Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Berbagai tindak kriminal dapat dengan mudah kita jumpai baik melalui tayangan televisi
maupun secara langsung kita lihat dengan mata kepala sendiri, seperti berbagai tindak korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan pemerintahan, BUMN, dan perusahaan swasta. Apa
yang kita dengar dan lihat tersebut mengacu kepada satu hal, yaitu karakter. Persoalan yang tidak
kalah seriusnya adalah praktiik-praktik kebohongan dalam dunia pendidikan mulai dari
menyontek pada saat ujian sampai plagiatisme. Jika sebagai peserta didik sudah terbiasa dengan
tipu-menipu atau manipulasi ujian, bagaimana jika telah lulus dan bekerja?
Bukankah itu akan melahirkan kembali koruptor-koruptor baru? Bisa jadi, itulah sebabnya
korupsi seakan menjadi tiada matinya. Memprihatinkan lagi ketika melihat kenakalan pelajar,
seperti tawuran, menyalahgunakan narkotika, kebut-kebutan di jalan, dan kenakalan-kenakalan
lainnya. Dalam hal ini, dunia pendidikan turut bertanggung jawab karena menghasilkan lulusan-
lulusan yang dari segi akademis sangat bagus, namun tidak dari segi karakter.
Berbagai fakta yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa pendidikan karakter bagi pelajar
Indonesia sangat penting.
Pelajar termasuk dalam masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa awal
dewasa. Usia remaja berada pada kisaran usia 10 tahun sampai usia 21 tahun. Pada masa itu
remaja sedang mencari identitas dirinya. Oleh karena itu, remaja harus mendapat pendidikan
karakter agar dapat mengarahkan minatnya pada kegiatan-kegiatan positif.

1.2  Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan karakter?
2. Apakah perbedaan karakter dengan kepribadian itu?
3. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
4. Bagaimanakah sekolah sebagai wahana pendidikan karakter itu?
5. Mengapa pendidikan karakter penting bagi remaja?
6. Apakah ada pengaruh dari pendidikan karakter terhadap keberhasilan belajar remaja?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Pengertian karakter.
2. Perbedaan antara karakter dengan kepribadian.
3. Pengertian pendidikan karakter.
4. Sekolah sebagai wahana pendidikan karakter.
5. Pentingnya pendidikan karakter bagi remaja.
6. Pengaruh pendidikan karakter terhadap keberhasilan belajar remaja.

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Karakter Menurut Parah Ahli


Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun
berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut
Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang
tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek.
Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter
mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang
ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif
dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela
berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat
salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir
positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien,
menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan
(estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang
terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya
tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual,
emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan
hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta
dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan
disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. 
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of
school life to foster optimal character development”.  Dalam pendidikan karakter di sekolah,
semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau
pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-
kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga
sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan  harus berkarakter.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai
sebagai berikut: 
“character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and
act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our
children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what
is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and
temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk
watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara
atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama
dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak,
supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun
kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi
suatu masyarakat    atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan
karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-
nilai luhur   yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina
kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai
moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the
golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-
nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut
adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur,
hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan
pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan
cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat
dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan,
ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan
pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya
dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut
atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan
pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada
fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat,
seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan  di kota-kota
besar tertentu, gejala tersebut telah  sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat
meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian  peserta didik melalui peningkatan
intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan
pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan
pendapat di antara mereka  tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan 
pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral
yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif,
pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian  yang lain menyarankan
penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam
diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis
dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh
potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi
sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat
dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic
development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara
diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral.  Menurut
Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak
digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan
klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial.
Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)  mengklasifikasikan berbagai teori yang
berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan
perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur  moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian
psikologi, yakni:  perilaku, kognisi, dan afeksi.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan


upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik
memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang arti dalam bahasa Inggrisnya adalah “to mark”
yaitu menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek
lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan
kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) dalam http:///C:/Users/Public/ Documents/
Pendidikan Karakter untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di
Kalanga Remaja_annisasyam.htm/, karekter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.

