Anda di halaman 1dari 8

Diskusi 1

Sistem penjaminan kualitas adalah merupakan suatu sistem yang diciptakan oleh perusahaan
dalam menciptakan produk atau layanan dengan tujuan untuk memuaskan konsumen.
Sedangkan menurut Elliot (1993) penjaminan kualitas adalah seluruh rencana dan tindakan
sistematis yang penting untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas.

Sudah dilaksanakan. Menurut saya, ditempat kerja saya saat ini sudah menerapkan sistem
penjaminan kualitas. Hal ini bertujuan agar perusahaan dapat dengan mudah mencapai tujuan
secara terstruktur dengan adanya pengembangan kualitas baik dari dalam maupun luar
perusahaan. Sistem penjaminan kualitas yang diterapkan di tempat kerja saat ini sudah optimal
karena terdapat pelatihan bagi karyawan secara berkala serta adanya SOP sebagai peraturan
dan pedoman dasar bagi perusahaan dalam beraktivitas. Selain itu diadakannya evaluasi setiap
akhir bulan sebagai sarana bagi perusahaan memperbaiki dan meminimalisir kesalahan agar
dapat terus memberikan pelayanan dan produk yang memuaskan bagi konsumen. Didukung
pula dengan sarana dan prasaran yang bagi setiap karyawan dalam berkerja seperti internet,
laptop dan perangkat pendukung lainnya.

Sumber : Majalah Ilmiah Pembelajaran nomor 1, Vol.4 Mei 2008 : Jaminan Kualitas Penerapan
E-Learning (https://media.neliti.com/media/publications/220082-jaminan-kualitas-penerap-an-e-
learning.pdf)

Diskusi 2

Penjaminan kualitas (quality assurance) adalah seluruh rencana dan tindakan sistematis yang penting
untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas
(Elliot, 1993). Kebutuhan tersebut merupakan refleksi dari kebutuhan pelanggan. Penjaminan kualitas
biasanya mernbutuhkan evaluasi secara terus-rnenerus dan biasanya digunakan sebagai alat bagi
manajemen.

Menurut Yorke (1997), tujuan penjaminan kualitas tersebut antara lain:

a)Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan berkesinambungan rnelalui praktik
yang terbaik dan mau mengadakan movasi.

b)Memudahkan mendapatkan bantuan baik pinjaman uang atau fasilitas, atau bantuan lain dari
lembaga yang kuat dan dapat dipercaya.

c)Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila
mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing.

d)Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.

Untuk pelaksanaan penjaminan kualitas pada kantor saya yaitu di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang Pangkalpinang, menurut saya sudah efektif dimana kantor saya sudah menerapkan sistem
manajemen mutu berdasarkan SOP sesuai dengan penjelasan sebelumnya sebagai peraturan dan
pedoman dasar bagi kantor dalam beraktivitas. Sebagai unit instansi vertikal, KPKNL melaksanakan tugas
pelayanan di bidang Pengelolaan Kekayaan Negara, Penilaian, Pengurusan Piutang Negara, dan Lelang.
KPKNL Pangkalpinang meningkatkan kualitas pelayanan kepada stakeholdernya, meningkatkan
transparasi, control, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep
good governance dan clean governance serta memenuhi Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara
Nomor : 145/KN/2013 tentang Standar Operating Procedures (SOP) Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang.

Sumber referensi : BMP EKMA 4265

Diskusi 3

Penjaminan kualitas (quality assurance) adalah seluruh rencana dan tindakan sistematis yang penting
untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas
(Elliot, 1993). Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau inspeksi. Meskipun program
penjaminan kualitas (qualiry assurance) mencakup pengendalian kualitas dan inspeksi, namun kedua
kegiatan tersebut hanya merupakan bagian dari kornirmen terhadap mutu secara menyeluruh.

Tujuan Penjaminan Kualitas antara lain :

1) Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan berkesinambungan melalui


praktek yang terbaik dan mau mengadakan inovasi
2) Memudahkan mendapatkan bantuan baik pinjaman uang atau fasilitas, atau bantuan lain dari
lembaga yang kuat dan dapat dipercaya
3) Menyediakan inforrnasi pada rnasyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila
mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing.
4) Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
5) Mernuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya sehingga dapat berhasil rnencapai sasaran
masing-masing.

