Anda di halaman 1dari 3

HUKUM PERORANGAN

Dalam lembaran Negara tahun 1927 No. 91 ditetap-kan bahwa dalam hukum
adat juga diakui adanya subjek hukum yang terdiri dari manusia dan badan hukum.
Badan-badan hukum yang diakui antara lain adalah desa, suku, nagari, wakaf, yayasan
termasuk perkumpulan-perkumpulan yang mempunyai agranisasi yang dinyata-kan
dengan tegas dan rapi
A. Manusia Sebagai Subyek Hukum
Sebagai subyek hukum, maka pada prinsipnya semua orang dalam hukum adat
diakui mempunyai wewenang hukum yang sama, meskipun dibeberapa daerah masih
ada pengecualian-pengecualian, misalnya di Jawa Tengah yang tidak membolehkan
perempuan untuk menjadi kepala desa dan juga di Minang Kabau tidak berhaknya
perempuan untuk menjadi penghulu andiko atau mamak kepala waris.
Berbeda halnya dengan wenang hukum, maka cakap hukum atau cakap untuk
melakukan perbuatan hukum menurut hukum adat, maka yang cakap untuk berbuat
(handelings bekwan) ialah lelaki dewasa dan perempuan dewasa.
Kapankah seseorang dapat dianggap dewasa?. Dalam hukum adat ternyata
bahwa criteria (ukuran) dewasa berbeda dengan hukum adat dan bahkan dalam
pelbagi lingkungan hukum tidak sama sifatnya dan tidak sama kekuatannya. 1
Prof. Soepomo, dalam bukunya: Adat Privaatrcht van west java, menunjuk
bahwa kriterianya bukanlah umur, tetapi kenyataan-kenyataan, ciri-ciri tertentu.2
Seseorang sudah dianggap dewasa (dalam hukum adat), apabila ia antara lain sudah:
a. Kawat Gawe (dapat/mampu bekerja sendiri)
Cakap untuk melakukan segala pergaulan dalam kehidupan masyarakatan serta
mempertanggung jawabkan sendiri segalanya.
b. Cakap mengurus harta bendanya serta lain keperluan sendiri
Menurut hukum adat, maka seseorang menjadi dewasa ialah saat ia (lelaki dan
perempuan) sebagai orang yang sudah berkawin meninggalkan rumah ibu-bapaknya
atau rumah mertuanya untuk berumah tangga lain sebagai satu keluarga baru yang
berdiri sendiri.3
Cukup dengan mendirikan serta dengan menempati rumah sendiri dalam
pekarangan orang tua ataukah menem-pati bagian gedung rumah orang tuanya yang
berdiri sendiri atau pun dipisahkan dari bagian yang ditempati orang tuanya, jadi
meskipun tidak menempati rumah yang terletak diluar pekarangan orang tua, sudah
dianggap rumah sendiri dan tidak lagi menjadi satu dengan orang tua. Ataukah
tergantung penghunian rumah menurut anggapan orang-orang di ling-kungan yang
bersangkutan4 tidak mengenal perbedaan yang nyata/ tajam antara orang yang sama
sekali tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Karena peralihan dari yang tidak

