Anda di halaman 1dari 19

1

MENGENAL KEBERAGAMAN AGAMA DI DUNIA


SEBAGAI AGAMA ARDHI DAN SAMAWI

Di Susun Oleh :
Rezi Palifta Nadaredo (G.211.19.0055)

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SEMARANG
@2021
2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 14 Oktober 2021

Penyusun

Daftar Isi
3

BAB 1..................................................................................................................3
PENDAHULUAN............................................................................................3
1.1 Latar Belakang.....................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................4
BAB 2..................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................4
2.1 Pengertian Agama................................................................................4
2.2 Pengertian Agama Samawi dan Agama Ardhi.....................................5
2.3 Bagaimana Ciri - Ciri Agama Samawi dan Agama Ardhi...................7
2.4 Bagaimana Silsilah dan Hubungan Antar Agama Samawi ?...............7
2.5 Hubungan antara Manusia dengan Manusia......................................12
BAB 3................................................................................................................14
PENUTUP......................................................................................................14
A. Kesimpulan............................................................................................14
B. Saran......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai seorang manusia, kita harus mempunyai pegangan yang kuat, juga bisa
mengantarkan kita pada satu tujuan. Danakan membawa kita kejalan lurus, yaitu sebuah
4

agama yang dijadikan pedoman untuk melaksanakan sesuatu (kehidupan). Dengan dasar-
dasar dan ketentuan dalam sebuah peraturan.Jadi agama sangatlah penting bagi kita.

Berdasarkan keterangan tersebut agama sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari –


hari, dan kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang
berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang
turun temurun dan diwariskan oleh suatu generasi kegenerasi dengan tujuan untuk
memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
Sebagai orang beragama, seharusnya kita memahami agama yang kita anut saat ini.
Jangan hanya terbawa arus, ataupun hanya mengikuti agama ‘bawaan sejak lahir’.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Agama?
2. Pengertian Agama Samawi dan Agama Ardhi
3. Bagaimana Ciri-Ciri Agama Samawi dan Agama Ardhi ?
4. Bagaimana Silsilah dan Hubungan Antar Agama Samawi ?
5. Hubungan antara Manusia dengan Manusia

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari membuat makalah ini adalah mengenal keberagaman di dunia ini
mengenai Agama Ardhi dan Agama Samawi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Agama
1. Secara Etimologi
Mengenai arti agama secara etimologi terdapat perbedaan pendapat, di antaranya ada
yang mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua
sukukata yaitu “a” berarti “tidak” dan “gama”berarti “kacau”, jadi artinya tidak kacau.
Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan“diin”(dari bahasaArab) dalam
bahasa Eropa disebut “religi”, religion(bahasa Inggris), lareligion (bahasa Perancis), the
religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasa Jerman). Kata“diin”dalam bahasa Semit
berarti undang-undang (hukum),sedang kata “diin” dalam bahasa Arab berarti menguasi,
menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Meskipun terdapat perbedaan makna
secara etimologi antara “diin” dan agama, namun umumnya kata “diin” sebagai istilah teknis
diterjemahkan dalam pengertian yang sama dengan “agama”.
Kata agama selain disebut dengankata diin dapat juga
disebut syara,syari’at/millah.Terkadang syara itu dinamakan juga addiin/millah.Karena
hukum itu wajib dipatuhi, maka di sebut “addin” dan karena hukum itu dicatat serta
dibukukan, dinamakan “millah”.Kemudian karena hukum itu wajib dijalankan, maka
dinamakan syara.

2. Secara Sosiologi
5

Adapun Agama dalam pengertian sosiologi adalah gejalah sosial yang umum dan
dimiliki oleh seluruh masyarakat didunia, tanpa kecuali.Ia merupakan salah satu aspek
dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat. Agama juga bisa
dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu masyarakt disamping unsur – unsur yang lain,
seperti keseniaan, bahasa, sistem mata pencaharian, sistem peralatan, dan sistem
organisasi sosial.

3. Secara Istilah (Terminologis)


Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sebuah aturan yang mengandung
sistem kredo(tata keimana/keyakinan) atas adanya Tuhan, juga merupakan sistem situs
(ritual/tata peribadatan) manusia kepada Tuhan  dan juga sebagai sistem norma (kaidah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan alam) sesuai dengan
keimanan dan tata peribadatan itu. 

Menurut Al-Syahrastani, agama adalah kekuatan dan kepatuhan yang terkadang biasa
diartikan sebagai pembalasan dan perhitungan (amal perbuatan di akhirat) (M. Ali
YatimAbdullah, 2004:5)

Menurut Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama adalah hubungan yang tetap antara
diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat suci dan supernatural, dan yang
bersifat berada dengan sendirinya dan yang mempunyai kekuasaan absolut yang disebut
Tuhan. (Abu Ahmadi,1984:14).
Dari pengertian agama dalam berbagai bentuknya itu maka terdapat  bermacam-macam
definisi agama. Harun Nasution telah mengumpulkan delapan macam definisi agama, yaitu:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus
dipatuhi
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia
3.  Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-
perbuatan manusia
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu
5.  Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan gaib
6.  Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada
suatu kekuatan gaib
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan
takutterhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia
8.  Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul

