Anda di halaman 1dari 20

PERBAIKAN

(IMPROVEMENT)

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Operasional Strategik

Oleh :
MOHAMMAD IQBAL AMIN : NIM. 216020200111011
Kelas EA

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
Perbaikan (Improvement)

Perbaikan berarti membuat sesuatu menjadi lebih baik. Dan semua operasi (tidak peduli
seberapa baik dikelola) pasti dapat ditingkatkan. Pada suatu waktu, manajer operasi
diharapkan hanya untuk 'menjalankan operasi', 'menjaga pertunjukan tetap di jalan' dan
'mempertahankan kinerja saat ini', hal tersebut sudah tidak lagi benar. Faktanya, dalam
beberapa tahun terakhir penekanannya telah bergeser ke arah menjadikan perbaikan sebagai
salah satu tanggung jawab utama manajer operasi. Dan meskipun keseluruhan makalah ini
difokuskan pada peningkatan kinerja proses individu, operasi, dan seluruh jaringan pasokan,
ada beberapa masalah yang berkaitan dengan aktivitas peningkatan itu sendiri. Dalam operasi
apapun, apapun yang ditingkatkan, dan bagaimana pun itu dilakukan, keseluruhan arah dan
pendekatan untuk peningkatan perlu ditangani.
Berikut merupakan alur fokus pembahasan materi perbaikan yang digambarkan
dengan bagan di bawah ini :

A. Pentingnya Perbaikan
Perbaikan adalah aktivitas menutup kesenjangan antara kinerja saat ini dan yang
diinginkan dari suatu operasi atau proses. Hal ini semakin dilihat sebagai tujuan akhir
untuk semua operasi dan aktivitas manajemen proses. Selain itu, hampir semua inisiatif
operasi populer dalam beberapa tahun terakhir, seperti total quality management, lean
operations, rekayasa ulang proses bisnis, dan Six Sigma, semuanya berfokus pada
peningkatan kinerja. Ini melibatkan penilaian kesenjangan antara kinerja saat ini dan yang
dibutuhkan, menyeimbangkan penggunaan perbaikan berkelanjutan dan perbaikan
terobosan, mengadopsi teknik perbaikan yang tepat dan mencoba untuk memastikan
bahwa momentum perbaikan tidak memudar seiring berjalannya waktu.
Perbaikan dan inovasi dapat ditiru atau diimbangi oleh pesaing. Misalnya, di banyak
sektor kompetitif seperti elektronik konsumen atau sektor otomotif, kualitas produk
sebagian besar perusahaan jauh lebih baik daripada dua dekade lalu. Ini mencerminkan
peningkatan dalam proses operasi perusahaan tersebut. Namun posisi kompetitif relatif
mereka dalam banyak kasus tidak berubah. Perusahaan-perusahaan yang telah
meningkatkan posisi kompetitif mereka telah meningkatkan kinerja operasi mereka lebih
dari pesaing. Jika perbaikan hanya mengimbangi pesaing, kelangsungan hidup menjadi
keuntungan utama.
B. Kesenjangan Antara Kinerja Saat Ini dan yang Dibutuhkan
Menilai kesenjangan antara kinerja saat ini/ aktual dan yang diinginkan adalah titik
awal untuk sebagian besar perbaikan. Ini membutuhkan dua rangkaian aktivitas: pertama,
menilai kinerja operasi dan setiap proses saat ini; dan kedua, memutuskan tingkat kinerja
target yang sesuai. Aktivitas pertama akan bergantung pada bagaimana performa diukur
dalam operasi. Hal ini melibatkan keputusan aspek kinerja apa yang akan diukur, aspek
mana yang paling penting dari kinerja dan ukuran terperinci apa yang harus digunakan
untuk menilai setiap faktor. Pendekatan Balance Scorecard adalah pendekatan
pengukuran kinerja yang saat ini berpengaruh di banyak organisasi. Menetapkan target
kinerja dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ini termasuk target berbasis historis, target
strategis yang mencerminkan tujuan strategis, target kinerja eksternal yang terkait dengan
operasi eksternal dan/ atau pesaing, dan target kinerja absolut berdasarkan batas atas
teoritis kinerja.
Kesenjangan antara bagaimana suatu operasi atau proses saat ini bekerja, dan
bagaimana ia ingin melakukannya, adalah pendorong utama dari setiap inisiatif
perbaikan. Semakin lebar kesenjangan, semakin penting kemungkinan untuk diberikan
perbaikan. Namun, untuk memanfaatkan celah tersebut sebagai pendorong perbaikan, hal
itu harus ditangani secara mendetail, baik dalam hal apa tepatnya yang gagal memenuhi
target, dan seberapa banyak. Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini bergantung pada
kemampuan operasi untuk melakukan tiga hal: menilai kinerjanya saat ini; mendapatkan
serangkaian tingkat kinerja target yang dapat diikuti oleh organisasi; dan membandingkan
kinerja saat ini dengan target secara sistematis dan grafis yang menunjukkan kepada
semua orang perlunya perbaikan.
1. Kinerja Saat Ini – Pengukuran Kinerja
Beberapa jenis pengukuran kinerja merupakan prasyarat untuk menilai apakah
suatu operasi itu baik, buruk atau acuh tak acuh, meskipun ini bukan satu-satunya
alasan untuk berinvestasi dalam pengukuran kinerja yang efektif. Tanpa hal itu, tidak
mungkin untuk menggunakan kendali apapun atas operasi secara berkelanjutan.
Namun, sistem pengukuran kinerja yang tidak membantu peningkatan berkelanjutan
hanya efektif sebagian. Terdapat tiga masalah umum mengenai pengukuran kinerja
yaitu:
- Faktor yang harus dimasukkan sebagai ukuran kinerja
Titik awal yang jelas untuk memutuskan ukuran kinerja mana yang akan diadopsi
adalah dengan menggunakan lima sasaran kinerja umum: kualitas, kecepatan,
ketergantungan, fleksibilitas, dan biaya. Ini dapat dipecah menjadi ukuran yang
lebih rinci, atau dapat digabungkan menjadi ukuran 'komposit', seperti 'kepuasan
pelanggan', 'tingkat layanan keseluruhan', atau 'kelincahan operasi'. Ukuran
gabungan ini dapat digabungkan lebih lanjut dengan menggunakan ukuran seperti
'mencapai tujuan pasar', 'mencapai tujuan keuangan', 'mencapai tujuan operasi'
atau bahkan 'mencapai tujuan strategis secara keseluruhan'. Ukuran kinerja yang
lebih teragregasi memiliki relevansi strategis yang lebih besar dalam sebanyak
mereka membantu menggambarkan kinerja bisnis, meskipun dengan melakukan
itu mereka harus menyertakan banyak pengaruh di luar yang biasanya
meningkatkan kinerja operasi. Ukuran kinerja yang lebih rinci biasanya dipantau
lebih dekat dan lebih sering; dan meskipun mereka memberikan pandangan
terbatas tentang kinerja operasi, mereka memberikan gambaran yang lebih
deskriptif dan lengkap tentang apa yang seharusnya dan apa yang terjadi dalam
operasi tersebut. Dalam praktiknya, sebagian besar organisasi akan memilih untuk
menggunakan target kinerja dari seluruh.

