Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

PEMERIKSAAN ABDOMEN, PEMASANGAN NGT,


DAN PEMBERIAN INSULIN

Oleh:
AGUSTYA ELYA RISNANDA
201910330311130

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
2021
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

Pemeriksaan fisik abdomen merupakan prosedur diagnostik yang rutin


dilakukan pada berbagai kondisi dan keluhan yang terkait sistem gastrointestinal
seperti diare, gastritis, massa intraabdomen, infeksi intraabdomen, ataupun cairan
abdomen. Pemeriksaan fisik abdomen akan menilai segala kelainan organ dan
struktur yang berada di abdomen, seperti gastrointestinal, hepar, kandung empedu.
Pemeriksaan fisik abdomen penting dilakukan dalam menegakkan suatu diagnosis
berbagai macam penyakit, misalnya: gastrointestinal: ileus obstruktif, ileus paralitik,
gastritis, gastroenteritis, gastroesophageal reflux disease, appendicitis, hernia
inguinalis, intususepsi. Hepatobilier: sirosis hepatis, hepatitis, kolesistitis, pankreatitis
1. Pembagian Regio Abdomen
Cavum abdomen dibagi menjadi 4 bagian dengan garis imajiner tegak lurus pada
umbilicus, yaitu kuadran kanan atas dan bawah, serta kuadran kiri atas dan
bawah. Kuadran-kuadran ini merepresentasikan organ-organ yang terletak di
dalamnya. Selain itu cavum abdomen juga dibagi menjadi 9 regio, yaitu
hipokondrium dekstra, epigastric, hipokondrium sinistra, lumbal dekstra,
umbilical, lumbal sinistra, inguinal dekstra, hipogastrik, dan inguinal sinistra.

2. Pemeriksaan Fisik Abdomen


A. Inspeksi
Inspeksi dilakukan dengan cara melihat permukaan, kontur, dan pergerakan
dinding abdomen. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita, perhatikan :
- Kulit : Pada kulit, perhatikan apabila terdapat skar, striae, dilatasi vena,
serta kemerahan dan ekimosis (dapat terlihat pada perdarahan
intraperitoneal atau retroperitoneal)
- Ekimosis : Selain menunjukkan adanya perdarahan intraperitoneal atau
retroperitoneal, adanya ekimosis juga dapat mengarahkan diagnosis
lainnya. Grey Turner sign merupakan ekimosis yang dapat disertai warna
kehijauan pada area flank pada pasien pankreatitis akut dengan perdarahan
ekstraperitoneal yang berdifusi sampai ke jaringan subkutan area flank.
Cullen’s sign merupakan ekimosis yang dapat disertai warna kebiruan
pada kulit area periumbilikal karena adanya perdarahan retroperitoneal
atau intraabdominal, seperti kehamilan ektopik terganggu
- Umbilikus : Pada umbilikus, perlu diperhatikan kontur dan lokasinya,
serta ada atau tidaknya inflamasi ataupun benjolan, seperti pada hernia
umbilikalis
- Kontur abdomen : Kontur abdomen yang dimaksud adalah permukaan
(datar, distensi, menonjol, atau cekung), bagian samping abdomen (ada
atau tidaknya benjolan atau massa), kesimetrisan dinding abdomen, massa
atau organomegali yang tampak menonjol (misalnya hepatomegali atau
splenomegali)
- Peristaltik : Pada pasien yang sangat kurus, kemungkinan gerakan
peristaltik usus dapat terlihat, terutama apabila terdapat obstruksi
- Pulsasi : Pulsasi aorta juga dapat terlihat pada pasien yang sangat
kurus.
Apabila terlihat pada area epigastrium, maka dapat dikatakan normal.
B. Auskultasi
Auskultasi pada pemeriksaan abdomen terutama memberikan informasi
mengenai bising usus. Berbeda dari pemeriksaan fisik lainnya, disarankan
untuk melakukan pemeriksaan auskultasi terlebih dahulu pada
pemeriksaan fisik abdomen karena manuver perkusi dan palpasi dapat
menstimulasi ataupun mendepresi peristaltik usus.
Bising usus normal berkisar antara 5-34 kali/menit. Auskultasi minimal
dilakukan selama 2 menit pada tiap regio, dan minimal dilakukan pada 1
regio untuk menentukan kesimpulan bunyi usus pasien.
Adanya inflamasi (misal peritonitis), infeksi, ileus paralitik, dan ileus
obstruktif akan mengubah karakteristik bising usus. Pada keadaan tertentu
seperti infeksi, dapat terdengar bunyi borborygmi dan hiperperistalsis.
Pada auskultasi peristaltik usus, perlu diperhatikan frekuensi, durasi,
volume, dan kualitas bising usus.
Pada auskultasi abdomen, dapat ditemukan adanya bunyi seperti murmur
di aorta, arteri iliaca, dan arteri femoralis. Murmur dapat terdengar
terutama pada pasien dengan hipertensi. Murmur juga dapat terdengar
pada pasien dengan stenosis arteri maupun dilatasi arteri yang
disebabkan oleh aneurisma. Murmur arteri renalis, sesuai dengan posisi
anatomisnya akan lebih terdengar dari punggung.
Pada area hepar dan lien, perlu dilakukan auskultasi untuk melihat adanya
friction rub. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan hepatoma, infeksi
gonococcus pada area hepar, dan infark lien.
C. Perkusi
Perkusi Hepar
- Perkusi ringan perut di linea medioklavikularis kanan di bawah level
umbilikus ke arah cranial (mulai dari daerah timpani kedaerah pekak).
Beri tanda tempat perubahan pekak yang merupakan batas bawah
hati.
- Perkusi ringan dinding dada di linea medioklavikularis kanan dari
cranial ke caudal (mulai dari daerah sonor ke daerah redup). Beri tanda
batas peralihan ke redup.
- Ukur panjang antara 2 tanda tersebut yang merupakan ”liver spans” (lebar
hati). Bila hati membesar perkusi tempat lain dan beri tanda batas tepi
hati. Liver span normal : 6-12 cm pada linea medioklavikularis kanan
sedangkan pada linea mid sternalis 4-8 cm.

