Anda di halaman 1dari 8

RESUME KONSEP BERMAIN PADA ANAK, KOMUNIKASI

TERAPEUTIK SESUAI TAHAP PERKEMBANGAN, KONSEP


ATRAUMATIC CARE, PENGKAJIAN FISIK PADA ANAK

Oleh:
LAILA ANANDA RACHMAYANI SANTOSO
(2010059)

Mata Kuliah :
KEPERAWATAN ANAK
DOSEN :
Faridah, SST., M.Kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA 
SEMESTER GANJIL
TAHUN AJARAN 2020/2021
KONSEP BERMAIN PADA ANAK

A. PENGERETIAN
Kegiatan yang tdk dpt dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari krn bermain sama dgn berja pada org
dewasa, yg dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dgn ling, menyesuaikan diri dgn ling, belajar
mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak

B. TUJUAN BERMAIIN
a. Perkembangan fisik
b. Menberi dorongan komunikasi
c. Penyaluran energi emosional yang terpendam
d. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan
e. Sumber belajar
f. Merangsang kreatifitas
g. Perkembangan wawasan diri
h. Belajar bermasyarakat
i. Standar moral
j. Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin
k. Perkembangan ciri kepribadian

C. FUNGSI BERMAIN
1. Perkembangan sensorik motoric
2. Perkembangan intelektual
3. Perkembangan sosial.
4. Perkbg kreatifitas
5. Perkembangan kesadaran diri.Anak akan mengembangkan kemampuannya dlm mengatur t.l.
6. Perkembangan moral
7. Terapi

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS BERMAIN


Ada 5 faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain pada anak yaitu tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak, status kesehatan anak, jenis kelamin anak, lingkungan yang mendukung, serta alat dan
jenis permainan yang cocok atau sesuai bagi anak
a. Tahap perkembangan anak
b. Status kesehatan anak
c. Jenis kelamin anak
d. Lingkungan yang mendukung
e. Alat dan jenis permainan yang cocok

E. KLASIFIKASI BERMAIN
a. Berdasarkan isi permainan
1) Social affective play
2) Sense of pleasure play
3) Skill play
4) Games atau permainan
5) Unoccupied behavior
6) Dramatic play
b. Berdasarkan karakter soaial
1) Onlooker play.
2) Solitary play
3) Parallel play
4) Assosiatif play
5) Cooperative play

c. Berdasarkan kelompok usia anak


1) Anak usia bayi
2) Anak usia toddler(>1 tahun-3tahun)
3) Anak usia pra sekolah (>3 tahun-6 tahun)
4) Anak usia sekolah(6-12tahun)
5) Anak usia remaja (13-18 tahun)

F. PRINSIP-PRINSIP DALAM AKTIVITAS BERMAIN


Soetjiningsih (1995) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agara aktivitas
bermain bisa menjadi stimulus yang efektif sebagai mana berikut ini :
a. Perlu ekstra energy
b. Waktu yang cukup
c. Alat permainan
d. Ruang untuk bermain
e. Pengetahuan cara bermain
f. Teman bermain

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SESUAI TAHAP PERKEMBANGAN

roses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarganya/. Komunikasi terapeutik yang terjadi antara perawat dan klien harus melalui empat
tahap yaitu meliputi fase pra-interaksi, orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Agar komunikasi terapeutik
antara perawat dan klien dapat berjalan sesuai harapan, diperlukan strategi yang harus dilakukan oleh
perawat pada saat melakukan komunikasi terpeutik dengan kliennya. Berikut tahap-tahap komunikasi
terapeutik:
A.       Fase Preinteraksi
Fase pra-interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien.
Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah
hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan
oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat
sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis,
Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam
menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan
mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005)
sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).Tahap
ini adalah masa persiapan, tugas perawat yaitu :
1.    Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya
2.    Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, melatih memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien
3.    Mengumpulkan data tentang klien
4.    Membuat rencana pertemuan secara tertulis.

B.       Fase Orientasi
Fase orientasi atau perkenalan merupakan fase yang dilakukan perawat pada saat pertama kali bertemu
atau kontak dengan klien. Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan.
Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan
keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998). Tugas-tugas
perawat pada tahap ini antara lain
1.    Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka.
2.    Merumuskan kontrak bersama klien. yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan
topik pertemuan;
3.    Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Menggunakan pertanyaan terbuka
4.    Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikas
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1.    Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2.    Memperkenalkan diri perawat
3.    Menyepakati kontrak.
4.    Melengkapi kontrak
5.    Evaluasi dan validasi. 