Menurut Patel (1994) terdapat tiga komponen dalam quality assurance, yaitu:

1) Kualitas pelanggan, yang menunjukkan apakah kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi dengan
produk atau jasa yang ada. Hal ini dapat diketahui dengan mengukur tingkat kepuasan
pelanggan.
2) Kualitas profesional, yang menunjukkan apakah kebutuhan pelanggan secara profesional, dan
apakah prosedur dan standar profesional yang dipercaya untuk menghasilkan produk atau jasa
yang diinginkan dapat tetap terpelihara dengan baik.
3) Kualitas proses, yang merupakan desain dan operasional dalam proses produksi atau pelayanan
dengan menggunakan sumber daya yang ada secara efisien untuk memenuhi kebutuhan dan
harapan pelanggan.
Jadi, menurut saya dalam video di atas, TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA sudah
menanamkan Penjaminan Kualitas sesuai dengan tujuan dan komponen quality assurance. TMMIN
selalu berusaha membuat produk yang lebih baik lagi untuk konsumen. Untuk menghasilkan produk
dengan kualitas terbaik, TMMIN selalu berusaha mendengarkan suara para pelanggan dari seluruh
dunia. TMMIN ‘memanjakan’ konsumennya dengan mendengarkan keluhan pelanggan melalui
customer care atau bengkel resmi Toyota untuk membuat ‘Customer Smiles dan membuat mobil yg
lebih baik lagi ‘Always Better Cars’. Untuk memudahkan pelanggan mendapatkan pelayanan dengan
kualitas terbaik, dengan menghadirkan bengkel resmi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan
dunia. Semua keluhan yang berhubungan dengan kualitas mobil lalu di list up dan diterukan ke Quality
Assurance. Quality Assurance kemudian berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan
investigasi dan perbaikan seperti engineering development dan desainer, manufacturing dan supplier

Sumber : BMP EKMA 4265

https://www.youtube.com/watch?v=1CVYGYhWTTE&t=29s

Diskusi 4

Menurut Burns, pemimpin transaksional berusaha memotivasi pengikut melalui pemberian imbalan atas
apa yang telah mereka lakukan. Hal ini berbeda dengan kepemimpinan transformasional yang
memotivasi pengikutnya untuk bekerja demi mencapai sasaran organisasi, dan untuk memuaskan
kebutuhan atau motif mereka pada tingkat yang lebih tinggi.

Definisi kepemimpinan transaksional-transformasional jika dihubungkan dengan konsep hierarki


kebutuhan menurut Maslow, di mana kebutuhan pada tingkat rendah adalah kebutuhan fisiologis, rasa
aman, dan sosial dapat dipenuhi oleh pemimpin yang transaksional, sedang kebutuhan pada level
selanjutnya (self esteem dan self actializationy tidak akan dapat dipenuhi tanpa adanya suatu proses
kepemimpinan transformasional. Namun, Maslow tidak memandang teori tingkatan kebutuhan sebagai
suatu hal yang terpisah, dimana seseorang harus mutlak memenuhi kebutuhan yang lebih rendah
terlebih dahulu. Kebutuhan tingkat yang lebih tinggi dapat saja muncul lebih dahulu sebelum kebutuhan
yang lebih rendah terpuaskan sepenuhnya.

Dalam hubungannya dengan bawahan, pemimpin transaksional dapat dijelaskan dengan


kemampuannya untuk: (1) mengetahui apa yang diinginkan bawahannya dan berusaha menjelaskan
bahwa mereka akan memperoleh apa yang diinginkan apabila performansi mereka memenuhi harapan,
(2) memberikan atau menukar usaha-usaha yang dilakukan pengikut dengan imbalan atau janji untuk
rnernperoleh irnbalan, dan (3) responsive terhadap kepentingan pribadi pengikut selarna kepentingan
pribadi itu sepadan dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan oleh pengikut (Yukl, 1994).

Kepemimpinan transaksional memang dipandang sebagai dorongan situasional (contingent


reinforcement), yang secara langsung atau tidak langsung dapat memberikan imbalan untuk setiap
kemajuan yang dihasilkan dalam rangka mencapai sasaran yang diharapkan (kontinjen positif), dan
menjatuhkan hukuman untuk setiap kegagalan yang dilakukan (kontinjen negatif). Di sisi lain,
keberadaan pemirnpin transformasional menurut Bass (1985) terutama ditentukan berdasarkan
pengaruhnya terhadap para pengikut. Pengikut merasa percaya, kagum, loyal, dan mau menanggapi
pimpinannya sehingga pengikut termotivasi untuk melakukan lebih banyak dari yang biasa dilakukan
dan diharapkan.