- Pada penyakit paru obstruktif pekak hati menurun tetapi liver span
normal. Liver span melebar : hepatomegali (hepatitis, CHF), efusi pleura
kanan. Liver span menyempit : hepar kecil (sirosis hepatis), udara bebas di
bawah diafragma.
Perkusi Lien
- Perkusi sela iga terendah di linea aksilaris anterior kiri. Pada daerah ini
terdengar suara timpani. Minta penderita tarik napas dalam dan tahan
nafas. Dalam keadaan normal suara tetap terdengar timpani. Berarti
tidak ada splenomegali.
- Bila dicurigai terdapat splenomegali maka lakukan perkusi dari berbagai
arah mulai dari redup atau timpani ke arah daerah pekak yang diduga
limpa sehingga bisa memberikan gambar batas-batas lien.
Shifting Dullness
Shifting Dullness dilakukan untuk menilau adanya asites. Perkusi mulai
daerah mid-abdomen ke arah lateral, tentukan batas bunyi timpani dan
redup Minta pasien berbaring pada posisi lateral/miring. Ascites (+) bila
terjadi perubahan bunyi dari timpani ke redup pada lokasi yang
sama.
D. Palpasi
Palpasi Hepar
- Tangan kiri ditempatkan dibawah toraks atau di belakang penderita sejajar
dan menopang iga 11 dan 12.

- Tangan kanan dengan jari-jari adduksi dimasukkan mulai di regio kuadran


kanan bawah dengan permukaan volar tangan menyentuh permukaan
abdomen. Arah jari bisa ke arah cranial penderita.
- Minta penderita menarik nafas dalam. Raba tepi hepar yang menyentuh
jari anda. Catat dan berikan tanda pada tempat hati teraba. Lakukan
penilaian ukuran hati, bentuk tepi hati, permukaan, konsistensi , nyeri
tekan atau tidak.
- Untuk mengetahui pembesaran hati dilakukan pengukuran jarak dari tepi
kanan arkus kosta pada garis midklavikula ke arah garis yang dibuat.
Palpasi Lien
Tangan kanan dimasukkan di belakang margin kosta kiri pada garis
midaksillaris. Tangan kiri ditempatkan dibawah toraks dengan jari-jari
aduksi dibawah tulang iga.

- Tes Undulasi
Minta asisten untuk menekan perut di linea mediana dengan tepi
kedua tangan. Letakan tangan kanan pemeriksa di flank kanan dan
tangan kiri di sisi kiri. Ketukkan ujung jari tangan kanan secara
tegas dan tangan kiri merasakan adanya getaran impuls lewat
cairan.

