Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN TUGAS PENGENALAN PROFESI

“Situasi Covid-19 Provinsi Lampung Dikaitkan Dengan Mobilitas Penduduk


di Lampung”

Kelompok 6

Dosen Pembimbing : dr. Sheilla Yonaka, M.Kes

1. Azyu Salwa Salsabila (702016001)


2. Talitha Denaneer (702017003)
3. Shally Aprilia (702017005)
4. Fatinah Fairuz Qonitah (702017019)
5. Helen Okti Marantika (702017030)
6. Teddy Desky Ardian (702017038)
7. Muhammad Rizki Perdana (702017044)
8. Aufaa Rifqi Rizqullah (702017054)
9. Ulfah Haniyah (702017078)
10. Barratush Febby Wulan (702017085)
11. Neva Fiyolla Palupi (702017087)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuni
a-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) yang
“Situasi Covid-19 Provinsi Lampung Dikaitkan Dengan Mobilitas Penduduk di
Lampung” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu terc
urah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sa
habat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.

Kami menyadari bahwa laporan TPP ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu k
ami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan TPP ini, penulis banyak mendapat
bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan
rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.


2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materi maupun spiritual.
3. Dr. Sheilla Yonaka, M.Kes. selaku pembimbing kelompok 6
4. Teman-teman sejawat.
5. Semua pihak yang membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberik
an kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutoria
l ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selal
u dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Kegiatan...................................................................................................2
1.4 Manfaat................................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................4

2.1 Landasan Teori.....................................................................................................4


2.1.1 Definisi Covid-19..........................................................................................4
2.1.2 Etiologi Covid-19..........................................................................................4
2.1.3 Epidemiologi Covid-19.................................................................................5
2.1.4 Patofisiologi Covid-19..................................................................................7
2.1.5 Manifestasi Klinis Covid-19.........................................................................9
2.1.6 Diagnosis Covid-19.....................................................................................10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Covid-19..............................................................12
2.1.8 Tatalaksana Covid-19..................................................................................15
2.1.9 Pencegahan Covid-19..................................................................................26

BAB III.......................................................................................................................43

HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................43

3.1 Hasil...................................................................................................................43

3.2 Pembahasan........................................................................................................47

BAB VI........................................................................................................................50

iii
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................50

4.1 Kesimpulan........................................................................................................50

4.2 Saran..................................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................51

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi keterpaduan antara


ilmu kedokteran, sanitasi, dan ilmu sosial dalam mencegah penyakit yang
terjadi di masyarakat (Eliana., Sumiati, S. 2016). Pencegahan menjadi
komponen penting dalam praktek kedokteran, karena meningkatnya
kemungkinan untuk menerapkan konsep kedokteran pencegahan dalam
diagnose dini dan pengobatan penyakit yang baru diderita atau menatap.
Dalam Ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran komunitas penilaian
status kesehatan, seperti surveilans peyakit, pengukuran status kesehatan
dan penilaian kencenderungan perkembangan suatu penyakit dikaitkan
dengan pelayanan kesehatan penting dilakukan penilaian.

Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan


penyakit mulai dari gejala ringan sampai berat. Setidaknya terdapat dua
jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat
menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Wabah penyakit coronavirus (COVID-19) ditetapkan sebagai


Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia dan virusnya
sekarang sudah menyebar ke berbagai sistem dan teritori. Memang masih
banyak yang belum diketahui tentang virus penyebab COVID-19, tetapi kita
tahu bahwa virus ini ditularkan melalui kontak langsung dengan percikan
dari saluran napas orang yang terinfeksi (yang keluar melalui batuk dan
bersin). Orang juga dapat terinfeksi karena menyentuh permukaan yang
terkontaminasi virus ini lalu menyentuh wajahnya (misanya., mata, hidung,
mulut). Meskipun COVID-19 terus menyebar, masyarakat harus mengambil
tindakan untuk mencegah penularan lebih jauh, mengurangi dampak wabah

1
ini dan mendukung langkah-langkah untuk mengendalikan penyakit ini
(Kemenkes, 2020).

Salah satu masalah kesehatan yang sedang dihadapi Indonesia


sekarang adalah pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum
menunjukkan penurunan bahkan angka kematian kita termasuk 5 besar
dunia. Situasi perkembangan terkini Covid-19 di Lampung menunjukkan
angka konfirmasi positif yang masih tinggi belum mencapai puncak kasus
(2.165) dengan proporsi kematian (CFR 4,5 %) lebi tinggi dari Nasional
(3.5 %), angka kesembuhan sebesar 57,69% sedikit lebih rendah dari
Nasional (78,70%).

Masih meningkatnya kasus konfirmasi positif disebabkan


kemampuan tracing, testing dan treatmen yang belum optimal dan
kepatuhan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan seperti mencuci tangan,
mengunakan masker dan menjaga jarak masih belum begitu baik, demikian
juga dengan mobilitas penduduk masih cukup tinggi di masa pendemi ini.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk


mengetahui dan memahami situasi Covid-19 di provinsi Lampung dikaitkan
dengan mobilitas penduduk di Lampung. Hal ini terkait kegiatan
pembelajaran dalam blok yang mengharuskan mahasiswa untuk belajar dan
mengevaluasi dari tinjauan pustaka.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana situasi covid-19 di provinsi Lampung dikaitkan dengan
mobilitas penduduk di Lampung?

1.3 Tujuan Kegiatan


1.3.1 Tujuan Umum

2
Agar mahasiswa dapat melakukan analisis data perkembangan
covid-19 terkini secara menyeluruh dikaitkan dengan mobilitas
penduduk.

1.3.2 Tujuan Khusus


Agar mahasiswa dapat menganalisis perkiraan faktor-faktor yang
mempengaruhi masih tingginya kasus konfirmasi positif, tingginya
CFR dan menghitung angka Reproduction Number (Rt).

1.4 Manfaat

Berikut ini adalah manfaat dari tugas pengenalan profesi sebagai berikut:

1. Menambah ilmu pengetahuan penulis dan pembaca tentang mobilitas


penduduk.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi dalam
mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Covid-19
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Coronavirus adalah
keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan
sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti
Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah
penyakit jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada
manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-CoV-2. Virus
corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia)
(Kemenkes, 2020).

2.1.2 Etiologi Covid-19


Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family
coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif,
berkapsul dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada
Coronavirus yaitu: protein N (nukleokapsid), glikoprotein M (membran),

4
glikoprotein spike S (spike), protein E (selubung). Coronavirus tergolong
ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Coronavirus ini dapat
menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Terdapat 4 genus yaitu
alphacoronavirus, betacoronavirus, gammacoronavirus, dan
deltacoronavirus. Sebelum adanya COVID-19, ada 6 jenis coronavirus
yang dapat menginfeksi manusia, yaitu HCoV-229E (alphacoronavirus),
HCoV-OC43 (betacoronavirus), HCoVNL63 (alphacoronavirus) HCoV-
HKU1 (betacoronavirus), SARS-CoV (betacoronavirus), dan MERS-CoV
(betacoronavirus). Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19
termasuk dalam genus betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar
dengan beberapa pleomorfik, dan berdiameter 60-140 nm. Hasil analisis
filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang
sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah SARS pada 2002-
2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International Committee on
Taxonomy of Viruses (ICTV) memberikan nama penyebab COVID-19
sebagai SARS-CoV-2 Belum dipastikan berapa lama virus penyebab
COVID-19 bertahan di atas permukaan, tetapi perilaku virus ini
menyerupai jenis-jenis coronavirus lainnya. Lamanya coronavirus
bertahan mungkin dipengaruhi kondisi-kondisi yang berbeda (seperti jenis
permukaan, suhu atau kelembapan lingkungan). SARS-CoV-2 dapat
bertahan selama 72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel, kurang
dari 4 jam pada tembaga dan kurang dari 24 jam pada kardus. Seperti virus
corona lain, SARS-COV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas.
Efektif dapat dinonaktifkan dengan pelarut lemak (lipid solvents) seperti
eter, etanol 75%, ethanol, disinfektan yang mengandung klorin, asam
peroksiasetat, dan khloroform (kecuali khlorheksidin) (Kemenkes, 2020).

2.2.3 Epidemiologi Covid-19


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh Coronavirus jenis baru. Penyakit ini diawali dengan
munculnya kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Wuhan,

5
China pada akhir Desember 2019 (Li et al, 2020). Berdasarkan hasil
penyelidikan epidemiologi, kasus tersebut diduga berhubungan dengan
Pasar Seafood di Wuhan. Pada tanggal 7 Januari 2020, Pemerintah China
kemudian mengumumkan bahwa penyebab kasus tersebut adalah
Coronavirus jenis baru yang kemudian diberi nama SARS-CoV-2 (Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Virus ini berasal dari famili
yang sama dengan virus penyebab SARS dan MERS. Meskipun berasal
dari famili yang sama, namun SARS-CoV-2 lebih menular dibandingkan
dengan SARS-CoV dan MERS-CoV (CDC China, 2020). Proses
penularan yang cepat membuat WHO menetapkan COVID-19 sebagai
KKMMD/PHEIC pada tanggal 30 Januari 2020. Angka kematian kasar
bervariasi tergantung negara dan tergantung pada populasi yang
terpengaruh, perkembangan wabahnya di suatu negara, dan ketersediaan
pemeriksaan laboratorium (Kemenkes, 2020).
Thailand merupakan negara pertama di luar China yang melaporkan
adanya kasus COVID-19. Setelah Thailand, negara berikutnya yang
melaporkan kasus pertama COVID-19 adalah Jepang dan Korea Selatan
yang kemudian berkembang ke negara-negara lain. Sampai dengan
tanggal 30 Juni 2020, WHO melaporkan 10.185.374 kasus konfirmasi
dengan 503.862 kematian di seluruh dunia (CFR 4,9%). Negara yang
paling banyak melaporkan kasus konfirmasi adalah Amerika Serikat,
Brazil, Rusia, India, dan United Kingdom. Sementara, negara dengan
angka kematian paling tinggi adalah Amerika Serikat, United Kingdom,
Italia, Perancis, dan Spanyol.
Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret
2020 dan jumlahnya terus bertambah hingga sekarang. Sampai dengan
tanggal 30 Juni 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 56.385 kasus
konfirmasi COVID-19 dengan 2.875 kasus meninggal (CFR 5,1%) yang
tersebar di 34 provinsi. Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki.
Kasus paling banyak terjadi pada rentang usia 45-54 tahun dan paling

6
sedikit terjadi pada usia 0-5 tahun. Angka kematian tertinggi ditemukan
pada pasien dengan usia 55-64 tahun (Kemenkes, 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CDC China, diketahui
bahwa kasus paling banyak terjadi pada pria (51,4%) dan terjadi pada usia
30-79 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia <10 tahun (1%). Sebanyak
81% kasus merupakan kasus yang ringan, 14% parah, dan 5% kritis (Wu Z
dan McGoogan JM, 2020). Orang dengan usia lanjut atau yang memiliki
penyakit bawaan diketahui lebih berisiko untuk mengalami penyakit yang
lebih parah. Usia lanjut juga diduga berhubungan dengan tingkat kematian.
CDC China melaporkan bahwa CFR pada pasien dengan usia ≥ 80 tahun
adalah 14,8%, sementara CFR keseluruhan hanya 2,3%. Hal yang sama
juga ditemukan pada penelitian di Italia, di mana CFR pada usia ≥ 80
tahun adalah 20,2%, sementara CFR keseluruhan adalah 7,2% (Onder G,
Rezza G, Brusaferro S, 2020). Tingkat kematian juga dipengaruhi oleh
adanya penyakit bawaan pada pasien. Tingkat 10,5% ditemukan pada
pasien dengan penyakit kardiovaskular, 7,3% pada pasien dengan diabetes,
6,3% pada pasien dengan penyakit pernapasan kronis, 6% pada pasien
dengan hipertensi, dan 5,6% pada pasien dengan kanker (Kemenkes,
2020).