3.2  Perbedaan Karakter dengan Kepribadian


Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda.
Kepribadian merupakan hal yang bisa dikatakan permanen dan merupakan anugerah dari lahir
yang sulit untuk dirubah karena merupakan tanda unik dari masing-masing orang sedangkan
karakter dapat dibangun dan menurut para ahli psikolog, ada beberapa nilai karakter dasar
manusia yaitu cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur,
hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan
pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan
cinta persatuan.
Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari dapat dipercaya, rasa
hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun,
disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Walaupun manusia memiliki karakter dasar yang
baik, tetapi manusia tidak bisa begitu saja memiliki karakter-karakter tersebut. Seperti yag telah
dikatakan sebelumnya bahwa karakter itu perlu dibangu tidak seperti kepribadian yang
merupakan anugerah sejak lahir seperti quotation word Helen Keller bahwa “Karakter tidak
dapat dibentuk dengan cara mudah dan murah. Dengan mengalami ujian dan penderitaan jiwa
karakter dikuatkan, visi dijernihkan, dan sukses diraih.”
3.3  Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona,
tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya juga
harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal,
peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.
Pada pendidikan karakter, yang mau dibangun adalah karakter-budaya yang menumbuhkan
kepenasaranan intelektual (intellectual curiosity) sebagai modal untuk mengembangkan
kreativitas dan daya inovatif yang dijiwai dengan nilai kejujuran dan dibingkai dengan
kesopanan dan kesantunan (Dirjen Dikdas: 2011).
Menurut Timothy Wibowo dalam artikelnya dalam http:///C:/Users/ Public/ Documents/
Pendidikan Karakter untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di
Kalanga Remaja_annisasyam.htm/, Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai
berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu
adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak
usia dini (idealnya).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah
pendidikan yang diselenggrakan untuk membangun nilai-nilai moral dan karakter sehingga tidak
hanya asek kognitifnya atau pengetahuannya saja yang diprioritaskan tetapi juga afektif dan
psikomotor sebagai pengamalannya seperti menurut Mochtar Buchori (2007)
dalam http:///C:/Users/Public/Documents/Remaja dan Pendidikan Karakter
Inspiring Brain.htm/,pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai
secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.

3.4  Sekolah sebagai Wahana Pendidikan Karakter


Di sekolah, anak mengalami perubahan dalam tingkah lakunya. Proses perubahan tingkah
laku dalam diri anak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang tertuang dalam
kurikulum. Kurikulum pendidikan yang dilaksanakan oleh guru, salah satunya berfungsi untuk
membentuk tingkah laku menuju kepribadian yang dewasa secara optimal.
Di sekolah, berlangsung proses transformasi nilai-nilai luhur melalui pendidikan karakter.
Pendidikan karakter merupakan kata kunci dari proses transformasi nilai-nilai luhur di sekolah.
Guru menjadi transformer nilai-nilai luhur kepada peserta didik untuk menjadi bagian dari
masyarakat yang berbudaya.
Dalam buku (Wiyani, Novan Ardy; 2012) fungsi transformasi nilai-nilai luhur yang dilaksanakan
oleh sekolah mencakup lima dimensi, yaitu:
1.             Pendidikan tidak hanya mencakup pengetahuan dan keterampilan semata tetapi juga sikap, nilai,
dan kepekaan pribadi.
2.             Peran seleksi sosial (mencakup tidak hanya pemberian sertifikat, tetapi juga melakukan seleksi
terhadap peluang kerja).
3.             Fungsi indoktrinasi.
4.             Fungsi pemeliharaan anak.
5.             Aktivitas kemasyarakatan.
Sekolah sebagai wahana transformasi nilai-nilai luhur dan pengetahuan anak akan
menentukan corak berpikir dan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma yang diyakini dan
dimiliki masyarakat. Pada gilirannya, kepribadian anak akan terbentuk sesuai dengan akar
budayanya dengan kemampuan merespons perubahan di masyarakat.