- Memilih ukuran kinerja yang penting


Salah satu masalah dalam merancang sistem pengukuran kinerja yang berguna
adalah mencoba mencapai keseimbangan antara memiliki beberapa ukuran utama
di satu sisi (lugas dan sederhana, tetapi mungkin tidak mencerminkan keseluruhan
tujuan organisasi), atau, di sisi lain, memiliki banyak ukuran rinci (rumit dan sulit
dikelola, tetapi mampu menyampaikan banyak nuansa kinerja). Secara umum,
kompromi dicapai dengan memastikan bahwa ada hubungan yang jelas antara
strategi keseluruhan operasi, kunci indikator kinerja (KPI) yang paling penting
adalah yang mencerminkan tujuan strategis, dan kumpulan tindakan terperinci
yang digunakan untuk 'menyempurnakan' setiap indikator kinerja utama.
- Langkah-langkah rinci yang digunakan
Lima sasaran kinerja (kualitas, kecepatan, ketergantungan, fleksibilitas, dan biaya)
sebenarnya merupakan gabungan dari banyak ukuran yang lebih kecil. Misalnya,
biaya operasi berasal dari banyak faktor, yang dapat mencakup efisiensi
pembelian operasi, efisiensi konversi bahan, produktivitas stafnya, rasio staf
langsung dan tidak langsung, dan sebagainya. Semua ukuran ini secara individual
memberikan gambaran parsial dari kinerja biaya operasi, dan banyak di antaranya
tumpang tindih dalam hal informasi yang mereka sertakan. Namun, masing-
masing memberikan perspektif tentang kinerja biaya operasi yang dapat berguna
baik untuk mengidentifikasi area untuk perbaikan, atau untuk memantau sejauh
mana peningkatan. Jika organisasi menganggap kinerja 'biaya' sebagai tidak
memuaskan, memisahkannya menjadi 'efisiensi pembelian', 'efisiensi operasi',
'produktivitas staf', dan seterusnya, mungkin menjelaskan akar penyebab dari
kinerja yang buruk. Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ukuran parsial
yang dapat digunakan untuk menilai kinerja operasi.

