Anda di halaman 1dari 17

RINGKASAN MATERI

MANAJEMEN KOPERASI DAN BISNIS

DOSEN PENGAMPU
SAIFUL ANUAR, S.E., M.M

DISUSUN OLEH

ANDRI K
20530290

KELAS : B1

JURUSAN MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU

PEKANBARU

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Koperasi merupakan usaha bersama dari sekolompok orang yang mempunyai
kepentingan yang sama dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Koperasi
merupakan gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi di
Indonesia saat ini telah berkembang dengan pesat karena para anggota-anggotanya yang
terdiri dari masyarakat umum telah mengetahui manfaat dari pendirian koperasi tersebut,
yang dapat membantu perekonomian dan mengembangkan kreatifitas masing-masing
anggota. Upaya dari pendirian koperasi ini sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk
lebih memahami koperasi. Ciri utama dari koperasi yang membedakannya dengan badan
usaha lainnya (non koperasi) adalah posisi anggota. Dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang
perkoperasian disebutkan  bahwa, anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna
jasa koperasi.

1.2  PERUMUSAN MASALAH
1. Untuk Mengatahui apa itu Koperasi
2. Apa tujuan Koperasi bagi masyarakat
3. Untuk mengetahui perkembangan koperasi dunia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mengembangkan Koperasi Sebagai Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Indonesia


2.1.1 Koperasi : Pemberdaya UMKM
Koperasi tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi di berbagai belahan dunia
lainnya juga. Misalnya di Jerman koperasi sudah dikenal sejak tahun 1864 dengan
dibentuknya koperasi kredit pertama oleh Friedrich Raiffeisen, bapak koperasi Jerman. Di
Inggris dan Amerika Serikat, koperasi perumahan juga telah dikenal sejak tahun 1800an
yang dibentuk oleh Robert Owen, salah satu pelopor manajemen.
Ide dasar filosofis koperasi adalah kerja sama (cooperation dalam bahasa
Inggris, coopertie dalam bahasa Belanda atau coopere dalam bahasa Latin), sementara
landasan prinsip-prinsip operasi Menurut Ima Suwandi yang dikutip oleh Soesilo(tanpa
tahun : 2) adalah solidaritas, demokrasi, kemerdekaan, altruisme (sikap memperhatikan
kepentingan orang lain selain kepentingan diri sendiri) keadilan, keadaaan perekonomian
negara dan peningkatan kesejahteraan.
Di Indonesia prinsip-prinsip koperasi dituangkan dalam UU no. 25 tahun 1992 Pasal
5 ayat (1) :
1. Keanggotaannya bersifat sukarela dan terbuka, artinya siapapun bisa menjadi
anggota koperasi sepanjang memiliki kebutuhan yang sama. Jadi tidak boleh ada
diskriminasi dalam masalah ekonomi, sosial, politik dan budaya dalam koperasi.
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis. Demokrasi ditunjukan melalui
pemilihan pengurus (manajer) melalui kesepakatan para anggota yang masing-
masing memiliki satu suara. Demikian juga dengan pembuatan keputusan yang
dilakukan dalam Rapat Anggota yang dihadiri oleh seluruh anggota koperasi (lihat
UU no. 25 tahun 1992 Pasal 23).
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa
usaha masing-masing anggota, artinya, siapapun dalam koperasi tidak ada yang
diperlakukan tidak adil dalam pembagian sisa hasil usaha (jika ada), karena
pembagian tersebut dilakukan sesuai kontribusi setiap anggota.
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, yaitu bahwa dikarenakan
koperasi adalah kumpulan orang, bukan modal, maka mereka yang memiliki
kekayaan lebih tidak akan bisa menguasai mereka yang kekayaannya lebih sedikit.
5. Kemandirian, maksudnya adalah bahwa koperasi tidak bergantung kepada
siapapun dalam hal apapun, termasuk kepada pemerintah, karena prinsip koperasi
adalah dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota. Dengan kata lain koperasi
adalah self-help organization.
Sementara dalam ayat (2) dinyatakan prinsip lain, yaitu :
1) pendidikan koperasi.
2) Kerjasama koperasi. Dalam Penjelasan atas UU no. 25 tahun 1992 dinyatakan
bahwa kerjasama dapat dilakukan antar koperasi di tingkat lokal, regional, nasional
dan internasional.
Dengan adanya pasal ini, setiap koperasi memiliki peluang yang tinggi untuk bekerja
sama dengan siapapun. Prinsip-prinsip koperasi Indonesia ini adalah prinsip yang baik, di
mana di dalamnya mengutamakan kebersamaan antara anggota koperasi yang satu dengan
yang lainnya demi pencapaian tujuan bersama, tanpa perlu adanya konflik dan persaingan
tidak sehat di antara mereka.