Jadi, tipe gaya kepemimpinan yang dijalankan pemimpin di tempat saya bekerja adalah Kepemimpinan
Transformasional dimana pemimpin memotivasi pengikutnya untuk bekerja demi mencapai sasaran
organisasi, dan untuk memuaskan kebutuhan atau motif organisasi pada tingkat yang lebih tinggi. Selain
itu pemimpin mampu menghasilkan dorongan yang sangat besar, menghasilkan pengaruh, kekaguman,
dan kepercayaan. Pemimpin juga dapat merangsang antusiasme di antara para pengikutnya terhadap
tugas-tugas organisasi serta mengatakan hal-hal yang dapat membangun kepercayaan para pengikut
terhadap kemampuan mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas dan mencapai sasaran target
organisasi.

Sumber : BMP EKMA 4265 Manajemen Kualitas

Diskusi 5

Zeithaml et al. (1990) mengidentifikasi Lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu reliability, responsiveness,
assurance, emphaty, dan tangibles.

a) Reliability dalam pelayanan didefinisikan sebagai kemampuan mewujudkan pelayanan yang


dijanjikan secara akurat dan dapat dipercaya. Hal ini berarti organisasi jasa memberikan
pelayanan yang tepat, secara cepat, dan menghargai semua pihak.
b) Responsiveness berarti keinginan atau kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan.
c) Assurance berhubungan dengan dimensi pengetahuan, kompetensi, dan kesopanan dari para
pemberi jasa, dan kemampuannya untuk memberikan pelayanan yang jujur, meyakinkan, dan
terpercaya.
d) Emphaty yang dimaksudkan dalam kualitas pelayanan adalah perhatian yang diberikan oleh
pemberi jasa kepada penerima jasa.
e) Tangibles mencakup tersedianya bukti fisik dalam pelayanan seperti fasilitas fisik

Parasuraman et al. (1985) merupakan penemu kualitas pelayanan dan penentu kualitas pelayanan yang
dikenal dengan istilah service quality (SERVQUAL). Instrumen dalam servqual dapat diterapkan pada
berbagai organisasi dari retail, pelayanan klinik gigi, hotel, biro perjalanan, servis mobil, sekolah,
pariwisata, pendidikan tinggi, hubungan perdagangan, perusahaan akuntansi,rumah sakit, bank,
penerbangan, pemerintahan, dan sebagainya. Kelima dimensi dalam kualitas pelayanan tersebut yang
akhirnya disebut dengan "the gaps model".

The gaps model dan instrumen SERVQUAL ini paling banyak digunakan dalam rnernbahas kualitas
pelayanan, walaupun mempunyai risiko. Satu permasalahan yang nampak adalah tidak adanya
pelanggan yang mempunyai low quality expectations. Misalnya, apabila pelanggan mengharapkan
kualitas yang buruk dan mendapatkan pelayanan yang sedikit lebih baik dari yang diharapkan dari
organisasi jasa, jasa atau pelayanan tersebut tidak dapat secara logika dikarakterisasikan sebagai
kualitas pelayanan. Selain itu, pendekatan kepuasan untuk mengukur kualitas menjadi sulit manakala
pelayanan tinggi dalam karakteristik kepercayaan yang dievaluasi.

Gronroos (1948) mengembangkan model kualitas pelayanan dengan tiga dimensi.

1. Kualitas fungsional, yaitu bagaimana pelayanan dilakukan atau dibentuk dan diserahkan kepada
pelanggan.
2. Kualitas teknik, yaitu apa yang diterima oleh pelanggan.
3. Penilaian atau imej terhadap perusahaan jasa atau pelayanan. Sureshchandar et al. (2001)
mengidentifikasi adanya beberapa dimensi penting dalam TQS dari perspektif manajernen. Kedua
belas dimensi penting tersebut juga merupakan dimensi dalam TQM di lingkungan organisasi jasa.
Dimensi tersebut adalah:
1) Komitmen manajemen puncak dan kepemimpinan visioner.
2) Manajemen sumber daya manusia.
3) Sistem teknik.
4) Sistem informasi dan sistem analisis.
5) Benchmarking.
6) Perbaikan terus-rnenerus dan berkesinambungan.
7) Fokus pada pelanggan.
8) Kepuasan karyawan,
9) Intervensi serikat kerja.
10) Tanggung jawab sosial.
11) Servicescapes.
12) Budaya pelayanan.