2.2 Pengertian Agama Samawi dan Agama Ardhi


Para ahli memberikan beberapa pengertian agama samawi dan agama ardhi. Ada
berbagai cara menggolongkan agama-agama dunia. Ernst Trults seorang teolog Kristen
menggolongkan agama-agama secara vertikal: pada lapisan paling bawah adalah agama-
agama suku, pada lapisan kedua adalah agama hukum seperti agama Yahudi dan Islam; pada
lapisan ketiga, paling atas adalah agama-agama pembebasan, yaitu Hindu, Buddha dan
karena Ernst Trults adalah seorang Kristen , maka agama Kristen adalah puncak dari agama-
agama pembebasan ini.
6

Ram Swarup, seorang intelektual Hindu dalam bukunya; “ Hindu View of


Christianity and Islam” menggolongkan agama menjadi agama-agama kenabian (Yahudi,
Kristen dan Islam) dan agama-agama spiritualitas Yoga (Hindu dan Buddha) dan
mengatakan bahwa agama-agama kenabian bersifat legal dan dogmatik dan dangkal secara
spiritual, penuh klaim kebenaran dan yang membawa konflik sepanjang sejarah. Sebaliknya
agama-agama Spiritualitas Yoga kaya dan dalam secara spiritualitas dan membawa
kedamaian.
Ada yang menggolongkan agama-agama berdasarkan wilayah dimana agama-agama
itu lahir, seperti agama Semitik atau rumpun Yahudi sekarang disebut juga Abrahamik
(Yahudi, Kristen, dan Islam) dan agama-agama Timur (Hindu, Buddha, Jain, Sikh, Tao,
Kong Hu Cu, Sinto).
Ada pula yang menggolongkan agama sebagai agama langit (Yahudi, Kristen, dan Islam)
dan agama bumi (Hindu, Buddha , dll) Penggolongan ini paling disukai oleh orang-orang
Kristen dan Islam, karena secara implisit mengandung makna tinggi rendah, yang satu
datang dari langit, agama wahyu, buatan Tuhan, yang lain lahir di bumi, buatan manusia.

1. Agama Samawi
Agama samawi atau disebut juga agama langit, adalah agama yang dipercaya oleh
para pengikutnya dibangun berdasarkan wahyu Allah. Beberapa pendapat menyimpulkan
bahwa suatu agama disebut agama Samawi jika:
 Mempunyai definisi Tuhan yang jelas
 Mempunyai penyampai risalah (Nabi/Rasul)
 Mempunyai kumpulan wahyu dari Tuhan yang diwujudkan dalam Kitab Suci

2. Agama Ardhi
Menurut para penulis Muslim “Agama Bumi” atau dalam bahasa Arab disebut
Agama Ardhi adalah agama yang berkembang berdasarkan budaya, daerah, pemikiran
seseorang yang kemudian diterima secara global, serta tidak memiliki kitab suci dan bukan
berlandaskan wahyu.69 Endang Saifuddin Anshari seperti dikutip oleh Kautsar
mendefinisikan bahwa “Agama Bumi” (agama ardli [din ardli], agama budaya, agama
filsafat, agama pemikiran, agama bukan-wahyu [non-revealed religion], agama alami
[natural religion, din thabi’i]) adalah agama hasil ciptaan manusia.
Abdullah Ali menyebut “Agama Bumi” dengan Agama Wad’iy yaitu agama yang
tumbuh di bumi atas prakarsa dan pemikiran umat manusia, seperti misalnya agama Buddha
yang merupakan hasil renungan pemikiran Sidharta Gautama, atau agama Hindu yang
merupakan akulturasi budaya bangsa Aria dan Dravida.
Menurut Rasjidi, “Agama Bumi” disebut juga Agama Alamiyah yaitu agama-agama
yang timbul diantara manusia-manusia itu sendiri dan lingkungan dimana mereka hidup.
Seperti disebut di dalam bukunya Empat Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi,
selain agama Yahudi, Nasrani dan Islam maka dapat dinamakan Agama Alamiyah.
Agus Hakim mendefinisikan “Agama Bumi”, dengan sebutan Agama Thabi’y adalah
agama yang timbul dari angan-angan khayal manusia belaka. Dinamai Agama Thabi’y
adalah karena timbulnya agama yang demikian hanya semata-mata dorongan dari Thabiat
manusia yang ingin beragama, ingin mengabdi dan memuja kepada sesuatu yang
dianggapnya maha kuasa atas dirinya dan bukan berasal dari wahyu Ilahi. Jika “Agama
Langit” menurut Hakim dasar kepercayaannya adalah tauhid atau keyakinan bahwa “Tuhan
7

Yang Maha Kuasa itu hanya satu, dan Tiada Tuhan selain Dia, yaitu Allah”, maka “Agama
Bumi” atau Agama Thabi’y dasar kepercayaan atau dasar keyakinannya mengenai ketuhanan
tidaklah pasti, karena dasarnya hanyalah khayal belaka, seluruhnya dapat dikatakan musyrik.
Hakim juga mengatakan Agama Thabi’y yang ada sekarang sangat banyak, seperti: Agama
Hindu, Agama Buddha, Agama Majusi dan semua alirannya serta semua agama dan aliran
kepercayaan yang timbul dari khayal manusia semata, yang bukan merupakan wahyu Ilahi.