- Pengukuran Kinerja dan Manajemen Kinerja


Perbedaan yang dapat menyebabkan kebingungan adalah antara pengukuran
kinerja dan manajemen kinerja. Pengukuran kinerja adalah upaya untuk menilai
seberapa baik (atau tidak) kinerja suatu operasi. Manajemen kinerja adalah semua
tindakan yang diambil untuk mempengaruhi kinerja dalam beberapa cara. Jadi
manajemen kinerja adalah apa yang dilakukan manajer operasi untuk mencapai
ukuran kinerja yang mereka tuju. Faktanya, pengukuran dan manajemen tidak
dapat dipisahkan. Kedua hal tersebut mengikuti satu sama lain dalam proses yang
berulang. Pengukuran kinerja mengungkapkan di mana perbaikan diperlukan, dan
oleh karena itu apa yang mungkin perlu dilakukan, yang kemudian dinilai melalui
pengukuran. Manajemen kinerja adalah masalah yang lebih luas daripada
pengukuran kinerja. Itu adalah filosofi yang didukung oleh pengukuran kinerja.
- Pendekatan Balance Scorecard
Secara umum, ukuran kinerja operasi telah memperluas cakupannya. Sekarang
secara umum diterima bahwa ruang lingkup pengukuran harus pada tingkat
tertentu, mencakup pengukuran eksternal dan internal, jangka panjang maupun
jangka pendek, dan 'lunak' serta 'keras'. Manifestasi paling terkenal dari tren ini
adalah pendekatan 'balanced scorecard' yang diambil oleh Kaplan dan Norton.
Selain memasukkan ukuran kinerja keuangan, dengan cara yang sama seperti
sistem pengukuran kinerja tradisional, pendekatan Balanced Scorecard juga
mencoba untuk memberikan informasi penting yang diperlukan untuk
memungkinkan keseluruhan strategi organisasi untuk direfleksikan secara
memadai dalam ukuran kinerja tertentu. Selain ukuran kinerja keuangan, ini juga
mencakup lebih banyak ukuran operasional kepuasan pelanggan, proses internal,
inovasi dan kegiatan perbaikan lainnya. Dengan melakukan hal tersebut maka
dapat mengukur faktor-faktor di balik kinerja keuangan yang dipandang sebagai
pendorong utama kesuksesan keuangan di masa depan.
Balanced scorecard berupaya menyatukan elemen-elemen yang mencerminkan
posisi strategis bisnis, termasuk ukuran kualitas produk atau layanan, waktu
pengembangan produk dan layanan, keluhan pelanggan, produktivitas tenaga
kerja, dan sebagainya. Pada saat yang sama mencoba untuk menghindari
pelaporan kinerja menjadi berat dengan membatasi jumlah pengukuran dan fokus
terutama pada yang dianggap penting. Keuntungan dari pendekatan ini adalah
menyajikan gambaran keseluruhan dari kinerja organisasi dalam satu laporan, dan
dengan menjadi komprehensif dalam ukuran kinerja yang digunakannya,
mendorong perusahaan untuk mengambil keputusan demi kepentingan seluruh
organisasi, daripada sub-pengoptimalan di sekitar langkah-langkah sempit.
Mengembangkan balanced scorecard merupakan proses yang kompleks dan
sekarang menjadi bahan perdebatan yang cukup banyak. Salah satu pertanyaan
kunci yang harus dipertimbangkan adalah bagaimana ukuran kinerja yang spesifik
harus dirancang. Pengukuran kinerja yang tidak dirancang secara memadai dapat
mengakibatkan perilaku disfungsional, sehingga tim manajer sering kali
digunakan untuk mengembangkan kartu skor yang mencerminkan kebutuhan
spesifik organisasi mereka.
- Benchmarking
Benchmarking adalah 'proses belajar dari orang lain' dan melibatkan
membandingkan kinerja seseorang, atau metode terhadap operasi lain yang
sebanding. Ini adalah masalah yang lebih luas daripada menetapkan target kinerja,
dan termasuk menyelidiki praktik operasi organisasi lain untuk mendapatkan ide
yang dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja. Alasannya didasarkan pada
gagasan bahwa (a) masalah dalam mengelola proses hampir pasti dimiliki bersama
oleh proses di tempat lain, dan (b) bahwa mungkin ada operasi lain di suatu
tempat yang telah mengembangkan cara yang lebih baik untuk melakukan
sesuatu. Benchmarking pada dasarnya adalah tentang menstimulasi kreativitas
dalam praktik perbaikan.
Tipe-tipe Benchmarking :
 Internal benchmarking adalah suatu kegiatan membandingkan kegiatan atau
proses yang sama dalam suatu koperasi. Biasanya, kegiatan ini dilakukan
pada perusahaan yang sudah memiliki anak perusahaan atau cabang agar
setiap perusahaan di dalamnya memiliki standarisasi yang sama dengan
induk perusahaan.
 External benchmarking adalah suatu kegiatan benchmarking yang
dikerjakan dengan membandingkan perusahaan miliknya dengan perusahaan
lain yang bergerak pada bidang industri yang sejenis.
 Non-competitive benchmarking adalah tolok ukur terhadap organisasi
eksternal yang tidak bersaing secara langsung di pasar yang sama (industri
yang berbeda).
 Competitive benchmarking adalah perbandingan langsung antara pesaing di
pasar yang sama atau serupa.
 Performance benchmarking adalah suatu kegiatan mengamati dan
membandingkan performa produk barang atau jasa dari kompetitor lain,
seperti harga, fitur produk, kualitas teknis, dll..
 Practice benchmarking adalah perbandingan antara praktik operasi
organisasi, atau cara melakukan sesuatu, dan yang diadopsi oleh operasi lain.
Misalnya, toko eceran besar mungkin membandingkan sistem dan
prosedurnya untuk mengontrol tingkat persediaan dengan yang digunakan
oleh toko serba ada lain.

- Menerapkan Ide-Ide Eksternal


Sebagian besar literatur yang membahas perbaikan berfokus pada generasi,
pengembangan dan penyebaran ide-ide perbaikan yang berasal dari dalam, bukan
dari luar, organisasi. Namun mengabaikan perbaikan yang diterapkan oleh
perusahaan lain berarti mengabaikan sumber inovasi yang berpotensi besar.
Apakah mereka pesaing, pemasok, pelanggan, atau hanya perusahaan lain dengan
tantangan serupa, perusahaan dalam lingkungan bisnis eksternal yang lebih luas
dapat memberikan solusi untuk masalah internal. Pembahasan benchmarking jelas
berkaitan dengan ide mencari inspirasi dari luar organisasi. Tetapi beberapa
komentator tentang inovasi melangkah lebih jauh dan berpendapat bahwa (secara
hukum) 'menyalin' dari pihak luar bisa menjadi pendekatan perbaikan yang
efektif. Dalam bukunya, 'Copycats: How Smart Companies Use Imitation to Gain
a Strategic Edge' Oded Shenkar mengklaim bahwa meskipun 'imitasi bisa menjadi
strategis tampaknya hampir menghujat dalam iklim ilmiah saat ini', itu bisa,
'menjadi strategis dan harus menjadi bagian dari penemuan strategis dari setiap
perusahaan tangkas'. Faktanya, 'imitasi bisa menjadi faktor pembeda dan
berpotensi memberikan nilai unik'.
Shenkar mengidentifikasi tiga 'tipe strategis' peniru:
a. The pioneer importer. Ini adalah peniru yang merupakan pelopor di tempat
lain (negara lain, industri, atau pasar produk). Inilah yang dilakukan Ryanair
di Eropa ketika mengimpor model Southwest. Peniru importir perintis
mungkin sebenarnya dapat bergerak relatif lambat, terutama jika inovator asli,
atau peniru lainnya, tidak mungkin bersaing langsung di pasar yang sama.
b. The fast second. Ini adalah penggerak cepat yang tiba dengan cepat setelah
menjadi inovator atau perintis, tetapi sebelumnya mereka memiliki
kesempatan untuk membangun keunggulan yang tidak dapat disangkal, dan
sebelum peniru pesaing lainnya mengambil bagian besar dari pasar. Strategi
ini pada dasarnya memungkinkan pelopor mengambil banyak risiko inovasi
dengan harapan pengikut dapat belajar dari pengalaman perintis.
c. The come from behind. Ini adalah peserta yang terlambat dengan sengaja
menunda pengadopsian ide baru, mungkin karena alasan hukum, atau karena
mereka ingin lebih yakin bahwa ide tersebut dapat diterima. Ketika mereka
mengadopsi ide tersebut, mereka mungkin mengandalkan untuk membedakan
diri mereka dari para pionir aslinya. Samsung melakukan ini dengan bisnis
pembuatan chip mereka, dengan menggunakan kemampuan dan pengetahuan
manufaktur mereka untuk mengurangi separuh waktu yang diperlukan untuk
membangun pabrik semikonduktor. Mereka kemudian memimpin di atas
pesaing dengan memanfaatkan kekuatan mereka dalam keterampilan teknis,
produksi, dan kualitas utama.