3. Pemeriksaan Spesifik Untuk Penyakit-Penyakit yang Melibatkan


Abdomen
A. Koleosistis Akut
Murphy Sign
Tekan dengan jempol atau jari tangan kanan pemeriksa pada tepi iga pada
titik yang terletak pada batas lateral m. Rectus dengan tepi iga kanan.
Kemudian penderita diminta untuk menarik nafas dalam. Nilai derajat
nyeri.
B. Apendisitis Akut
Mcburney Sign
Titik Mc Burney adalah titik imajiner yang dipergunakan untuk
memperkirakan letak appendiks, yaitu titik di 1/3 lateral dari garis yang
dibentuk dari umbilikus dan SIAS dekstra.

Keterangan gambar : 1. Titik Mc Burney 2. Umbilikus 3. SIAS (spina


ischiadica anterior superior) dekstra

Nyeri tekan di titik Mc Burney disebut Mc Burney sign, salah satu tanda
dari appendicitis akut. Nyeri di titik ini disebabkan oleh inflamasi dari
appendiks dan persentuhannya dengan peritoneum. Nyeri akan bertambah
seiring dengan berlanjutnya proses inflamasi. Appendicitis tidak selalu
menimbulkan nyeri tekan di titik Mc Burney, hal ini disebabkan letak
appendiks yang sangat bervariasi, misalnya appendiks yang terletak
retrocoecal (di belakang coecum) tidak menyebabkan nyeri tekan di titik
Mc Burney.
Rebound Tenderness
Rebound tenderness atau release sign atau Blumberg sign, adalah salah satu
tanda dari appendicitis yang terlihat dengan cara menekan abdomen kanan
bawah sedalam mungkin, lalu melepaskannya secara tiba-tiba. Tanda ini
positif apabila pasien merasa kesakitan (saat dilepaskan terasa lebih sakit
dibandingkan saat ditekan).
Rovsing’s Sign
Rovsing's sign adalah salah satu tanda dari appendicitis, yaitu nyeri pada
daerah appendiks saat ditekan abdomen kwadran kiri bawah. Pada saat
ditekan peritoneum akan menegang dan terasa nyeri di tempat yang
mengalami inflamasi. Apabila terasa nyeri hanya pada sisi kiri atau kedua
sisi maka perlu dipikirkan diagnosis penyakit lain pada vesika urinaria,
uterus, kolon ascenden, tuba falopii, ovarium atau struktur anatomi lain.
Psoas Sign
Psoas sign atau Obraztsova’s sign adalah nyeri akibat dari iritasi otot
iliopsoas yang menandakan adanya appendicitis letak retrocoecal. Test ini
dilakukan dengan cara menegangkan otot pada posisi hiperextensi
hipsecara pasif atau mengkontraksikan otot pada flexi hip aktif. Bila
appendiks terletak dekat dengan musculus iliopsoas maka akan
menyebabkan nyeri pada peregangan atau kontraksi otot
Obturator Sign
Obturator sign atau cope sign adalah tanda iritasi pada musculus obturator
internus. Test ini dilakukan dengan cara pasien tidur terlentang dengan
flexi hip kanan 90 derajat, pegang sendi ankle kanan dengan tangan kanan
pemeriksa, lakukan endorotasi. Bila terasa nyeri maka diduga appendiks
mengalami inflamasi, membesar sehingga menyentuh muskulus obturator
internus.
Pemasangan NGT