C.       Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,1998). Fase kerja
merupakan inti dari hubungan perawat dan klien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pada fase kerja ini perawat perlu
meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan.
Meningkatkan interaksi sosial dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi
kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam
mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor fungsional komunikasi
terapeutik dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, meningkatkan komunikasi klien
dan mengurangi ketergantungan klien pada perawat, dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan
mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.
Tugas perawat pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada klien dengan tepat.
Perawat juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang
konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi penolakan perilaku adaptif.
Strategi yang dapat dilakukan ialah mengatasi penolakan perilaku adaptif dengan cara menciptakan
suasana komunikasi yang nyaman bagi kliendiantaranya adalah:
1.        Berhadapan dengan lawan bicara.Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (”saya siap untuk
anda”).
2.        Sikap tubuh terbuka yaitu kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan). Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan
bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.
3.        Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara. Hal ini menunjukkan bahwa
perawat bersiap  untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).
4.        Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural. Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan
kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi.
5.        Bersikap tenang. Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan  gerakan/bahasa
tubuh yang natural.
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat
dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian
menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam
tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu
klien untukmendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan
mengevaluasinya.

D.       Fase Terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina. Perawat
dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan.
Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep
kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan pasien, yang dapat dibagi dua yaitu:
1.        Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2.        Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh. 

Tugas perawat pada fase ini yaitu :


1.        Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif.
2.        Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi atau setelah
melakukan tindakan tertentu
3.        Menyepakati tindak lanjut. Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang
diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan
berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;
4.        Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan
tempat pertemuan
5.    Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

KONSEP ATRAUMATIC CARE

A. PENGERTIAN
Merupakan bentuk perawatan teurapetik yang diberikan oleh
tenaga kesehatan dalam tatanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang
dapat mengurangi stres fisik maupun stres psikologis yang dialami anak maupun orang
tuanya

B. Manfaat atraumatic care


Anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang perlu perhatian lebih, karena
masa anak merupakan proses menuju kematangan. Berbagai peristiwa yang dialami anak, seperti sakit
atau hospitalisasi akan menimbulkan trauma pada anak seperti cemas, marah, nyeri, dan lain-lain.
Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan masalah psikologis pada anak
yang akan mengganggu perkembangan anak. Oleh karena itu, manfaat atraumatic care adalah
mencegah masalah psikologis kecemasan pada anak, serta mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan anak Hidayat, 2012. Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa penerapan
atraumatic care memiliki pengaruh atau hubungan terhadap penurunan respon kecemasan pada anak
yang di hospitalisasi Bolin, 2011 Breving, et al., 2015.

C. Tujuan atraumatic care


Atraumatic care sebagai asuhan terapeutik memiliki beberapa tujuan, yaitu: Universitas
Sumatera Utara a. Jangan melukai, hal tersebut dinyatakan Wong dan koleganya 2009 sebagai tujuan
utama dari atraumatic care. b. Mencegah dan mengurangi stres fisik Supartini, 2014. c. Mencegah dan
mengurangi stres psikologis Supartini, 2014. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa
prinsip atraumatic care sebagai kerangka kerjanya Wong, et al., 2009.

PENGKAJIAN FISIK PADA ANAK

A. PENGERTIAN
Pengkajian fisik adalah proses berkelanjutan yang dimulai secara wawancara, terutama dengan menggunakan
inspeksi atau observasi. Selama pemeriksaan yang lebih formal,alat-alat untuk perkusi,palpasi dan auskultasi
ditambahkan untuk memantapkan dan menyaring pengkajian sistem tubuh.Seperti pada riwayat kesehatan,
obyekyif dari pengkajian fisik adalah untuk merumuskan diagnsa keperawatan dan mengevaluasi keefektivan
intervensiterapeutik.( Wong,2003)
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan,dimana tiap tahap perawatan melakukan
pengkajian data yang diperoleh dari hasil wawancara, laporan teman sejawat, catatan keperawatan, atau
catatan kesehatan lain dan pengkajian fisik.( Robert Priharjo, 1993 ).

Physical examination merupakan tehnik maneuver yang terdiri dari beberapa rangkaian, yang masing-masing
anak memlik sensifitas dan verbal baik fisik maupun spikologik.( Wong, 1993 ).

Pemeriksaan fisik lebih dari suatu rangkaian latihan tehnikal. Hal itu merupakan tuntutan yang sama
sensivitasnya dengan kebutuhan fisik dan psikologik anak yang sulit di kenal dan tidak sama dengan yang
lainnya.( Wong, 1993 ).