2. Matriks Kepentingan – Kinerja

Keterangan :
a. The ‘appropriate’ zone. Faktor kinerja di bidang ini terletak di atas batas
bawah penerimaan dan karenanya harus dianggap memuaskan.
b. The ‘improve’ zone. Berada di bawah batas bawah penerimaan, faktor kinerja
apa pun di zona ini harus menjadi kandidat untuk perbaikan.
c. The ‘urgent-action’ zone. Faktor kinerja ini penting bagi pelanggan tetapi
kinerja saat ini tidak dapat diterima. Mereka harus dipertimbangkan sebagai
kandidat untuk perbaikan segera.
d. The ‘excess?’ zone. Faktor kinerja di area ini 'berkinerja tinggi', tetapi tidak
terlalu penting. Oleh karena itu, pertanyaan harus diajukan, apakah sumber
daya yang dikhususkan untuk mencapai kinerja seperti itu dapat digunakan
dengan lebih baik di tempat lain.
C. Jalur Perbaikan yang Tepat
Setelah prioritas perbaikan ditentukan, operasi harus mempertimbangkan pendekatan
atau jalur yang ingin diambil untuk mencapai tujuan perbaikannya. Dua jalur perbaikan
mewakili filosofi perbaikan yang berbeda, meskipun keduanya mungkin sesuai pada
waktu yang berbeda yaitu perbaikan terobosan dan perbaikan berkelanjutan. Perbaikan
terobosan berfokus pada perubahan besar dan dramatis yang dimaksudkan untuk
menghasilkan peningkatan kinerja yang dramatis. Pendekatan rekayasa ulang proses
bisnis adalah tipikal perbaikan terobosan. Perbaikan berkelanjutan berfokus pada
peningkatan kecil tetapi tidak pernah berakhir yang menjadi bagian dari kehidupan
operasi normal. Tujuannya adalah menjadikan perbaikan sebagai bagian dari budaya
organisasi. Seringkali perbaikan berkelanjutan melibatkan penggunaan siklus perbaikan
beberapa tahap untuk pemecahan masalah secara teratur. Pendekatan Six Sigma untuk
perbaikan menyatukan banyak ide yang ada dan dapat dilihat sebagai kombinasi
perbaikan berkelanjutan dan terobosan.
1. Perbaikan Terobosan (Breakthrough Improvement)
Perbaikan terobosan (atau berbasis 'inovasi') mengasumsikan bahwa sarana utama
perbaikan adalah perubahan besar dan dramatis dalam cara kerja operasi, misalnya,
reorganisasi total dari struktur proses operasi, atau pengenalan sistem informasi yang
terintegrasi penuh . Dampak dari peningkatan ini merupakan perubahan langkah
dalam praktik dan kinerja. Perbaikan semacam itu bisa saja mahal, seringkali
mengganggu jalannya operasi, dan seringkali melibatkan perubahan dalam produk/
layanan atau teknologi proses. Faktanya, beberapa spesialis perbaikan berpendapat
bahwa semakin besar perubahan langkah yang diinginkan dalam kinerja, semakin
besar risiko bahwa peningkatan kinerja yang sebenarnya akan mengecewakan.
2. Perbaikan Berkelanjutan (Continuous Improvement)
Perbaikan berkelanjutan mengadopsi pendekatan untuk meningkatkan kinerja
yang mengasumsikan serangkaian langkah peningkatan kecil yang tidak pernah
berakhir. Misalnya, memodifikasi cara produk ditetapkan ke mesin untuk mengurangi
waktu pergantian, dan menyederhanakan urutan pertanyaan saat melakukan reservasi
hotel. Meskipun tidak ada jaminan bahwa langkah-langkah lain akan mengikuti
langkah-langkah kecil tersebut menuju kinerja yang lebih baik, seluruh filosofi
perbaikan berkelanjutan berusaha untuk memastikan bahwa langkah-langkah tersebut
akan dilakukan. Ia juga dikenal sebagai kaizen, yang didefinisikan oleh Masaaki Imai
(yang telah menjadi salah satu pendukung utama perbaikan berkelanjutan) sebagai
berikut: 'Kaizen berarti perbaikan. Selain itu, kaizen berarti peningkatan kehidupan
pribadi, kehidupan rumah tangga, kehidupan sosial, dan kehidupan kerja. Ketika
diterapkan di tempat kerja, kaizen berarti perbaikan terus-menerus yang melibatkan
semua orang termasuk manajer dan pekerja.' Tidak masalah jika perbaikan berturut-
turut kecil; yang penting adalah bahwa setiap bulan (atau minggu, atau kuartal, atau
periode apa pun yang sesuai) beberapa jenis perbaikan benar-benar terjadi. Perbaikan
berkelanjutan tidak selalu datang secara alami. Ada kemampuan, perilaku, dan
tindakan khusus yang perlu dikembangkan secara sadar jika ingin terus ditingkatkan
dalam jangka panjang.
- Pendekatan Six Sigma untuk perbaikan
Salah satu pendekatan perbaikan yang menggabungkan terobosan dan filosofi
berkelanjutan adalah Six Sigma. Meskipun secara teknis nama 'Six Sigma' berasal
dari kontrol proses statistik (SPC), dan lebih khusus lagi konsep kapabilitas
proses, sekarang ini berarti pendekatan yang lebih luas untuk perbaikan. Definisi
berikut memberikan gambaran tentang penggunaan modernnya.
'Six Sigma adalah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai,
mempertahankan, dan memaksimalkan kesuksesan bisnis. Six Sigma secara unik
didorong oleh pemahaman yang dekat tentang kebutuhan pelanggan, penggunaan
fakta, data, dan analisis statistik secara disiplin, dan perhatian yang tekun untuk
mengelola, meningkatkan, dan menciptakan kembali proses bisnis.'
Inti dari konsep Six Sigma terletak pada pemahaman tentang efek negatif variasi
dalam semua jenis proses bisnis. Keengganan terhadap variasi ini pertama kali
dipopulerkan oleh Motorola, perusahaan elektronik, yang menetapkan tujuannya
sebagai 'kepuasan pelanggan total' pada tahun 1980-an, kemudian memutuskan
bahwa kepuasan pelanggan yang sebenarnya hanya akan tercapai bila produknya
dikirim saat dijanjikan, tanpa cacat, tanpa kegagalan di awal kehidupan dan tidak
ada kegagalan layanan yang berlebihan. Untuk mencapai ini, mereka awalnya
berfokus pada menghilangkan cacat produksi, tetapi segera menyadari bahwa
banyak masalah disebabkan oleh cacat laten, tersembunyi di dalam desain
produknya. Satu-satunya cara untuk menghilangkan cacat ini adalah memastikan
bahwa spesifikasi desain ketat (yaitu toleransi yang sempit) dan prosesnya sangat
mumpuni.
Pendekatan Six Sigma juga berpendapat bahwa inisiatif perbaikan hanya dapat
berhasil jika sumber daya dan pelatihan yang signifikan dikhususkan untuk
manajemen mereka. Ini merekomendasikan kader praktisi yang terlatih secara
khusus, banyak di antaranya harus berdedikasi penuh waktu untuk meningkatkan
proses sebagai konsultan internal. Istilah yang telah dikaitkan dengan kelompok
ahli ini (dan menunjukkan tingkat keahlian mereka) adalah Master Black Belt,
Black Belt dan Green Belt:

 Master Black Belt adalah ahli dalam penggunaan alat dan teknik Six Sigma,.
Master Black Belt dapat memberikan pelatihan mengenai Six Sigma dan tools-
toolsnya kepada karyawan lain di perusahaan. Mereka berperan sebagai
pemimpin dan pembimbing dalam proyek dan mendedikasikan 100% waktu
untuk pelaksanaan berbagai proyek Six Sigma. Mereka bertanggung jawab
terhadap manajemen dan membimbing Black Belt dan Green Belt dalam
proyek. Selain tugas-tugas stastistikal, mereka juga bertugas memastikan
aplikasi Lean Six Sigma berjalan konsisten di setiap bagian dan departemen.
 Black Belt berperan langsung dalam mengatur tim peningkatan, dan biasanya
telah melakukan pelatihan minimal 20 hingga 25 hari dan melakukan
setidaknya satu proyek peningkatan besar. Black Belt diharapkan
mengembangkan keterampilan analitis kuantitatif mereka dan juga bertindak
sebagai pelatih untuk Green Belt. Seperti Master Black Belt, mereka
berdedikasi penuh waktu untuk peningkatan, dan meskipun pendapat berbeda-
beda, beberapa organisasi merekomendasikan satu Black Belt untuk setiap 100
karyawan.
 Green Belt bekerja dalam tim perbaikan, mungkin sebagai pemimpin tim.
Mereka memiliki pelatihan yang lebih sedikit daripada Black Belt - biasanya
sekitar 10 hingga 15 hari. Green Belt bukanlah posisi penuh waktu. Mereka
memiliki tanggung jawab proses sehari-hari yang normal tetapi diharapkan
menghabiskan setidaknya 20 persen dari waktu mereka untuk proyek
perbaikan. Mencurahkan banyak pelatihan dan waktu untuk perbaikan
merupakan investasi yang signifikan, terutama untuk perusahaan kecil. Namun
demikian, pendukung Six Sigma berpendapat bahwa aktivitas perbaikan
umumnya diabaikan di sebagian besar operasi dan jika dianggap serius, itu
layak mendapatkan investasi signifikan yang tersirat oleh pendekatan Six
Sigma. Lebih lanjut, mereka berpendapat, jika dioperasikan dengan baik,
proyek peningkatan Six Sigma yang dijalankan oleh praktisi berpengalaman
dapat menghemat jauh lebih banyak daripada biaya mereka.