2.2.4 Patofisiologi Covid -19

Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan


laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius.
Selanjutnya, virus akan menyerang organ target yang mengekspresikan
Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2), seperti paru-paru, jantung,
sistem renal dan traktus gastrointestinal.

Protein S pada SARS-CoV-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke


dalam sel target. Masuknya virus bergantung pada kemampuan virus untuk
berikatan dengan ACE2, yaitu reseptor membran ekstraselular yang

7
diekspresikan pada sel epitel, dan bergantung pada priming protein S ke
protease selular, yaitu TMPRSS2.

Protein S pada SARS-CoV-2 dan SARS-CoV memiliki struktur tiga


dimensi yang hampir identik pada domain receptor-binding. Protein S
pada SARS-CoV memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan ACE2 pada
manusia. Pada analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa SARS-CoV-2
memiliki pengenalan yang lebih baik terhadap ACE2 pada manusia
dibandingkan dengan SARS-CoV.

Periode inkubasi untuk COVID19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan


kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta
pasien belum merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar
melalui aliran darah, terutama menuju ke organ yang mengekspresikan
ACE2 dan pasien mulai merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari
dari gejala awal, kondisi pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh
timbulnya sesak, menurunnya limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika
fase ini tidak teratasi, dapat terjadi Acute Respiratory Distress
Syndrome(ARDS), sepsis, dan komplikasi lain. Tingkat keparahan klinis
berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun), komorbiditas seperti diabetes,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hipertensi, dan obesitas.

Sistem imun innate dapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-Ilike


receptors, NOD-like receptors, dan Toll-like receptors. Hal ini selanjutnya
akan menstimulasi produksi interferon (IFN), serta memicu munculnya
efektor anti viral seperti sel CD8+, sel Natural Killer (NK), dan makrofag.
Infeksi dari betacoronavirus lain, yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV,
dicirikan dengan replikasi virus yang cepat dan produksi IFN yang
terlambat, terutama oleh sel dendritik, makrofag, dan sel epitel respirasi
yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan kadar sitokin proinflamasi
seiring dengan progres penyakit.

8
Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan
pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan
disebut “badai sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi
inflamasi berlebihan dimana terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam
jumlah yang banyak sebagai respon dari suatu infeksi. Dalam kaitannya
dengan Covid-19, ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan
kemokin oleh sel imun innate dikarenakan blokade oleh protein non-

struktural virus. Selanjutnya, hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan


sitokin proinflamasi dan kemokin (IL-6, TNFα, IL-8, MCP-1, IL-1 β,
CCL2, CCL5, dan interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit.
Pelepasan sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif seperti sel T,
neutrofil, dan sel NK, bersamaan dengan terus terproduksinya sitokin
proinflamasi. Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu
terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan
kerusakan paru pada bagian epitel dan endotel. Kerusakan ini dapat
berakibat pada terjadinya ARDS dan kegagalan multi organ yang dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat (Fitriani, 2020)

Gambar 1. Skema replikasi dan patogenesis virus

(Susilo A et al, 2020)

9
2.2.5 Manifestasi Klinis Covid-19

Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul


secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala
apapun dan tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum
adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin
mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala,
konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan
atau ruam kulit.

Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal pandemi,


40% kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan mengalami
penyakit sedang termasuk pneumonia, 15% kasus akan mengalami
penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi kritis. Pasien
dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah 1 minggu. Pada kasus
berat akan mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
sepsis dan syok septik, gagal multiorgan, termasuk gagal ginjal atau gagal
jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia (lansia) dan
orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti tekanan
darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko
lebih besar mengalami keparahan (Kemenkes RI, 2020).

2.2.6 Diagnosis Covid-19

Kasus-kasus Suspek atau Terduga (Suspected Cases) Kasus-kasus


suspek harus didiagnosis dengan mempertimbangkan kedua faktor ini,
melalui riwayat epidemiologis dan manifestasi klinis:

1. Epidemiologi

10
a. Memiliki riwayat bepergian atau tinggal di Wuhan dan daerah
sekitarnya atau di komunitas lain yang melaporkan kasus dalam
14 hari sebelum onset; atau
b. Memiliki riwayat kontak dengan pasien (hasil tes asam nukleat
nCoV-2019 positif) dalam 14 hari sebelum onset; atau
c. Memiliki riwayat kontak dengan pasien yang demam atau
memiliki gejala gangguan sistem pernafasan dari Wuhan dan
daerah sekitarnya, atau komunitaskomunitas yang melaporkan
kasus dalam 14 hari sebelum onset; atau
d. Kasus-kasus klaster tertentu (clustering occurrence of cases)
2. Manifestasi Klinis
a. Demam dan/atau gejala ganggguan sistem pernafasan;
b. Menunjukkan gambaran rontgen pneumonia seperti sudah
dijelaskan di atas;
c. Di fase awal, dapat ditemukan hitung sel darah putih total yang
normal maupun menurun dan hitung limfosit yang menurun.
Pasien yang memenuhi satu kriteria riwayat paparan secara
epidemiologi maupun dua kriteria manifestasi klinis dapat
didiagnosis sebagai suspected cases. Pasien tanpa riwayat
epidemiologi yang jelas baru dapat didiagnosis sebagai
suspected cases bila memenuhi seluruh tiga kriteria manifestasi
klinis.
3. Kasus yang Terkonfirmasi (Confirmed Cases) Kasus-kasus terduga
dapat berubah statusnya menjadi kasus yang terkonfirmasi
berdasarkan salah satu bukti etiologis berikut ini:
a. Hasil positif tes asam nukleat nCoV-2019 dengan real-time
fluorescence RTPCR;
b. Urutan gen virus sangat mirip (highly homologous) dengan
nCoV-2019 yang telah diketahui.

Klasifikasi Klinis (Clinical Classifications)

11
1. Kasus Ringan (Mild Cases) Gejala klinisnya ringan dan
tidak ada manifestasi pneumonia pada rontgen.
2. Kasus Biasa (Ordinary Cases) Pasien memiliki gejala
seperti demam dan gangguan sistem pernafasan, dan
sebagainya. Terlihat manifestasi pneumonia pada rontgen.
3. Kasus Parah (Severe Cases) Memenuhi salah satu kriteria:
Respiratory distress, RR ≥30 kali nafas/menit; Pulse
oxygen saturation (SpO2) ≤ 93% pada udara ruangan saat
istirahat (on room air at rest state); 5.3.3 Arterial partial
pressure of oxygen (PaO2) / oxygen concentration (FiO2)
≤300 mmHg (1 mmHg = 0.133kPa). Untuk daerah
ketinggian (di atas 1 kilometer ), nilai PaO2/FiO2 harus
disesuaikan dengan persamaan PaO2/FiO2 × [Tekanan
Atmosfir (mmHg)/760]. Pasien dengan perburukan lesi
rontgen dada >50% dalam 24 hingga 48 jam harus
diperlakukan sebagai kasus darurat.

4. Kasus Kritis Memenuhi salah satu kriteria:

a. Mengalami gagal nafas dan membutuhkan ventilasi


mekanis;
b. Mengalami syok;
c. Mengalami komplikasi dengan organ failure lain yang
membutuhkan pengawasan dan perawatan di ICU.

Diagnosis Banding

1. Manifestasi ringan yang disebabkan oleh COVID-19 harus


dibedakan dengan infeksi pernafasan yang disebabkan oleh
virus lain.
2. NCP harus dibedakan dengan virus pneumonia yang
disebabkan oleh virus influenza, adenovirus atau
respiratory syncytial virus, dan mycoplasma pneumonia.

12
Terutama untuk kasus-kasus suspek, deteksi rapid antigen,
tes asam nukleat PCR berulang dan metode lainnya harus
dilakukan untuk menguji patogen pernafasan yang umum.
3. Selain itu, harus dibedakan dari penyakit non-infeksius
seperti vaskulitis, dermatomiositis, dan organizing
pneumonia.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang Covid-19


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologi rutin,
hitung jenis, fungsi ginjal, elektrolit, analisis gas darah,
hemostasis, laktat, dan prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai
dengan indikasi. Trombositopenia juga kadang dijumpai, sehingga
kadang diduga sebagai pasien dengue. Menurut Yan et al (2020)
di Singapura melaporkan adanya pasien positif palsu serologi
dengue, yang kemudian diketahui positif COVID-19. Karena
gejala awal COVID-19 tidak khas, hal ini harus diwaspadai.
2. Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah
foto toraks dan Computed Tomography Scan (CT-scan) toraks.
Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran seperti opasifikasi
ground-glass, infiltrat, penebalan peribronkial, konsolidasi fokal,
efusi pleura, dan atelectasis. Foto toraks kurang sensitif
dibandingkan CT scan, karena sekitar 40% kasus tidak ditemukan
kelainan pada foto toraks (Guan et al., 2020).
3. Pemeriksaan Diagnostik SARS-CoV-2
a. Pemeriksaan Antigen-Antibodi
Ada beberapa perusahaan yang mengklaim telah
mengembangkan uji serologi untuk SARS-CoV-2, namun

13
hingga saat ini belum banyak artikel hasil penelitian alat uji
serologi yang dipublikasi. Salah satu kesulitan utama dalam
melakukan uji diagnostik tes cepat yang sahih adalah
memastikan negatif palsu, karena angka deteksi virus pada
rRT-PCR sebagai baku emas tidak ideal. Selain itu, perlu
mempertimbangkan onset paparan dan durasi gejala sebelum
memutuskan pemeriksaan serologi. IgM dan IgA dilaporkan
terdeteksi mulai hari 3-6 setelah onset gejala, sementara IgG
mulai hari 10-18 setelah onset gejala. Pemeriksaan jenis ini
tidak direkomendasikan WHO sebagai dasar diagnosis utama.
Pasien negatif serologi masih perlu observasi dan diperiksa
ulang bila dianggap ada faktor risiko tertular (WHO, 2020).