2.3 Bagaimana Ciri - Ciri Agama Samawi dan Agama Ardhi

1. Ciri – ciri Agama Ardhi


Ciri-ciri Agama Ardhi, yaitu:
Agama diciptakan oleh tokoh agama
Tidak memiliki kitab suci
Tidak memiliki nabi sebagai penjelas agama ardhi/Tidak disampaikan oleh utusan
tuhan (rasul)
Berasal dari daerah dan kepercayaan masyarakat
Ajarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal pikiran penganutnya.
Konsep ketuhanannya panthaisme, dinamisme, dan animisme. 
Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya. 
Ajarannya dapat berubah-ubah ,sesuai dengan akal perubahan akal pikiran
penganutnya.
Kebenaran ajarannya tidak universal,yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia,masa
dan keadaan.
Contoh agama ardhi yaitu Hindu, Budha, Konghuchu, dll.
2. Ciri – ciri Agama Samawi
Ciri-Ciri Agama Samawi yaitu: 
 Agamanya tumbuh secara kelahiran dapat ditentukan dari tidak ada menjadi ada.
 Agama ini mempunyai kitab suci yang otentik (ajarannya bertahan/asli dari tuhan) 
 Secara pasti dapat ditentukan lahirnya,dan bukan tumbuh dari masyarakat,melainkan
diturunkan kepada    masyarakat. 
 Disampaikan oleh manusia yang dipilih allah sebagai utusan-nya. 
 Ajarannya serba tetap,walaupun tafsirnya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan
dan kepekaan manusia. 
 Konsep ketuhanannya monotheisme mutlak (tauhid).

 Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia,masa dan keadaan.

Contoh agama samawi adalah Islam, Kristen, dan Yahudi.

2.4 Bagaimana Silsilah dan Hubungan Antar Agama Samawi ?


Samawi ---kata sifat dari kata Arab samâ-- berarti langit. Jadi Agama Samawi berarti
agama ‘langit’, maksudnya agama yang berbasis wahyu ilahiah, agama yang diturunkan
(unzila) dari ‘langit’ melalui para nabi atau rasul sejak Adam a.s yang jumlahnya tidak
diketahui secara pasti1. Atas dasar ini diperlukan ekstra hati-hati ketika mengkalim bahwa
‘agama saya’ adalah satu-satunya agama berbasis wahyu---- Wallâhu ‘a-lamu bi murâdih
(WAB)2. Sebagian agama sawami diturunkan kepada Nuh a.s dan Ibrahim serta keturunan-
8

keturunan mereka. Artikel pendek ini meninjau secara singkat silsilah agama samawi
perspektif Al-Qur’an sejauh yang penulis pahami, dengan fokus pada tiga agama besar yang
merupakan kelanjutan atau siklus wahyu ‘milah Ibrahim’ yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam.
1. Milah Ibrahim
Banyak teks suci yang menegaskan ajaran tauhid sebagai inti ajaran semua rasul
sejak Adam a.s, Nuh a.s dan Ibrahim a.s beserta keturunan-keturunan mereka4; semuanya
adalah ‘umat yang satu’ (ummatan wâhidah) yang menyampaikan ajaran yang sama (lihat
21:92)5, sekalipun umat mereka ‘sebagian memperoleh petunjuk, sebagian besar fasik’
(57:26).
1) Al-Qur’an menyebut 25 rasul tetapi nabi jumlahnya tidak diketahui dan hanya
sebagian yang diwahyukan kepada Rasul saw.
2) Istilah wallâhu ‘alamu bimurâdih (WAB) atau wallâhu ‘alam (WA) masing-masing
dapat diartikan sebagai ‘Allah lebih mengetahui maksudnya’ atau ‘Allah lebih
mengetahui’. Kode WAB dan WA digunakan dalam artikel ini mengisyatakan
pendapat subyektif penulis yang bersifat spekulatif, pendapat yang dapat saja
berbeda dengan pendapat pembaca.
3) Imbuhan ‘sejauh yang penulis pahami’ sangat penting disini. Bagi penulis, setiap
kajian serius mengenai agama--- karena berhubungan dengan yang Mutlak--- mesti
diperlakukan sebagai upaya manusiawi yang menghasilkan kebenaran yang
sifatnya relatif, parsial dan selalu belum final; WA.
4) Sebenarnya ada dua nabi keturunan Nuh a.s di diluar siklus kenabian Ibrahim a.s
yang namanya disebut dalam Al-Qur’an yaitu Hud a.s dan Luth a.s. Juga ada dua
rasul keturunan Ishak tetapi di luar siklus Ya’kub yaitu Ayub a.s dan Dzul Kifli
yang disebut dalam Al-Qur’an.
5) Inti ajaran itu mungkin juga dapat dibahasakan sebagai ajaran Tauhid yang
mengandung pilar Iman, Islam dan Ihsan. Sebagai catatan, istilah agama_kuat
(dinul qayyim) atau agama hanif_muslim (hanîfan muslimâ), dugan penulis,
merujuk pada inti ajaran yang dimaksud, WAB.
Ibrahim a.s melanjutkan ‘milah’-nya, agama hanif, kepada
keturunanketurunannya yang pada waktunya melahirkan agama besar dunia yang
masih suvive: Yahudi dan Nasrani melalui jalur Ishak a.s dan Ya’kub (Isra’il), serta
Islam melalui jalur Isma’il7. Menarik untuk dicatat bahwa ketika ‘berdebat’ dengan
kaum Yahudi dan Nasrani, Muhammad saw diperintahkan untuk mengemukakan
argumen bahwa dirinya meneruskan ajaran agama hanif Ibrahim a.s:

