weil, models of teaching, terj. Achmad fawaid dan ateilla Mirza, (Yogyakarta: pustaka
pelajar, 2009), hlm 36
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam model pembelajaran bermain peran
menurut Suherman adalah:4
4) Penyampaian kompetensi
Sedangkan menurut Hamzah B.Uno, Prosedur bermain peran terdiri atas sembilan langkah,
yaitu:
1) persiapan/pemanasan
2) memilih partisipan
5) memainkan peran
4
Suherman, E 2009. Model Belajar dan pembelajaran Berorientasi Kompetensi Murid. Educare; jurnal pendidikan
dan budaya. ISSN 1412-579x, (online) http://educare.e-fkipunla.net, (di akses tanggal 20-09-2014), hlm 7
5
Hamzah B. Uno, model pembelajaran, hlm 26
6
Bobby DePorter, & Hemacki, M, quantum learning. (bandung: kaifa,. 2000).
I. Role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar
menggunakan ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah baku dan normatif terhadap materi
yang telah dan sedang mereka pelajari
II. Role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
III. Role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada
dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain
adalah dunia murid. Masuklah ke dunia murid, sambil kita antarkan dunia kita
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura- pura atau berbuat seolah- olah.
Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura- pura. Dengan demikian, simulasi dalam
metode pembelajaran dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran)
melalui perbuatan yang bersifat pura- pura atau melalui proses tingkah laku lak imitasi. Atau
bermain peran mengenai tingkah laku yang dilakukan seolah- olah dalam keadaan yang
sebenarnya.7
Metode simulasi telah diterapkan dalam pendidikan lebih dari tiga puluh tahun.
Pelopornya adalah Sarene Boocock dan Harold Guetzkow. Walaupun model simulasi bukan dari
disiplin ilmu pendidikan, tetapi merupakan penerapan dari prinsip sibernetik, suatu cabang dari
psikologi sibernetik yaitu suatu study perbandingan antara mekanisme kontrol manusia (biologis)
dengan sistem elektro mekanik, seperti komputer. Jadi, berdasarkan teori sibernetika ahli
psikologi menganalogikan mekanisme kerja manusia seperti mekanisme mesin elektronik.
Menganggap siswa (pembelajar) sebagai suatu sistem yang dapat mengendalikan umpan
balik sendiri (self regulated feedback). Sistem kendali umpan balik ini, baik manusia maupun
mesin mempunyai tiga fungsi, yaitu
7
Hamzah B uno, Model Pembelajaran hlm 27
III. memanfaatkan kesalahan (error) untuk mengarahkan kembali ke jalur yang
seharusnya. 8
Prosedur Pembelajaran proses simulasi tergantung pada peran guru/fasilitator. Ada empat
prinsip yang harus dipegang oleh fasilitator/guru. Pertama adalah penjelasan. Untuk melakukan
simulasi, pemain harus benar- benar memahimi aturan mainnya, oleh karena itu sebelum
permainan dimulai, guru/ fasilitator harus menjelaskan tentang aturan permainan dalam simulasi.
Kedua adalah mengawasi (refeereing). Simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan aturan
dan prosedur permainan tertentu. Oleh karena itu, fasilitator harus mengawasi jalannya
permainan agar dapat berjalan sesuai dengan ketentuan. Ketiga adalah melatih (Coaching).
Dalam simulasi, pemain akan melakukan kesalahan. Oleh karena itu, fasilitator harus
memberikan bimbingan, saran dan petunjuk agar pemain tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Keempat adalah diskusi. Dalam simulasi, refleksi menjadi bagian yang penting. Oleh karena itu,
setelah simulasi selesai, fasilitator harus mendiskusikan beberapa hal antara lain: kesulitan-
kesulitan, hikmah yang bisa diambil, bagaimana memperbaiki kekurangan simulasi dan
sebagainya.9
Dalam permainan simulasi, yang harus dilakukan oleh guru adalah: (1) Mempersiapkan
siswa yang menjadi pemeran simulasi, (2) Menyusun skenario dengan memperkenalkan siswa
terhadap aturan, peran, prosedur, pemberian skor (nilai), tujuan permainan dan lain- lain. Guru
menunjuk siswa untuk memegang peran- peran tertentu dan menguji cobakan simulasi untuk
memastikan bahwa seluruh siswa memahami aturan main simulasi tersebut, (3) Melaksanakan
simulasi, siswa berpartisipasi dalam permainan simulasi dan guru melakukan peranannya
sebagimana mestinya.10
Kaitannya dengan kelompok model pembelajaran, simulasi diarahkan pada model pembelajaran
sosial. Simulasi sosial adalah simulasi yang dimaksudkan mengajak peserta melalui suatu