2.1.2 Kasus Pasar Tradisional


Pasar dalam tulisan ini adalah pasar fisik di mana pembeli dan penjual bertemu
secara langsung, bukan pasar visual di mana proses jual beli dilakukan melalui internet
dan tanpa ada tatap muka secara langsung antara pembeli dan penjual.
Pasar tradisional, yaitu pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,
Swasta, Koperasi atau Swadaya Masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los
dna tenda yang dimiliki/dikelola oleh Pedagang Kecil dan Menengah dan Koperasi,
dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dan dengan proses jual beli melalui rawar-
menawar.
Pasar Modern adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, Swasta, atau
Koperasi yang dalam bentuknya berupa Mal, Supermarket, Department Store, dan
Shopping Centre di mana pengelolaanya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan
pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal
relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti.
Pasar secara sosiologis dan kultural memiliki makna filosofis sebagai arena jual
beli produk dan juga tempat pertemuan warga untuk berinteraksi sosial atau melakukan
diskusi formal atas permasalahan kota. Artinya, melalui interaksi yang terjalin antara
penjual dan pembeli, pembeli dengan pembeli, atau penjual dengan penjual, maka sebuah
hubungan bisnis bisa terjalin dengan baik. Bahkan hubungan ini bisa berlanjut menjadi
hubungan sosial yang dalam yang pada akhirnya akan membuat loyalitas konsumen
menjadi tinggi untuk pedagang yang mampu menjalin hubungan sosial yang baik dengan
konsumennya.
Makna filosofis di atas tampak hanya ada pada pasar tradisional, karena melalui
tawar menawarlah hubungan bisnis dan sosial terjadi. Sementara pada pasar modern,
makna filosofis ini tidak terjadi karena tidak ada unteraksi sosial antara pembeli dan
penjual. Hal ini disebabkan adanya sistem self-service pada pasar modern di mana
pembeli melayani dirinya sendiri tanpa dibantu karyawan toko dalam berbelanja.
keberadaan pasar tradisional menjadi semakin penting untuk dipeliharaa
keberadannya agar hubungan sosial yang terjalin bisa dikembangkan lebih luas lagi yang
diharapkan akan semakin memperbesar usaha yang telah ada. Hal ini dikarenakan bila
seorang konsumen yang merasa puas dengan seorang penjual, maka tanpa diminta penjual
tersebut, pembeli itu akan dengan sendirinya menyebarkan informasi yang baik tentang
penjual tersebut. Informasi yang baik ini umumnya akan menarik para pendengarnya
untuk mencoba berbelanja kepada penjual tersebut, sehingga penjual tersebut akhirnya
akan mendapatkan pembeli yang lebih banyak tanpa upaya promosi apapun. Dalam
manajemen pemasaran hal ini dikenal sebagai word-of-mouth, alat promosi gratis tetapi
efektif dalam meningkatkan jumlah pembeli dan pembelian.
Kenyataan memperlihatkan bahwa keberadaan pasar modern di manapun di
Indonesia menjadi ”hantu di siang ”bolong bagi para pedagang di pasar tradisional,
karena dengan permodalannya yang kuat (yang mampu berbelanja langsung ke para
produsen berdasarkan skala ekonominya yang besar yang akhirnya mampu menerapkan
harga jual yang lebih murah daripada pasar tradisional) yang didukung dengan
kenyamanan berbelanja, membuat para konsumen pasar tradisional beralih berbelanja di
pasar modern.
Bukan rahasia lagi jika sejak diberlakukannya otonomi daerah, setiap daerah harus
benar-benar menghidupi dirinya sendiri karena dana dari pusar tidak mencukupi untuk
membangun daerahnya. Kasus banyaknya perda yang dicabut karena tidak sesuai dengan
aturan di atasnya merupkan salah satu contoh. Niat baik pemerintah daerah untuk
merevitalisasi pasar yang kumuh, tidak nyaman dan semrawut agar menjadi lebih baik
kontribusinya bagi pembangunan daerah, tetapi tidak didukung oleh dana, sehingga
akhirnya pemerintah daerah mengundang investor. Dengan situasi seperti ini, maka harus
ada trade-off : pasar tradisional menjadi lebih cantik dan diharapkan bisa lebih kuat
menghadapi persaingan dari pasar modern, tetapi di sisi lain ada korban : banyak
pedagang di pasar tradisionalnya akhirnya tersingkir.
kondisi para pedagang di pasar tradisional yang sudah bergabung dalam sebuah
kelompok, dalam hal ini adalah koperasi, tetap saja mudah dipatahkan. Hal ini
diperlihatkan oleh kasus koperasi pasar di beberapa pasar tradisional Kota Bandung yang
merasa disingkirkan karena tidak pernah dilibatkan lagi dalam pengelolaan pasar oleh
pengelola pasar yang baru Kondisi ini memperlihatkan betapa posisi koperasi pasar
sangatlah lemah, sehingga tidak mampu untuk memiliki bargaining power yang tinggi
menghadapi pihak eksternal koperasi pasar yang mengakibatkan ketidakberdayaan
koperasi pasar dalam membela para anggotanya.
Selain itu berdasarkan pengamatan dan berita di media masa terlihat bahwa pada
dasarnya UMKM yang menjadi pembentuk koperasi selalu memiliki 2 masalah klise yang
terus terjadi sampai sekarang :
1. mereka mengeluh kekurangan modal.
2. mereka juga mengeluh tidak mampu memasarkan barangnya.
Masalah kekurangan modal memang seringkali menjadi penghambat utama untuk
memulai sebuah usaha yang mandiri. Tetapi dengan dibentuknya koperasi primer, maka
kesulitan akan modal ini bisa semakin diatasi. Misalnya melalui pembentukan koperasi
konsumsi sebagai langkah awal yang diharapkan bisa memiliki sisa hasil usaha untuk
dijadikan modal dalam bidang usaha lainnya. Kreativitas berfikir bias digunakan untuk
mengatasi masalah permodalan.