ٰ ‫َو َقالُ ْوا ُك ْو ُن ْوا ه ُْو ًدا اَ ْو َن‬


‫ص ٰرى َت ْه َت ُد ْوا ۗ قُ ْل َب ْل ِملَّ َة‬
‫ان ِم َن ْال ُم ْش ِر ِكي َْن‬
َ ‫ِاب ْٰرهٖ َم َح ِن ْي ًفا َۗو َما َك‬
Dan mereka berkata, “Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat
petujuk.” Katakanlah,“(Tidak!) Tetapi (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus dan tidak termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (2:135).

Narasi ayat itu menegaskan atau mengisyaratkan dua hal: (1) menegaskan
bahwa ajaran Islam yang diajarkan Rasul saw merupakan kelanjutan milah Ibrahim,
a.s yang otentik, dan (2) mengisyaratkan bahwa mainstream9 penganut Yahudi
maupun Nasrani (Kristen) bukan atau tidak sejalan dengan milah Ibrahim
9

sebagaimana dijarakan kepada Ishak a.s dan Ya’kub a.s; WAB. Butir kedua ini
ditegaskan lebih lanjut dalam ayat berikutnya (2:136):

ٓ ٰ ُ َ َ ْ ُ ‫هّٰلل‬
‫قُ ْولُ ْٓوا ٰا َم َّنا ِبا ِ َو َمٓا ان ِز َل ِال ْينا َو َمٓا ان ِز َل ِالى‬
ْ
‫اط َو َمٓا‬ ِ ‫ب َوااْل َسْ َب‬ َ ‫ِاب ْٰرهٖ َم َو ِاسْ ٰم ِع ْي َل َو ِاسْ ٰح َق َو َيعْ قُ ْو‬
‫ن ِمنْ رَّ ب ِِّه ۚ ْم‬3َ ‫ا ُ ْو ِت َي م ُْو ٰسى َو ِعي ْٰسى َو َمٓا ا ُ ْو ِت َي ال َّن ِبي ُّْو‬
‫اَل ُن َفرِّ ُق َبي َْن اَ َح ٍد ِّم ْن ُه ۖ ْم َو َنحْ نُ َل ٗه مُسْ لِم ُْو َن‬
Katakanlah, kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail,
Ishak, Ya’kub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada
apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun
di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya”.

Dari kutipan ayat di atas jelas bahwa Ibrahim a.s dan keturunan-keturunanya
mengajarkan ajaran yang sama. Dari kutipan yang sama juga jelas bahwa Ya’kub---
yang dikalim sebagai leluhur Yahudi--- dan Isa a.s--- yang ajarannya diklaim
6. Istilah ‘Agama Kokoh’ (dînul qayyim) dalam antara lain mungkin merujuk pada
ajaran yang sama dengan agama hanif walaupun yang pertama terkesan memilki
denotasi yang lebih luas.
7. Musa a.s dan Isa a.s, sekalipun sama-sama berasal dari jalur Ya’kub, sebenaranya
berasal silsilah berbeda. Melalui jalur Ya’kub dilahirkan ada sekitar 10 rasul yang
namanya tercantum dalam Al-Qur’an: Yusuf a.s, Musa a.s, Harun a.s, Ilyas, Al-
Yas’a, Yunus a.s, Daud a.s, Sulaeman, a.s, Zakariya a.s, Yahya, a.s dan Isa a.s.
Melalui jalur Isma’ail hanya ada satu raul yaitu Muhammad saw.
8. Semua terjemahan ayat dalam artikel ini merujuk pada Al-Mizan (2007): Al-
Qur’an disertai Terjemahan dan Translasi.
9. Kata mainstream disini perlu karena dalam ayat lain teks suci mengemukakan
sebagian penganut Yahudi maupun Nasrani masih mengikuti ajaran otentik para
leluhur mereka. sebagai rujukan Nasrani--- sebenarnya menyampaikan ajaran
yang tidak berbeda dengan ajaran Ibrahim a.s serta keturunan-keturunannya---
WAB. Barangkali inilah salah satu alsan mengapa Muhammd saw diperintahkan
untuk ‘megajak’ kaum ahli kitab---- gelar qur’ani yang sangat terhormat bagi
kaum Yahudi dan Nasrani--- untuk kembali kepada nilai-nilai kesamaan
(kalimatun sawa) antara akar tradisi mereka yang sebenarnya dengan tradisi kaum
muslimin yang ketika itu tengah dibangun sebagai ‘ahli kitab’ model qur’ani.