pengalaman yang berkaitan dengan persoalan-persoalan sosial. Menurut pengalaman sejumlah
guru, metode simulasi dalam konteks model pembelajaran sosial sangat efektif digunakan jika
guru menghendaki agar siswa menemukan makna diri (jati diri) di dalam dunia sosial dan
memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Jenis model pembelajaran sosial misalnya
melalui bermain peran dan atau simulasi. Dalam bermain peran, siswa belajar menggunakan
konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan
perilaku orang lain. Fungsi model pembelajaran sosial adalah
8
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran hlm 28
9
Hamzah B. Uno, model pembelajaran, hlm 29
10
Hamzah B. Uno, model pembelajaran, hlm 30
(1) untuk menggali perasaan siswa
(2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai dan persepsi,
Aplikasi permainan simulasi dapat merangsang berbagai bentuk belajar, seperti belajar
tentang persaingan (kompetisi), kerja sama, empati, sistem sosial, konsep, keterampilan,
kemampuan berpikir kritis, pengambilan keputusan dan lain-lain. Namun demikian, model
simulasi agak berbeda dengan model-model lain. Model ini agak rumit, tergantung pada
pengembangan simulasi yang tepat, baik yang melibatkan peneliti, pengembang, (sistem analis,
programer dan lain-lain), perusahaan komersial, guru atau kelompok guru dan lain-lain. Dewasa
ini, dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan informasi, seperti komputer dan
multimedia, telah banyak permainan simulasi dihasilkan untuk berbagai kebutuhan yang
mencakup berbagai topik dari berbagai disiplin ilmu (mata pelajaran)11
Model ini dirancang untuk siswa dalam studi sosial dan menyiratkan metode kasus
sebuah studi, mengingatkan pendidikan hukum. Studi kasus yang melibatkan masalah sosial di
daerah-daerah di mana kebijakan publik harus dilakukan (keadilan dan kesetaraan, kemiskinan
dan kekuasaan dll) Mereka dituntun untuk mengidentifikasi kebijakan publik isu-isu serta pilihan
yang tersedia untuk berhubungan dengan mereka dan nilai-nilai yang mendasari orang-orang
pilihan. Model ini dapat digunakan di daerah manapun di mana ada isu-isu kebijakan publik,
karena etika misalnya dalam ilmu pengetahuan, bisnis dan olahraga dan lain-lain.
Model ini didasarkan pada konsepsi masyarakat di mana orang berbeda pandangan dan
prioritas dan nilai-nilai sosial yang sah bertentangan satu dengan lainnya. Menyelesaikan
kompleks, isu-isu kontroversial dalam konteks tatanan sosial yang produktif membutuhkan
warga negara yang dapat berbicara satu sama lain dan berhasil bernegosiasi tentang perbedaan
mereka.permasalahan daerah umum, masalah ras dan etnis, konflik keagamaan dan ideologis,
konflik keamanan individu, konflik antara kelompok-kelompok ekonomi, kesehatan, pendidikan
dan kesejahteraan keamanan bangsa.
11
Hamzah B. Uno, model pembelajaran, hlm 30
2. Mengidentifikasi masalah
3. Mengambil posisi
Peran guru selama latihan ini sangatlah penting. Siswa sebagai peneliti, juga
mendiskusikan, dan berdebat, guru harus mendorong siswa untuk melibatkan diri ke satu sisi
masalah ini, tapi akan mendukung jika mereka berubah pikiran ketika dihadapkan dengan bukti
baru, dan mendorong mereka untuk mempertimbangkan sudut pandang lain. Pada tiap saat, guru
harus tetap netral terhadap masalah ini, mendorong diferensiasi posisi, dan mempromosikan
sintesis dari posisi yang berbeda yang disajikan di depan kelas.
Aplikasi Akhir dari model ini adalah fase yang paling penting. Dalam fase ini bahwa
siswa mengambil apa yang telah dipelajari dan menerapkannya ke lingkungan mereka. Siswa
harus mampu melihat nilai dalam ilmu yang telah mereka pelajari dan melihat bahwa dengan
pengetahuan ini mereka dapat memiliki dampak yang muncul.
Langkah pertama dari proses ini adalah untuk setiap siswa mengusulkan sebuah rencana
aksi secara keseluruhan dengan resolusi. Beberapa cara siswa telah menerapkan apa yang telah
mereka pelajari dan menjadi terlibat dalam kegiatan masyarakat meliputi:
a. Menulis surat kepada dewan kota, perwakilan negara, negara senator, gubernur, atau
walikota.
Apa pun tindakan siswa mengambil harus dinilai dalam keterangan laporan rencana aksi
mereka. Kunci untuk model instruksi adalah bahwa siswa mendapat kesempatan untuk
menerapkan keterampilan penyidikan dan strategi tindakan untuk masyarakat dimana mereka
tinggal.