- Model Siklus Perbaikan


Unsur penting dari perbaikan berkelanjutan adalah gagasan bahwa perbaikan
dapat diwakili oleh proses yang tidak pernah berakhir yang berulang kali
mempertanyakan dan mempertanyakan kembali kerja rinci dari suatu proses. Hal
ini biasanya diringkas oleh gagasan siklus perbaikan, yang di dalamnya terdapat
banyak, beberapa model berpemilik yang dimiliki oleh perusahaan konsultan. Dua
dari model yang lebih umum digunakan adalah: siklus PDCA dan siklus DMAIC.
a. Siklus PDCA (atau PDSA)
Model siklus PDCA ditunjukkan pada gambar (a) di bawah. Ini dimulai
dengan tahap P (Plan), yang melibatkan pemeriksaan metode saat ini atau
bidang masalah yang sedang dipelajari. Ini melibatkan pengumpulan dan
analisis data untuk merumuskan rencana tindakan yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja. Langkah selanjutnya adalah tahap D (Do). Ini adalah
tahap implementasi di mana rencana tersebut diujicobakan dalam operasi.
Tahap ini sendiri mungkin melibatkan siklus mini-PDCA saat masalah
implementasi diselesaikan. Berikutnya adalah tahap C (Check) dimana solusi
yang baru diterapkan dievaluasi untuk melihat apakah telah menghasilkan
perbaikan yang diharapkan. Akhirnya, setidaknya untuk siklus ini, tibalah
tahap A (Action). Selama tahap ini perubahan dikonsolidasikan atau
distandarisasi jika telah berhasil. Alternatifnya, jika perubahan belum berhasil,
pelajaran yang didapat dari 'percobaan' diformalkan sebelum siklus dimulai
lagi.
b. Siklus DMAIC
DMAIC adalah pendekatan penyelesaian masalah berbasis data yang
membantu membuat perbaikan-perbaikan bertahap dan optimalisasi pada
produk, desain, dan proses bisnis. Pendekatan ini dibuat di tahun 1980-an
sebagai bagian dari metodologi Six Sigma oleh seorang insinyur Motorola,
Bill Smith. DMAIC memiliki 5 langkah yang saling terkoneksi: Define
(Definisikan), Measure (Ukur), Analyze (Analisis), Improve (Tingkatkan),
dan Control (Kendali).

 Define: Pada tahap ini ditetapkan apa masalahnya dan apa yang diperlukan
untuk memperoleh solusi. Dalam bagian proses ini, ditetapkan dengan
jelas masalah perusahaan, sasaran akhirnya, dan cakupan yang diperlukan
untuk mencapainya. Tahap ini membantu untuk memahami proses secara
keseluruhan dan menentukan unsur-unsur apa saja yang sangat penting
bagi kualitas (critical to quality), atau sering disebut sebagai "CTQ".
 Measure: Setelah memahami masalah proses yang dihadapi, tim harus
menguraikan cara untuk memantau perubahan yang dibuat pada proses itu.
Tentu, dengan pendekatan berbasis data, memiliki data sangat penting bagi
proses DMAIC. Oleh karena itu, pada tahap measure ini adalah
menetapkan performa proses perusahaan saat ini dan data apa yang akan
dianalisis. Dari situ, tim dapat menggunakan rencana pengambilan data
untuk memantau performa saat membuat perubahan dan
membandingkannya di akhir proyek.
 Analyze: Sekarang perusahaan memiliki dasar patokan data yang dapat
digunakan untuk mulai mengambil keputusan tentang proses. Tahap
analisis adalah waktu yang tepat untuk melihat keseluruhan data itu. Di
sini, tim akan membangun sebuah peta proses saat ini dengan
memanfaatkan data perusahaan menemukan awal terjadinya masalah
dalam proses. Meskipun beberapa proyek Six Sigma menggunakan alat
bantu yang rumit untuk hal ini, diagram tulang ikan dan bagan Pareto
sudah lebih dari cukup dan merupakan metode yang umum digunakan
untuk menganalisis akar penyebab masalah.
 Improve: Langkah menetapkan rencana tindakan unntuk melaksanakan
perbaikan kualitas. Dalam tahap ini, bekerja samalah dengan tim untuk
menemukan solusi kreatif yang dapat dilaksanakan dan diukur di dalam
proses DMAIC. Di titik ini, mencurahkan gagasan dan mengadakan rapat
yang efektif sangat penting bagi tim. Setelah tim memikirkan solusinya,
harus dilakukan percobaan, diuji, serta diterapkan.
 Control: Langkah terakhir dalam metode DMAIC ini dapat membantu
perusahaan memverifikasi dan mempertahankan kesuksesan solusi untuk
masa mendatang. Dalam tahap ini, tim harus membuat rencana
pemantauan dan kontrol agar terus menilai kembali dampak dari setiap
perubahan proses yang diimplementasikan. Pada waktu yang sama, tim
harus membuat rencana tanggapan untuk ditindaklanjuti jika performa
mulai turun kembali, dan sebuah masalah baru muncul. Kemampuan
melihat ke belakang tentang bagaimana perbaikan ini dilaksanakan dan
solusi yang dibuat, bisa jadi merupakan sebuah aset yang berharga. Di
saat-saat seperti ini, memiliki dokumentasi yang baik dan kontrol versi
pada proses perbaikan itu sangat penting.