2.1.3 Perbedaan Koperasi dengan Badan Usaha Non Koperasi


Menurut Soesilo (tt : 11) ada beberapa perbedaan mendasar antara koperasi dengan
badan usaha non koperasi, yaitu :
1. koperasi adalah kumpulan orang bukan kumpulan modal sebagaimana perusahaan
non koperasi.
 Menurut penulis, koperasi sebagai kumpulan orang memiliki arti bahwa koperasi
dimiliki oleh semua orang yang ada di dalamnya, sehingga memiliki karakteristik
: user owner, user benefit dan user control atau dengan kata lain : dari anggota,
oleh anggota dan untuk anggota.
 Sementara badan usaha non koperasi yang merupakan kumpulan modal
merupakan karakteristik dari perusahaan bisnis modern, di mana terdapat
pembedaan antara pemilik modal (owner) dengan pelaksana (manajer). Manajer
berperran mencari keuntungan sebanyak mungkin agar ia tidak dipecat oleh
ownernya.
2. dalam badan usaha non koperasi, suara ditentukan oleh besarnya jumlah kepemilikan
saham atau modal, sementara dalam koperasi setiap anggota memiliki jumlah suara
yang sana yaitu satu orang anggota memiliki satu suara dan tidak bisa diwakilkan.
Dalam badan usaha non koperasi (bisnis), pemegang saham mayoritas adalah
penentu suara dan keputusan. Dalam situasi seperti ini adalah sulit untuk
melakukan tawar menawar antara penentu keputusan dan pihak lainnya.
3. anggota koperasi adalah pemiliki sekaligus pelanggan, sehingga kegiatan usaha
koperasi harus sesuai dan berkaitan dengan kebutuhan ekonomi anggotanya. Pada
badan usaha non koperasi, pemegang saham tidak harus menjadi pelanggan.
4. tujuan badan usaha non koperasi adalah mendapatkan keuntungan setinggi mungkin,
sementara koperasi memberikan manfaat pelayanan ekonomi yang sebaik-baiknya
kepada anggota.
Anggota koperasi mendapatkan bagian sisa hasil usaha yang sebanding
dengan besarnya transaksi usaha masing-masing anggota kepada koperasinya,
sementara pemegang saham pada badan usaha non koperasi memperoleh
bagian keuntungan sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.