3.5  Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Remaja


Remaja mengalami gejolak emosi karena perubahan berat dan tinggi badan yang
berpengaruh juga terhadap perkembangan psikisnya. Pada masa gejolak itu merupakan masa
sulit sehingga remaja memerlukan pengendalian diri yang kuat ketika berada di sekolah, di
rumah, di lingkungan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, remaja membutuhkan orang
dewasa untuk mengarahkan dirinya. Untuk itu, agar tidak terjurumus pada hal-hal negatif, remaja
harus mempunyai pendidikan karakter.
Pendidikan karakter sangat penting diberikan kepada remaja karena masa remaja adalah
masa-masa dimana seorang anak mudah sekali menerima pengaruh dari luar baik itu pengaruh
baik maupun pengaruh buruk. Jika pengaruh baik itu tidak ada masalah tetapi bagaimana dengan
pengaruh buruk? Untuk itulah dengan adanya pendidikan karakter dapat menekan pengaruh yang
tidak baik terhadap remaja yang datang dari luar lingkungan.
Dasar pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Jika seorang anak mendapatkan
pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.
Namun, banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang
pendidikan karakter. Banyak orang tua gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya karena
kesibukan atau justru karena lebih mementingkan aspek kognitif saja.
Untuk itulah perlunya pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan
pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan belum lama ini
pentingnya pendidikan karakter menjadi perbincangan pusat di dalam dunia pendidikan. Ada
yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan
pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya, sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak
dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya, sejak usia dini, sebagian besar anak-
anak akan merasa bodoh karena kesulitan dalam menyesuaikan dengan kurikulum yang ada.
Ditambah dengan adanya sistem rangking yang telah mengecap anak-anak yang tidak masuk
dalam peringkat 10 besar sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya dapat
membunuh rasa percaya diri seorang anak yang akan berdampak tidak baik terhadap
perkembangan karakter anak.
Rasa percaya diri yang muncul pada anak akan membuat anak mengalami stress yang
berkelanjutan. Pada usia remaja, biasanya keadaan ini akan mendorong untuk berperilaku
negative. Maka, tidak heran kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat
kriminalitas, membolos, putus sekolah yang kemudian itu semua telah membuat menurunnya
mutu lulusan SMP dan SMA. Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti lebih adalah sesuatu
yang penting untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP,
dan SMA, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia.

3.6  Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Keberhasilan Belajar Remaja