‫ َو َب ْي َن ُك ْم اَاَّل‬3‫ب َت َعا َل ْوا ِا ٰلى َكلِ َم ٍة َس َو ۤا ۢ ٍء َب ْي َن َنا‬


ِ ‫قُ ْل ٰ ٓياَهْ َل ْال ِك ٰت‬
ُ ْ‫ا وَّ اَل َي َّت ِخ َذ َبع‬3ًًٔ‫ك ِبهٖ َش ْئـ‬ ‫هّٰللا‬
‫ض َنا‬ َ ‫َنعْ ُب َد ِااَّل َ َواَل ُن ْش ِر‬
10

‫َبعْ ضًا اَرْ َبابًا مِّنْ ُد ْو ِن هّٰللا ِ ۗ َف ِانْ َت َولَّ ْوا َفقُ ْولُوا ا ْش َه ُد ْوا‬
‫ِبا َ َّنا مُسْ لِم ُْو َن‬
Katakanlah (Muhammad) “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) kembali kepada satu kalimah
(pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan
tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu
sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada
mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim” (3:64).

Sebagai catatan, lanjutan ayat dikutip di atas tidak mengakui klaim Yahudi maupun
Nasrani yang mengatakan bahwa Ibrahim a.s adalah pengikut Yahudi atau Nasrani.
Argumennya sederhana: Taurat maupun Injil datang setelah, bukan sebelum era Ibrahim a.s.
2. Perbedaan dalam Penekanan
Uraian bagian terdahulu artikel ini menegaskan bahwa Yahudi, Nasrani maupun
Islam sebenarnya memiliki akar ajaran yang sama. Dengan perkataan lain, ketiga
agama samawi itu sebenarnya memiliki kesamaan yang dapat dijadikan pegangan
bersama yaitu ajaran Tauhid. Tetapi pada tingkat sosiologis ketiga agama itu berbeda
dan Al-Qur’an mendokumentasikan banyak kasus penyimpangan yang dilakukan oleh
ahli kitab: Surat Al-Baqarah (2) mengenai kaum Yahudi dan Surat Al-Imran (3) dan
Al-Maidah (5) mengenai kaum Nasrani. Yang mungkin menarik untuk dicatat adalah
bahwa Al-Qur’an--- sejauh yang penulis ketahui--- tidak pernah memberikan ‘pujian’
kepada kaum Yahudi tetapi beberapa kali memuji kaum Nasrani sebagaimana
ditemukan dalam dua ayat berikut (5:82-83):

۞ ‫اس َعدَ َاو ًة لِّلَّ ِذي َْن ٰا َم ُنوا ْال َيه ُْو َد‬ ِ ‫َل َت ِج َدنَّ اَ َش َّد ال َّن‬
‫َوالَّ ِذي َْن اَ ْش َر ُك ْو ۚا َو َل َت ِج َدنَّ اَ ْق َر َب ُه ْم م ََّو َّد ًة لِّلَّ ِذي َْن ٰا َم ُنوا‬
‫م ِق ِّسي ِْسي َْن‬3ْ ‫ك ِباَنَّ ِم ْن ُه‬ َ ِ‫ص ٰر ۗى ٰذل‬ ٰ ‫الَّ ِذي َْن َقالُ ْٓوا ِا َّنا َن‬
‫ن۔‬ َ ‫َورُهْ َبا ًنا َّواَ َّن ُه ْم اَل َيسْ َت ْك ِبر ُْو‬
Pasti akan kamu dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman, ialah
orang-orang Yahudi dan orangorang musyrik. Dan pasti akan kamu dapati orang-orang yang paling
dekat persahabatannya dengan orang-orang beriman ialah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya
kami adalah orang Nasrani”. Yang demikian itu karena di antara mereka terdapat para rahib, (juga)
karena mereka tidak menyombongkan diri.

‫وَ ِا َذا َس ِمع ُْوا َمٓا ا ُ ْن ِز َل ِا َلى الرَّ س ُْو ِل َت ٰ ٓرى اَعْ ُي َن ُه ْم َت ِفيْضُ ِم َن‬
ْ ‫ال َّدمْ ِع ِممَّا َع َرفُ ْوا ِم َن ْال َح ۚ ِّق َيقُ ْولُ ْو َن َر َّب َنٓا ٰا َم َّنا َف‬
‫اك ُت ْب َنا َم َع‬
‫ال ٰ ّش ِه ِدي َْن‬
Dan apabila mereka mendengarkan apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat
mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka
11

sendiri), seraya berkata “Ya Tuhan, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang
menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur’an dan kenabian Muhammad)