2.1.4 Penerapan Konsep-konsep Bisnis oleh Koperasi


Sejarah menunjukkan kalau keberhasilan sebuah koperasi dalam memberikan manfaat
pekayanan ekonomi sebaik mungki kepada anggota-anggotanya ditentukan oleh
penerapan konsep-konsep bisnis. Koperasi di negara-negara maju banyak memberikan
kontribusi yang besar pada perekonomian negaranya.
Koperasi di Indonesia pada dasarnya juga sudah menggunakan konsep-konsep bisnis,
walaupun diperkenalkan oleh pemerintah melalui pembinaannya (Tjakrawerdaja : 2009) :
1. Adanya pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang Produksi
danPengolahan, Pemasaran, Sumber Daya Manusia, dan Teknologi.
2. Adanya bidang Produksi dan Pengolahan yang meliputi peningkatan kemampuan
teknis tersebut, yakni peningkatan kemampuan rancang bangun, kemudahan dalam
pengadaan sarana dan prasarana produk.
3. Adanya bidang Pemasaran yang meliputi promosi, kemitraan, kontak
bisnis,pameran, pengembangan jaringan distribusi dan promosi pasar.
4. Adanya bidang Sumber Daya Manusia meliputi gerakan kewirausahaan nasional
pembudayaan dan pelembagaan kewirausahaan.
2.2 Koperasi Syariah Sebagai Solusi Keuangan Masyarakat : Antara Religiusitas,Trend
dan Kemudahan
2.2.1 Definisi Koperasi Syariah
Menurut Kementrian Koperasi UKM RI tahun 2009 pasal 1, menyatakan bahwa
Koperasi jasa keuangan syariah adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di
bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai dengan pola bagi hasil (syariah).
Ahmad Ifham menyatakan bahwa usaha koperasi syariah meliputi kegiatan usaha yang
halal, baik dan bermanfaat (thayib) serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil, dan
tidak riba. Untuk menjalankan fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha
sebagaimana tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi.
2.2.2 Tujuan Koperasi Syariah
Menurut Dusuki dan Abdullah, tujuan koperasi syariah harus sesuai dengan
Maqashid Syariah yang fungsinya untuk melakukan dua hal penting, yaitu tahsil, yakni
mengamankan manfaat (manfaah) dan ibqa, yaitu mencegah kerusakan atau cedera
(madarrah) seperti yang diarahkan oleh Pemberi Hukum.
2.2.3 Definisi Religiusitas
Hawari menyebutkan bahwa religiusitas merupakan penghayatan keagamaan dan
kedalaman kepercayaan yang diekspresikan dengan melakukan ibadah seharihari,
berdoa, dan membaca kitab suci[6]. Menurut Fuad Nashori dan Rachmy Diana
Mucharam, bagi seorang Muslim, religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh
pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam[7]
2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Religiusitas
Orang yang mendapatkan pendidikan agama baik di rumah mapun di sekolah dan
masyarakat, maka orang tersebut mempunyai kecenderungan hidup dalam aturan-aturan
agama, terbiasa menjalankan ibadah, dan takut melanggar larangan-larangan agama[8].
Thoules menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi religiusitas, yaitu: (a)
Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial) yang
mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keagamaan, termasuk
pendidikan orang tua, tradisi-tradisi sosial untuk menyesuaikan dengan berbagai
pendapatan sikap yang disepakati oleh lingkungan. (b) Berbagai pengalaman yang
dialami oleh individu dalam membentuk sikap keagamaan terutama pengalaman
mengenai, (1) Keindahan, keselarasan dan kebaikan didunia lain (faktor alamiah), (2)
Adanya konflik moral (faktor moral), (3) Pengalaman emosional keagamaan (faktor
afektif). (c) Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian yang timbul dari
kebutuhankebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan terhadap keamanan,
cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian[9].
2.2.5 Perilaku Konsumen Calon Anggota Koperasi Syariah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan atau reaksi
individu yang terwujud di gerakan (sikap); tidak saja badan atau ucapan. Menurut
Soekidjo
Notoatmodjo, perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh
makhluk hidup[10]. Menurut Kottler perilaku konsumen adalah studi tentang
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan
bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka[11]. Perilaku konsumen menurut Mowen adalah studi unit – unit dan
proses pembuatan keputusan yang terlibat dalam menerima, menggunakan dan
penentuan barang, jasa, dan ide.
2.2.6 Pelayanan Anggota Koperasi
Menurut KBBI pelayanan merupakan suatu usaha untuk membantu menyiapkan
atau mengurus apa yang diperlukan orang lain. Menurut Groonros, pelayanan adalah
suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat
diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan
karyawan atau hal- hal lain yang di sediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang
dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan[16]. 5.2.
Anggota Koperasi Menurut Undang-undang nomor 25 tahun 1992, anggota koperasi
adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.