B. TUJUAN PEMERIKSAAN FISIK.

Tujuan pemeriksaan fisik adalah memperoleh informasi yang akurat tentang keadaan fisik pasien. Karena sifat
alamiah bayi dan anak, ururan pemeriksaan tidak harus menuruti sistematika yang lazim pada orang dewasa.
Dalam pemeriksan anak harus memperhatikan kebutuhan perkembangan mental anak. Penggunaan
perkembanagn mental dan kronologi umur sebagai kriteria utama dalam pengkajian tiap sistem tubuh
memudahkan/menyelesaikan dari beberapa tujuan, diantaranya :

1)      Meminimalkan steres dan ansietas yang berhubungan dengan pengkajian pada baguan-bagian tubuh yang
berbeda.
2)      Memelihara dan membina hubungan saling percaya antara perawat, anak dan orang tua.
3)      Memberikan persiapan yang maksimum pada anak.
4)      Memberikan perlindungan yang esensial pada hubungan antara orang tua-anak, terutama dengan anak kecil.
5)      Memaksimalkan keakuratan dan reabilitas hasil pengkajian.

C. PEMERIKSANAAN ANAK.

Walaupun pemeriksaan fisik dilakukun dengan prosedur yang tidak menyebabkan rasa saki, tetapi kepada
seorang anak dengan menggunakan jari, telapak tangan, lengan, pemeriksaan dalam telinga dan
mulut,menekn abdomen dan mendengarkan dasa dengan permukaan metal yang dingin dapat menimbulkan
stresful. Pemeriksaan fisik ini harus menjadi hal yang menyenangkan dan sama baik hasilnya. Misalnya dengan
anak pre school dan yang lebih tua perawat dapat menggunakan gambar atau boneka untuk membantu anak
belajar tentang tubuh mereka.

Tehnik “Paper Doll” merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengajarkan anak tentang bagian tubuh
mereka yang diperiksa. Kesimpulannya adalah saat kunjungan anak dapat membawa paper doll sebagai
pengingat pengalaman. Banyak permintaan anak yang sangat kooperatif ketika orang tua bersama mereka.
Hal ini ada yang menyebabkan, bagaimanapun saat anak yang lebih tua terutama adolence lebih memilih di
periksa sendiri pada pemeriksaan genetalia, sering anak yang sedang diperiksa juga disertai saudara
kandungnya yang dapat menyebabkan ke tidak teraturan kerena ada boredom.

Sebuah taktik untuk membantu mereka adalah untuk memberikan mereka kesempatan untuk mencoba alat
pemeriksaan seperti stetoskop atau spatel lidah dan memuji anak atas “Bantuannya”selama pemeriksaan.

D. KOMUNIKASI SEBELUM PEMERIKSAAN FISIK.


Sebagai tenaga medis sebelum melakukan pemeriksaan hendaknya jangan mengabaikan komunikasi
walaupun pada anak sekalipun. Hal ini bertujuan agar nantinya ia mendapatkan informasi yang akurat dengan
pasien. Adapun komunikasi yang dilakukan perawat sebelum melakukan pemeriksaan fisik antara lain:
1)      Bicara terlebih dahulu pada orang tua, tunjukkan bahwa kita akan membina hubungan yang baik
dengannya.Dengan demikian, anak akan melihat bahwa kita berbuat baik terhadap orang tuanya. Kemudian
perhatian kita alihkan pada anak dengan tujuan semula, yaitu melakukan pengkajian.
2)      Mulai kontak dengan anak dengan menceritakan sesuatu yang lucu. Dengan demikian harapkan anak akan
tertarik dengan pembicaraan perawat dan mau bekerja sama.
3)      Gunakan mainan sebagai pihak ketiga dalam bentuk yang lain sebagai titik masuk berbicara pada anak. Hal ini
akan sangat efektif terutama pada anak usia toddler dan anak pra sekolah.
4)      Apabila memungkinkan, ajukan pilihan pada anak tersebut tentang pemeriksaan yang diinginkan, sambil
duduk atau di tempat tidur, atau di pangku oleh orangtuanya.
5)      Pemeriksaan yang menimbulkan trauma dilakukan paling terakhir. Dengan demikian, pilih pemeriksaan yang
paling sederhana atau yang dapat dilakukan sambil bermain terlebih dahulu.
6)      Hindarkan pemeriksaan dengan menggunakan alat yang menimbulkan rasa takut,misalnya termometer atau
stetoskop yang terasa dingin.

CONTOH SOAL
1. Seorang anak laki-laki umur 2 tahun di rawat. Menurut ibu klien anaknya sesak dan batuk –batuk ,
panas, rewel . Hasil pengkajian didapatkan bayi didapatkan sesak, batuk , retraksi dada, pernafasan
30 kali permenit nadi 100 kali permenit, suhu tubuh 38°C, terdapat ronkhi, terpasang O2 1liter/menit
dengan nasal kanul
Berapakah konsentrasi oksigen yang di dapatkan?
A. 24 %
B. 44 %
C. 30%
D. 60%
E. 40%

Anda mungkin juga menyukai