b. Pemeriksaan Virologi
Saat ini WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler
untuk seluruh pasien yang termasuk dalam kategori suspek.
Pemeriksaan pada individu yang tidak memenuhi kriteria
suspek atau asimtomatis juga boleh dikerjakan dengan
mempertimbangkan aspek epidemiologi, protokol skrining
setempat, dan ketersediaan alat. Pengerjaan pemeriksaan
molekuler membutuhkan fasilitas dengan biosafety level 2
(BSL-2), sementara untuk kultur minimal BSL-3.76 Kultur
virus tidak direkomendasikan untuk diagnosis rutin (WHO,
2020).
Metode yang dianjurkan untuk deteksi virus adalah
amplifikasi asam nukleat dengan real-time reversetranscription
polymerase chain reaction (rRT-PCR) dan dengan sequencing.
Sampel dikatakan positif (konfirmasi SARS-CoV-2) bila rRT-
PCR positif pada minimal dua target genom (N, E, S, atau
RdRP) yang spesifik SARS-CoV-2; ATAU rRT-PCR positif
betacoronavirus, ditunjang dengan hasil sequencing sebagian

14
atau seluruh genom virus yang sesuai dengan SARS-CoV-2
(WHO, 2020).
Berbeda dengan WHO, CDC sendiri saat ini hanya
menggunakan primer N dan RP untuk diagnosis molekuler.
Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat juga
telah menyetujui penggunaan tes cepat molekuler berbasis
GenXpert® yang diberi nama Xpert® Xpress SARS-CoV-2.
Perusahaan lain juga sedang mengembangkan teknologi serupa.
Tes cepat molekuler lebih mudah dikerjakan dan lebih cepat
karena prosesnya otomatis sehingga sangat membantu
mempercepat deteksi. Hasil negatif palsu pada tes virologi
dapat terjadi bila kualitas pengambilan atau manajemen
spesimen buruk, spesimen diambil saat infeksi masih sangat
dini, atau gangguan teknis di laboratorium. Oleh karena itu,
hasil negatif tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi SARS-
CoV-2, terutama pada pasien dengan indeks kecurigaan yang
tinggi (CDC, 2020).

2.2.8 Penatalaksanaan Covid-19

Terapi dan Penatalaksanaan Klinis Pasien COVID-19Penatalaksanaan


klinis dilakukan pada pasien COVID-19 tanpa gejala, sakit ringan,
sakit sedang, sakit berat, kondisi kritis, dan pada kondisi tertentu.Berikut
tata laksana klinis pasien terkonfirmasiCOVID-19:

1. Tatalaksana Klinis Pasien terkonfirmasi COVID-19 Tanpa Gejala,


Sakit Ringan Atau Sakit Sedang

15
a. Pasien terkonfirmasi tanpa gejala
Pada prinsipnya pasien terkonfirmasi COVID-19 yang tanpa
gejala tidak memerlukan rawat inap di Rumah Sakit, tetapi pasien
harus menjalani isolasi selama 10 hari sejak pengambilan spesimen
diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di
fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
Isolasi ini penting untuk mengurangi tingkat penularan yang
terjadi di masyarakat. Pasien yang menjalani isolasi harus
menjalankan aturan-aturan terkait Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) dan dilakukan monitoring secara berkala baik melalui
kunjungan rumah maupun secara telemedicine oleh petugas Fasilitas
Kesehatan Tingkat Primer (FKTP). Pasien sebaiknya diberikan leaflet
berisi hal-hal yang harus diketahui dan dilaksanakan, pasien diminta
melakukan pengukuran suhu tubuh sebanyak dua kali sehari. Setelah
10 hari pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.
b. Pasien terkonfirmasi sakit ringan
Pada prinsipnya tatalaksana pasien terkonfirmasi COVID-19
yang mengalami sakit ringan sama dengan pasien terkonfirmasi yang
tanpa gejala. pasien harus menjalani isolasi minimal selama 10
harisejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan
gangguan pernafasan. Isolasi dapat dilakukanmandiri di rumah
maupun di fasilitaspublik yang dipersiapkan Pemerintah. Pasien yang
sakit ringan dapat diberikan pengobatan simptomatik misalnya
pemberian anti-piretik bila mengalami demam. Pasien harus diberikan
informasi mengenai gejala dan tanda perburukan yang mungkin
terjadi dan nomorcontact personyang dapat dia hubungi sewaktu-
waktu apabila gejala tersebut muncul. Petugas FKTP diharapkan
proaktif untuk melakukan pemantauan kondisi pasien. Setelah
melewati masa isolasipasien akan kontrol ke FKTP terdekat.
c. Pasien terkonfirmasi sakit sedang dan pasien sakit ringan dengan
penyulit

16
Pasien terkonfirmasi COVID-19 yang mengalami sakit sedang
dan pasien yang sakit ringan tetapi memiliki faktor penyulit atau
komorbid akan menjalani perawatan di Rumah Sakit. Prinsip
tatalaksana untuk pasien yang sakit sedang adalah pemberian terapi
simptomatis untuk gejala yang ada dan fungsi pemantauan,
dilaksanakan sampai gejala menghilang dan pasien memenuhi kriteria
untuk dipulangkan dari Rumah Sakit.

2. Tatalaksana Pasien Terkonfirmasi COVID-19 yang Sakit Berat


a. Terapi Suportif Dini dan Pemantauan
Pemberian terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA
berat dan pasien yang mengalami distress pernapasan, hipoksemia,
atau syok.
1) Terapi oksigen dimulai dengan pemberian 5 L/menit dengan
nasal kanul dan titrasi untuk mencapai target SpO2 ≥ 90% pada anak
dan orang dewasa, serta SpO2 ≥ 92% -95% pada pasien hamil.
2) Pada anak dengan tanda kegawatdaruratan (obstruksi napas atau
apneu, distres pernapasan berat, sianosis sentral, syok, koma, atau
kejang) harus diberikan terapi oksigen selama resusitasi untuk
mencapai target SpO2 ≥ 94%;
3) Semua pasien dengan ISPA berat dipantau menggunakan pulse
oksimetri dan sistem oksigen harus berfungsi dengan baik, dan semua
alat-alat untuk menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup
muka sederhana, sungkup dengan kantong reservoir) harus
digunakan sekali pakai.

b. Terapkan kewaspadaan kontak saat memegang alat-alat


untuk menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka
sederhana, sungkup dengan kantong reservoir) yang
terkontaminasi dalam pengawasan atau terbukti COVID-19.
Lakukan pemantauanketat pasien dengan gejala klinis yang

17
mengalami perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan
intervensi perawatan suportif secepat mungkin.

1) Pasien COVID-19 yang menjalani rawat inap memerlukan


pemantauan vital sign secara rutin dan apabila memungkinkan
menggunakan sistem kewaspadaan dini (misalnya NEWS2) untuk
memantau perburukan klinis yang dialami pasien.
2) Pemeriksaan darah lengkap, kimia darah dan EKG harus dilakukan
pada waktu pasien masuk perawatan untuk mengetahui dan
memantau komplikasi yang mungkin dialami oleh pasien seperti:
acute liver injury, acute kidney injury, acute cardiac injury atausyok.
3) Setelah melakukan tindakan resusitasi dan stabilisasi pasien yang
sedang hamil, harus dilakukan monitoring untuk kondisi janin.
c.Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan
pengobatan dan penilaian prognosisnya. Perlu menentukan terapi
mana yang harus dilanjutkan dan terapi mana yang harus
dihentikansementara. Berkomunikasi secara proaktif dengan pasien
dan keluarga dengan memberikan dukungandan informasi
prognostik.
d.Melakukan manajemen cairan secara konservatif pada pasien
dengan ISPA berat tanpa syok. Pasien dengan ISPA berat harus
hati-hati dalam pemberian cairan intravena, karena resusitasi
cairan yang agresif dapat memperburuk oksigenasi, terutama dalam
kondisi keterbatasan ketersediaan ventilasi mekanik.

3. Tatalaksana Pasien Terkonfirmasi COVID-19 Pada Kondisi Tertentu


a. Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi
pada kasus yang dicurigai mengalami sepsis (termasuk dalam
pengawasan COVID-19) yang diberikan secepatnya dalam waktu 1
jam setelah dilakukan asesmen.

18
Pengobatan antibiotik empirik berdasarkan semua etiologi
yang memungkinkan (pneumonia komunitas, pneumonia nosokomial
atau sepsis) berdasarkan data epidemiologi, peta kuman penyebab,
serta pedoman pengobatan yang berlaku. Terapi empirik harus di
de-ekskalasi apabila sudah didapatkan hasil pemeriksaan mikrobiologis
dan penilaian klinis.
b. Tatalaksana pada pasien hamil, dilakukan terapi suportif dan sesuai
dengan kondisi kehamilannya.
Pelayanan persalinan dan terminasi kehamilan perlu
mempertimbangkan beberapa faktor seperti usia kehamilan, kondisi
ibu dan janin. Perlu dikonsultasikan ke dokter kandungan, dokter
anak, dokter lain sesuai kondisi kehamilannya,dan konsultan intensive
care.
c. Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk
pengobatan pneumonia karena virus atau Acute respiratory distress
syndrome (ARDS) di luar uji klinis kecuali terdapat alasan lain.
Penggunaan jangka panjang sistemik kortikosteroid dosis tinggi
dapat menyebabkan efek samping yang serius pada pasien dengan
ISPA berat/SARI, termasuk infeksi oportunistik, nekrosis avaskular,
infeksi baru bakteri dan replikasi virus mungkin berkepanjangan. Oleh
karena itu, kortikosteroid harus dihindari kecuali diindikasikan untuk
alasan lain.

d.Perawatan pada Pasien Terkonfirmasi COVID-19 yang berusia lanjut

1. Perawatan pasien terkonfirmasi COVID-19 berusia lanjut


memerlukan pendekatan multidisipliner antara dokter, perawat,
petugas farmasi dan tenaga kesehatan yang lain dalam proses
pengambilan keputusan mengingat masalah multi-morbiditas dan
penurunan fungsional tubuh.
2. Perubahan fisiologis terkait umur akan menurunkan fungsi intrinsik
pasien seperti malnutrisi, penurunan fungsi kognitif dan gejala

19
depresi. Deteksi dini mengenai kemungkinan pemberian obat yang tidak
tepat harus dilakukan untuk menghindari munculnya kejadian tidak
diharapkan dan interaksi obat untuk pasien lanjut usia. Orang berusia
lanjut memiliki resiko yang lebih besar mengalami polifarmasi, dengan
adanya pemberian obat-obat baru terkait COVID-19 maka diperlukan
koordinasi dengan caregiver atau keluarga selama proses
tatalaksana COVID-19 untuk menghindari dampak negatif terhadap
kesehatan pasien.
e. Perawatan pada Pasien COVID-19 anak
Terapi definitif untuk COVID-19 masih belum diketahui, tidak ada
obat yang efikasi dan keamanannya terbukti. Beberapa terapi masih dalam
evaluasi (terutama pada dewasa), penggunaan pada kasus COVID-19 pada
anak masih dalam penelitian. Pemberian antivirus maupun
hidroksiklorokuin harus mempertimbangkan derajat beratnya penyakit,
komorbid dan persetujuan orang tua. Perawatan isolasi pada pasien
balita dan anak yang belum mandiri dilakukan sesuai dengan standar.