Pasti kita bertanya-tanya apa sih pengaruhnya pendidikan karakter terhadap keberhasilan
belajar remaja? Kita pasti berpikiran apa mungkin pendidikan karakter dapat menjadikan pelajar
atau remaja menjadi berprestasi dalam sekolahannya? Berbagai penelitian pun muncul untuk
membuktikan dugaan tersebut dan merangkumnya dalam satu ringkasan yang di terbitkan oleh
sebuah bulletin, character Educator, yang di terbitkan oleh Character Education Partnership.
Dalam bulletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of
Missouri-St. Louis, menunjukkan peningkatan motivasi peserta didik sekolah dalam meraih
prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang
secara komperhensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada
perilaku negative peserta didik yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek tersebut, pendidikan
karakter tidak akan berjalan efektif selain harus dilakukan secara terus-menerus dan
berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seseorang akan memiliki kecerdasan emosi. Dengan
memiliki kecerdasan emosi seorang anak akan dapat menyongsong masa depan, dengan
pendidikan karakter seseorang akan mampu menghadapi segala macam tantangan yang
dihadapinya. Termasuk juga dalam hal mencapai keberhasilan akademis yang akan berdampak
bagi kelanjutan kehidupannya demi mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Kecerdasan
emosional di dalamnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat dan memiliki pengaruh yang
kuat terhadap keberhasilan belajar. Berikut ini ada beberapa faktor yang mendorong keberhasilan
pendidikan karakter agar mencapai keberhasilan dalam belajar, dalam buku (Wiyani, Novan
Ardy; 2012).
      1.      Rasa percaya diri
Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, sebaiknya seorang remaja di bangun agar
mempunyai rasa percaya diri yang baik dan kuat. Rasa percaya diri ini dapat membuat anak
dapat mengembangkan potensi/bakat yang dimilikinya secara optimal.seperti kita ketahui, setiap
orang di dunia ini diberikan anugrah oleh Tuhan memiliki kelebihan masing-masing. Kelebihan
tersebut hendaknya kita kembangkan agar nantinya kelebihan yang dimiliki oleh remaja dapat
bermanfaat bagi orang lain. Disinilah seharusnya seorang guru jeli untuk membuat peserta didik
atau remaja agar memiliki rasa percaya diri agar dapat memunculkan potensi dan bakat yang ada
dalam diri peserta didik tersebut.
     2.      Kemampuan bekerja sama
Salah satu jalan untuk membangun karakter pada remaja adalah dengan cara memunculkan
kemampuan kerja sama diantara mereka. Dengan mempunyai sikap kerja sama seorang remaja
dapat mencapai keberhasilan dalam belajar, baim di sekolah ataupun nantinya setelah lulus.
Menjalin kemampuan kerja sama antara remaja dan orang lain ini dapat di terapkan oleh guru
melalui proses pembelajaran yang di dalamnya membentuk sebuah kelompok diskusi, kelompok
belajar dan lain sebagainya.
      3.      Kemampuan bergaul
Seorang remaja harus di bangun karakternya agar mempunyai kemampuan dalam bergaul yang
baik di dalam lingkungannya. Kemampuan bergaul adalah kepandaian seseorang dalam menjalin
hubungan sosial dengan siapa saja. Kemampuan bergaul ini berhubungan dengan sikap ramah
terhadap orang lain dan memperlakukan orang lain sebaik mungkin.
      4.      Kemampuan berempat
Kemampuan berempati sangat perlu dimiki oleh seorang pelajar atau remaja agar memiliki
kedekatan terhadap orang lain. Kedekatan tersebut terjalin karena adanya sikap tenggang rasa,
ringan dalam mempberikan bantuan terhadap orang lain dan saling membantu antar sesama.
Kemampuan berepati dapat di bangun atas dasar memahami kesedihan orang lain yang terkena
musibah. Misalnya saja seorang pelajar atau remaja diajak untuk menjenguk orang yang sakit,
orang yang terkkena bencana dan diajak untuk memberikan bantuan yang dapat berupa tenaga,
bantuan dan uang.
      5.      Kemampuan berkomunikasi
Manusia termasuk makhluk sosial, sebagai makhluk sosial kita harus memiliki kemampuan
dalam berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi digunakan untuk menjalin kedekatan dengan
orang lain dan untuk berinteraksi secara baik dengan orang lain. Namun, pada kenyataannya
masih banyak orang yang belum mampu berkkomunikasi dengan baik, sehingga banyak terjadi
konflik dalam berhubungan dengan orang lain.
Konflik tersebut berupa terjadinya percekcokkan antar individu, bahkan perkelahian antar
warga masyarakat hanya gara-gara tidak memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik.
Bahkan dalam dunia remaja, banyak terjadi tawuran antar pelajar akibat omongan-omongan yang
sifatnya menyinggung perasaan di antara mereka.
Satu hal dasar yang harus dipahami dalam melatih kemampuan berkomunikasi adalah
bisa mendengar dengan baik. Inilah kemampuan dasar yang harus terlebih dahulu di kuasai
sebelum kita melatih kemampuan peserta didik daalam menyampaikan sesuatu, baik melalui
bahasa isyarat, suara atau mulut, maupun lewat tulisan. Sebab, sepandai apapun seseorang
berkomunikasi jika tanpa di dasari memiliki kemampuan mendengar yang baik terhadap lawan
jenisnya, sesungguhnya orang tersebut telah gagal dalam memahami orang lain.
Pendidikan karakter ini dapat membentuk remaja menjadi berprestasi. Di dalam
pendidikan, mereka diajarkan nilai religius yang menguraikan kebaikan agar remaja tumbuh
sebagai manusia yang peka terhadap lingkungan sosial. Di samping itu, mereka diajarkan juga
nilai toleransi dan nilai cinta damai atau nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk remaja
mempunyai sifat pengasih, berbudi pekerti, dan cinta damai. Dalam pendidikan karakter itu
mereka diajarkan juga nilai suka bekerja keras, kreatif, mandiri, dan mempunyai rasa ingin tahu
yang tinggi yang dapat menjadikan remaja sebagai orang yang berprestasi. Nilai positif dalam
pendidikan karakter dapat membentuk remaja yang unggul. Remaja yang memiliki karakter kuat
akan tumbuh sebagai remaja yang unggul dan dibanggakan karena sehat secara fisik, stabil
dalam emosi, dan intelektualnya yang berkembang baik.