Kedua belas dimensi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar. Kelompok pertama
adalah dimensi manajemen kualitas generik yang berlaku untuk perusahaan manufaktur maupun jasa.
Dimensi ini meliputi komitrnen manajernen puncak dan kepemimpinan visioner, manajemen sumber
daya manusia, desain dan manajemen proses atau sistem teknik, sistem informasi dan sistem analisis,
benchmarking, perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan, focus pada pelanggan, dan kepuasan
karyawan. Kelompok kedua adalah dimensi yang jarang ditemukan dalam literatur namun merupakan
elemen kunci dalam TQM untuk perusahaan manufaktur dan jasa. Dimensi tersebut adalah intervensi
serikat buruh dan tanggung jawab sosial. Kelompok ketiga merupakan faktor-faktor unik dalam
organisasi jasa, yaitu servicescapes dan budaya pelayanan.

Sumber : BMP EKMA 4265 Manajemen Kualitas


Diskusi 6

Dalam TQM, pemasok bukan orang di luar organisasi, melainkan sebagai keluarga besar organisasi
tersebut. Hal ini dilakukan agar perusahaan atau organisasi yang melaksanakan TQM dapat menghemat
biaya, baik biaya penyimpanan maupun biaya pengirirnan untuk mendukung pelaksanaan just in time
inventory dan just in time process. Selain itu, dengan masuknya pemasok sebagai bagian dari organisasi
akan lebih menjarnin kualitas produk dan pelayanan yang baik pada pelanggan. Hal ini disebabkan
keluarga yang baik akan mernberikan yang terbaik bagi anggota keluarga lainnya.

Selanjutnya, dalam industri manufaktur, pelaksanaan Total Quality Management (TQM) harus
berpasangan dengan pelaksanaan Just In Time (JIT) baik sebagai filosofi untuk menghilangkan
pemborosan pada semua sektor yang ada maupun lust In Time sebagai teknik pengendalian persediaan,
penjadwalan, penyediaan produk dan sebagainya. Sektor jasa pendidikan juga dapat menerapkan Just In
Time dalam mendukung pelaksanaan filosofi Total Quality Management atau Total Quality Education.

JIT dan TQM rnerupakan filosofi yang hubungannya seperti dua sisi sekeping mata uang logam, yang
harus berjalan seiring. lIT tidak dapat dilaksanakan bila perusahaan tersebut tidak melaksanakan TQM
dan sebaliknya. Keduanya merupakan filosofi untuk menghilangkan pemborosan dengan mencegah
kesalahan sejak awal. Untuk dapat mengadakan continuous improvement, terdapat tiga pilihan dalam
menerapkan sistem manufaktur JITT dan filosofi TQM. Pilihan pertama adalah hanya menerapkan sistem
produksi lIT untuk menyelesaikan masalah produktivitas. Pilihan kedua adalah hanya menerapkan
filosofi TQM. Sedangkan pilihan ketiga adalah menerapkan sistern manajemen JIT dan filosofi TQM
secara bersama-sama.

Ada beberapa persamaan antara JIT dan TQM, yaitu fokus pada kinerja manufaktur, fokus pada
perawatan atau pemeliharaan yang bersifat preventif, fokus pada pengembangan karyawan
manufaktur, peran pengendalian kualitas proses manufaktur, peran kepuasan pelanggan, dan
kepentingan manajemen partisipatif. Sedangkan indicator dimana JIT lebih tinggi dibanding TQM antara
lain dalam pengurangan persediaan, dan dalam penggunaan quality circle. Indikator JIT yang lebih
rendah daripada TQM adalah dalam fokus pada kinerja organisasi atau perusahaan secara keseluruhan,
peran Quality Function Deployment, peran desain kualitas dalam produk, peran analisis dan pencarian
informasi, penggunaan tim lintas fungsi, identifikasi dan peran manajemen puncak, peran manajemen
sumber daya manusia, peran pemasaran serta riset dan pengembangan dalam desain, dan peran
keuangan dan akuntansi.