Pemasangan Pipa Nasogastrik (NGT) adalah prosedur memasukkan pipa panjang


yang terbuat dari polyurethane atau silicone melalui hidung, esofagus sampai
kedalam lambung dengan indikasi tertentu.
1. Indikasi
Ada 3 indikasi utama pemasangan NGT :
1. Dekompresi isi lambung
• Mengeluarkan cairan lambung pada pasien ileus obstruktif/ileus paralitik
peritonitis dan pankreatitis akut.
• Perdarahan saluran cerna bagian atas untuk bilas lambung (mengeluarkan
cairan lambung)
2. Memasukkan Cairan/Makanan ( Feeding, Lavage Lambung)
• Pasien tidak dapat menelan oleh karena berbagai sebab
• Lavage lambung pada kasus keracunan
3. Diagnostik
• Membantu diagnosis dengan analisa cairan isi lambung
2. Kontraindikasi
- Pasien dengan maxillofacial injury atau fraktur basis cranii fossa anterior.
Pemasangan NGT melalui nasal berpotensi untuk misplacement NGT
melalui fossa cribiformis, menyebabkan penetrasi ke intrakranial
- Pasien dengan riwayat striktur esofagus dan varises esofagus.
- Pasien dengan tumor esophagus
3. Komplikasi
- Iritasi hidung, sinusitis, epistaksis, rhinorrhea, fistula esophagotracheal
akibat pemasangan NGT jangka lama.
- Pneumonia Aspirasi.
- Hypoxia, cyanosis, atau respiratory arrest akibat tracheal intubation
4. Bahan dan Alat
- Handscoen
- Selang nasogastrik (Nasogastric tube)
- Jeli silokain atau K-Y jelly
- Stetoscope
- Spoit 10 cc
- Non-allergenic tape
- Curved Basin
- Suction
5. Prosedur Tindakan
1. Melakukan Informed Consent kepada pasien:
a. Menjelaskan indikasi pemasangan NGT sesuai dengan
kondisi pasien
b. Prosedur pemasangan NGT.
c. Meminta persetujuan pasien.
2. Menyiapkan peralatan dan bahan untuk pemasangan NGT
3. Mencuci tangan dan memakai Personel Protective Equipment
(Handscoen).
4. Memposisikan pasien setengah duduk dengan kepala sedikit di tekuk
ke depan (High Fowler) bila pasien sadar.
5. Memposisikan pasien dalam posisi telentang jika pasien tidak sadar.
6. Melakukan pengukuran / perkiraan batas lambung dengan
menggunakan NGT, yaitu dari hidung ke telinga, lalu dari telinga ke
processus xiphoideus. Menentukan batas panjang NGT yang akan
dimasukkan dengan melihat indikator yang pada NGT.
7. Mengoles NGT dengan K-Y Jelly.
8. Memasukkan NGT melalui hidung secara pelan-pelan sampai
mencapai lambung (sampai batas yang telah ditentukan sebelumnya) .
9. Menguji letak NGT apakah sudah sampai lambung dengan
menggunakan metode Whoosh tes :
a. Memasang membran stetoskop setinggi epigastrium kiri.
b. Melakukan aspirasi udara dengan spoit 10 cc.
c. Memasang spoit 10 cc yang telah berisi udara ke NGT.
d. Menyemprotkan udara yang berada di dalam spoit dengan
cepat sambil mendengarkan ada tidaknya suara “whoosh”
pada stetoskop. Jika terdengar suara “whoosh” maka NGT
telah masuk ke dalam lambung. Jika tidak terdengar maka
selang NGT dimasukkan/dikeluarkan beberapa cm.
Kemudian dilakukan pengulangan metode “whoosh” hingga
terdengar suara pada stetoskop.
10. Melakukan fiksasi NGT pada hidung dengan menggunakan plester.
11. Menyambungkan NGT dengan botol penampung.
12. Membuka dan membuang handschoen pada tempat sampah medis.
13. Melakukan cuci tangan.
Injeksi Insulin

Insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas pada tubuh kita, hormon insulin yang
diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai sebutan insulin endogen. Namun,
ketika kalenjar pankreas mengalami gangguan sekresi guna memproduksi hormon
insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan hormon insulin dari luar tubuh, dapat
berupa obat buatan manusia atau dikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen.
Saat ini pemakaian insulin mengalami kemajuan yang pesat, beberapa
kemajuan itu antara lain dalam hal jumlah pemakai semakin meningkat, mutu insulin
semakin bagus, dan cara memakai semakin mudah. Keuntungan yang mendasar
penggunaan insulin dibanding obat antidiabet oral adalah insulin dapat diberikan
sesuai dengan pola sekresi insulin endogen. Sedangkan kerugiannya adalah
pemakainya harus dengan cara menyuntik, serta harganya yang relative mahal. Saat
ini tersedia insulin analog dan human insulin.
1. Indikasi Pemakaian Insulin
o Semua pasien diabetes tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin oleh sel beta pankreas tidak ada ataupun hampir tidak ada.
o Diabetes tipe 2 mungkin membutuhkan insulin eksogen apabila terapi jenis lain
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Selain itu, ada beberapa
keadaan lain yang membutuhkan insulin eksogen
o DM type 2 dengan keadaan stress berat, seperti infeksi berat, pembedahan,
serangan jantung, stroke.
o Diabetes yang timbul dikala kehamilan (gestasional diabet), bila pengaturan
makan saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
o Keadaan ketoasidosis diabetic (KAD)
o Sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-keotik (KHONK).
o Gangguan fungsi hati atau ginjal yang berat.
o Kontraindikasi atau alergi terhadap Obat Hipoglikemik Oral.
2. Tipe Insulin
Dalam memilih tipe insulin yang tepat untuk seseorang pasien tergantung
beberapa factor:
- Usia
- Berapa kadar gula darah yang mau dicapai
- Berapa kali suntikan/injeksi yang diperlukan
- Life style (diet, exercise)