D. Teknik-Teknik yang Digunakan untuk Perbaikan


Hampir semua teknik dalam manajemen operasi memberikan kontribusi langsung
atau tidak langsung terhadap peningkatan kinerja. Namun, beberapa teknik yang lebih
umum telah populer dikaitkan dengan perbaikan. Ini termasuk scatter diagrams
(correlation), cause–effect diagrams, Pareto analysis dan why–why analysis.
1. Scatter Diagrams
Scatter Diagrams memberikan metode cepat dan sederhana untuk mengidentifikasi
apakah ada bukti hubungan antara dua kumpulan data: misalnya, waktu kita berangkat
kerja setiap pagi dan berapa lama perjalanan ke tempat kerja. Merencanakan setiap
perjalanan pada grafik, yang memiliki waktu keberangkatan di satu sumbu dan waktu
perjalanan di sumbu lainnya, dapat memberikan indikasi apakah waktu keberangkatan
dan waktu perjalanan saling terkait. Scatter Diagrams dapat diperlakukan dengan cara
yang jauh lebih canggih dengan mengukur seberapa kuat hubungan antara kumpulan
data tersebut. Namun, bagaimanapun canggihnya pendekatannya, jenis grafik ini
hanya mengidentifikasi keberadaan suatu hubungan, tidak harus mengetahui adanya
hubungan sebab-akibat.
2. Cause-effect Diagrams
Diagram sebab-akibat adalah metode yang sangat efektif untuk membantu mencari
akar penyebab masalah. Mereka melakukan ini dengan menanyakan pertanyaan apa,
kapan, di mana, bagaimana dan mengapa, tetapi juga menambahkan beberapa
kemungkinan 'jawaban' secara eksplisit. Mereka juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi area di mana data lebih lanjut diperlukan. Diagram sebab-akibat
(yang juga dikenal sebagai diagram Ishikawa) telah banyak digunakan dalam program
perbaikan. Seringkali struktur melibatkan identifikasi kemungkinan penyebab di
bawah judul: mesin, tenaga kerja, bahan, metode dan uang. Namun dalam praktiknya,
kategorisasi apa pun yang secara komprehensif mencakup semua kemungkinan
penyebab yang relevan dapat digunakan.

3. Pareto Diagrams
Dalam setiap proses perbaikan, ada baiknya membedakan antara apa yang penting dan
apa yang kurang. Tujuan dari diagram Pareto adalah untuk membedakan antara isu
'vital few' dan 'trivial many'. Ini adalah teknik yang relatif langsung yang melibatkan
pengaturan item informasi tentang jenis masalah atau penyebab masalah ke dalam
urutan kepentingannya (biasanya diukur dengan 'frekuensi kejadian'). Ini dapat
digunakan untuk menyoroti bidang-bidang di mana pengambilan keputusan
selanjutnya akan berguna. Analisis pareto didasarkan pada fenomena penyebab yang
relatif sedikit yang menjelaskan sebagian besar efek. Misalnya, sebagian besar
pendapatan untuk perusahaan mana pun kemungkinan besar berasal dari pelanggan
perusahaan yang relatif sedikit. Demikian pula, relatif sedikit pasien dokter yang
mungkin menghabiskan sebagian besar waktunya.
4. Why-why Analysis
Why-why Analysis dimulai dengan menyatakan masalah dan menanyakan mengapa
masalah itu terjadi. Setelah alasan utama untuk masalah yang terjadi telah
diidentifikasi, masing-masing diambil secara bergiliran dan sekali lagi pertanyaannya
ditanyakan mengapa alasan tersebut terjadi, dan seterusnya. Prosedur ini dilanjutkan
sampai salah satu penyebab tampaknya cukup mandiri untuk ditangani dengan
sendirinya atau tidak ada lagi jawaban atas pertanyaan 'Mengapa?' yang dapat
dihasilkan.

E. Perbaikan Secara Terjadwal


Salah satu masalah terbesar dalam perbaikan adalah menjaga momentum perbaikan
dari waktu ke waktu. Salah satu faktor yang menghambat perbaikan diterima sebagai
bagian rutin dari kegiatan operasi adalah penekanan pada mode dari setiap pendekatan
perbaikan baru. Sebagian besar ide perbaikan baru mengandung beberapa elemen
berharga tetapi tidak ada yang akan memberikan jawaban akhir. Harus ada manajemen
keseluruhan dari proses perbaikan yang dapat menyerap yang terbaik dari setiap ide baru.
Dan, meskipun otoritas berbeda dalam beberapa hal, sebagian besar menekankan
pentingnya strategi perbaikan, dukungan dan pelatihan manajemen puncak.
- Mengelola Proses Perbaikan
Tidak ada resep mutlak tentang bagaimana perbaikan harus dikelola. Setiap
proses perbaikan harus mencerminkan keunikan karakteristik setiap operasi. Apa yang
tampaknya hampir menjadi jaminan kesulitan dalam mengelola proses perbaikan,
adalah upaya untuk memeras perbaikan ke dalam cetakan standar. Namun demikian,
ada beberapa aspek dari setiap proses perbaikan yang tampaknya mempengaruhi
keberhasilan akhirnya, dan setidaknya harus diperdebatkan. Secara khusus, strategi
perbaikan harus memiliki sesuatu untuk dikatakan tentang:
 prioritas kompetitif organisasi, dan bagaimana proses perbaikan diharapkan
berkontribusi untuk mencapai peningkatan dampak strategis
 peran dan tanggung jawab berbagai bagian organisasi dalam proses perbaikan
 sumber daya yang akan tersedia untuk proses perbaikan
 pendekatan umum, dan filosofi, perbaikan dalam organisasi
Namun, strategi yang terlalu kaku dapat menjadi tidak tepat jika keadaan
kompetitif bisnis berubah, atau saat operasi belajar melalui pengalaman. Namun,
modifikasi hati-hati dari strategi perbaikan berdasarkan pengalaman tidak sama
dengan membuat perubahan dramatis dalam strategi perbaikan saat mode perbaikan
baru muncul. Tanpa dukungan manajemen puncak, perbaikan tidak akan berhasil. Ini
adalah faktor paling krusial di hampir semua studi implementasi proses perbaikan. Ini
juga lebih dari sekadar mengalokasikan sumber daya senior untuk proses tersebut.
'Dukungan manajemen puncak' biasanya berarti bahwa personel senior harus:
 memahami dan percaya pada hubungan antara peningkatan dan dampak
strategis bisnis secara keseluruhan
 memahami praktik proses peningkatan dan mampu mengkomunikasikan
prinsip dan tekniknya ke seluruh organisasi
 dapat berpartisipasi dalam proses pemecahan masalah total untuk
meningkatkan kinerja
 merumuskan dan mempertahankan ide yang jelas tentang filosofi peningkatan
operasi
Pada saat proses perbaikan, seseorang tidak dapat bekerja secara individu,
perusahaan harus memiliki tim agar dapat menggabungkan pengalaman atau saling
belajar dari satu sama lain. Jadi proses perbaikan hampir selalu didasarkan pada tim.
Sebuh tim akan dibentuk berdasarkan pada keadaan operasi, konteks dan tujuannya.
Begitu juga dalam hal memberikan penghargaan, jika perbaikan sangat penting maka
hal tersebut harus diakui, dengan kesuksesan, usaha dan inisiatif dihargai secara
formal. Dengan cara ini, orang diberi penghargaan tidak hanya untuk menjalankan
proses mereka secara efisien dan efektif secara berkelanjutan, tetapi juga untuk
meningkatkan proses mereka. Kemudian perbaikan akan menjadi tanggung jawab
sehari-hari semua orang dalam operasi tersebut. Dalam proses perbaikan juga
dibutuhkan pelatihan. Pelatihan memiliki dua tujuan dalam pengembangan proses
perbaikan. Yang pertama adalah memberikan keterampilan yang diperlukan yang
akan memungkinkan staf untuk memecahkan masalah proses dan melaksanakan
perbaikan. Yang kedua adalah memberikan pemahaman tentang keterampilan
interpersonal, kelompok dan organisasi yang diperlukan untuk 'melumasi' proses
perbaikan. Tujuan kedua ini lebih sulit dari yang pertama. Pelatihan dan teknik
perbaikan mungkin memakan waktu dan usaha yang signifikan, tetapi tidak satupun
dari pengetahuan ini akan banyak berguna jika konteks organisasi untuk perbaikan
mengurangi teknik yang digunakan secara efektif. Meskipun sifat pengembangan
organisasi yang tepat berada di luar cakupan buku ini, perlu dicatat bahwa
keterampilan berbasis teknik dan keterampilan organisasi akan meningkat jika staf
memiliki pemahaman dasar tentang gagasan inti dan prinsip operasi serta manajemen
proses.
DAFTAR PUSTAKA