4. Tatalaksana Pasien Terkonfirmasi COVID-19 yang Sakit Kritis


a. Manajemen Gagal Napas Hipoksemi dan ARDS
1) Mengenali gagal napas hipoksemi ketika pasien dengan distress
pernapasan mengalami kegagalan terapi oksigenstandarPasien dapat
mengalami peningkatan kerja pernapasan atau hipoksemi walaupun
telah diberikan oksigen melalui sungkup tutup muka dengan kantong
reservoir (10 sampai 15 L/menit, aliran minimal yang dibutuhkan
untuk mengembangkan kantong; FiO2 antara 0,60 dan 0,95). Gagal
napas hipoksemi pada ARDS terjadi akibat ketidaksesuaian ventilasi-
perfusi atau pirau/pintasan dan biasanya membutuhkan ventilasi
mekanik.
2) Oksigen nasal aliran tinggi (High-Flow Nasal Oxygen/HFNO) atau
ventilasi non invasif (NIV), hanya pada pasien gagal napas hipoksemi

20
tertentu, dan pasien tersebut harus dipantau ketat untuk menilai
terjadi perburukan klinis.
a) Sistem HFNO dapat memberikan aliran oksigen sampai dengan
60 L/menit dan FiO2 sampai 1,0; sirkuit pediatrik umumnya
hanya mencapai 15 L/menit, sehingga banyak anak membutuhkan
sirkuit dewasa untuk memberikan aliran yang cukup. Dibandingkan
dengan terapi oksigen standar, HFNO mengurangi kebutuhan akan
tindakan intubasi. Pasien dengan hiperkapnia (eksaserbasi penyakit
paru obstruktif, edema paru kardiogenik), hemodinamik tidak
stabil, gagal multi-organ, atau penurunan kesadaran seharusnya
tidak menggunakan HFNO, meskipun data terbaru menyebutkan
bahwa HFNO mungkin aman pada pasien hiperkapnia ringan-
sedang tanpa perburukan. Pasien dengan HFNO seharusnya
dipantau oleh petugas yang terlatih dan berpengalaman
melakukan intubasi endotrakeal karena bila pasien mengalami
perburukan mendadak atau tidak mengalami perbaikan (dalam 1
jam) maka dilakukan tindakan intubasi segera. Saat ini pedoman
berbasis bukti tentang HFNO tidak ada, dan laporan tentang HFNO
pada pasien MERS masih terbatas.
b) Penggunaan Noninvasive Ventilation (NIV) tidak
direkomendasikan pada gagal napas hipoksemi (kecuali edema paru
kardiogenik dan gagal napas pasca operasi) atau penyakit virus
pandemik (merujuk pada studi SARS dan pandemi influenza). Karena
hal ini menyebabkan keterlambatan dilakukannya intubasi, volume
tidal yang besar dan injuri parenkim paru akibat barotrauma. Data
yang ada walaupun terbatas menunjukkan tingkat kegagalan yang
tinggi ketika pasien MERS mendapatkan terapi oksigen dengan
NIV. Pasien hemodinamik tidak stabil, gagal multi-organ,
atau penurunan kesadaran tidak dapat menggunakan NIV.
Pasien dengan NIV seharusnya dipantau oleh petugas terlatih dan
berpengalaman untuk melakukan intubasi endotrakeal karena bila

21
pasien mengalami perburukan mendadak atau tidak mengalami
perbaikan (dalam 1 jam) maka dilakukan tindakan intubasi segera.
c) Publikasi terbaru menunjukkan bahwa sistem HFNO dan NIV
yang menggunakan interface yang sesuai dengan wajah sehingga
tidak ada kebocoran akan mengurangi risiko transmisi airborne
ketika pasien ekspirasi.
3) Intubasi endotrakeal harus dilakukan oleh petugas terlatih dan
berpengalaman dengan memperhatikan kewaspadaan transmisi
airborne. Pasien dengan ARDS, terutama anak kecil, obesitas atau
hamil, dapat mengalami desaturasi dengan cepat selama intubasi.
Pasien dilakukan pre-oksigenasi sebelum intubasi dengan Fraksi
Oksigen (FiO2) 100% selama 5 menit, melalui sungkup muka dengan
kantong udara, bag-valve mask, HFNO atau NIV dan kemudian
dilanjutkan dengan intubasi.
4) Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yang rendah (4-8 ml/kg
prediksi berat badan, Predicted Body Weight/PBW) dan tekanan
inspirasi rendah (tekanan plateau <30 cmH2O). Sangat
direkomendasikan untuk pasien ARDS dan disarankan pada pasien
gagal napas karena sepsis yang tidak memenuhi kriteria ARDS.
a) Perhitungkan PBW pria =50 + 2,3 [tinggi badan (inci) - 60],
wanita = 45,5 + 2,3 [tinggi badan(inci)-60]
b) Pilih mode ventilasi mekanik
c) Atur ventilasi mekanik untuk mencapai tidal volume awal = 8
ml/kgPBW
d) Kurangi tidal volume awal secara bertahap 1 ml/kg dalam waktu ≤
2 jam sampai mencapai tidal volume = 6ml/kgPBW
e) Atur laju napas untuk mencapai ventilasi semenit (tidak lebih dari
35 kali/menit)f)Atur tidal volume dan laju napas untuk mencapai
target pH dan tekanan plateau Hipercapnia diperbolehkan jika pH
7,30 -7,45. Protokol ventilasi mekanik harus tersedia. Penggunaan
sedasi yang dalam untuk mengontrol usaha napas dan mencapai target

22
volume tidal. Prediksi peningkatan mortalitas pada ARDS lebih
akurat menggunakan tekanan driving yang tinggi (tekanan
plateau−PEEP)dibandingkan dengan volume tidal atau tekanan
plateau yang tinggi.
5) Pada pasien ARDS berat, lakukan ventilasi dengan prone position >
12 jam per hari Menerapkan ventilasi dengan prone position sangat
dianjurkan untuk pasien dewasa dan anak dengan ARDS berat
tetapi membutuhkan sumber daya manusia dan keahlian yang cukup
6) Manajemen cairan konservatif untuk pasien ARDS tanpa
hipoperfusi jaringan. Hal ini sangat direkomendasikan karena dapat
mempersingkat penggunaan ventilator.
7) Pada pasien dengan ARDS sedang atau berat disarankan
menggunakan Positive End-Expiratory Pressure (PEEP) lebih tinggi
dibandingkan PEEP rendah Titrasi PEEP diperlukan dengan
mempertimbangkan manfaat (mengurangi atelektrauma dan
meningkatkan rekrutmen alveolar) dan risiko (tekanan berlebih
pada akhir inspirasi yang menyebabkan cedera parenkim paru
dan resistensi vaskuler pulmoner yang lebih tinggi). Untuk
memandu titrasi PEEP berdasarkan pada FiO2 yang diperlukan
untuk mempertahankan SpO2. Intervensi recruitment manoueuvers
(RMs) dilakukan secara berkala dengan CPAP yang tinggi [30-40
cm H2O], peningkatan PEEP yang progresif dengan tekanan
driving yang konstan, atau tekanan driving yang tinggi dengan
mempertimbangkan manfaat dan risiko.
8) Pada pasien ARDS sedang-berat (td2/FiO2 <150) tidak
dianjurkan secara rutin menggunakan obat pelumpuh otot.
9) Pada fasyankes yang memiliki Expertise in Extra Corporal Life
Support (ECLS), dapat dipertimbangkan penggunaannya ketika
menerima rujukan pasien dengan hipoksemi refrakter meskipun sudah
mendapat lung protective ventilation.Saat ini belum ada
pedoman yang merekomendasikan penggunaan ECLS pada pasien

23
ARDS, namun ada penelitian bahwa ECLS kemungkinan dapat
mengurangi risiko kematian.
10) Hindari terputusnya hubungan ventilasi mekanik dengan pasien karena
dapat mengakibatkan hilangnya PEEP dan atelektasis. Gunakan
sistem closed suction kateter dan klem endotrakeal tube ketika
terputusnya hubungan ventilasi mekanik dan pasien (misalnya,ketika
pemindahan ke ventilasi mekanik yang portabel).
b. Manajemen Syok Septik
1) Kenali tanda syokseptik
a) Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk
mempertahankan MAP ≥65 mmHg dan kadar laktat serum>
2mmol/L.
b) Pasien anak: hipotensi (Tekanan Darah Sistolik (TDS) <
persentil 5 atau >2 standar deviasi (SD)di bawah normal usia) atau
terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut: perubahan status
mental/kesadaran; takikardia atau bradikardia (HR <90 x/menit
atau >160 x/menit pada bayi dan HR <70x/menit atau >150 x/menit
pada anak); waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2
detik) atau vasodilatasi hangat dengan bounding pulse; takipnea;
mottled skin atau ruam petekie atau purpura; peningkatan laktat;
oliguria; hipertermia atau hipotermia. Keterangan: Apabila tidak
ada pemeriksaan laktat, gunakan MAP dan tanda klinis gangguan
perfusi untuk deteksi syok. Perawatan standar meliputi deteksi dini
dan tatalaksana dalam 1jam; terapi antimikroba dan pemberian cairan
dan vasopresor untuk hipotensi. Penggunaan kateter vena dan
arteri berdasarkan ketersediaan dan kebutuhanpasien.
2) Resusitasi syok septik pada dewasa: berikan cairan kristaloid
isotonik 30 ml/kg.

24
3) Resusitasi syok septik pada anak-anak: pada awal berikan
bolus cepat 20 ml/kg kemudian tingkatkan hingga 40-60 ml/kg dalam
1 jam pertama
4) Jangan gunakan kristaloid hipotonik, kanji, atau gelatin untuk
resusitasi.
5) Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan cairan dan gagal
napas. Jika tidak ada respon terhadap pemberian cairan dan muncul
tanda-tanda kelebihan cairan (seperti distensi vena jugularis, ronki basah
halus pada auskultasi paru, gambaran edema paru pada fototoraks, atau
hepatomegali pada anak-anak) maka kurangi atau hentikan pemberian
cairan.
a) Kristaloid yang diberikan berupa salin normal dan Ringer laktat.
Penentuan kebutuhan cairan untuk bolus tambahan (250-1000 ml
pada orang dewasa atau 10-20 ml/kg pada anak-anak) berdasarkan
respons klinis dantarget perfusi. Target perfusi meliputi MAP >65
mmHg atau target sesuai usia pada anak-anak, produksi urin
(>0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada
anak-anak), dan menghilangnya mottled skin, perbaikan waktu
pengisian kembali kapiler, pulihnya kesadaran, dan turunnya
kadar laktat
b) Pemberian resusitasi dengan kanji lebih meningkatkan risiko
kematian dan acute kidney injury (AKI) dibandingkan dengan
pemberian kristaloid. Cairan hipotonik kurang efektif dalam
meningkatkan volume intravaskular dibandingkan dengan cairan
isotonik. Surviving Sepsis menyebutkan albumin dapat digunakan
untuk resusitasi ketika pasien membutuhkan kristaloid yang
cukup banyak, tetapi rekomendasi ini belum memiliki bukti yang
cukup (low qualityevidence).
6) Vasopresor diberikan ketika syok tetap berlangsung meskipun
sudah diberikan resusitasi cairan yang cukup. Pada orang dewasa target