Di dalam 57 (27) pengikut Isa a.s dipuji sebagai kelompok orang yang memiliki rasa
santun dan kasih sayang (ra’fah dan rahmah) tetapi juga mengkritik sikap rahbaniyah (tidak
beristri atau bersuami dan mengurung diri dalam biara)” yang dinilai mengada-ada.
Tertelepas dari itu, ayat itu menegaskan sebagian pengikut Isa a.s memperoleh pahala ‘dan
banyak di antara mereka yang fasik”.
Pertanyaan yang mungkin menarik untuk dijawab adalah kenapa ketiga agama
samawi itu berbeda (sekalipun memiliki akar tradisi yang sama)10. Jawaban hakiki untuk
pertanyaan ini merupakan salah satu rahasia Allah swt yang bukan urusan kita sebagaimana
tersirat dalam banyak teks suci antara lain 2(141).
Di luar dalil naqliah ini mungkin menarik untuk disimak ide-ide Schuon (2000)11
mengenai perbedaan tradisi ketiga agama samawi ini. Ide dasar Schuon adalah bahwa ajaran
Ibrahim a.s, Musa a.s dan Isa a.s sebenarnya lengkap dalam arti mencakup semua unsur
ISLAM (dengan huruf besar semua) sebagaimana diungkapkan dalam hadis Jibril yang
terkenal yaitu aliman (Faith), al-islam (Law) dan al-ihsan (Way). Yang berbeda dalam ketiga
ajaran itu adalah dalam penekanan atau aksentuasi. Dalam ajaran Ibrahim a.s, al—iman
memperoleh penekaan sedemikian rupa sehingga menyerap dua unsur lainnya. Dalam ajaran
Musa a.s, al-islam yang memeroleh penekanan sehingga dua unsur lainnya seolah-olah
terserap. Mengenai ajaran Musa a.s ini Schuon mengemukakan (sengaja tidak diterjemahkan):
Islam---atau tepatnya mainstream Islam--- berkeyakinan bahwa ajaran-ajaran Agama
Yahudi dan Agama Krsiten (Katolik maupun Protestan) telah mengalami perubahan sepanjang masa
sehingga menyimpang dari ajaran-ajaran Musa a.s dan Isa a.s yang asli. Islam juga berkeyakinan
bahwa Qur’an adalah penyempurna dari ajaran-ajaran agama samawi terdahulu termasuk Taurat dan
Injil yang otentik. Selain itu, … “As opposed to Christianity which originated from interaction
between ancient Greek and Hebrew cultures, Judaism is very similar to Islam in its fundamental
religious outlook, structure, jurisprudence and practice” (http://en.wikipedia.org /wiki/Comparative
Religion).
Ruh ad-din I,1, “Insight into the Muhammadan Phenomenon”.
“… now whereas in the Israelite lineage Abraham is renewed and replaced, as it were, by Moses---
in the Sinaitic Revelation being like a second beginning of Monotheism--- for the sons of Ishmael
Abraham continues remain primordial and unique Revealer” (4).

Berbeda dengan ajaran Ibrahim a.s maupun Musa a.s, ajaran Isa a.s menekankan
unsur al-ihsan sedemikian kuatnya sehingga dua unsur lainnya terserap dalam unsur yang
ketiga itu. Bagaimana dengan ajaran Muhammad saw? Kutipan kalimat Schuon berikut
mungkin membantu untuk menjawab pertanyaan itu:
“… Islam, for its part, intends to contain these three elements side by side, thus in
perfect equilibrium, where precisely its doctrine of thre elements iman, islam and ihsan.
3. Kesimpulan Silsilah Agama Samawi
Dalam perspektif Al-Qur’an, Agama Yahudi, Nasrani dan Islam seharusnya12
memiliki kesamaan (kalimatun sawâ) yang bisa dijadikan acuan bersama (common
platform) yaitu ajaran Tauhid; ketiganya sama-sama agama samawi dengan ‘leluhur’ yang
sama yaitu Ibrahim a.s sekalipun melalui siklus pewahyuan berbeda. Rahasia perbedaan
antara ketiga agama itu merupakan rahasia Tuhan swt. Pada taraf analisis manusiawi
dapat dikatakan bahwa perbedaannya terletak pada penekanan atau aksentuasi terhadap
pilar (pilar) ISLAM sebagaimana tampak dalam bagan di bawah. Bagan itu dapat
12

mempermudah memahami bahwa ajaran Agama Islam merupakan penyempurna dan


sintesis ajaran monoteisme sebelumnya.
Kutipan terakhir Schuon sebagaimana dikutip di atas mendorong penulis untuk
menyimpulkan bahwa istilah Islam ‘sempurna’ (kaffah) lebih terletak pada kelengkapan
pilar ISLAM (Iman, Islam dan Ihsan) dari pada kelengkapan penerapan hukum fikih
secara harfiah (tekstual), misalnya.

--------------------------------------------------------------

Kata ‘seharusnya’ disini digunakan untuk menekankan bahwa kesamaan itu terletak pada
tataran normatif. Pada tataran realitas sosiologis_historis, Al-Qur’an mendokumentasikan banyak
kasus penyimpangan terhadap milah Ibrahim yang otentik oleh Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani)
(lihat juga catatan kaki ke-10).
Dalam bahasa Schuon (:6): “… way the Muslim religion considers itself to be the
completion dan synthesis of earlier monotheisms…” (lihat catatan kaki ke-11).
Artikel khusus mengenai tiga pilar ISLAM dapat diakses secara bebas dalam web ini
dengan judul “Ihsan: Pilar ISLAM yang terabaikan” dan “Narasi Induk Da’wah: Penjajagan
Awal”.