2.3 Kinerja Koperasi Di Indonesia

2.3.1 Variabel kinerja koperasi dan prinsip pengukuran kinerja koperasi


1. Variabel kinerja

Secara umum, variabel  kinerja koperasi yang diukur untuk melihat perkembangan


dan pertumbuhan (growth)  koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah
koperasi per provinsi, jumlah koperasi per jenis / kelompok koperasi, jumlah koperasi
aktif dan non aktif), keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset dan sisa hasil
usaha. Variabel-variabel tersebut pada dasarnya belumlah dapat mencerminkan secara
tepat untuk dipakai melihat peranan atau pangsa (share) koperasi terhadap pembangunan
ekonomi nasional.
Demikian pula dampak dari koperasi (cooperative effect) terhadap peningkatan
kesejahteraan anggota atau masyarakat belum tercermin dari variabel-variabel yang
disajikan.
Faktor yang mempengaruhi kinerja :
Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong adalah sebagai berikut:
 Faktor individu (personal factors) berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen, dan
lain-lain.
Faktor Kepemimpinan (leadership factors) berkaitan dengan kualitas dukungan dan
pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja.
2. Pengertian Pengukuran kinerja
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja
adalah proses dimana organisasi menetapkan parameter hasil untuk dicapai oleh program,
investasi, dan akuisi yang dilakukan.

2.3.2 Kelembagaan, Keanggotaan, Permodalan, Volume Usaha, Asset dan SHU


1. Kelembagaan
Organisasi koperasi adalah alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan struktur
organisasi adalah susunan dan hubungan antar komponen dan antar posisi dalam sebuah
perusahaan. Struktur organisasi mencerminkan herarki organisasi dan struktur wewenang
serta garis koordinasi dan tanggung jawab.
2. Keanggotaan Koperasi
Anggota koperasi merupakan pemilik dan juga pengguna jasa koperasi. Dalam koperasi
ada pula anggota luar biasa. Dikatakan luar biasa bila persyaratan untuk menjadi anggota
tidak sepenuhnya dapat dipenuhi seperti yang ditentukan dalam anggaran dasar.

2.2.3 Aspek permodalan koperasi


Dalam bab II, telah disebutkan bahwa dalam pemberian definisi dari koperasi,
Prof. R. S. Soeriaatmadja telah memberikan penekanan pada “ koperasi adalah kumpulan
dari orang-orang .....”.
Maksud dari pemberian penekanan tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa
koperasi itu bukanlah kumpulan dari modal (pemodal), seperti halnya pada perseroan
terbatas, dimana besar kecilnya modal yang ditanam oleh peserta atau pemilik modal
tersebut menentukan besar kecilnya hak suara seseorang anggota dalam kebijaksanaan dan
dalam pengelolaan usaha perusahaan.
Ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi oleh koperasi dalam kaitannya dengan
permodalan, yaitu :
1. Bahwa pengendalian dan pengelolaan koperasi harus tetap berada ditangan
anggota dan tidak perlu dikaitkan dengan jumlah modal atau dana yang bisa
ditanam oleh seseorang anggota dalam koperasi (member investors) dan
berlaku ketentuan, satu anggota satu suara.
2. Bahwa modal harus dimanfaatkan untuk usaha – usaha yang bermanfaat bagi
anggota.
3. Bahwa kepada modal hanya diberikan balasan jasa yang terbatas. Ini adalah
sesuai dengan asas koperasi yaitu: “limited returns on ekuity capital”.
4. Bahwa untuk membiayai usaha – usaha nya yang efisien, koperasi pada
dasarnya membutuhkan modal yang cukup.
5. Bahwa usaha – usaha dari koperasi harus dapat membantu pembentukan
modal baru .
6. Bahwa kepada saham koperasi (share), yang di Indonesia adalah ekuivalen
dengan simpanan  pokok, tidak bisa diberikan suatu premis diatas nilai
nominalnya, meskipun seandainya nilai bukunya bisa saja bertambah.