Slack, Nigel and Jones, Alistair Brandon. 2006. Operations and Process Management 5th
Edition. United Kingdom: Pearson.
REVIEW JURNAL

Judul : Relationship between total quality management (TQM) and


continuous
improvement of international project management (CIIPM)
Jurnal : Elsevier
Volume : 26
Halaman : 716-722
Tahun : 2006
Penulis : Joo Y. Jung dan Yong Jian Wang

Latar Belakang
Di tengah globalisasi yang berubah dengan cepat, perubahan dinamis sedang terjadi
pada level strategi organisasi. Organisasi memberikan perhatian lebih untuk mengoptimalkan
praktik manajemen mereka. Tidak semua organisasi dapat memilih dan menerapkan
rangkaian praktik manajemen yang sama yang berhasil di tempat lain. Kemampuan untuk
mengidentifikasi apa yang berubah di lingkungan dan merespons secara proaktif melalui
upaya perbaikan berkelanjutan telah dipandang sebagai elemen kunci yang diperlukan untuk
kesuksesan organisasi.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara praktek Total
Quality Management (TQM) dan perbaikan berkelanjutan dari praktek International Project
Management (CIIPM).

Hipotesis
H1.1. Kepemimpinan secara positif dan signifikan terkait dengan CIIPM
H1.2. Hubungan karyawan secara positif dan signifikan terkait dengan CIIPM.
H1.3. Hubungan pelanggan / pemasok berhubungan positif dan signifikan dengan
CIIPM.
H1.4. Manajemen produk / proses secara positif dan signifikan terkait dengan CIIPM.

Metode Penelitian
1. Populasi penelitian terdiri dari daftar perusahaan yang terlibat dalam manajemen proyek
internasional diperoleh dari direktori keanggotaan Kamar Dagang Amerika
2. Kuesioner survei dikirim ke 500 personel tingkat menengah hingga senior yang dipilih
secara acak.
3. Sebanyak 57 survei dikembalikan karena alamat tidak valid, dan 137 tanggapan yang
dapat digunakan
Variabel Penelitian

Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukan :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independen 'hubungan karyawan' memiliki
pengaruh terbesar terhadap pencapaian perbaikan berkelanjutan dari manajemen proyek
internasional (variabel dependen) dengan koefisien beta 0,552, yang menjelaskan 30,5
persen varian variabel dependen oleh karena itu, H2 didukung
2. Dengan koefisien beta 0,214, variabel 'kepemimpinan' memiliki pengaruh terbesar kedua
pada variabel dependen ( p Z 0,025). Selanjutnya, H1 juga didukung.
3. hasil selanjutnya mengungkapkan bahwa 'hubungan pelanggan / pemasok' (koefisien beta
Z 0,124) dan 'manajemen produk / proses' (koefisien beta Z 0,041) memiliki kekuatan
penjelas yang lebih kecil dari variabel dependen. Oleh karena itu, hubungan pelanggan /
pemasok dan manajemen produk / proses berhubungan positif dengan CIIPM, tetapi
hubungan tersebut tidak signifikan. Selanjutnya, H3 dan H4 hanya didukung sebagian.

Keterbatasan
Penelitian ini hanya berfokus pada 4 elemen TQM yang mempengaruhi perbaikan
berkelanjutan dari praktek International Project Management (CIIPM).

Keterbaruan
Penelitian di masa depan dapat dilakukan tentang bagaimana elemen TQM
mempengaruhi internasional kinerja manajemen proyek dalam spektrum yang lebih luas
(misalnya keuangan, jadwal, dll.).

Anda mungkin juga menyukai