Sebagai tambahan, Istilah Shibgah Allah (“Celupan Allah’) dalam teks suci
(2:138) merujuk pada kombinasi unsur-unsur ISLAM yang pada ajaran Muhammad saw
seharusnya atau pada tataran normatif telah mencapai tingkat yang optimal sebagai suatu
ajaran samawi.

2.5 Hubungan antara Manusia dengan Manusia


Agama dalam kaitannya dengan hubungan antara manusia dengan manusia sangatlah
penting dalam kehidupan sosial terkadang sulit untuk membedakan antara agama yang murni
dengan agama hasil pemikiran, yang dimaksud agama murni adalah agama yang berasal dari
Tuhan, bersifat absolut dan mengandung nilai sakral, sedangkan agama hasil pemikiran
adalah agama yang berasal dari selain Tuhan (manusia), bersifat temporal, berubah dan tidak
sakral. Oleh karena itu muncul suatu pertanyaan apakah agama adalah kebudayaan atau
agama merupakan bagian dari kebudayaan.
13

Sebagai suatu sistem budaya, menurut Abdullah Ali agama berfungsi memberikan
pengawasan (kontrol) terhadap sistem-sistem lain yang bersifat kondusif. Oleh karena itu
eksistensi agama tidak akan bermakna tanpa melibatkan sistem sosial dalam bentuk
organisasi, lembaga atau pranata-pranata (sistem sosial). Sistem sosial juga hanya akan
menjadi lambing yang tidak bermakna jika tidak didukung dengan sistem kepribadian dan
sistem perilaku dalam bentuk pengalaman keagamaan yang berkembang secara individual
dalam masyarakat. Secara konkrit, sistem kepribadian dan sistem perilaku keagamaanlah
yang mendukung keberadaan suatu agama. Jadi selain berfungsi memberikan pengawasan
namun juga tidak bias lepas dari sistem sosial, sistem kepribadian dan sistem perilaku yang
mendukung eksistensi agama dalam kehidupannya.
Emile Durkheim seorang ilmuan yang terkenal sebagai sosiolog agama dan banyak
disebut-sebut sebagai salah satu pendiri utama sosiologi modern berbicara tentang agama
dalam pendekatan sosiologis. Emile Durkheim dianggap sebagai ilmuan pertama yang
memperkenalkan konsep fungsi sosial dari agama.
Konsep Durkheim tentang agama seperti dikutip oleh Kamirudin, bahwa agama
merupakan bagian dari fakta sosial. Durkheim mempunyai pandangan bahwa “fakta sosial”
jauh lebih fundamental dibandingkan dengan fakta individu. Durkheim juga menyatakan
seperti dikutip oleh Kamirudin bahwa sebagai langkah awal dalam mendiskusikan
permasalahan agama terlebih dahulu perlu dijelaskan apa definisi agama itu sendiri.
Kamurudin berpendapat bahwa Durkheim tidak mau melihat agama secara spesifik dari
sudut pandang supranatural dan menolak definisi agama yang dikemukakan oleh Tylor
bahwa “agama adalah keyakinan pada yang “ada” spiritual (spiritual being)”. Misalnya
seperti Buddhisme, menurut Durkheim seperti dikutip oleh Brian Morris adalah agama
walaupun tidak memiliki ide tentang Tuhan dan roh, dan beberapa sekte dalam agama Budha
juga ada yang menolak eksistensi Tuhan dan dewa-dewi. Selain itu juga terdapat beberapa
jenis ritual kelompok yang tidak ada sama sekali keterkaitannya dengan unsur Tuhan
ataupun roh-roh. Maka agama tidak lebih dari sekedar gagasan tentang Tuhan dan roh.
Agama tidak dapat didefinisikan semata-mata dalam kaitannya dengan Tuhan dan roh. Oleh
karena itu Durkheim seperti dikutip oleh Kamirudin mendefinisikan agama dari sudut
pandang yang sakral (sacred). Hal ini berarti agama adalah kesatuan sistem keyakinan dan
praktek-praktek yang berhubungan dengan sesuatu yang sakral. Sesuatu yang disisihkan dan
terlarang, dan keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek yang menyatu dalam suatu
komunitas moral yang disebut Gereja, dimana semua orang tunduk kepadanya.
Dalam mendefinisikan agama, Durkheim mengkritik beberapa teori agama yang
tersohor, seperti teori animisme yang dikemukakan E.B. Tylor yang menyatakan bahwa ide
kepercayaan muncul dan berawal dari ide- ide tentang roh dan teori naturisme yang
dikemukakan oleh F. Max Muller yang berpendapat bahwa masyarakat menjadi yakin akan
dewa-dewi karena mereka mencoba menjelaskan beberapa fenomena alam yang dahsyat
seperti matahari, langit dan badai. Durkheim mengkritik teori-teori agama tersebut karena
menurutnya agama bukan peribadatan nenek moyang dan bukan pula pendawaan,
menurutnya di luar “animisme” dan “naturisme” ada pemujaan yang lebih primitif dan
fundamental yang merupakan asal dari “animisme” dan “naturisme” tersebut yaitu
“totemisme”.
Secara sosiologis, menurut Emile Durkheim seperti dikutip oleh Yewangoe ada dua
definisi agama. Yang pertama, apa yang disebut definisi fungsional agama(the functional
definition of regilion). Agama didefinisikan dalam pengertian peranannya dalam masyarakat,
yaitu dalam ia (agama itu) menyumbangkan kepada masyarakat apa yang disebutnya the
matrix of meaning. Dengan demikian, Agama merupakan suatu sistem interpretasi terhadap
14