1
Ter Haar, Bzn. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Pramita, 1999), hal. 166. 51
2
Soepomo, Adat Privaat recht van West-Java, hal. 31
3
Ter Haar, Op. Cit, hal. 166
4
Suroyo Wigmjodipuro. Pengantar dan Asas Asas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung, 2001) hal.104,
lihat juga Ter Haat, hal.166
cakap menjadi cakap, dalam kenyataannya ber-langsung sedikit demi sedikit menurut
keadaan.
Pada umumnya (menurut hukum jawa), seseorang cukup penuh untuk
melakukan perbuatan hukum, apabila sudah mandiri (sudah mentas, sudah mencar),
sekalipun tidak berarti bahwa yang belum sampai kepada keadaan yang demikian itu,
sama sekali belum cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
Dalam keputusan Raad van Justitie (Pengadilan Tinggi) Jakarta, khusus untuk
wanita menetapkan bahwa yang dapat dianggap cakap menyatakan kehendak sendiri
(mondigheid) adalah yang sudah:
a. Berumur 15 tahun
b. Masak untuk hidup sebagai istri
c. Cakap untuk melakukan perbuatan-perbuatan sendiri
Keputusan Raad van Justitie tersebut menunjukkan adanya dua macam kriteria,
yaitu kriteria umur dan ciri-ciri tertentu ini mempengaruhi perkembangan
pembinaan hukum nasional.
B. Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum
Badan hukum sebagai perkumpulan orang-orang merupakan satu kesatuan yang
berdiri sendiri, atas nama siapa pengurusnya bertindak/bertingkah laku dalam
perbuatan hukum, yang diakui oleh masyarakat. Badan Hukum dilihat dari bentuknya
dapat dibedakan kepada dua macam yaitu; 1) Badan Hukum Publik, dan 2) Badan
Hukum Privat.
1. Badan hukum publik merupakan subjek hukum ciptaan hukum untuk:
a. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan bersama dalam setiap kegiatan-kegiatan
bersama.
b. Adanya tujuan-tujuan idiil yang ingin dicapai secara bersama.
Contoh badan hukum publik adalah masyarakat hukum adat, seperti dusun, marga,
desa, dan sebagainya, masyarakat hukum adat merupakan satu kesatuan penguasa
yang mempunyai kekayaan tersendiri berupa benda-benda materiil maupun benda
immaterial yang diurus oleh pengurus yang dipimpin oleh Kepala Adat.
Dengan demikian badan hokum publik mempunyai:
1. Pemimpin/ Pengurus
2. Harta kekayaan sendiri
3. Wilayah tertentu
2 Badan Hukum Privat
a. Wakaf
Yaitu suatu lembaga/badan yang bertugas untuk menurus harta kekayaan yang
oleh pemiliknya diserah-kan kepada masyarakat untuk digunakan bagi kepen-tingan
umum masyarakat, yang biasanya digunakan untuk keperluan yang ada hubungannya
dengan bidang ke-agamaan.
Kenyataan dalam masyarakat menunjukkan bahwa sesungguhnya kita dapat
mewakafkan tanah dan barang bukan hanya semata-mata untuk tujuan atau
maksud-maksud yang bersifat religious (yang bersifat ibadat dan saleh), tetapi juga
dengan maksud lain asalkan tidak bertentangan ataupun dilarang oleh agama.
Dalam adat yang sering diketemukan adalah dua macam wakaf sebagai berikut:
1) Mencadangkan suatu pekarangan atau sebidang tanah untuk Mesjid, Surau atau
Langgar (yang jika perlu ditambah dengan tanah pertanian yang hasilnya
diperuntukkan buat pemeliharaan rumah-rumah ibadah tersebut dan buat
nafkah pegawai-pegawainya), ditambah lagi dengan kitab suci Al-Qur’an untuk
dipakai di Mesjid tersebut.
2) Memperuntukkan sebagian dari harta kekayaannya (harta benda yang
dimilikinya) yang tidak dapat dijual/dipindah tangankan demi kepentingan ke-
turunannya yang berhak memungut penghasilan-nya.5
Oleh karena lembaga hukum wakaf ini asalnya dari hukum islam, maka dalam
pelaksanaannya juga terikat oleh syarat-syarat yang ditetapkan oleh hukum islam
sebagai berikut:
1) Pembuat wakaf harus mempunyai hak dan kuasa penuh (menurut hukum adat)
atas apa yang akan diwakafkan.
2) Barang yang diwakafkan harus ditunjuk dengan jelas, terang yang pemakaiannya
tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama.
3) Mereka yang member wakaf harus disebut dengan terang.
4) Tujuan pemakaiannya harus tetap
5) Yang menerima wakaf harus menerimanya (Kabul).
Untuk itu, si pembuat wakaf dapat menunjuk/ mene-tapkan seseorang untuk
mengurus harta benda yang diwakafkan itu. Andai kata orang yang dikuasakan itu
tidak ada, maka (khususnya di Jawa) kepala Mesjid/Langgar menurut hukum
harus melaksanakan-nya.
Bilamana pembuatan wakaf itu sudah terlaksana sepenuhnya, maka segala
sesuatunya menjadi tugas dari pada penguasa wakaf.
b. Yayasan
Sesuai dengan keinginan masyarakat, disamping adanya wakaf, juga masih
diperlukan adanya suatu badan hukum yang tidak terikat oleh syarat-syarat hukum
Islam. Badan hukum yang demikian inilah yang biasa disebut dengan yayasan.
Yayasan yang merupakan badan hukum ini melakukan kegiatan usahanya
dalam bidang sosial, dalam batas-batas yang ditetapkan pada waktu
mendidikannya dalam suratnya. Akhir-akhir ini kemudian dijumpai pula yayasan
yang bergerak dalam lapangan kemasyarakatan.
Contohnya sekarang banyak yayasan yang bergerak di bidang kematian, bidang
pemeliharaan anak yatim dan sebagainya.
c. Koperasi
Yaitu badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegia-tannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasrkan atas asas kekeluargaan (UU No. 25/ 1992)
Koperasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.
Ternyata hukum perorangan yang berlaku di Indonesia saat ini masih menganut
dua sumber hukum yaitu hukum adat Indoneis dan hukum yang berasal dari Belanda.
Hal ini menyebabkan ketidakpastian hukum perorangan di Indonesia. Oleh karena itu
perlu adanya usaha untuk lebih menggali sumber-sumber hukum yang ada di
Indonesia demi terbentuk-nya suatu hukum Nasional Indonesia.

5
Suroyo, hal. 106, dan Ter Haar, hal. 161.

Anda mungkin juga menyukai