25
awal tekanandarah adalah MAP ≥65 mmHg dan pada anak disesuaikan
denganusia.
Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopresor dapat diberikan melalui
intravena perifer, tetapi gunakan vena yang besar dan pantau dengan
cermat tanda-tanda ekstravasasi dan nekrosis jaringan lokal. Jika
ekstravasasi terjadi, hentikan infus.Vasopresor juga dapat diberikan
melalui jarum intraoseus.
7) Pertimbangkan pemberian obat inotrop (seperti dobutamine)
jika perfusi tetap buruk dan terjadi disfungsi jantung meskipun tekanan
darah sudah mencapai target MAP dengan resusitasi cairan
danvasopresor.
a) Vasopresor (yaitu norepinefrin, epinefrin, vasopresin, dan
dopamin) paling aman diberikan melalui kateter vena sentral tetapi dapat
pula diberikan melalui vena perifer dan jarum intraoseus. Pantau
tekanan darahsesering mungkin dan titrasi vasopressor hingga dosis
minimum yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi dan
mencegah timbulnya efek samping.
b) Norepinefrin dianggap sebagai lini pertama pada pasien dewasa;
epinefrin atau vasopresin dapat ditambahkan untuk mencapai target
MAP. Dopamine hanya diberikan untuk pasien bradikardia atau pasien
dengan risiko rendah terjadinya takiaritmia. Pada anak-anak dengan cold
shock (lebih sering), epinefrin dianggap sebagai lini pertama,
sedangkan norepinefrin digunakan pada pasien dengan warm shock
(lebih jarang)

2.2.9 Pencegahan Covid-19

26
Berdasarkan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui
kontak dekat dan droplet, bukan melalui transmisi udara. Orang-orang
yang paling berisiko terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat
dengan pasien COVID-19 atau yang merawat pasien COVID-19. Tindakan
pencegahan dan mitigasi merupakan kunci penerapan di pelayanan
kesehatan dan masyarakat. Langkah-langkah pencegahan yang paling
efektif di masyarakat meliputi:

1. melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan


tidak terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat
kotor
2. Menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;
3. Terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut
dengan lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke
tempat sampah;
4. pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan
melakukan kebersihan tangan setelah membuang masker;
5. menjaga jarak (minimal 1 m) dari orang yang mengalami gejala
gangguan pernapasan.
Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Berkaitan dengan
Pelayanan Kesehatan. Strategi-strategi PPI untuk mencegah atau
membatasi penularan di tempat layananan kesehatan meliputi:
1. Menjalankan langkah-langkah pencegahan standar untuk semua pasien
Kewaspadaan standar harus selalu diterapkan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman
bagi semua pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut.
Kewaspadaan standar meliputi:
A. Kebersihan tangan dan pernapasan;
Petugas kesehatan harus menerapkan “5 momen kebersihan
tangan”, yaitu: sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur
kebersihan atau aseptik, setelah berisiko terpajan cairan tubuh, setelah

27
bersentuhan dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan
pasien, termasuk permukaan atau barang-barang yang tercemar.
Kebersihan tangan mencakup:
1) Mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan antiseptik
berbasis alkohol;
2) Cuci tangan dengan sabun dan air ketika terlihat kotor;
3) Kebersihan tangan juga diperlukan ketika menggunakan dan terutama
ketika melepas APD.

Orang dengan gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan untuk


menerapkan kebersihan/etika batuk. Selain itu mendorong kebersihan
pernapasan melalui galakkan kebiasaan cuci tangan untuk pasien dengan
gejala pernapasan, pemberian masker kepada pasien dengan gejala
pernapasan, pasien dijauhkan setidaknya 1 meter dari pasien lain,
pertimbangkan penyediaan masker dan tisu untuk pasien di semua area.

B. Penggunaan APD sesuai risiko


Penggunaan secara rasional dan konsisten APD, kebersihan tangan
akan membantu mengurangi penyebaran infeksi. Pada perawatan rutin
pasien, penggunaan APD harus berpedoman pada penilaian
risiko/antisipasi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit
yang terluka. APD yang digunakan merujuk pada Pedoman Teknis
Pengendalian Infeksi sesuai dengan kewaspadaan kontak, droplet, dan
airborne. Jenis alat pelindung diri (APD) terkait COVID-19 berdasarkan
lokasi, petugas dan jenis aktivitas terdapat pada lampiran. Cara
pemakaian dan pelepasan APD baik gown/gaun atau coverall terdapat
pada lampiran. COVID-19 merupakan penyakit pernapasan berbeda
dengan pneyakit Virus Ebola yang ditularkan melalui cairan tubuh.
Perbedaan ini bisa menjadi pertimbangan saat memilih penggunaan
gown atau coverall.
1. Pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik
2. Pengelolaan limbah yang aman

28
3. Pengelolaan limbah medis sesuai dengan prosedur rutin
4. Pembersihan lingkungan, dan sterilisasi linen dan peralatan
perawatan pasien.
5. Membersihkan permukaan-permukaan lingkungan dengan air dan
deterjen serta memakai disinfektan yang biasa digunakan (seperti
hipoklorit 0,5% atau etanol 70%) merupakan prosedur yang efektif dan
memadai.

2. Memastikan identifikasi awal dan pengendalian sumber

Penggunaan triase klinis di fasilitas layanan kesehatan untuk tujuan


identifikasi dini pasien yang mengalami infeksi pernapasan akut (ARI) untuk
mencegah transmisi patogen ke tenaga kesehatan dan pasien lain. Dalam
rangka memastikan identifikasi awal pasien suspek, fasyankes perlu
memperhatikan: daftar pertanyaan skrining, mendorong petugas kesehatan
untuk memiliki tingkat kecurigaan klinis yang tinggi, pasang petunjuk-
petunjuk di area umum berisi pertanyaan-pertanyaan skrining sindrom agar
pasien memberi tahu tenaga kesehatan, algoritma untuk triase, media KIE
mengenai kebersihan pernapasan.

Tempatkan pasien ARI di area tunggu khusus yang memiliki ventilasi


yang cukup Selain langkah pencegahan standar, terapkan langkah pencegahan
percikan (droplet) dan langkah pencegahan kontak (jika ada kontak jarak
dekat dengan pasien atau peralatan permukaan/material terkontaminasi). Area
selama triase perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Pastikan ada ruang yang cukup untuk triase (pastikan ada jarak setidaknya 1
meter antara staf skrining dan pasien/staf yang masuk
b. Sediakan pembersih tangan alkohol dan masker (serta sarung tangan medis,
pelindung mata dan jubah untuk digunakan sesuai penilaian risiko)
c. Kursi pasien di ruang tunggu harus terpisah jarak setidaknya 1m
d. Pastikan agar alur gerak pasien dan staf tetap satu arah

29
e. Petunjuk-petunjuk jelas tentang gejala dan arah
f. Anggota keluarga harus menunggu di luar area triase-mencegah area triase
menjadi terlalu penuh

3. Menerapkan pengendalian administratif

Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi PPI, meliputi


penyediaan kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah,
mendeteksi, dan mengendalikan infeksi selama perawatan kesehatan.
Kegiatan akan efektif bila dilakukan mulai dari antisipasi alur pasien sejak
saat pertama kali datang sampai keluar dari sarana pelayanan.
Pengendalian administratif dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan
meliputi penyediaan infrastruktur dan kegiatan PPI yang berkesinambungan,
pembekalan pengetahuan petugas kesehatan, mencegah kepadatan
pengunjung di ruang tunggu, menyediakan ruang tunggu khusus untuk orang
sakit dan penempatan pasien rawat inap, mengorganisir pelayanan kesehatan
agar persedian perbekalan digunakan dengan benar, prosedur–prosedur dan
kebijakan semua aspek kesehatan kerja dengan penekanan pada surveilans
ISPA diantara petugas kesehatan dan pentingnya segera mencari pelayanan
medis, dan pemantauan kepatuhan disertai dengan mekanisme perbaikan
yang diperlukan.
Langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi identifikasi
dini pasien dengan ISPA/ILI baik ringan maupun berat, diikuti dengan
penerapan tindakan pencegahan yang cepat dan tepat, serta pelaksanaan
pengendalian sumber infeksi. Untuk identifikasi awal semua pasien ISPA
digunakan triase klinis. Pasien ISPA yang diidentifikasi harus ditempatkan di
area terpisah dari pasien lain, dan segera lakukan kewaspadaan tambahan.
Aspek klinis dan epidemiologi pasien harus segera dievaluasi dan
penyelidikan harus dilengkapi dengan evaluasi laboratorium.
4. Menggunakan pengendalian lingkungan dan rekayasa
Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan
kesehatan dasar dan di rumah tangga yang merawat pasien dengan gejala

30
ringan dan tidak membutuhkan perawatan di RS. Kegiatan pengendalian ini
ditujukan untuk memastikan bahwa ventilasi lingkungan cukup memadai di
semua area didalam fasilitas pelayanan kesehatan serta di rumah tangga, serta
kebersihan lingkungan yang memadai. Harus dijaga jarak minimal 1 meter
antara setiap pasien dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila
tidak menggunakan APD). Kedua kegiatan pengendalian ini dapat membantu
mengurangi penyebaran beberapa patogen selama pemberian pelayanan
kesehatan.
5. Menerapkan langkah-langkah pencegahan tambahan empiris atas kasus
pasien dalam pengawasan dan konfirmasi COVID-19
a. Kewaspadaan Kontak dan Droplet
1. Batasi jumlah petugas kesehatan memasuki kamar pasien COVID-19
jika tidak terlibat dalam perawatan langsung. Pertimbangkan kegiatan
gabungan (misal periksa tanda-tanda vital bersama dengan pemberian
obat atau mengantarkan makanan bersamaan melakukan perawatan lain).
2. Idealnya pengunjung tidak akan diizinkan tetapi jika ini tidak
memungkinkan. batasi jumlah pengunjung yang melakukan kontak
dengan suspek atau konfirmasi terinfeksi COVID-19 dan batasi waktu
kunjungan. Berikan instruksi yang jelas tentang cara memakai dan
melepas APD dan kebersihan tangan untuk memastikan pengunjung
3. Tunjuk tim petugas kesehatan terampil khusus yang akan memberi
perawatan kepada pasien terutama kasus probabel dan konfirmasi untuk
menjaga kesinambungan pencegahan dan pengendalian serta mengurangi
peluang ketidakpatuhan menjalankannya yang dapat mengakibatkan
tidak adekuatnya perlindungan terhadap pajanan.
4. Tempatkan pasien pada kamar tunggal. Ruang bangsal umum
berventilasi alami ini dipertimbangkan 160 L / detik / pasien. Bila tidak
tersedia kamar untuk satu orang, tempatkan pasien-pasien dengan
diagnosis yang sama di kamar yang sama. Jika hal ini tidak mungkin
dilakukan, tempatkan tempat tidur pasien terpisah jarak minimal 1 meter.