b. Sumber – Sumber Permodalan


1.    Modal Dasar
a. Modal pribadi
Dalam UU No. 12 Tahun 1967 Tentang pokok – pokok perkoperasian pasal 32
ayat 1 ditentukan bahwa modal koperasi itu terdiri dari dan dipupuk dari simpanan-
simpanan, pinjaman-pinjaman, penyisihan-penyisihan dari hasil usahanya termasuk
cadangan serta sumber-sumber lain. Kemudian dalam ayat 2 dikatakan bahwa
simpanan anggota didalam koperasi terdiri dari: Simpanan pokok, simpanan wajib,
dan simpanan sukarela. Masing-masing jenis simpanan tersebut mempunyai tanggung
jawab yang berbeda-beda terhadap kerugian yang mungkin terjadi atau bila mana
koperasi itu kemudian dibubarkan. Jadi disini pengertian modal lebih dilihat dari segi
wujud atau sebagai bukti (evidence).
Masing – masing jenis simpanan tersebut dalam UU No. 12 Tahun 1967
diberikan definisi sebagai berikut :
1. Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk
diserahkan kepada koperasi pada waktu seseorang masuk menjadi anggota
koperasi tersebut dan besarnya sama untuk semua anggota. Simpanan pokok ini
tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
Simpanan pokok ini ikut menanggung kerugian.
2. Simpanan wajib adalah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota
untuk membayarnya kepada koperasi pada waktu – waktu tertentu, misalnya
ditarik pada waktu penjualan barang – barang atau ditarik pada waktu anggota
menerima kredit dari koperasi dan sebagainya. Simpanan wajib ini tidak ikut
menanggung kerugian.
b. Dana Cadangan
Dana cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian sisa hasil
uasaha yang tidak dibagikan kepada anggota. Tujuannya dalah untuk memupuk modal
sendiri (equity) yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila koperasi membutuhkan
“dana segar” secara mendadak atau dapat digunakan untuk menutup kerugian dalam
menjalankan usaha.
c. Hibah
Unsur keuangan lain yang dapat dikategorikan sebagai permodalan (modal)
koperasi adalah berasal dari hibah. Hibah dalam rumusan bahasa sehari-hari adalah
bantuan, sumbangan atau pemberian cuma-cuma yang tidak mengharapkan
pengembalian atau pembal;asan dalam bentuk apapun.
2. Modal Pinjaman
Modal yang berasal dari pinjaman ini pada prinsipnya dapat berasal dari
siapapun, baik dalam bentuk uang ataupun barang; sepanjang pinjaman memang
diambil koperasi untuk digunakan mengembangkan usahanya dengan tetap
memerhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya dimasa datang. Setiap kali
koperasi menerima pinjaman (modal pinjaman) dari pihak manapun dan sebesar
apapun hendaknya dibuat perjanjian secara tertulis (apabila perlu dengan akta
autentik).
2.3.4 Efisiensi Koperasi
Pada dasarnya koperasi sebagai perusahaan tidak berbeda dengan bentuk
badan usaha lainnya, artinya tidak boleh dikatakan koperasi boleh bekerja secara tidak
efisien untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kumpulan orang. Pada koperasi,
tingkat efisiensi juga harus dilihat secara berimbang dengan tingkat efektifitasnya.
sebab biaya pelayanan yang tinggi bagi anggota diimbangi dengan keuntungan untuk
memperoleh pelayanan setempat yang lebih baik, misalnya biaya pelayanan dari pintu
ke pintu yang diberikan oleh koperasi kepada anggotanya.