Ada beberapa tipe insulin yang tersedia saat ini, yaitu:


- Rapid-acting
- Short-acting
- Intermediate-acting
- Long-acting
- Pre-mixed
Untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin kerja
menengah (intermediate acting insulin) atau kerja panjang (long-acting
insulin), untuk memenuhi kebutuhan insulin pandrial (setelah makan)
digunakan insulin kerja cepat (short acting insulin) atau insulin kerja sangat
cepat (rapid acting insulin).
3. Dosis Insulin dan Waktu Pemberian
Ada beberapa cara untuk memulai dan menyesuaikan dosis insulin untuk pasien
DM, salah satu cara yang paling mutakhir dan dapat dipakai sebagai acuan
adalah hasil konsensus perkeni 2006 dan consensus ADA 2006

Secara umum bagaimana cara mengatur antara injeksi insulin dengan waktu
makan, serta untuk menghindari terjadinya hipoglikemia, maka dengan
memperhatikan tabel onset insulin diatas sangat bermanfaat. Misalnya dengan
mengetahui “onset insulin” yang dipakai, maka akan diketahui kapan insulin
mulai bekerja di dalam tubuh, sehingga bisa disesuaikan berapa lama suntikan
diberikan sebelum makan.
- Rapid acting insulins. suntikan diberikan sekitar 10 – 15 menit sebelum
makan atau segera setelah makan
- Short-acting insulins. misalnya regular insulin, diberikan 30 - 60 menit
sebelum makan
- Intermediate-acting insulins diberikan hingga 1 jam sebelum makan.
- Pre-mixed insulins. Tergantung produk yang digunakan, premixed
insulin diberikan 10 menit atau 30 - 45 menit sebelum makan
Pengecualian untuk long acting insulin, pemberian tidak tergantung waktu
makan, karena durasinya yang panjang. Ultralen dan levemir diberikan sekali
atau dua kali sehari, lantus diberikan sekali sehari dan harus diberikan pada saat
yang sama setiap harinya.
4. Efek Samping Pemberian Insulin
Efek samping yang sering dialami adalah hipoglikemia, untuk itu edukasi pada
pasien tentang tanda-tanda hipoglikemia sangat penting diberikan sebelum
pasien menggunakan insulin. Efek samping yang lain adalah peningkatan berat
badan, alergi, lipohipertropi pada tempat suntikan.
5. Tempat Penyuntikan Insulin
Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan
insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut
dimana penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada
darah rendah, hindarilah penyuntikkan pada daerah perut. Secara urutan, area
proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan paha. Insulin
akan diserap lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan.
Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi
variasipenyerapan. Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat
merangsang terjadinya perlemakan dan dan menyebabkan gangguan penyerapan
insulin. Daerah suntikan sebaiknya berjarak 1 inchi (+ 2,5cm) dari daerah
sebelumnya (lihat gambar di bawah)

Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke
daerah yang lain. Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami
perdarahan setelah proses penyuntikkan, maka daerah tersebut sebaiknya
ditekan selama 5-8 detik.
Untuk mengurangi rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-
usaha sebagai berikut:
1. Menyuntik dengan suhu kamar

2. Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara

3. Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik

4. Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang

5. Tusuklah kulit dengan cepat

6. Jangan merubah arah suntikkan selama penyntikkan atau mencabut suntikan

7. Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul


6. Penyimpanan Insulin Eksogen
Bila belum dipakai :
Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap
(seperti di lemari pendingin, namun hindari freezer.
Bila sedang dipakai :
Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa
minggu, tetapi janganlah terkena sinar matahari. Sinar matahari secara langsung
dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik sampai 100 kai
dari biasanya. Suntikan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikan tidak
perlu disimpan di lemari pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikan.
Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang
teduh dan gelap.
7. Alat dan Bahan
o Spuit insulin / insulin pen
o Vial insulin.
o Kapas + alkohol / alcohol swab.
o Handscoen bersih.
8. Cara Injeksi Insulin Sub-Cutan
a. Mencuci tangan.
b. Memakai handscoen bersih.
c. Megambil vial insulin, Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus
digulung-gulung secara perlahan-lahan dengan kedua telapak tangan. Hal ini
bertujuan untuk melarutkan kembali suspensi. (JANGAN DIKOCOK),
d. tutup vial insulin diusap dengan cairan alkohol 70% dan Ambillah udara
sejumlah dosis insulin yang akan diberikan, lalu suntikkanlah ke dalam vial
untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial
e. Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung
gelembung atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi
tegak akan dapat mengurangi gelembung tersebut
f. Memilih lokasi suntikan. Periksa apakah dipermukaan kulitnya terdapat
kebiruan, inflamasi, atau edema.
g. Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin.
h. Mendesinfeksi area penyuntikan dengan kapas alcohol/alcohol swab, dimulai
dari bagian tengah secara sirkuler ± 5 cm.
i. Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus dan regangkan
kulit pada klien yang gemuk dengan tangan yang tidak dominan.
j. Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan lembut dan perlahan. Pada
umumnya suntikan dengan sudut 900. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit
dijepit dan insulin disuntikkan dengan sudut 450 agar tidak terjadi
penyuntikkan intramuscular.
k. Mencabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage, hanya dilalukan
penekanan pada area penyuntikan dengan menggunakan kapas alkohol.
l. Membuang spuit ke tempat yang telah ditentukan dalam keadaan jarum yang
sudah tertutup dengan tutupnya.
m. Merapikan pasien dan peralatan.
Khusus Insulin Pen
a. Memeriksa apakah pen berisi tipe insulin yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Memasang jarum pada insulin pen dengan jarum yang baru.
b. Perhatikan cap insulin pen sehingga angka nol (0) terletak sejajar dengan
indikator dosis.
c. Memutar dosis insulin hingga angka 2, kemudian tekan bagian cup insulin pen
untuk mengeluarkan udara dan sekaligus untuk mengetahui apakah jarum
berfungsi baik
d. Memegang pen secara horizontal dan menggerakkan insulin pen (bagian cap)
sesuai dosis yang telah ditentukan sehingga indicator dosis sejajar dengan
jumlah dosis insulin yang akan diberikan kepada pasien.
9. Terapi Insulin Intravena Pada Pasien KOHNK dan KAD
o Pemberian awal intravena 10 U atau 0,15-0,2 U/kgBB
o Infuse insulin regular (kerja pendek) 0,1 U/kgBB/jam
o Tingkatkan insulin 1 U setiap 1-2 jam jika penurunan glikosa darah kurang
dari 10% atau bila status asam basa tidak naik
o Kurangi dosis bila 1-2 U /jam bila kadar glukosa < 250 mg/dl (0,05
U/kgBB/jam)
o Pertahankan glukosa darah antara 140-180 mg/dl
o Bila pasien sudah dapat makan pertimbangkan insulin subcutan
o Insulin infuse intravena jangan dihentikan dulu pada saat insulin subcutan
mulai diberikan, lanjutkan insulin intravena selam 1-2 jam
o Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan insulin dan glukosa darahnya
terkendali, kembalikan seperti dosis awal insulin
o Pada pasien yang belum pernah dapat insulin berikan dosis insulin 0,6/kg
BB/24 jam (50% insulin basal, 50% insulin pandrial)
DAFTAR PUSTAKA

Bickley LS, (2013) Bates' Guide to Physical Examination and History-Taking - 11th
Edition. Philadelphia : Lippincott Wiliams & Wilkins
Buku Panduan Mahasiswa Clinical Skill Lab Pemasangan Pipa Nasogastrik. 2018.
Fakultas Kedokteran UNHAS
Buku Pedoman Keterampilan Klinis Pemasangan Nasogastric Tube. 2019. Fakultas
Kedokteran UNS
Modul Pemberian Insulin.2021.Fakultas Kedokteran:Universitas Muhammadiyah
Malang
Modul Pemeriksaan Fisik Abdomen dan Pemasangan NGT.2021.Fakultas
Kedokteran:Universitas Muhammadiyah Malang

Anda mungkin juga menyukai