31
5. jika memungkinkan, gunakan peralatan sekali pakai atau yang
dikhususkan untuk pasien tertentu (misalnya stetoskop, manset tekanan
darah dan termometer). Jika peralatan harus digunakan untuk lebih dari
satu pasien, maka sebelum dan sesudah digunakan peralatan harus
dibersihkan dan disinfeksi (misal etil alkohol 70%).
6. Petugas kesehatan harus menahan diri agar tidak
menyentuh/menggosok– gosok mata, hidung atau mulut dengan sarung
tangan yang berpotensi tercemar atau dengan tangan telanjang.
7. Hindari membawa dan memindahkan pasien keluar dari ruangan atau
daerah isolasi kecuali diperlukan secara medis. Hal ini dapat dilakukan
dengan mudah bila menggunakan peralatan X-ray dan peralatan
diagnostik portabel penting lainnya. Jika diperlukan membawa pasien,
gunakan rute yang dapat meminimalisir pajanan terhadap petugas, pasien
lain dan pengunjung.
8. Pastikan bahwa petugas kesehatan yang membawa/mengangkut pasien
harus memakai APD yang sesuai dengan antisipasi potensi pajanan dan
membersihkan tangan sesudah melakukannya.
9. Memberi tahu daerah/unit penerima agar dapat menyiapkan
kewaspadaan pengendalian infeksi sebelum kedatangan pasien.
10. Bersihkan dan disinfeksi permukaan peralatan (misalnya tempat
tidur) yang bersentuhan dengan pasien setelah digunakan.
11. Semua orang yang masuk kamar pasien (termasuk pengunjung) harus
dicatat (untuk tujuan penelusuran kontak).
12. Ketika melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke wajah
dan/atau badan, maka pemakaian APD harus ditambah dengan: masker
bedah dan pelindung mata/ kacamata, atau pelindung wajah; gaun dan
sarung tangan.
b. Kewaspadaan Airborne pada Prosedur yang Menimbulkan Aerosol
Suatu prosedur/tindakan yang menimbulkan aerosol didefinisikan
sebagai tindakan medis yang dapat menghasilkan aerosol dalam berbagai
ukuran, termasuk partikel kecil (<5 mkm). Tindakan kewaspadaan harus

32
dilakukan saat melakukan prosedur yang menghasilkan aerosol dan mungkin
berhubungan dengan peningkatan risiko penularan infeksi, seperti intubasi
trakea, ventilasi non invasive, trakeostomi, resusistasi jantung paru, venitilasi
manual sebelum intubasi dan bronkoskopi. .
Tindakan kewaspadaan saat melakukan prosedur medis yang menimbulkan
aerosol:
1. Memakai respirator partikulat seperti N95 sertifikasi NIOSH, EU FFP2
atau
2. setara. Ketika mengenakan respirator partikulat disposable, periksa selalu
kerapatannya (fit tes).
3. Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah).
4. Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak steril
(beberapa prosedur ini membutuhkan sarung tangan steril).
5. Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan volume
cairan yang tinggi diperkirakan mungkin dapat menembus gaun.
6. Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu di sarana-sarana
yang dilengkapi ventilasi mekanik, minimal terjadi 6 sampai 12 kali
pertukaran udara setiap jam dan setidaknya 160 liter/ detik/ pasien di sarana–
sarana dengan ventilasi alamiah.
7. Membatasi jumlah orang yang berada di ruang pasien sesuai jumlah
minimum yang diperlukan untuk memberi dukungan perawatan pasien.
kewaspadaan isolasi juga harus dilakukan terhadap suspek dan konfirmasi
COVID-19 sampai hasil pemeriksaan laboratorium rujukan negatif.
1. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Isolasi di Rumah
(Perawatan di Rumah)
Isolasi rumah atau perawatan di rumah dilakukan terhadap orang yang
bergejala ringan seperti orang dalam pemantauan dan kontak erat risiko tinggi
yang bergejala dengan tetap memperhatikan kemungkinan terjadinya
perburukan. Pertimbangan tersebut mempertimbangan kondisi klinis dan
keamanan lingkungan pasien. Pertimbangan lokasi dapat dilakukan di rumah,

33
fasilitas umum, atau alat angkut dengan mempertimbangkan kondisi dan
situasi setempat.
Penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat pemantauan
kondusif untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan medis yang
diperlukan orang tersebut. Idealnya, satu atau lebih fasilitas umum yang dapat
digunakan untuk pemantauan harus diidentifikasi dan dievaluasi sebagai
salah satu elemen kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Evaluasi harus
dilakukan oleh pejabat atau petugas kesehatan masyarakat.
Selama proses pemantauan, pasien harus selalu proaktif berkomunikasi
dengan petugas kesehatan. Petugas kesehatan yang melakukan pemantauan
menggunakan APD minimal berupa masker. Berikut rekomendasi prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi untuk isolasi di rumah:
1. Tempatkan pasien/orang dalam ruangan tersendiri yang memiliki
ventilasi yang baik (memiliki jendela terbuka, atau pintu terbuka)
2. Batasi pergerakan dan minimalkan berbagi ruangan yang sama. Pastikan
ruangan bersama (seperti dapur, kamar mandi) memiliki ventilasi yang baik.
3. Anggota keluarga yang lain sebaiknya tidur di kamar yang berbeda, dan
jika tidak memungkinkan maka jaga jarak minimal 1 meter dari pasien (tidur
di tempat tidur berbeda)
4. Batasi jumlah orang yang merawat pasien. Idelanya satu orang yang
benar-benar sehat tanpa memiliki gangguan kesehatan lain atau gangguan
kekebalan. Pengunjung/penjenguk tidak diizinkan sampai pasien benar-benar
sehat dan tidak bergejala.
5. Lakukan hand hygiene (cuci tangan) segera setiap ada kontak dengan
pasien atau lingkungan pasien. Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah
menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah dari kamar mandi, dan
kapanpun tangan kelihatan kotor. Jika tangan tidak tampak kotor dapat
menggunakan hand sanitizer, dan untuk tangan yang kelihatan kotor
menggunakan air dan sabun.

34
6. Jika mencuci tangan menggunakan air dan sabun, handuk kertas sekali
pakai direkomendasikan. Jika tidak tersedia bisa menggunakan handuk bersih
dan segera ganti jika sudah basah.
7. Untuk mencegah penularan melalui droplet, masker bedah (masker datar)
diberikan kepada pasien untuk dipakai sesering mungkin.
8. Orang yang memberikan perawatan sebaiknya menggunakan masker
bedah terutama jika berada dalam satu ruangan dengan pasien. Masker tidak
boleh dipegang selama digunakan.Jika masker kotor atau basah segera ganti
dengan yang baru. Buang masker dengan cara yang benar (jangan disentuh
bagian depan, tapi mulai dari bagian belakang). Buang segera dan segera cuci
tangan.
9. Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh terutama cairan mulut atau
pernapasan (dahak, ingus dll) dan tinja. Gunakan sarung tangan dan masker
jika harus memberikan perawatan mulut atau saluran nafas dan ketika
memegang tinja, air kencing dan kotoran lain. Cuci tangan sebelum dan
sesudah membuang sarung tangan dan masker.
10. Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah terpakai.
11. Sediakan sprei dan alat makan khusus untuk pasien (cuci dengan sabun
dan air setelah dipakai dan dapat digunakan kembali)
12. Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan kamar mandi
secara teratur. Sabun atau detergen rumah tangga dapat digunakan, kemudian
larutan NaOCl 0.5% (setara dengan 1 bagian larutan pemutih dan 9 bagian
air).
13. Bersihkan pakaian pasien, sprei, handuk dll menggunakan sabun cuci
rumah tangga dan air atau menggunakan mesin cuci denga suhu air 60-90C
dengan detergen dan keringkan. Tempatkan pada kantong khusus dan jangan
digoyang-goyang, dan hindari kontak langsung kulit dan pakaian dengan
bahan-bahan yang terkontaminasi.
14. Sarung tangan dan apron plastic sebaiknya digunakan saat membersihkan
permukaan pasien, baju, atau bahan-bahan lain yang terkena cairan tubuh
pasien. Sarung tangan (yang bukan sekali pakai) dapat digunakan kembali

35
setelah dicuci menggunakan sabun dan air dan didekontaminasi dengan
larutan NaOCl 0.5%. Cuci tangan sebelum dan setelah menggunakan sarung
tangan.
15. Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama perawatan
harus dibuang di tempat sampah di dalam ruangan pasien yang kemudian
ditutup rapat sebelum dibuang sebagai kotoran infeksius.
16. Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya seperti sikat
gigi, alat makan-minum, handuk, pakaian dan sprei)
17. Ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan rumah,
maka selalu perhatikan APD dan ikut rekomendasi pencegahan penularan
penyakit melalui droplet

2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Observasi

Observasi dalam hal ini karantina dilakukan terhadap kontak erat untuk
mewaspadai munculnya gejala sesuai definisi operasional. Lokasi observasi
dapat dilakukan di rumah, fasilitas umum, atau alat angkut dengan
mempertimbangkan kondisi dan situasi setempat. Penting untuk memastikan
bahwa lingkungan tempat pemantauan kondusif untuk memenuhi kebutuhan
fisik, mental, dan medis yang diperlukan orang tersebut. Idealnya, satu atau
lebih fasilitas umum yang dapat digunakan untuk observasi harus
diidentifikasi dan dievaluasi sebagai salah satu elemen kesiapsiagaan
menghadapi COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh pejabat atau petugas
kesehatan masyarakat.

Kontak erat risiko rendah sebaiknya membatasi diri dan tidak bepergian
ke tempat umum. Kontak erat risiko tinggi harus menjaga jarak sosial. Setiap
akan melakukan observasi maka harus mengkomunikasikan dan
mensosialisasikan tindakan yang akan dilakukan dengan benar, untuk
mengurangi kepanikan dan meningkatkan kepatuhan:

36
1. Masyarakat harus diberikan pedoman yang jelas, transparan, konsisten,
dan terkini serta diberikan informasi yang dapat dipercaya tentang tindakan
observasi;
2. Keterlibatan masyarakat sangat penting jika tindakan observasi harus
dilakukan;
3. Orang yang di observasi perlu diberi perawatan kesehatan, dukungan
sosial dan psikososial, serta kebutuhan dasar termasuk makanan, air dan
kebutuhan pokok lainnya. Kebutuhan populasi rentan harus diprioritaskan;
4. Faktor budaya, geografis dan ekonomi mempengaruhi efektivitas
observasi. Penilaian cepat terhadap faktor lokal harus dianalisis, baik berupa
faktor pendorong keberhasilan maupun penghambat proses observasi.

Pada pelaksanaan observasi harus memastikan tata cara observasi dan


perlengkapan selama masa observasi. Tatacara observasi meliputi:

1. Orang-orang ditempatkan di ruang dengan ventilasi cukup serta kamar


single yang luas yang dilengkapi dengan toilet. jika kamar single tidak
tersedia pertahankan jarak minimal 1 meter dari penghuni rumah lain.
meminimalkan penggunaan ruang bersama dan penggunaan peralatan makan
bersama, serta memastikan bahwa ruang bersama (dapur, kamar mandi)
memiliki ventilasi yang baik.
2. Pengendalian infeksi lingkungan yang sesuai, seperti ventilasi udara yang
memadai, sistem penyaringan dan pengelolaan limbah
3. Pembatasan jarak sosial (lebih dari 1 meter) terhadap orang-orang yang
diobservasi;
4. Akomodasi dengan tingkat kenyamanan yang sesuai termasuk:

a. penyediaan makanan, air dan kebersihan;


b. perlindungan barang bawaan;
c. perawatan medis;

37
d. komunikasi dalam bahasa yang mudah dipahami mengenai: hak-hak
mereka; ketentuan yang akan disediakan; berapa lama mereka harus tinggal;
apa yang akan terjadi jika mereka sakit; informasi kontak kedutaan

5. bantuan bagi para pelaku perjalanan


6. bantuan komunikasi dengan anggota keluarga;
7. Jika memungkinkan, akses internet, berita dan hiburan;
8. Dukungan psikososial; dan
9. Pertimbangan khusus untuk individu yang lebih tua dan individu dengan
kondisi komorbid, karena berisiko terhadap risiko keparahan penyakit
COVID-19.

2. Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Minimal

Berikut langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi yang


harus digunakan untuk memastikan lingkungan aman digunakan sebagai
tempat observasi

a. Setiap orang yang dikarantina dan mengalami demam atau gejala sakit
pernapasan lainnya harus diperlakukan sebagai suspect COVID-19;
b. Terapkan tindakan pencegahan standar untuk semua orang dan petugas:
Cuci tangan sesering mungkin, terutama setelah kontak dengan saluran
pernapasan, sebelum makan, dan setelah menggunakan toilet. Cuci tangan
dapat dilkukan dengan sabun dan air atau dengan hand sanitizer yang
mengandung alkohol. Peggunaan hand sanitizer yang mengandung alkohol
lebih disarankan jika tangan tidak terlihat kotor. Bila tangan terlihat kotor,
cucilah tangan menggunakan sabun dan air
c. Pastikan semua orang yang diobservasi menerapkan etika batuk
d. Sebaiknya jangan menyentuh mulut dan hidung;
e. Masker tidak diperlukan untuk orang yang tidak bergejala. Tidak ada bukti
bahwa menggunakan masker jenis apapun dapat melindungi orang yang tidak
sakit.

38
3. Pengendalian administratif

a. Pembangunan infrastruktur PPI yang berkelanjutan (desain fasilitas) dan


kegiatan;
b. Memberikan edukasi pada orang yang diobservasi tentang PPI; semua
petugas yang bekerja perlu dilatih tentang tindakan pencegahan standar sebelum
pengendalian karantina dilaksanakan. Saran yang sama tentang tindakan
pencegahan standar harus diberikan kepada semua orang pada saat kedatangan.
Petugas dan orang yang diobservasi harus memahami pentingnya segera mencari
pengobatan jika mengalami gejala;
c. Membuat kebijakan tentang pengenalan awal dan rujukan dari kasus COVID-
19.

4. Pengendalian Lingkungan

Prosedur pembersihan dan disinfeksi lingkungan harus diikuti dengan


benar dan konsisten. Petugas kebersihan perlu diedukasi dan dilindungi dari
infeksi COVID- 19 dan petugas kebebersihan harus memastikan bahwa
permukaan lingkungan dibersihkan secara teratur selama periode observasi:

a. Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti meja,


rangka tempat tidur, dan perabotan kamar tidur lainnya setiap hari dengan
disinfektan rumah tangga yang mengandung larutan pemutih encer (pemutih 1
bagian hingga 99 bagian air). Untuk permukaan yang tidak mentolerir pemutih
maka dapat menggunakan etanol 70%;
b. Bersihkan dan disinfeksi permukaan kamar mandi dan toilet setidaknya sekali
sehari dengan disinfektan rumah tangga yang mengandung larutan pemutih encer
(1 bagian cairan pemutih dengan 99 bagian air);
c. Membersihkan pakaian, seprai, handuk mandi, dan lain-lain, menggunakan
sabun cuci dan air atau mesin cuci di 60–90 ° C dengan deterjen biasa dan kering ;
d. Harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk memastikan sampah
dibuang di TPA yang terstandar, dan bukan di area terbuka yang tidak diawasi;  

39
e. Petugas kebersihan harus mengenakan sarung tangan sekali pakai saat
membersihkan atau menangani permukaan, pakaian atau linen yang terkotori oleh
cairan tubuh, dan harus melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
melepas sarung tangan.

1. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasyankes Pra Rujukan

A. Penanganan Awal

lsolasi dan Penanganan Kasus Awal yang sudah dilakukan wawancara


dan anamnesa dan dinyatakan sebagai pasien dalam pengawasan segera
dilakukan isolasi di RS rujukan untuk mendapatkan tatalaksana lebih lanjut.
Pasien dalam pengawasan ditempatkan dalam ruang isolasi sementara yang
sudah ditetapkan, yakni:

1. Pasien dalam pengawasan menjaga jarak lebih dari 1 meter satu sama lain
dalam ruangan yang sama.
2. Terdapat kamar mandi khusus yang hanya digunakan oleh pasien dalam
pengawasan. Petugas kesehatan menginstruksikan pasien dalam pengawasan
untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menggunakan masker medis ketika menunggu untuk dipindahkan ke


fasilitas kesehatan yang diganti secara berkala atau apabila telah kotor.
b. Tidak menyentuh bagian depan masker dan apabila tersentuh wajib
menggunakan sabun dan air atau pembersih berbahan dasar alkohol.
c. Apabila tidak menggunakan masker, tetap menjaga kebersihan pernapasan
dengan menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin dengan tisu atau
lengan atas bagian dalam. Diikuti dengan membersihkan tangan
menggunakan pembersih berbahan dasar alkohol atau sabun dan air.
d. Petugas kesehatan harus menghindari masuk ke ruang isolasi sementara.
Apabila terpaksa harus masuk, maka wajib mengikuti prosedur sebagai
berikut:

40
1. Petugas menggunakan APD lengkap.
2. Membersihkan tangan menggunakan pembersih berbahan dasar alkohol
atau sabun dan air sebelum dan sesudah memasuki ruang isolasi.
3. Tisu, masker, dan sampah lain yang berasal dari dari ruang isolasi
sementara harus ditempatkan dalam kontainer tertutup dan dibuang sesuai
dengan ketentuan nasional untuk limbah infeksius.
4. Permukaan yang sering disentuh di ruang isolasi harus dibersihkan
menggunakan desinfektan setelah ruangan selesai digunakan oleh petugas
yang menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai.
5. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan desinfektan yang
mengandung 0.5% sodium hypochlorite (yang setara dengan 5000 ppm atau
perbandingan 1/9 dengan air).

B. Penyiapan Transportasi Untuk Rujukan Ke RS Rujukan

1. Menghubungi RS rujukan untuk memberikan informasi pasien dalam


pengawasan yang akan dirujuk.
2. Petugas yang akan melakukan rujukan harus secara rutin menerapkan
kebersihan tangan dan mengenakan masker dan sarung tangan medis ketika
membawa pasien ke ambulans.
3. Jika merujuk pasien dalam pengawasan COVID-19 maka petugas
menerapkan kewaspadaan kontak, droplet dan airborne.
4. APD harus diganti setiap menangani pasien yang berbeda dan dibuang
dengan benar dalam wadah dengan penutup sesuai dengan peraturan nasional
tentang limbah infeksius.
5. Pengemudi ambulans harus terpisah dari kasus (jaga jarak minimal satu
meter). Tidak diperlukan APD jika jarak dapat dipertahankan. Bila
pengemudi juga harus membantu memindahkan pasien ke ambulans, maka
pengemudi harus menggunakan APD yang sesuai lampiran
6. Pengemudi dan perawat pendamping rujukan harus sering membersihkan
tangan dengan alkohol dan sabun.

41
7. Ambulans atau kendaraan angkut harus dibersihkan dan didesinfeksi
dengan perhatian khusus pada area yang bersentuhan dengan pasien dalam
pengawasan. Pembersihan menggunakan desinfektan yang mengandung 0,5%
natrium hipoklorit (yaitu setara dengan 5000 ppm) dengan perbandingan 1
bagian disinfektan untuk 9 bagian air.

5. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Penanganan Kargo

a. Memakai masker apapun jenisnya tidak dianjurkan saat menangani kargo


dari negara/area yang terjangkit.
b. Sarung tangan tidak diperlukan kecuali digunakan untuk perlindungan
terhadap bahaya mekanis, seperti saat memanipulasi permukaan kasar.
c. Penggunaan sarung tangan harus tetap menerapkan kebersihan tangan
d. Sampai saat ini, tidak ada informasi epidemiologis yang menunjukkan
bahwa kontak dengan barang atau produk yang dikirim dari negara/area
terjangkit- menjadi sumber penyakit COVID-19 pada manusia.

6. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Pemulasaran Jenazah

Langkah-langkah pemulasaran jenazah pasien terinfeksi COVID-19


dilakukan sebagai berikut:

a. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika


menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
b. APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika
pasien tersebut meninggal dalam masa penularan.
c. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak
mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
d. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong
jenazah.
e. Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal dunia.

42
f. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya
sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan
menggunakan APD.
g. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular.
Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika
seorang pasien dengan penyakit menular meninggal dunia.
h. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
i. Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diijinkan oleh
keluarga dan Direktur Rumah sakit.
j. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
k. Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.
l. Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di
pemulasaraan jenazah.

43
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Perkembangan Kasus Suspek

Gambar 3.1 Kasus Suspek di Lampung bulan Agustus-November 2020

27/1 28/1 29/1 30/1 31/1 1/1 2/1 3/1 4/1 5/1 6/1 7/1 8/1
0/20 0/20 0/20 0/20 0/20 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2
0 0 0 0 0 0 0 0
31 66 34 56 22 58 29 60 29 52 34 80 38
Tabel 3.1 Perkembangan kasus suspek Covid-19 dari tanggal 27 Oktober – 8
November 2020.

44
3.1.2 Perkembangan Kasus Konfirmasi Positif

Gambar 3.2 Konfirmasi Positif di Lampung bulan Oktober-November 2020

27/1 28/1 29/1 30/1 31/1 1/1 2/1 3/1 4/1 5/1 6/1 7/1 8/1
0/20 0/20 0/20 0/20 0/20 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2
0 0 0 0 0 0 0 0
168 172 175 179 182 185 188 193 198 202 206 210 216
6 9 7 4 5 1 4 6 4 2 6 5 5
Tabel 3.2 Perkembangan kasus konfirmasi positif Covid-19 dari tanggal 27
Oktober – 8 November 2020

45
3.1.3 Perkembangan Kasus Kematian

Gambar 3.3 Kasus Kematian di Lampung bulan Oktober-November 2020

27/1 28/1 29/1 30/1 31/1 1/1 2/1 3/1 4/1 5/1 6/1 7/1 8/1
0/20 0/20 0/20 0/20 0/20 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2
0 0 0 0 0 0 0 0
62 64 67 68 75 75 77 80 84 87 90 91 97
Tabel 3.3 Perkembangan kasus kematian Covid-19 dari tanggal 27 Oktober – 8
November 2020

46
3.1.4 Perkembangan Kasus Sembuh

Gambar 3.4 Kasus Sembuh di Lampung bulan Oktober-November 2020

27/1 28/1 29/1 30/1 31/1 1/1 2/1 3/1 4/1 5/1 6/1 7/1 8/1
0/20 0/20 0/20 0/20 1/20 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2
0 0 0 0 0 0 0 0
941 977 102 102 104 104 104 112 112 112 116 124 124
3 3 7 7 7 0 0 0 3 4 9
Tabel 3.4 Perkembangan kasus sembuh Covid-19 dari tanggal 27 Oktober – 8
November 2020

Perhitungan CFR pada Provinsi Lampung

Rumus yang digunakan :

Jumlah kematianakibat penyakit


dalam periode waktu tertentu
CFR= x 100 %
Jumlah penyakit yang terdiagnosa
dalam periode waktu yang sama

97
CFR= x 100 %
2165

CFR=4,5 %

47
3.1.5 Insiden

Incidence
100
90
80
70
60
Incidence

50
40
30
20
10
0
1 11 21 31 41 51
Time

Gambar 3.5 Angka Insiden Covid- 19 di Lampung bulan September – November


Tahun 2020

3.1.6 Data Serial Interval

serial interval distribution


0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 5 10 15 20 25
Time

Gambar 3.6 Distibusi Interval Covid- 19 di Lampung bulan September –


November tahun 2020.