2.4. Perkembangan Koperasi Di Dunia Dan Di Indonesia

2.4.1 Sejarah Koperasi Dunia

Gerakan Koperasi di dunia, di mulai pada pertengahan abad 18 dan awal abad 19 di

Inggris. Lembaga ini sering disebut dengan “KOPERASI PRAINDUSTRI”. Dari sejarah

perkembangannya, dimulai dari munculnya revolusi industri di Inggris tahun 1770 yang

menggantikan tenaga manusia dengan mesin-mesin industri yang berdampak pada

semakin besarnya pengangguran hingga revolusi Perancis tahun 1789 yang awalnya

ingin menumbangkan kekuasaan raja yang feodalistik, ternyata memunculkan hegemoni

baru oleh kaum kapitalis. Semboyan Liberte- Egalite- Fraternite (kebebasan-persamaan-

kebersamaan) yang semasa revolusi didengung-dengungkan untuk mengobarkan

semangat perjuang rakyat berubah tanpa sedikitpun memberi dampak perubahan pada

kondisi ekonomi rakyat. Manfaat Liberte (kebebasan) hanya menjadi milik mereka yang

memiliki kapital untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Semangat Egalite dan

Fraternite (persamaan dan persaudaraan) hanya menjadi milik lapisan masyarakat dengan

strata sosial tinggi (pemilik modal kapitalis). Sistem ekonomi kapitalis / liberal

memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal dan melahirkan

kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat ekonomi lemah. Dalam kemiskinan dan

kemelaratan ini, Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan


ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara

sepontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya

dengan mendirikan koperasi.

2.4.2 Perkembangan koperasi di Eropa


Pada tahun 1771-1858 gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen, dia
menerapkannya dalam usaha permintaan kapsa di New Lanark, Skotlandia. Ternyata
koperasi ini di kembangkan lagi oleh William King pada tahun 1786-1865 dengan
mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. King lalu menerbitkan publikasi bulanan
yang berjudul The Cooperator pada tanggal 1 Mei 1828, yang isinya mengenai gagasab
dan saran tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Koperasi pun
berkembang di negara-negara lainnya. Pada akhirnya koperasi berkembang luas di
negara-negara lainnya. Di jerman juga berdiri koperasi yang menggunakan prinsip
koperasi yang sama dengan koperasi buatan inggris.
1. Inggris
Penderitaan yang dialami oleh kaum buruh di berbagai negara di eropa pada awal
abad ke -19 di alami pula oleh para pendiri Koperasi konsumsi di Rochdale,Inggris,
pada tahun 1844. Pada mulanya Koperasi Rochdale memang hanya bergerak dalam
usaha kebutuhan konsumsi. Tapi kemudian mereka mulai mengembangkan sayapnya
dengan melakukan usaha-usaha produktif. Dengan berpegangan pada asas-asas
Rochdale, para pelopor Koperasi Rochdale mengembangkan toko kecil mereka itu
menjadi usaha yang mampu mendirikan pabrik,menyediakan perumahan bagi para
anggotanya, serta menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan
anggota dan pengurus Koperasi.Menyusul keberhasilan Koperasi Rochdale, pada tahun
1852 telah berdiri sekitar 100 Koperasi Konsumsi di Inggris. Sebagaimana Koperasi
Rochdale, Koperasi-koperasi ini pada umumnya didirikan oleh para konsumen. Dalam
rangka lebih memperkuat gerakan Koperasi, pada tahun 1862, Koperasi-koperasi
konsumsi di Inggris menyatukan diri menjadi pusat Koperasi Pembelian dengan nama
The Cooperative Whole-sale Society, disingkat C. W. S. Pada tahun 1945, C. W. S. telah
memiliki sekitar 200 buah pabrik dan tempat usaha dengan 9.000 pekerja, yang
perputaran modalnya mencapai 55.000.000 poundsterling. Sedangkan pada tahun 1950,
jumlah anggota Koperasi di seluruh wilayah Inggris telah berjumlah lebih dari
11.000.000 orang dari sekitar 50.000.000 orang penduduk Inggris.
2. Perancis
Perancis dan perkembangan industri telah menimbulkan kemiskkinandan
penderitaan bagi rakyat Perancis. Berkat dorongan pelopor-pelopor mereka seperti
Charles Forier, Louis Blanc, serta Ferdinand Lasalle, yang menyadari perlunya perbaikan
nasib rakyat, para pengusaha kecil di Perancis berhasil membangun Koperasi-koperasi
yang bergerak dibidang produksi. Dewasa ini di Perancis terdapat gabungan Koperasi
konsumsi nasional Perancis (Federation Nationale Dess Cooperative de Consommation),
dengan jumlah koperasi yang tergabung sebanyak 476 buah. Jumlah anggotanya
mencapai 3.460.000 orang, dan toko yang di miliki berjumlah 9.900 buah dengan
perputaran modal sebesar 3.600 milyar franc/tahun.