Namun, dalam penerapan TQM dan JIT terdapat sinergi. Adanya sinergi tersebut membuat keduanya
tidak dapat dipisahkan, karena keduanya akan saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Sinergi ini
juga ditunjukkan dengan pelaksanaan TQM dan JIT secara simultan akan mampu mencapai kinerja yang
diharapkan dalam JIT dan TQM.

Prasyarat untuk Just in Time yaitu perubahan perlu dilakukan demi menstabilkan jadwal produksi.

a) Perusahaan lebih terfokuskan


b) meningkatkan karakteristik manufaktur
c) meningkatkan kualitas produk dan jasa
d) pekerja lintas
e) mengurangi kerusakan peralatan
f) menjaga hubungan baik dengan supplier

Elemen-elemen Just in Time :

1) Continuos improvement
merupakan filosofi penting JIT dan factor untuk meraih kunci sukses
2) People Involvment and Employee Empower
3) Enforced Problem Solving
4) Eliminating Waste

Sumber : BMP EKMA 4265 Manajemen Kualitas

https://www.youtube.com/watch?v=ugDRLKtUnpg

Diskusi 7

Penekanan pada sistem penjaminan kualitas adalah perbaikan pada kemampuan proses, mendeteksi,
dan mencegah kesalahan. Sistem penjarninan kualitas dapat dicapai melalui penggunaan secara lebih
komprehensif dalam manual kualitas, perbaikan prosedur, teknik statistik yang benar, dan auditing
sistem kualitas yang menjamin bahwa tindakan continuous improvement telah dilaksanakan. Sistem
penjaminan kualitas komprehensif akan mampu mendefinisikan tingkat kualitas pada suatu titik waktu,
menyiapkan studi kelayakan untuk mencapai tingkat kualitas yang dikehendaki, dan mampu menyusun
building block seluruh organisasi untuk mengubah rencana kualitas menjadi realita.

Menurut Stebbing (1993) kegiatan penjaminan kualitas (QA) meliputi:

1) Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau inspeksi. Meskipun program penjaminan
kualitas (quality assurance) mencakup pengendalian kualitas dan inspeksi, namun kedua
kegiatan tersebut hanya merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu secara menyeluruh.
2) Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan yang luar biasa. Dengan kata lain, departemen
pengendali kualitas tidak harus bertanggung jawab dalam pengecekan segala sesuatu yang
dikerjakan oleh orang lain.
3) Penjaminan kualitas bukan menjadi tanggung jawab bagian perancangan. Dengan kata lain,
departemen penjaminan kualitas bukan merupakan keputusan bidang perancangan atau teknik,
tetapi membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan
dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam perancangan.
4) Penjaminan kualitas bukan bidang yang membutuhkan biaya yang sangat besar.
Pendokumentasian dan sertifikasi yang berkaitan dengan penjaminan kualitas (quality
assurance) bukan pemborosan. Kegiatan penjarninan kualitas merupakan kegiatan pengendalian
melalui prosedur seeara benar, sehingga dapat mencapai perbaikan dalam efisiensi,
produktivitas, dan profitabilitas.
5) Penjarninan kualitas bukan merupakan obat yang mujarab untuk menyembuhkan berbagai
penyakit, Dengan penjarninan kualitas, justru akan dapat mengerjakan segala sesuatu dengan
baik sejak awal dan setiap waktu (do it right thefirst time and every time).
6) Tetapi, penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk mencapai biaya yang efektif, membantu
meningkatkan produktivitas, merupakan alat untuk merealisasikan "do it right the first time
every time", merupakan pengertian dan pendapat rnanajernen yang terbaik dan terpenting, dan
rnenjadi tanggung jawab seluruh personil dalam organisasi atau perusahaan.

Jadi, berdasarkan poin-poin diatas yang disebutkan oleh Stebbing (1993), menurut saya yang diperlukan
untuk sistem penjaminan kualitas adalah Audit, karena penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas
atau inspeksi. Meskipun program penjaminan kualitas (quality assurance) mencakup pengendalian
kualitas dan inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut hanya merupakan bagian dari komitmen terhadap
mutu secara menyeluruh.

Sumber : BMP EKMA 4265 Manajemen Kualitas

Anda mungkin juga menyukai