48
3.1.7 Distribusi Rt Harian Covid-19 Pada Provinsi Lampung

Rt Harian Covid 19 Lampung sampai 9 November


2020
Mean 3.96 (3.53-4.39) SD 4.75 (4.46-5.07) (Du dkk
Tiongkok)
15.00 100

Incidence
10.00
50
5.00
R

0.00 0
1 11 21 31 41 51
Time

R (median)
R (95% credible interval) R=1
Incidence

Gambar 3.7 Angka Reproduction Number (Rt) Covid- 19 di Lampung bulan


September – November tahun 2020

3.1.8 Mobilitas penduduk lampung

Gambar 3.8 Mobilitas penduduk di Provinsi Lampung pada bulan Oktober


– November tahun 2020

49
Mobilitas penduduk di provinsi Lampung mengalami peningkatan dan
penurunan. Terjadi peningkatan pada toko bahan makanan & apotek sebesar
+8%, dan meningkat juga pada area pemukiman sebesar +6%. Terjadi
penurunan di tempat transportasi umum sebesar -28%, retail dan rekreasi
sebesar -11%, tempat kerja sebesar -10% dan taman sebesar -5%.

3.2 Pembahasan
Berdasarkan data yang didapatkan dari data suspek Covid-19 Provinsi
Lampung pada periode tanggal 27 Oktober-8 November 2020 diketahui
bahwa terdapat kasus suspek Covid-19 sebesar 589 kasus. Kasus suspek
masih cenderung meningkat tapi yang masih dalam proses perawatan dan
isolasi mandiri juga masih tinggi. Untuk kontak erat masih cenderung
meningkat dalam proses isolasi mandiri pasien dengan kontak erat bila tidak
dipantau dengan baik dikhawatirkan akan menjadi konfirmasi positif, kontak
erat harus dilakukan tracing, testing dan treatment dengan baik sehingga
penularan dapat dikendalikan.
Dari data yang didapatkan dari kasus konfirmasi positif Covid-19
Provinsi Lampung pada periode tanggal 27 Oktober-8 November 2020
diketahui bahwa terdapat kasus suspek Covid-19 sebesar 2.165 kasus dengan
rata-rata peningkatan 36 kasus/hari. Data terkait kasus konfirmasi positif
harian cendrung meningkat, menurut WHO penurunan 50% dari puncak
kasus minimal berlangsung selama 3 minggu. Menjadi perhatain tersendiri
untuk RS yang merawat pasien dan bagi Puskesmas yang merujuk ke RS
karena angka kematian harian trend-nya masih meningkat. Sedangkan angka
penyembuhan harian trend-nya meningkat.
Berdasarkan data yang didapatkan dari kasus kematian akibat Covid-19
Provinsi Lampung pada periode tanggal 27 Oktober-8 November 2020
diketahui bahwa terdapat 97 kasus dengan rata-rata peningkatan 2 kasus/hari.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa masih terus terjadi peningkatan
terkait kasus kematian akibat Covid-19. Menurut Burhan (2020) Jumlah
kasus COVID-19 lebih tinggi sehingga jumlah kematian akibat kasus
COVID-19 melebihi kasus SARS (sekitar 700-an kasus) dan MERS (800-an
kasus). Kematian dengan kasus ini banyak ditemukan pada kasus pasien
dengan penyakit penyerta seperti diabetes, stroke, penyakit liver kronis, dan
tumor. Infeksi virus pada umumnya bisa sembuh sendiri jika sistem imun kita
dalam kondisi baik.

50
Berdasarkan data yang didapatkan dari kasus sembuh Covid-19 Provinsi
Lampung pada periode tanggal 27 Oktober-8 November 2020 diketahui
bahwa terdapat 1.249 kasus dengan rata-rata peningkatan 23 kasus/hari.
Menurut kementrian kesehatan republik indonesisa, Angka kesembuhan
Indonesia tercatat 79,19% diatas angka kesembuhan global 69,97%, namun di
sisi lain angka kematian (case fatality rate) Indonesia meskipun turun
dibanding sebelumnya, yakni 3,45% dari sebelumnya 3,54%, angka tersebut
masih tetap di atas rata-rata kematian global sebesar 2,8% (KEMENKES,
2020).
Sedangkan pada perhitungan CFR (Case Fatality Rate) di Provinsi
Lampung pada periode waktu yang sama didapatkan hasil CFR (Case
Fatality Rate) adalah 4,5%, dan angka ini masih terbilang tinggi. Peningkatan
angka kesembuhan dan penurunan angka case fatality rate tidak lepas dari
strategi penanganan COVID-19 yang dilakukan. Strategi penanganan
COVID-19 di Indonesia, tidak berbeda dengan strategi yang dilakukan dunia
yakni Detect, Prevent, dan Response. Strategi tersebut mengacu pada aturan
yang sudah dilaksanakan dan diamanatkan oleh Badan Kesehatan Dunia
(WHO) (KEMENKES, 2020).
Nilai Rt idealnya di bawah 1. Berdasarkan hasil perhitungan Rt harian
Covid-19 di Lampung, Hari ke 24 sempat terjadi penurunan menjadi Rt ideal
dibawah 1 sampai hari ke 39, namun terjadi peningkatan kembali di atas 1
sampai hari ke 60. Rt harian di Lampung sudah mulai terjadi penurunan tapi
belum sampai pada Rt optimal yaitu dengan nilai 1, namun penurunan belum
bertahan selama 3 minggu. Interpretasi Rt pada Provinsi Lampung yaitu Rt
diatas 1 yang menandakan virus masih berpotensi menyebar ke beberapa
orang dan menyebabkan lebih banyak paparan penyakit.
Mobilitas penduduk di provinsi Lampung mengalami peningkatan dan
penurunan. Terjadi peningkatan mobilitas pada toko bahan makanan &
apotek sebesar +8% dikarenakan peningkatan kebutuhan makanan dan obat-
obatan guna menjaga sistem imun pada saat pandemi Covid-19. Pada area
pemukiman juga meningkat sebesar +6% dikarenakan anjuran pemerintah
untuk tetap melakukan aktivitas dari rumah. Terjadi penurunan di tempat
transportasi umum sebesar -28%, retail dan rekreasi sebesar -11%, tempat
kerja sebesar -10% dan taman sebesar -5%, hal ini dikarenakan banyaknya
masyarakat yang patuh terhadap protokol kesehatan.

51
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Kasus konfirmasi positif harian di Lampung cendrung meningkat dengan
rata-rata peningkatan 36 kasus/hari. Menurut WHO penurunan kasus
mencapai angka 50% dari puncak kasus minimal berlangsung selama 3
minggu.
2. Terjadi percepatan waktu untuk penambahan kasus menandakan
pengendalian kasus tidak optimal. Kasus kematian harian masih cukup
tinggi dengan rata-rata peningkatan 2 kasus/hari, angka kesembuhan
harian tinggi dengan rata-rata peningkatan 23 kasus/hari.
3. Perhitungan CFR (Case Fatality Rate) di Provinsi Lampung didapatkan
hasilnya adalah 4,5%, dan angka ini masih terbilang tinggi.
4. Hasil perhitungan Rt harian Covid-19 di Lampung, Hari ke 24 sempat
terjadi penurunan menjadi Rt ideal dibawah 1 sampai hari ke 39, namun
terjadi peningkatan kembali di atas 1 sampai hari ke 60.
5. Mobilitas penduduk pada toko bahan makanan & apotek, dan area
pemukiman harus menjadi perhatian Pemerintah dalam mengontrol
Protokol Kesehatan sesuai Peraturan Gubernur Lampung Nomor 45 Tahun
2020 tentang “Pedoman Adaptasi Kehidupan Baru Menuju Masyarakat
Produktif dan Aman pada Situasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
di Provinsi Lampung”.

4.2 Saran
1. Pada saat pelaksanaan TPP selanjutnya di harapkan dapat meneliti tentang
situasi Covid-19 di suatu provinsi yang di kaitkan dengan faktor lain.
2. Pada saat pelaksanaan TPP selanjutnya hendaknya dapat melakukan
analisis dari awal penyebaran Covid-19 sampai tidak terdapat lagi kasus
Covid-19 di suatu provinsi.
3. Diharapkan kepada masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan
Covid-19.

52
DAFTAR PUSTAKA

CDC. 2020. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Centers for Disease Control
and Prevention. https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/. Diakses pada
tanggal 10 November 2020.

Eliana., Sumiati, S. 2016. Modul Ajar Kesehatan Masyarakat. Kemenkes RI.

Fitriani, Nur Indah. 2020. Tinjauan pustaka COVID-19: virologi, patogenesis dan
manifestasi klinis. Jurnal medika malahayati. Vol 4. No 3. 194-201.

Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, et al. Clinical Characteristics of
Coronavirus Disease 2019 in China. New Engl J Med. 2020; published online
November 11. DOI: 10.1056/ NEJMoa2002032.

Kemenkes (2020) ‘Pedoman kesiapan menghadapi COVID-19’, Pedoman


kesiapan menghadapi COVID-19, pp. 0–115.Permenkes, RI. 2010. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010
Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menibulkan Wabah
Dan Upaya Penanggulangannya.

Kementrian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian


COVID-19 Revisi V.

Susilo, Adityo. 2020. Coronavirus disease 2019: tinjauan literatur terkini. Jurnal
penyakit dalam Indonesia. Vol 7. No 1. 45-67

World Health Organization. Laboratory testing for coronavirus disease 2019


(COVID-19) in suspected human cases. Geneva: World Health Organization.
World Health Organization (2020), WHO What is a pandemic?‟, World Health
Organization.https://www.who.int/csr/disease/swineflu/frequently_asked_que
stions/pandemic/en/. Diakses pada tanggal 10 November 2020.
Yan G, Lee CK, Lam LTM, Yan B, Chua YX, Lim AYN, et al. Covert COVID-
19 and false-positive dengue serology in Singapore. Lancet Infect Dis. 2020;
published online November 11. DOI: 10.1016/ S1473-3099(20)30158-4.

53

Anda mungkin juga menyukai