dunia yang mengartikulasikan pemahaman diri dan tempat serta tugas masyarakat itu dalam
alam semesta. Agama menentukan perspektif di mana orang-orang memandang dan mengerti
diri mereka sendiri serta relasi- relasi mereka dengan masyarakat dan alam. Maka, jelas
bahwa definisi fungsional agama menempatkan agama pada inti masyarakat, sesungguhnya
agama adalah bagian yang bersifat konstitutif terhadap masyarakat. Jadi dengan kata lain,
agama dapat saja berubah essensi nya seperti halnya juga masyarakat, tetapi agama tidak
pernah bisa hilang.
Definisi kedua, biasanya diperkenalkan oleh kaum sosiolog agama. Definisi itu
disebut definisi substantif agama. Kaum sosiolog agama yang memilih definisi ini memang
mengakui definisi fungsional, tetapi bagi mereka karakteristik esensial agama berhubungan
dengan dunia yang tidak tampak (the invisible wolrd). Definisi itu memang sesuai dengan
pemakaian lazim istilah agama itu. Definisi substantif menganai agama justru mencegah para
ahli untuk mempertanyakan makna agama, dan definisi substantif membuat agama dilihat
sebagai hal yang primitif, ketinggalan zaman dan tidak dapat dipercaya.

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama Samawi yaitu Agama yang berdasarkan wahyu allah, misalnya agama islam
dan agama yang pernah dibawa oleh para nabi dan rosul dimasa yang lalu dan yang masih
asli, pengertian agama samawi yaitu agama yang mendapatkan wahyu dari langit (samawi,
sama')  dan telah dibekukan wahyunya yang asli adalah berupa kitab suci alqur'an.
Samawi kata sifat dari kata Arab samâ berarti langit. Jadi Agama Samawi berarti  aga
ma  ‘langit’,  maksudnya  agama  yang  berbasis  wahyu  ilahiah, agama yang diturunkan
(unzila)dari ‘langit’ melalui para nabi atau rasul sejak Adam a.s yang jumlahnya tidak 
diketahui secara pasti. Atas dasar ini diperlukan  ekstra  hati – hati ketika mengklaim bahwa
‘agama saya’ adalah satu – satunya agama berbasis wahyu
Wallâhu  ‘alamu  bi murâdih  (WAB). Sebagian agama samawi diturunkan kepada nabi Nuh
a.s dan Ibrahim serta keturunan – keturunan mereka.
Sedangkan Agama Ardhi yaitu agama agama yang berkembang berdasarkan budaya,
daerah, pemikiran seseorang yang kemudian diterima secara global, serta tidak memiliki
kitab suci dan bukan berlandaskan wahyu.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, kami menyadari dalam pembuatan makalah ini
masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan oleh karena itu kritik dan saran sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.e-jurnal.com/2013/11/pengertiani-agama-samawi-dan-agama-ardhi.html
Kautsar Azhari Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi
Agama-Agama,” Titik temu, Jurnal dialog peradaban3, No. 2, 2011, h. 1.
Lisma Mubdi, https://www.e-jurnal.com/2013/11/pengertiani-agama-samawi-dan- agama-
ardhi.html pada tanggal 22 September 2018.
https://www.merdeka.com/quran/al-baqarah/ayat-135
https://www.tokopedia.com/s/quran/al-baqarah/ayat-136
https://www.merdeka.com/quran/ali-imran/ayat-64
Kamirudin, “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan dan Sakral Menurut Emile Durkheim),”
Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama, Vol. 3 No. 2, Juli-Desember 2011. h. 157.
Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 34-35.
Kamirudin, “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan dan Sakral Menurut Emile Durkheim),”
h. 164.
Brian Morris, Antropologi Agama: Kritik Teori-Teori Agama Kontemporer (Yogyakarta:
AK Group, 2003), h. 139-140.
Kamirudin, “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan dan Sakral Menurut Emile Durkheim),”
h. 164.
Kamirudin, “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan dan Sakral Menurut Emile Durkheim),”
h. 165-166.
Dr. A. A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), h
Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 26.
Rasjidi, Empat Kuliah Agama Islam, h. 53.
Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi, Shabiah,
Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 1
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2005).
Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005).
Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama- Agama,”
h. 1.

Anda mungkin juga menyukai