Anda di halaman 1dari 3

Nama : Leni Ratnawati

NPM. : 1312000072

No.Absen : 44

Kelas. :K

TUGAS RUU CIPTA UU OMNIBUSLAW YANG MENYEBABKAN DEMO

A. UU Omnibus Law Cipta Kerja artinya UU baru yang menggabungkan regulasi dan memangkas
beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya termasuk pasal tentang ketenagakerjaan menjadi
peraturan perundang-undangan yang lebih sederhana.

Pokok pangkal persoalan dari demo yang terjadi sejak 6 Oktober hingga hari ini, Kamis, 8 Oktober 2020
adalah pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang sudah disahkan pada 5 Oktober lalu.
Bila merujuk pada draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja, terdapat sejumlah pasal-pasal bermasalah, yang
mencakup ketenagakerjaan, pendidikan, pers hingga lingkungan hidup.Ada beberapa perbedaan antara
UU Cipta Kerja Omnibus Law dan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

B. Beberapa pasal yang dihapus atau diganti dalam UU Cipta Kerja adalah:

1. Pasal 79 ayat 2 huruf b UU No.13/2003 (UUK)

Dalam pasal ini diatur mengenai istirahat mingguan, pasal 79 ayat 2 huruf b UUK menyebutkan:

Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk
5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Dalam UU Cipta Kerja, aturan 5 hari kerja itu dihapus, sehingga berbunyi:

Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

2. Pasal 79 Ayat 2d

Pasal ini dalam UUK menyatakan:

Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan
masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara
terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi
atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan
masa kerja 6 (enam) tahun.

Dalam UU Cipta Kerja, regulasi mengenai cuti panjang diserahkan ke perusahaan.


RUU Cipta Kerja tidak mencantumkan hak cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja/buruh yang sudah
bekerja selama 6 tahun secara terus menerus dan menyerahkan aturan itu kepada perusahaan atau
perjanjian kerja sama yang disepakati.

3. Pasal 81 UUK

Pasal ini mengatur pekerja/buruh perempuan bisa memperoleh libur pada saat haid hari pertama dan
kedua pada saat haid, berbunyi:

(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada
pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

UU Cipta Kerja tidak mencantumkan hak cuti haid bagi perempuan. UU Cipta Kerja tidak menuliskan hak
cuti haid di hari pertama dan kedua masa menstruasi yang sebelumnya diatur dalam UU
Ketenagakerjaan, sehingga untuk peraturan ini masih mengacu pada UUK Nomor 13 Tahun 2003.

4. Pasal 82 UUK

Pasal ini mengatur mekanisme cuti hamil-melahirkan bagi pekerja perempuan. Di dalamnya juga
termasuk cuti untuk istirahat bagi pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran.

(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum

saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurutperhitungan dokter
kandungan atau bidan.

(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5
(satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

Draft UU Cipta Kerja tidak mencantumkan pembahasan, perubahan atau status penghapusan dalam
pasal tersebut, sehingga tetap berlaku sesuai aturan dalam UUK.

5. Pasal 83 UUK

Pasal ini mengatur bahwa pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi
kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

"Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja."

UU Cipta Kerja tidak mencantumkan pembahasan, perubahan atau status penghapusan dalam pasal
tersebut.

6. Pasal 80 UUK
Pasal ini menyatakan:

Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan
ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

UU Cipta Kerja tidak mencantumkan pembahasan, perubahan atau status penghapusan dalam pasal
tersebut, sehingga masih berlaku peraturan yang lama dalam UUK.

Anda mungkin juga menyukai