BAB IV
PENUTUP
             4.1                     Kesimpulan
Seperti kita ketahui bersama, apa yang telah terjadi pada moral remaja Indonesia. Disana-
sini terjadi berbagai kasus yang menyimpang dari nilai-nilai moral yang ada pada masyarakat
kita. Misalya saja yang terjadi di kalangan remaja yaitu pergaulan bebas, tawuran,
penyalahgunaan narkoba, kekerasan diantara remaja, kebut-kebutan di jalan dan lain sebagainya.
Hal tersebut memperlihatkan betapa sudah semakin buruknya moral para remaja. Jika semua
bentuk kenakalan tersebut terus terjadi di negara kita ini, bagaimanakah nasib mereka di masa
depan? Bukankah remaja adalah salah satu aset yang dimiliki oleh bangsa untuk memajukan
bangsa di masa mendatang? Dari kasus-kasus yang terjadi tersebut menandakan betapa
pentingnya perbaikan terhadap karakter dan kepribadian para remaja. Salah satu hal yang bisa
dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan karakter untuk para remaja.
Pendidikan karakter sangat penting diberikan kepada remaja karena masa remaja adalah
masa-masa dimana seorang anak mudah sekali menerima pengaruh dari luar baik itu pengaruh
baik maupun pengaruh buruk. Jika pengaruh baik itu tidak ada masalah tetapi bagaimana dengan
pengaruh buruk? Untuk itulah dengan adanya pendidikan karakter dapat menekan pengaruh yang
tidak baik terhadap remaja yang datang dari luar lingkungan.

4.2 Saran
Pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus dipahami serta
dipraktekkan secara menyeluruh. Pembentukan karakter yang pada umumnya terjadi pada masa
anak-anak, mendorong para orangtua untuk bersikap serius dalam masalah ini. Orangtua harus
memberikan pendidikan yang baik dalam rangka membentuk karakter anak. Sehingga
diharapkan lahir generasi penerus bangsa yang memiliki karakter kuat dalam rangka memajukan
bangsa dan negara.
Hal yang sama juga harus dilakukan para pendidik baik di sekolah (guru), di Perguruan
Tinggi, atau dimanapun berada, yang merupakan orangtua kedua bagi anak. Budaya yang baik di
lingkngan tempat belajar harus dibangun dan diaplikasikan oleh semua pihak, agar tercipta
manusia-manusia yang berkarakter di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta:
Grasindo.
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama .  Jakarta
Wiyani, Novan Ardy. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.
http:///C:/Users/Public/Documents/RemajadanPendidikanKarakter_Inspiring Brain.htm/
http:///C:/Users/Public/Documents/Pendidikan Karakter untuk Menanggulangi Penyalahgunaan
Narkoba di KalangaRemaja_annisasyam.htm/ diakses pada tanggal 14 november 2014 pukul
11.15.
https://yudew18.wordpress.com/pendidikan/

Anda mungkin juga menyukai