3. Jerman
Sekitar tahun 1848, saat inggris dan perancis telah mencapai kemajuan, muncul
seorang pelopor yang bernama F.W.Raiffeisen, walikota di Flammersfield ia
menganjurkan agar kaum petani menyatukan diri dalam perkumpulan simpan pinjam.
Setelah melalui beberapa rintangan, akhirnya Raiffesien dapat mendirikan Koperasi
dengan pedoman kerja sebagai berikut :
a. Anggota Koperasi wajib menyimpan sejumlah uang
b. Uang simpanan boleh dikeluarkan sebagai pinjaman dengan membayar bunga.
c. Usaha Koperasi mula-mula dibatasi pada desa setempat agar tercapai kerjasama
yang erat.
d. Pengurusan Koperasi diselenggarakan oleh anggota yang dipilih tanpa
mendapatkan upah.
e. Keuntungan yang diperoleh digunakan untuk membantu kesejahteraan masyarakat
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang dijalankan berdasarkan asas
kekeluargaan.  inti dari koperasi adalah kerja sama, yaitu kerja sama diantara anggota dan
para pengurus dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anggota dan masyarakat serta
membangun tatanan perekonomian nasional. Sebagai gerakan ekonomi rakyat, koperasi
bukan hanya milik orang kaya melainkan juga milik oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa
terkecuali.           
Keanggotaan Koperasi Indonesia bersifat sukarela dan didasarkan atas kepentingan
bersama sebagai pelaku ekonomi. Melalui koperasi, para anggota ikut, secara aktif
memperbaiki kehidupannya dan kehidupan masyarakat melalui karya dan jasa yang
disumbangkan. Dalam usahanya, koperasi akan lebih menekankan pada pelayanan terhadap
kepentingan anggota, baik sebagai produsen maupun konsumen

3.2 Saran
Kita harus meningkatkan kesadaran dari diri kita masing - masing dalam usaha untuk
meningkatkan koperasi di Indonesia, dengan cara  meningkatkan kinerja anggota koperasi
dengan cara memberikan training atau pelatihan kepada anggota koperasi, kita juga bisa
memodifikasi produk yang ada , dengan memodifikasi produk-produk yang ada dikoperasi
untuk meningkatkan selera masyarakat sehingga tertarik untuk mengkonsumsi produk dari
koperasi tersebut dengan menyesuaikan dengan perkembangan zaman dari tahun ke tahun
dan juga memperbaiki koperasi secara menyeluruh. Kita harus menjadikan koperasi yang ada
Indonesia ini sebagai koperasi yang baik dan marilah kita memberi perubahan yang ada untuk
lebih mensejahterkan koperasi Indonesia agar menjadi lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA

Asep, 2009. Pasar Tradisional yang Mengeluh. www.hupakuan.com/beritadetail.php?


idberita=2009518071825%20&&%20kunci- ... (16 Oktober 2009, 11:07).
Hariyono. 2003. Koperasi sebagai Strategi Pengembangan Ekonomi Pancasila, Pusat Studi
Ekonomi Pancasila Universitas Gajah mada. http://www.ekonomirakyat.ugm.ac.id/My
%20Web/sembul05 1/html. (20 Oktober 2009, 13.49).
Heryadi. 2004. Pengembangan Usaha Mikro. Economic Review Journal, No. 198,
Desember.
Sholihin, A.I., Buku Pintar Ekonomi Syariah. 2010: PT Gramedia Pustaka Utama . 2. Dusuki,
A.W. and N.I. Abdullah, Maqasid alShariah, Maslahah, and corporate social
responsibility. American Journal of Islamic Social Sciences, 2007. 24(1): p. 25
Buchori, N.S., Koperasi dalam Perspektif Ekonomi Syari’ah. MASLAHAH (Jurnal
Hukum Islam dan Perbankan Syariah), 2010. 1(1): p. 93- 115

Anda mungkin juga menyukai